Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(21191200000032)
A. PENDAHULUAN
Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, segala permasalahan yang
berkaitan dengan hukum fiqh bisa langsung dijawab dengan perantara
wahyu Allah SWT.1 Para sahabat selalu bertanya kepada rasul apabila ada
sesuatu yang tak dipahami, misalnya saja tentang tayammum.2
Setelah rasul wafat, perkembangan masalah hukum fiqh semakin
kompleks sehingga menyebabkan para sahabat banyak yang berijtihad untuk
memecahkan setiap permasalahan yang timbul. Di antara para sahabat yang
berijtihad adalah Usman bin Affan tentang penambahan adzan dalam shalat
jum'at. Pada masa rasul shalat jum'at dilaksanakan hanya dengan satu kali
adzan, kemudian pada kekhalifahan Usman bin Affan ditambahkan menjadi
dua kali adzan dengan alasan semakan banyaknya penduduk dan jauhnya
pemukiman dari tempat shalat dikhawatirkan tertinggalnya umat muslim
dalam melaksanakan shalat jum'at.3
1
( ىوهلا نع قطني امو٣) ىحوي يحو لاإ وه نإ
"Dan tidaklah yang diucapkan Muhammad itu karena menurut keinginannya. Akan
tetapi ia adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS An Najm : 3-4)
2
Kisah lengkapnya sebagai berikut:
لاق هيبأ نع ىزبأ نب نمحرلا دبع نب ديعس نع انأ ركذت امأ: ؛باطخلا نب رمع ىلإ لجر ءاج
تيلصف تكعمتف انأ امأو، لاقف يبنلل تركذف: ءاملا بصأ ملف ت نب جأ ينإ، باطخلا نب رمعل رساي نب رامع لاقف:
ملسو هيلع ه لا ىلص يبنلا: اذكه كيفكي ناك امنإ، لصت ملف تنأ امأف ؛تنأو انأ رفس يف انك برضف،
ضرلأا هيفكب ملسو، ههجو امهيف خفنو، ملسو هيلع ه لا ىلص هيفكو ههجو امهب حسم مث، لاقف
" هيلع ه لا ىلص يبنلاSeorang datang kepada Umar bin Al-Khatthab r.a. dan bertanya: Saya
berjunub
lalu tidak mendapat air. Ammar r.a. berkata kepada Umar:. Apakah anda tidak ingat ketika
aku bersamamu dalam bepergian lalu kita berdua berjanabat, adapun anda tidak
sembahyang, sedang aku berguling-guling di tanah lalu shalat, lalu hal itu saya ceritakan
kepada Nabi saw. lalu Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya cukup bagimu berbuat begini,
lalu
Nabi saw. memukulkan kedua tapak tangan ke tanah, lalu ditiup kemudian diusapkan
mukanya dan kedua tapak tangannya". Lihat Al-Bukhari, Shahih Bukhari, i. 175
2
3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari, 2 (Cairo: Dar El-Hadith, 2004), 452
3
Zaman sahabat berakhir berganti zaman para tabi'in, pada masa ini
timbul berbagai cara istinbath. Ada beberapa faktor penyebab para
mujtahid4 berbeda pandangan dalam beristinbath yaitu kondisi sosio-
kultural, sosio- historis, dan letak geografis yang beraneka ragam. Oleh
sebab itu, timbullah kaidah-kaidah ushul fiqh guna mengistinbatkan suatu
problema yang ada di masyarakat, selain itu pula agar para mujtahid tidak
salah dalam menetapkan suatu hukum seperti ada dalil dzanni-qath'i,
muhkam-mutasyabih, dan nasikh-mansukh sehingga para mujtahid tepat
pembentukan suatu hukum syariat.
4
Ada empat mujtahid yang terkenal, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi'I, dan Imam Ahmad bin Hanbal
5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, (Cairo, Dar El-Qalam, 1956), 197
6
Qutb Mushtafa Sanu, Mu’jam Musthalahat Ushul Al-Fiqh, (Damaskus, Dar AI-Fikr,
2000), 327
7
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta, Mahmud Yunus wa
Dzaurriyyah, 2007), 351
8
Op.cit, Qutb Musthtafa Sanu, 327
9
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), h. 28.
Pengertian lain al-ashl adalah suatu pondasi yang berdiri di atas pondasi
tersebut. Lihat Ibrahim Madkur, Al-Mu'Jam At-Washith, (Cairo, 1972), 40
3
Allah yang menyangkut tidak tanduk manusia, maka tasyri' adalah
penetapan hukum dan tata aturan tersebut.10
Dengan demikian dapat diartikan bahwa al-qawaid al-ushuliyyah al-
tasri'iyyah adalah kaidah dasar atau metode atau pendekatan teori untuk
menetapkan suatu hukum syariat yang telah Allah turunkan terhadap
manusia demi kemaslahatan. Dengan kata lain, kaidah ushuliyah
merupakan instrumen penting untuk memelihara keadilan dan kemaslahatan
masyarakat setiap masa.
10
Ismail Muhammad Syah, dkk, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Bumi Aksara,
1992), 13
11
Loc.cit, Abdul Wahab Khalaf, 198
12
Yang dimaksud syari' disini adalah Allah
13
Dharuri adalah tercapainya kemaslahatan agama dan dunia (dunia dan
akhirat). Hajiyyat adalah meringankan beban yang teramat berat. Tahsiniyyat adalah
melakukan kebiasaan yang bernilai baik dan menjauhkan perbuatan yang kotor. Lihat Al-
Syatibi, Al- Muwaffaqat fii Ushul Al-Syari'ah, jilid ii, 9
14
Kaidah tersebut berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw :
رارض لو ررض ل
t"idak boleh membuat kemudharatan pada diri sendiri, dan kepada orang lain",
(HR. Ibnu Majah). Lihat Ahmad Allampuniy dan Amin Sholeh, Kajian Ushul Fiqih
dan Kaidah-kaidah Ilm Fiqih, (Bandung, Cahaya Ilmu, 2013), 48
15
Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa Al-Nazha'ir fi Al-Furu', (Libanon, Dar El-
Kutub Al-'Ilmiyah, 1983), 86
4
d. Maa ubiha lidh-dharurati yuqaddaru biqadriha (pa yang dibolehkan
karena adanya kemudharatan diukur sesuai kemudharatannya)
Adapun suatu hak bagi mukallaf adalah penggantian rugi orang yang
merusakkan harta orang lain. Hal ini merupakan hak murni bagi si pemilik
harta, jika ia menghendaki , ia meminta ganti rugi atau membebaskannya.16
16
Loc.cit, Abdul Wahab Khallaf, 210-212
5
3. Kelayakan dalam berijtihad17
Ada empat syarat dalam kelayakan untuk berijtihad yaitu:
a. Memahami ilmu bahasa arab, cara-cara dalalah, susunan kalimatnya,
dan satuan-satuan katanya. Mempunyai rasa dalam memahami uslub-
uslubnya yang diperoleh dari kepintarannya. Harus juga mempunyai
pandangan yang luas tentang adabul lughah dann astar kefasihannya,
baik berupa prosa, syair, maupun lainnya.
b. Memiliki pengetahuan tentang Al-Qur'an. Maksudnya harus
mengetahui hukum-hukum syari'yyah yang terdapat dalam Al-Qur'an
dan ayat-ayat yang menyebutkan hukum-hukum tersebut, serta cara-
cara mengambil dan menyimpulkan hukum itu dari ayat-ayatnya.
c. Harus mengetahui sunnah, yakni ia harus mengetahui hukum-hukum
syara' yang disebut oleh sunnah Nabi Muhammad saw.
d. Mengetahui segi-segi qiyas. Misalnya mngetahui tentang illat, dan
hikmah pembentukan hukum. Harus juga mengetahui hal ihwal manusia
dan muamalahnya, sehingga ia dapat mengetahui suatu kasus yang tidak
ada nashnya dengan melihat illatnya.18
4. Nasakh Hukum
Nasakh dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqh adalah pembatalan
pemberkuan hukum syar'i dengan dalilyang dating belakangan dari hukum
yang sebelumnya, baik pembatalannya secara terang-terangan atau secara
kandungannya saja.
Kemaslahatan manusia terkadang mengalami perubahan dengan berbedanya
situasi dan kondisi mereka. Terkadang suatu hukum diisyaratkan untuk
mewujudkan kemaslahatan yang dituntut oleh berbagai sebab, maka tidak ada
lagi kemaslahatan bagi tetapnya hukum itu, sebagaimana disebutkan bahwa
sejumlah delegasi dari kaum muslimin dating ke Madinah pada hari Raya Idul
Adha, kemudian Rasul hendak menjamu di antara teman-teman mereka dalam
kelapangan, maka beliau melarang kaum muslimin menyimpan daging kurban
sehingga para delegaasi itu menemukan kelapangan pada mereka. Lantas
setelah mereka berangkat, maka beliau memperbolehkan kaum muslimin
menyimpan daging kurban lagi.
Berdasarkan kandungan nash, maka nasakh terbagi menjadi dua, yaitu sharih
(jelas), dan dhimni (samar). Nasakh yang sharih ialah syari' menyebutkan
dengan jelas dalam pentasyri'an yang menyusul terhadap pembatalan penetapan
hukumnya yang terdahulu. Sebagaimana firman Allah SWT:
نورشع مكنم نكي نإ لاتقلا ىلع نينمؤملا ضرح يبنلا اهيأ اي نيذلا نم افلأ
اوبلغي ةئم مكنم نكي نإو نيتئام اوبلغي نورباص
17
Ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan dan mengorbankan waktu
dalam mencari hukum syar'i. Lihat Abi Ishaq Ibrahim, Al-Luma' fii Ushul Al-Fiqh,
(Beirut, Dar El-Kutub Al-Ilmiyah, 2003), 129
6
18
Abdul Wahab Khallaf, 216-221
7
( نوهقفي ل موق مهنأب اورفك فلأ مكنم65) مكيف نأ ملعو مكنع ه لا ففخ نلْا
نكي نإو نيتئام اوبلغي ةرباص ةئم مكنم نكي نإف افعض نيرباصلا عم ه لاو
ه لا نذإب نيفلأ اوبلغي
Artinya: "Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk
berperang, Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh, Dan jika ada
seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang
kafir itu kaum yang tidak mengerti, Sekarang Allah telah meringankan
kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan,
Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu
ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah, Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar, (QS. alAnfal [8]: 65-66)
Adapun nasakh dhimni ialah Syari' tidak menyebutkan secara terang-
terangan dalam pensyariatannya yang menyusul terahadap pembatalan
pensyariatannya yang terdahulu, akan tetapi Syari' mensyariatkan hukum baru
yang bertentangan dengan hukum sebelumnya, padahal tidak mungkin ada
kesesuaian antara dua hukum yang saling bertentangan kecuali dengan
membatalkan salah satunya, sehingga nash yang menyusul dianggap
menasakhkan terhadap yang terdahulu secara kandungannya. Misalnya firman
Allah SWT:
7
ا ر ي خ ك ر ت ن إ ت و م لا م ك د ح أ ر ض ح ا ذ إ م ك ي ة ي ص و
لا لع بتك
ن ي ق ت م ل ا ى ل ع ا ق ح ف و ر ع م ل ا ب ن ي ب ر ق لأ ا و ن ي د
لا و ل ل
Artinya: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa," (QS. Al-
Baqarah:
180)
8
مك ي ص و ي ه لا يف مكدلاوأ ركذلل ظح لثم ن يثنلأا
Artinya: "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan." (QS. An-Nisa: 11)
19
Ta'arudh adalah dua dalil yang saling mencegah (bertentangan).
Tarjih adalah pengunggulan satu dalil atas dalil yang lain. Lihat Ibrahim Madkur, Al-
Mu'jam Musthalahat Ushul Al-Fiqh, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2000), 130
20
M. Idris, Konsep Tarjih dalam Ilmu Ushul Fiqih, Vol 1, No 1 (2008), IAIN KENDARI
8
Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. Al-Baqarah: 234)
Pada tempatnya yang lain Allah SWT berfirman:
ن ه ل م ح ن ع ض ي ن أ ن ه ل ج أ ل ا م ح لأ ا ت
لا و أ وArtinya:
"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS.
Ath-
Thalaq: 4)
D. KESIMPULAN
Al-Qawaid Al-Ushuliyyah Al-Tasyri'iyyah merupakan suatu metode
intinbath hukum yang bersifat mashlahah dengan banyak
mempertimbangkan tujuan kehidupan manusia di muka bumi. Harapan yang
dihasilkan terhadap metode ini adalah tercapainya kemaslahatan dharuri
(bersifat primer), kemaslahatan hajiyyat (bersifat sekunder), dan tahsiniyat
(kebaikan-kebaikan bagi manusia).
9
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari, Cairo: Dar Al-Hadits. 2008
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fath Al-Bari, 2 Cairo: Dar El-Hadith, 2004
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Al-Fiqh, Cairo: Dar El-Qalam, 1956
Sanu, Qutb Mushtafa. Mu'jam Musthalahat Ushul Al-Fiqh Damaskus: Dar Al-Fikr,
2000
Yunus, Mahmud Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzaurriyyah,
2007
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Surabaya: Pustaka Progresif, 2007
Madkur, Ibrahim. Al-Mu']am Al-Washith, Cairo: 1972
Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Al-Syatibi, Al-Muwaffaqat fii Ushul Al-Syari'ah, jilid ii, 9
Al-Qazwaini, Muhammad bin Yazid Ibnu Majah. Sunan Ibn Majah, Beirut. Dar Al-
Fikr
Allampuniy, Ahmad. Kajian Ushul Fiqih dan Kaidah-kaidah Ilm Fiqih, Bandung:
Cahaya Ilmu, 2013
As-Suyuthi, Al-Asybah wa Al-Nazha'ir fi Al-Furu', Libanon: Dar El-Kutub Al-
'Ilmiyah, 1983
Ibrahim, Abi Ishaq. Al-Luma' fii Ushul Al-Fiqh, Beirut: Dar El-Kutub Al-Ilmiyah,
2003
M. Idris, Konsep Tarjih dalam Ilmu Ushul Fiqih, Vol 1, No 1 (2008), IAIN
KENDARI
10