Anda di halaman 1dari 23

PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN

I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Abdomen :
a) Inspeksi :
1. Anjurkan klien untuk posisi supine dengan lengan pada sisi samping
tubuh dengan posisi kedua kaki sedikit difleksikan agar otot abdomen
lebih rileks. Pemeriksa meletakan salah satu tangannya dibelakang
pinggang pasien dengan jari-jari tangan yang tidak mengenai iga
bawah. tangan pemeriksa yang lain ditempatkan di sebelah anterior
ginjal dengan jari-jari tangan tepat diatas umbilikus. Jika klien merasa
nyeri pada bagian belakang atau sisi tubuh, kaji apakah klien tampak
gelisah atau adanya tahanan.
2. Inspeksi adanya kesimetrisan dan batasan. Ketidaksimetrisan atau
adanya massa pada kuadran atas dapat mengindikasikan terdapat tumor
atau hydronephrosis.
3. Gambaran penuh pada area suprapubic dapat mengindikasikan adanya
distensi kandung kemih.
4. Kaji adanya luka bekas operasi atau bekas trauma yang mempengaruhi
proses perkemihan atau saluran cerna atau menyebabkan adhesi
(perlekatan), terutama bila klien datang dengan keluhan masalah
abdomen. Inspeksi secara spesifik daerah bekas operasi, kaji adanya
herniasi pada daerah bekas operasi, sekitar stoma atau pada daerah
ventral ( daerah epigastrik atau unmbilikus).
5. Hasil normal : abdomen bawah flat (datar), tidak ada distensi, orifisium
eksternal uretra berwarna merah muda tanpa disertai adanya
pengeluaran pus, cairan yang kontraindikasi.
b) Auskultasi :
1. Dilakukan sebelum palpasi untuk mencegah gangguan pada hasil
bising usus dan vascular murmurs. Bunyi bruit pada arteri renal akan
terdengar pada bagian kiri atas umbilikus dan mengindikasikan
adanya stenosis arteri renal, aneurisma, atau malformasi arterivena.
Jika bunyi bruit terdengar hindari tindakan palpasi yang terlalu dalam.
2. Kaji bising usus pada setiap kuadran baik frekuansi, intensitas dan
nada terutama bila tampak gejala- gejala gangguan pencernaan.
3. Hasil normal: tidak terdapat suara bruit pada arteri renal pada posterior
atau anterior bagian atas kanan maupun kiri dari sudut costovertebra.
c) Perkusi :
1. Dilakukan untuk mengetahui tampungan urine pada kandung kemih
minimal 150 ml.
2. Bunyi perkusi akan berubah dari timpani ke dullness pada saat
kandung kemih terisi penuh.
3. Hasil perkusi : Tumpul pada daerah anterior dan posterior dapat
diindikasikan adanya masa pada renal.
4. Hasil perkusi : Lembut ketika renal mengalami trauma
5. Hasil perkusi : Dalam yang mengindikasikan adanya hemoragic.
6. Hasil normal: flat pada daerah diatas simpisis pubis dan timpani
dibagian bawah abdomen, tidak teraba lunak pada daerah posterior
kanan atau kiri atas pada sudut costovertebra.
d) Palpasi :
1. Awali palpasi dengan setuhan yang lembut, tekan kulit tidak lebih dari
1-2 cm untuk mengkaji kelembutan atau adanya tahanan pada otot atau
gambaran posisi tubuh yang benhati-hati yang mengindikasikan
adanya iritasi peritonial.
2. Palpasi dengan lembut daerah abdomen yang tegang karena dapat
menyebabkan kekakuan otot yang volunter. Periksa ke empat kuadran
perhatikan adanya daerah yang mengalami tegang otot yang
mengindikasikan masa pada daerah pelvis, infeksi atau neuplastik.
Dapat juga ditemukan distensi kandungkemih. Bila ditemukan adanya
masa tentukan lokasi, konsistensi, karakteristik permukaan,
kelembutan, mobilitas dan pulsasi.
3. Hasil normal : pada bagian bawah pada palpasi ginjal kanan
menunjukan gambaran lembut, tidak ada kekakuan dan ginjal kiri tidak
dapat dipalpasi karena ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri.
B. GENITALIA
1. Pria : dianjurkan melakukan pemeriksaan pada ruangan yang cukup
hangat. Anjurkan klien posisi supine. Inspeksi daerah peritoneum dan
daerah selangkangan kaji adanya manifestasi iritasi kulit atau exkoriasis
terutama bila klien mengalami keluhan inkontinensia urine. Kaji kelenjar
meatus. Pada klien pria yang telah mengalami circumcised kelenjar akan
teraba kering, sementara pria yang tidak mengalami circumcised kelenjar
akan lembab dan berwarna merah muda. Kaji meatus uretra dengan secara
hati-hati mengangkat foreskin pada pria yang yang tidak dicircumsisi. Bila
terdapat gambaran stenotic maka disebut dengan phimosis. Meatus terletak
pada bagian tengah kelenjar teraba lembut, lembab dan berwarna marah
muda.
2. Wanita : inspeksi adanya pengeluaran uretra atau vagina yang
mengindikasikan adanya infeksi. Anjurkan klien untuk batuk atau
menegangkan derah genital dan observasi adanya penonjolan pada dinding
vagina. Penonjolan pada dinding anterior vagina mengindikasikan adanya
cystocele dan penonjolan pada dinding posterior vagina mengindikasikan
adanya rectocele. Cystocele merupakan hasil dari relaksasi otot pelfis dan
dapat diindikasikan adanya manifestasi adanya iritasi dan inkontinesia
akibat stress.
C. KELENJAR LIMFA

Inspeksi dan palpasi daerah supraclavicular dan inguinal. Bila terdapat


kumpulan nodul dapat mengindikasikan metastasis kanker pada prostat atau
testis.
D. SISTEM TUBUH YANG BERHUBUNGAN:
1. Tekanan darah
2. Keseimbangan cairan
3. Edema perifer
4. Perubahan persyarafan yang mempengaruhi ekstremitas bawah

II. MANIFESTASI KLINIS DISFUNGSI RENAL DAN URINARIUS


A. Rasa Nyeri : disebabkan oleh obstruksi dan distensi mendadak kapsul renal
yang terjadi pada tahap lanjut. Intensitasnya berhubungan dengan kecepatan
proses timbulnya distensi tersebut. Gambaran nyeri tumpul pada sudut
kostovertebral terletak pada tempat iga keduabelas atau iga paling bawah
berhubungan dengan tulang vertebra (daerah yang terbentuk oleh selaput iga
dan kolumna vertebral).

B. Perubahan pada Eliminasi Urin (Mikturisi): biasanya terjadi tanpa nyeri


dengan frekuensi 5 s/d 6 kali sehari dan kadang-kadang sekali pada malam
hari. Rata-rata individu membentuk dan mengeluarkan urine urine sebanyak
1200 s/d 1500 ml dalam 24 jam. Jumlah ini berubah menurut asupan cairan,
perspirasi, suhu lingkungan, muntah atau diare. Masalah umum yang
menyertai eliminasi urine adalah keluhan sering kencing, rasa ingin kencing,
disuria, kencing yang sulit dimulai, inkontinensia, enuresisi, poliuria, oliguria
dan hematuria
C. Gejala Gastrointestinal : gejala gastrointestinal dapat terjadi pada berbagai
keadaan urologi karena traktus gastrointestinal dan urinarius memiliki
persyarafan otonom serta sensorik yang sama dan karena adanya refleks
renointestinal. Hubungan anatomis ginjal kanan dengan kolon, duodenum,
kaput pankreas, duktus koledokus, hati dan kandung empedu dapat
menyebabkan gangguan gastrointestinal. Kedekatan ginjal kiri dengan kolon,
lambung, pankreas dan linfa dapat menyebabkan gangguan intestinal. Gejala
itu mensangkup : mual, muntah, diare, gangguan rasa nyaman abdomen dan
ileus paralitik.
D. Riwayat kesehatan: mencangkup informasi berikut yang berhubungan dengan
fungsi renal dan urinarius:
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke dokter atau
ke RS
2. Adanya rasa nyeri: lokasi, karakter, durasi dan hubungannya dengan
urinasi : faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringakannya.
3. Riwayat infeksi traktus urinarius: terapi atau perawatan RS yang pernah
dialami untuk menangani infeksi traktus urinarius, adanya gejala panas
atau menggigil, sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine
dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius.
4. Gejala kelainan urinasi : disuria (kapan keluhan itu muncul saat aweal atau
akhir urinasi), hesitancy (mengejan nyeri selama atau sesudah urinasi),
inkontinensia (stress, urgen, overflow atau fungsional).
5. Riwayat salah satu keadaan berikut ini: hematuri (perubahan warna atau
volume urine), nokturia (kapan dimulai), penyekit pada anak-anak
(impetigo, sindrome nefrotik), batu ginjal, kelainan yang mempengaruhi
fungsi ginjal dan saluran perkemihan (diabetes melitus, Hipertensi, trauma
abdomen, cedera medula spinalis).
6. Untuk pasien wanita : jumlah, tipe (persalinan pervagina VS Sectio
caesarea), persalinan dengan forceps, infeksi vagina, keputihan atau iritasi;
penggunaan kontrasepsi.
7. Riwayat sering terpajan dengan lingkungan yang tinggi toksin yang
berhubungan dengan saluran perkemihan misalnya : zat-zat kimia, plastik,
karet, asap rokok.
8. Riwayat penyakit genital atau penyakit menular seksual.
9. Riwayat merokok, penyalah gunaan obat atau alkohol

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


A. Urinalisis: mencangkup evaluasi hal-hal berikut:
1. Observasi warna dan kejernihan urin
2. Pengkajian bau urine
3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
4. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan badan keton dalam
urine
5. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah
putih, silinder (silindruria), kristal (kristaluria, pus (piuria).
6. Jenis pemeriksaan :
1) Pengumpulan urine 24 jam : urine creatinin clearens (fungsi ginjal)
2) Spesimen urin midstream yang diambil bersih (urine kultur)

B. Pemeriksaan Fungsi Ginjal :


1. Tes kemampuan pemekatan ginjal : berat jenis & osmolalitas urine
tujuannya memeriksa kemampuan untuk memekatkan cairan dalam urin.
Kemampuan pemekatan mengalami gangguan dini pada penyakit ginjal
karena itu pemeriksaan ini memperlihatkan dangguan dini fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan klirens kreatinin (klirens kreatinin endogen) : bertujuan
memberikan nilai rata-rata kecepatan filtrasi glomerul;us, mengukur
volume darah dengan kreatinin yang telah dibersihkan dalam 1 menit.
Indikator yang pekat untuk penyakit ginjal dini berguna dalam mengikuti
kemajuan status ginjal pasien
3. Pemeriksaan kadar kreatinin serum : bertujuan pemeriksaan fungsin ginjal
yang mencerminkan keseimbangan atara produksi dan filtrasi oleh
glomerulus
4. Pemeriksaan kadar ureum (Blood urea Nitrogen) serum: berfungsi sebagai
indeks kapasitas ekskresi urine. Kadar ureum serum bergantung pada
produksi ureum tubuh dan aliran urin. Ureum merupakan produk akhir
nitrogen dari metabolisme protein. Kadar BUN juga dipengaruhi oleh
asupan protein

C. Radiologis:
1. Foto polos Abdomen : memperlihatkan kelainan-kalainan saluran
perkemihan. Menurut Blandy memperlihatkan 4S yitu :
1) Side : diperiksa apakah penempatan sisi kiri dan kanan sudah benar.
Sisi kiri ditandai dengan adanya bayangan gas pada lambung,
sedangkan sisi kanan oleh bayangan hati
2) Skeleton : perhatikan tulang-tulang vertebra, sakrum, kosta, serta sendi
skroiliaka. Adanya kelainan bentuk (kifosis, skoliosis atau fraktur) atau
perubahan densitas tulang (hiperden atau hipoden) akibat dari suatu
proses metastasis
3) Soft tissue : perhatikan adanya pembesaran hati, ginjal, kandung kemih
akibat retensi urine atau tumor kandung kemih serta perhatikan
bayangan garis psoas
4) Stone : perhatikan adanya bayangan opak dalam sistem urinaria yaitu
mulai dari ginjal, ureter hingga kandung kemih. Bedakaan dengan
kalsifikasi pembuluh darah atau flebolit dan feses yang mengeras atau
fekolit
2. Pielogram intravena : setelah foto polos abdomen yang kemudian
dilajutkan dengan penyuntikan medium kontras intravena. Medium kontras
bersirkulasi melalui aliran darah dan jantung menuju ginjal dimana
medium diekskresikan . sesudah disuntikan , maka setiap menit selama 5
menit pertama dilakukan pengambulan foto untuk memperoleh gambaran
korteks ginjal. Pada glomerulonefritis, korteks akan menipis sedangkan
pada pielonefritis dan iskemik, korteks tampak seakan-akan termakan
ngegat. Dengan meneliti hasil foto pada menit ketiga dan kelima dapat
diketahui fungsi kaliks. Foto lain yang diambil pada menit ke 15 dapat
memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter. Struktur-struktur ini akan
mengalami distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi, dan obstruksi. Foto
terakhir diambil pada menit ke 45 yang memperlihatkan kandung kemih.
Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada pasien dengan azotemia berat (BUN
70 mg/100 ml).
DAFTAR PUSTAKA

Dillon, Patricia M. (2007). Nursing Health Assessment: A Critical Thinking Case Studies
Approach.Edisi 2. Philadelphia: Davis Company.
Smeltzer, Suzanne. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai