Anda di halaman 1dari 7

Target Potensial bagi Senyawa Obat

Disusun oleh:
Anif Yuni Muallifah (18/435038/ PMU/ 09549)
Christin Hendriyani Bonnu (18/435042/PMU/09553)
Dhani Rinaldi Maulana (18/435043/PMU/09554)

Reaksi obat melibatkan suatu interaksi dari senyawa obat dan reseptornya, mirip
dengan analogi gembok-kunci yang terdapat dalam kajian senyawa enzim. Setidaknya itulah
pandangan konvensional yang hingga saat ini diajarkan dan dilontarkan oleh para dosen
farmakologi di fakultas kesehatan. Dogma bahwa tiap obat wajib memiliki satu reseptor yang
spesifik demi membaiknya rasa sakit pasien masih menempati posisi yang penting. Akan
tetapi penelitian terbaru menunjukkan hasil yang berbeda: suatu senyawa obat mampu
berinteraksi dengan berbagai macam reseptor dengna tujuan meringkankan sakit si pasien.
Sudah sejak lama para peneliti menyadari bahwa senyawa yang dapat berinteraksi
dengan banyak reseptor adalah kandidat obat yang buruk. Alasan utama dari hal tersebut
adalah kemungkinan terjadinya efek merugikan dari penggunaan obat tersebut cukup tinggi.
Namun mengingat perkembangan penyakit yang terjadi akhir-akhir ini, di mana satu jenis
target pengobatan tidak lagi mumpuni dalam penanggulangan penyakit, maka konsep multi-
target drug ini menjadi menarik untuk kembali dibahas dan diteliti lebih lanjut.
Dengan pendekatan biologi target obat terbagi menjadi tiga kategori yaitu reseptor,
enzim, dan interaksi makromolekul. Pendekatan biologi digunakan untuk optimasi
pengembangan secara kimiawi dalam mengeeksplorasi senyawa yang memiliki toksisitas dan
efektifitas terhadap target obat. Hal ini merupakan tahapan yang penting untuk dilakukan
oleh peneliti kimia obat, biologi, dan sains obat karena dapat memberikan kontribusi yang
substansial seiring dengan teknologi biofisik yang berkembang.
Penapisan awal senyawa untuk aktivitas biologis idealnya harus memberikan hasil
yang mampu dibandingkan dengan penelitian satu dengan yang lainnya. Keterbatasan bahan
atau waktu seringkali menjadi kendala dalam menseleksi senyawa dalam jumlah besar.

Reseptor Senyawa Obat


Dengan kemajuan studi kloning dan pemurnian protein yang terikat pada membran
serta perkembangan metode penentuan struktural protein telah memungkinkan karakterisasi
struktural banyak reseptor. Dari beberapa struktur dan model homologi keluarga GPCR telah
beralih ke database struktur dan parameter eksperimental yang menunjukkan ekspresi secara
lengkap subtipe reseptor (Ramsay et al., 2018).
G-protein-coupled receptors (GPCRs) adalah target obat yang paling banyak
dipelajari, sebagian besar karena keterlibatan substansial mereka dalam patofisiologi manusia
dan fleksibilitas farmakologis mereka (Hauser et al., 2017). GPCR telah lama menarik
sebagai target farmakologis, karena mereka mengatur berbagai proses fisiologis dan memiliki
situs druggable yang dapat diakses di permukaan sel. Secara keseluruhan sekitar 800 anggota
keluarga GPCR terdapat pada keluarga protein membran pada manusia. Superfamili GPCR
telah dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan homologi evolusi dan keluarga reseptor
dengan ligan fisiologis umum yang terdiri dari bentangan ion, molekul pensinyalan molekul
kecil, lipid, peptida dan protein (Hauser et al., 2017).

Gambar 1. GPCR drug targets (Hauser et al., 2017).


Munculnya metode baru untuk penemuan obat GPCR disebabkan adanya kemajuan
terbaru dalam farmakologi reseptor, terobosan dalam biologi struktural dan inovasi dalam
bioteknologi. Modulasi GPCRs melalui situs allosteric yang berbeda dari situs pengikatan
untuk ligan endogen serta dapat mengubah struktur, dinamika dan fungsi reseptor untuk
mencapai keunggulan terapi potensial, seperti peningkatan selektivitas spasial dan temporal.
Selain itu, terdapat konsep agonisme yang bias atau biasa diketahui dengan pengaktifan jalur
pensinyalan intraseluler yang diinginkan sambil meminimalkan efek samping yang tidak
diinginkan karena aktivasi jalur lain (Hauser et al., 2017).
Memahami persis bagaimana ligan menginduksi agonisme atau antagonisme
melibatkan efek allosteric kompleks. Kemajuan di bidang ini saat ini merupakan bidang yang
menarik dalam desain obat, menghasilkan lebih banyak ligan spesifik untuk penggunaan
farmakologis. Fleksibilitas protein GPCR juga mengarah pada kompleksitas in vivo.
Dimerisasi transien, heterodimer, dan megamers internal yang sekarang mulai dieksplorasi
baik untuk memahami pensinyalan yang terlibat dalam sel dan in vivo, dan untuk merancang
ligan selektif yang mempromosikan keadaan agregasi yang berbeda (Ramsay et al., 2018).
Struktur kristal dari 44 reseptor unik dan 205 kompleks reseptor ligan sekarang telah
banyak tersedia template untuk penemuan dan desain obat berbasis struktur. Dari GPCR non-
olfaktori, 130 (33%) adalah reseptor peptida atau protein yang merupakan target potensial
untuk obat-obatan biologis, dan banyak lagi reseptor telah dapat diakses melalui kemajuan
teknik yang mengeksploitasi interaksi protein-protein alami atau yang membantu
mengembangkan antibodi spesifik dan turunannya. Hal ini merupakan peluang baru untuk
target GPCR yang baru maupun yang sudah mapan (Hauser et al., 2017).
Studi lain menyatakan variasi genetik alami dalam genom manusia adalah penyebab
perbedaan individu dalam respon terhadap obat-obatan. Hal ini kurang diperhatikan dalam
studi kesehatan masyarakat. Meskipun 108 reseptor berpasangan G-protein (GPCR) adalah
target 475 (34%) obat-obatan yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) dan
bertanggung jawab atas volume penjualan global lebih dari 180 miliar dolar AS per tahun,
namun prevalensi variasi genetik di antara GPCR yang ditargetkan oleh obat tidak diketahui
secara pasti (Hauser et al., 2018).
Gambar 2. GPCR families sebagai target obat yang telah ditetapkan dan dalam tahap
uji klinis (Hauser et al., 2017).
Studi mutakhir tentang GPCR telah menggambarkan keluarga target obat, indikasi
penyakit, alat baru atau mekanisme penemuan obat. Hasil studi melaporkan bahwa analisis
semua obat dan agen GPCR dalam tahap uji klinis mengungkapkan bahwa tren saat ini
berkaitan dengan semua jenis molekul, target obat, dan indikasi terapeutik. Tren penemuan
obat secara umum yang meliputi sistem biologik, modulator alosterik, data struktur GPCR
dan ligan dengan pensinyalan bias, dianalisis untuk menyelidiki apakah agen terkait telah
mencapai uji klinis (Hauser et al., 2017).

Target Senyawa Obat: Enzim


Hampir setengah dari semua obat-obatan bekerja dengan menargetkan aktivitas
enzim. Hal ini menjadi dasar studi in vitro untuk menentukan sisi aktif perlekatan enzim dan
pengaruh kinetiknya. Evaluasi ini bertujuan untuk memurnikan enzim, resonansi permukaan
plasmon dam ITC (isothermal titration calorimetry) merupakan metode yang sering
digunakan. Misalnya, untuk reseptor, pengaturan pengaruh fungsional dari perlekatan lebih
diutamakan. Ligan yang berkompetisi dengan substrat alami lebih mudah dirancang namun
obat yang efektif biasanya bersifat non-kompetitif atau memiliki waktu paruh yang panjang
bahkan bersifat ireversible terhadap aktivitas enzim. Penilaian aktivitas enzim kinetik
biasanya menggunakan uji spesifik untuk mendeteksi perubahan pada substrat atau produk
dengan absorbansi atau fluoresens. Peningkatan sensitivitas alat uji ini dapat dilakukan
dengan merancang probe fluoresens melalui kombinasi produk hasil uji dengan enzim lain
yang dapat mengonversi produk menjadi sesuatu yang dapat diukur. Parameter yang dapat
dipakai untuk mengukur kemampuan suatu senyawa dalam menargetkan aktivitas enzim
adalah sebagai berikut.
Dari nilai reversible dapat diketahui pengaruh jumlah penurunan produk, mencegah
penipisan substrat dan dapat dikompetisi dengan substrat. Sementara itu, dengan nilai
irreversible, pengaruh enzim yang diinaktivasi dan pemulihan yang tergantung pada turnover
enzim dapat ditentukan (Ramsay, dkk. 2018).
Umumnya, output yang diinginkan dari screening suatu senyawa kandidat obat adalah
IC50, yang merupakan cara untuk membandingkan serangkaian senyawa uji pada kondisi
yang sama. Untuk penilaian target obat berdasarkan aktivitas enzim, parameter yang harus
diperhatikan adalah KD atau Ki, yang keduanya dapat dibandingkan dengan analisis
komputasi untuk sisi konstan perlekatan enzim dan juga dapat digunakan untuk memprediksi
pathway obat yang kompleks. Yang menarik adalah IC50 memiliki kaitan dengan Ki, di
mana hubungan keduanya bergantung pada mekanisme inhibisi (Ramsay dan Tipton, 2017).

Target Senyawa Obat: Sel


Senyawa baru yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat selanjutnya adalah
senyawa yang menargetkan sel. Parameter yang dapat diukur adalah sebagai berikut.

Paramater tersebut dapat digunakan untuk mengetahui sebagian besar pengaruh


senyawa terhadap sel termasuk kematian sel, namun konsentrasi pada sel target dan
mekanisme yang terjadi pada target tidak dapat dijelaskan. Meski demikian, pengujian
pengaruh senyawa kandidat obat kepada mitokondria dapat dilakukan meski membutuhkan
metode dan keterampilan ahli yang baik. Tujuan evaluasi ini adalah untuk melindungi
pembentukan ATP, menentukan kadar senyawa yang dapat masuk ke dalam sel, dan respon
terhadap fosforilasi oksidatif mitokondria. Penggunaan kultur sel saraf maupun sel glial dapat
membantu untuk menentukan turnover ATP, proton dan kadar maksimum respirasi agar
dapat diperoleh kadar oksigen konsumtif, kadar asam ekstrasel sebagai indikator glikolisis,
dan responnya terhadap pemberian oligomycin dan inhibitor respirasi. (Brand dan Nicholls,
2011).Selain itu, pengukuran terhadap sel sebagai target obat juga dapat dilakukan dengan
live cell imaging mengggunakan probe kimia untuk mendeteksi ROS dan potensial membran
mitokondria (Jhonson dan Bobrovskaya, 2015).
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi sel sebagai target obat
adalah dengan menarget mRNA ddan protein dalam mitokondria. Komponen senyawa yang
memiliki muatan permukaan positif dapat melakukan penetrasi ke dalam membran tapi
terakumulasi dalam respon terhadap potensial membran seperti yang terjadi pada neurotoksin
MPP+ yang dirancang untuk kanker glioma (Sharpe, dkk. 2015). Percobaan seperti ini pada
tingkat in vitro lebih muda dilakukan dibandingkan dengan pada tingkat in vivo karena
sistem metabolisme yang cukup kompleks di dalam tubuh hewan coba. Salah satu penelitian
De Deurwaerdère dan tim (2016) membuktikan hal ini di mana suatu senyawa kandidat obat
bersifat stabil pada mikrosom manusia tetapi sangat cepat terdegradasi pada mikrosom
mencit. Hal ini membuktikan bahwa hati tidak dapat memetabolisme senyawa kandidat obat
atau dengan kata lain senyawa ini bukan merupakan substrat degradasi oleh hati. Selain itu,
hal ini juga dapat menjadi acuan potensi target lain dari senyawa ini sehingga belum
didegradasi di hati. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah
melakukan pengujian awal menggunakan chip organ untuk mengurangi penggunaan hewan
uji dan resiko yang ditimbulkan pada lingkungan tetapi tetap memiliki nilai yang mirip
dengan kenyataaan sebenarnya.

Reference
Hauser, A. S., Attwood, M. M., Rask-Andersen, M., Schiöth, H. B., & Gloriam, D. E. (2017).
Trends in GPCR drug discovery: new agents, targets and indications. Nature Reviews
Drug Discovery, 16(12), 829–842.
Hauser, A. S., Chavali, S., Masuho, I., Jahn, L. J., Martemyanov, K. A., Gloriam, D. E., &
Babu, M. M. (2018). Pharmacogenomics of GPCR Drug Targets. Cell, 172(1-2), 41–
54.e19.
Ramsay, R. R., Popovic-Nikolic, M. R., Nikolic, K., Uliassi, E., & Bolognesi, M. L. (2018).
A perspective on multi-target drug discovery and design for complex diseases.
Clinical and Translational Medicine, 7(1).
Brand, M. D., & Nicholls, D. G. (2011). Assessing mitochondrial dysfunction in cells.
Biochemical Journal, 435(2), 297-312.
De Deurwaerdère, P., Binda, C., Corne, R., Leone, C., Valeri, A., Valoti, M., ... & Marco-
Contelles, J. (2016). Comparative Analysis of the Neurochemical Profile and MAO
Inhibition Properties of N-(Furan-2-ylmethyl)-N-methylprop-2-yn-1-amine. ACS
chemical neuroscience, 8(5), 1026-1035.
Johnson, M. E., & Bobrovskaya, L. (2015). An update on the rotenone models of Parkinson's
disease: their ability to reproduce the features of clinical disease and model gene–
environment interactions. Neurotoxicology, 46, 101-116.
Ramsay, R. R., Popovic-Nikolic, M. R., Nikolic, K., Uliassi, E., & Bolognesi, M. L. (2018).
A perspective on multi-target drug discovery and design for complex diseases. Clinical
and translational medicine, 7(1), 3.
Ramsay, R., & Tipton, K. (2017). Assessment of enzyme inhibition: a review with examples
from the development of monoamine oxidase and cholinesterase inhibitory drugs.
Molecules, 22(7), 1192.
Sharpe, M. A., Han, J., Baskin, A. M., & Baskin, D. S. (2015). Design and Synthesis of a
MAO‐B‐Selectively Activated Prodrug Based on MPTP: A Mitochondria‐Targeting
Chemotherapeutic Agent for Treatment of Human Malignant Gliomas.
ChemMedChem, 10(4), 621-628.

Anda mungkin juga menyukai