Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Khairunisa’a L.A
G991903028
Pembimbing:
drg. Vita Nirmala Ardanari, Sp. Pros., Sp.KG
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob. Organisme ini
merupakan flora normla dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva,
mucus membran, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Penyakit gigi merupakan jenis
penyakit diurutan pertama yang dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan hasil survey dinas
kesehatan tahun 2001, penyakit gigi dikeluhkan 60 persen penduduk Indonesia. Selain itu tanpa
disadari keluhan penyakit gigi juga berdampak pada merosotnya produktivitas penderita,
kebanyakan berhenti beraktivitas antara 2.5 hari sampai 5 hari. Lubang pada gigi merupakan
tempat jutaan bakteri. Jika bakteri masuk ke dalam pembuluh darah bisa menyebar ke organ
tubuh lainnya dan menimbulkan infeksi , seperti masalah pada sistem pernapasan, otak hingga
organ jantung (Grossman, 2010).
Fokal infeksi merupakan pusat atau suatu daerah di dalam tubuh, dimana kuman atau
basil kuman tersebut dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit sumber infeksi dari salah satu organ tubuh berasal dari gigi, salah satu penjalaran
kuman dari pusat infeksi sampai ke organ tubuh tersebut, dibawa melalui aliran darah/limfe atau
dapat pula terkontaminasi. Organisme tersebut dapat menyebar ke daerah sibus (termasuk sinus
daerah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru, dan
mata. Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui beberapa
cara, ayitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran limfatik
(limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan
pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif (Sigurdsson, 2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FOCAL INFECTION
1. DEFINISI
Infeksi fokal adalah infeksi lokal yang disebabkan oleh penyebaran
mikroorganisme atau produk beracun dari fokus infeksi. Fokus infeksi adalah area
terbatas yang mengandung mikroorganisme patogen, dapat terjadi di mana saja di dalam
tubuh dan biasanya tidak menyebabkan manifestasi klinis. Konsep-konsep ini telah
mengarah pada Teori Fokal Infeksi yang mempostulasikan banyak sekali penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, virus) yang muncul secara endogen dari
fokus infeksi (Pallasch and Wahl, 2003).
Fokus infeksi secara historis dapat muncul dari amandel, kelenjar gondok, sinus,
dan rongga mulut. Fokus oral secara tradisional dianggap berasal dari pyorrhea alveolaris
(periodontitis), abses, selulitis alveolar, gigi pulpa, periodontitis apikal, sepsis oral umum
dan gigi yang dirawat secara endodontik dengan viridans group streptococci (VGS) yang
menjadi penyebab utama mikroba metastatik (Pallasch dan Wahl, 2003).
2. EPIDEMIOLOGI
Fokal infeksi terjadi pada 100% pasien setelah pencabutan gigi, 55% setelah
pembedahan molar ketiga, 20% setelah perawatan endodontik, dan 55% setelah
tonsilektomi bilateral. Anaerob diisolasi lebih sering daripada bakteri anaerob fakultatif.
Studi lain yang melibatkan 735 anak-anak yang menjalani perawatan untuk kerusakan
gigi yang ekstensif menemukan bahwa 9% dari anak-anak memiliki bakteri yang
terdeteksi sebelum memulai perawatan gigi. Selain itu, berbagai prosedur kebersihan dan
konservatif, termasuk menyikat gigi, meningkatkan prevalensi bakteri dari 17% - 40%
(Li, 2000).
3. ETIOLOGI
Rongga mulut dapat bertindak sebagai tempat asal penyebaran organisme patogen
ke tempat-tempat tubuh yang jauh, terutama pada tubuh dengan penurunan sistem imun
seperti pasien yang menderita keganasan, diabetes, atau artritis reumatoid atau memiliki
kortikosteroid atau perawatan imunosupresif lainnya. Sejumlah studi epidemiologis
menunjukkan bahwa infeksi oral, terutama periodontitis marginal dan apikal, dapat
menjadi faktor risiko penyakit sistemik. Infeksi ini sebagian besar anaerob, dengan
batang gram negatif menjadi isolat yang paling umum. Kedekatan anatomi mikroflora ini
dengan aliran darah dapat memfasilitasi bakteremia dan penyebaran sistemik produk
bakteri, komponen, dan imunokompleks.
Terjadinya infeksi tergantung pada dua faktor. Salah satunya adalah kualitas dan
kuantitas mikroba patogen (jenis dan jumlah bakteri dalam lesi dan toksisitas bakteri
patogen), dan yang lainnya adalah resistensi dan fungsi kekebalan tubuh. Fungsi
kekebalan tubuh berkurang pada pasien dengan penyakit sistemik, yang mengarah ke
serangan akut dari fokus oral. Infeksi fokal oral ringan menghambat pengobatan penyakit
sistemik, tetapi infeksi serius menginduksi penyakit sistemik. Dengan demikian, fungsi
kekebalan tubuh dapat memengaruhi kehidupan dan kesehatan pasien (Liu, 2018)
5. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama infeksi pada gusi serta jaringan pendukung gigi lainnya adalah
mikroorganisme yang berkumpul di permukaan gigi (plak bakteri). Plak bakteri yang
telah lama melekat pada gigi dan jaringan gusi dapat mengalami kalsifikasi (mengeras
sehingga menjadi kalkulus (karang gigi) yang tertutup lapisan lunak bakteri.
a. Periodontium jaringan yang mengikat gigi di dalam tulang alveolus pada serabut
periodonsium mengalami rusak, gigi akan goyang dan kuman-kuman lebih mudah
mencapai ujung gigi dan masuk ke dlaam pembuluh darah. Kerusakan pada periodonsium
menyebabkan peradangan pada gusi hingga memproduksi pus.
b. Periapikal, bagian ujung akar gigi yang merupakan penyebab paling sering terjadi infeksi
fokal. Pulpa gigi yang mengalami nekrosis akibat karies profunda memberikan jalan
masuk bakteri ke dalam jaringan periapikal. Selanjutnya infeksi akan menyebar ke daerah
minimal resisten.
c. Pulpa gigi. Berasal dari sisa kuman-kuman gusi, sisa fragmen gigi yang tertinggal,
karies, lubang setelah pencabutan dan bekas tempat akar gigi.
Mikroorganisme yang berasal dari dental pupl dapat tersebar ke gigi lain yang
berdekatan atau daerah periapikal melalui ekstensi atau melalui pembuluh darah, trama,
iritasi dan peradangan marupakn kontributor utama penyebaran infeksi di pulpa gigi
(Osten, 2010).
Mekanisme dan penyabaran infeksi gigi.
Fokal infeksi disebabkan oleh infeksi kronis di suatu tempat (gigi) toxin, bakteri
sisa dari kotoran maupun mikroba penginfeksi dari gigi menyebar ke tempat lain di tubuh
seperti ginjal, jantung, mata kulit. Lalu menembus langsung ke dalam pembuluh darah.
Melalui lesi yang ditimbulkan oleh trauma mekanik, misalnya pada tindakan pencabutan
gigi, penyebarannya percontinuiatum ke daerah-daerah sekitarnya dan sistemik sebagai
fokus infeksi. Jaringan target fokal infeksi adalah kepala dan leher, mata, sequel,
intracranial sistem respiratori, sistem cardiovaskular, jalur gastrointestinal, fertilisasi,
kehamilan dan berat lahir.
Stimulus inflamasi menginduksi ekspresi molekul adhesi seluler seperti molekul
adhesi sel vaskular-1 (VCAM-1) dan molekul adhesi intraseluler-1 (ICAM-1) pada sel
endotel. Peningkatan ekspresi VCAM-1 dan ICAM-1. lebih banyak leukosit ke tempat
peradangan. Infiltrasi leukosit dan produksi sitokin menyebabkan stres oksidatif dan
peradangan, yang mengakibatkan disfungsi endotel, yang mempengaruhi keseimbangan
sintesis antara vasodilator dan vasokonstriktor. Ketidakseimbangan tersebut mendukung
vasokonstriksi dan remodeling vaskular yang merugikan, akibatnya menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Leong et al., 2014).
B. SINUSITIS
1. DEFINISI
Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi yang berasal dari satu atau
lebih membran mukosa pada sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme
drainase normal (Morcom et al., 2016). Inflamasi sinus jarang terjadi tanpa
inflamasi mukosa nasal saja, biasanya terjadi bersamaan dengan mukosa hidung
karena letak yang berdekatan. Walaupun istilah yang saat ini digunakan ialah
rinosinusitis, para ahli yang menetapkan bahwa istilah rinosinusitis maupun
sinusitis dapat digunakan secara bergantian (Meltzer dan Hamilos, 2011).
2. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sinusitis sulit diprediksi secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran
nafas atas pada dewasa berhubungan dengan terjadinya sinusitis (Rosenfeld,
2007).
3. KLASIFIKASI
Sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Dikategorikan sebagai sinusitis
subakut bila gejalanya berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kategori kronis
bila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan (Rosenfeld, 2016).
Jika dilihat dari gejalanya,dikategorikan sebagai sinusitis subakut apabila
tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible
yaitu sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid (Rosenfeld, 2016).
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari
12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor(Dykewicz dan Hamilos, 2010).
Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berkembang dari tulang
wajah tengkorak. Sinus ini diberi nama sesuai dengan nama tulang dimana sinus
berasal. Terdapat 4 pasang sinus yaitu sinus maxilla, sinus ethmoid, sinus
sphenoid, dan sinus frontal. (Simuntis et al, 2014)
4. ETIOLOGI
Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan
udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus
yang menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika
infeksi seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak.
Pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan
mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta
lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan berkembang
biak.
5. GEJALA
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri
kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa
aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non produktif seringkali ada. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut,
pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari
meatus media, pus atau sekret mukopurulen dalam dalam nasofaring.
Gejala dan tanda sinusitis maksilaris kronis kongesti hidung, sakit
tenggorokan (dari postnasal), pada sekitar mata pipi atau dahi sakit lunak dan
bengkak, sakit kepala, demam, penciuman berkurang, batuk, sakit gigi, susah
bernafas, mudah lelah. Hal ini di keluhkan lebih dari 1 minggu.
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup lama
(kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari
infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana
akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi, skeletal dan sistem
saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari
gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.
Sinusitis odontogenik adalah hal yang penting dan proses perjalanan penyakit yang sering
tidak diidentifikasi oleh ahli radiologi. Proses penyakit ini sering berhubungan dengan
pengobatan rinosinusitis karena bakteri anaerob. Sehingga seharusnya pasien dengan
rinosinositis harus dicurigai akibat odontogenik. Pengobatan multidisiplin untuk odontogenik
sinusitis sangat penting untuk keberhasilan penyakit.
BAB IV
SARAN
Perlu perawatan gigi secara berkala. Cara pencegahan terbentuknya karang gigi dengan
rajin dan teliti membersihkan gigi secara baik dan benar. Penggosokan pada lidah selama 30
detik juga terbukti mengurangi jumlah bakteri di dalam mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Dykewicz, M. S. and Hamilos, D. L. (2010) ‘Rhinitis and sinusitis’, Journal of Allergy and
Clinical Immunology. doi: 10.1016/j.jaci.2009.12.989.
Liu, B. (2018) ‘Treatment of systemic diseases and oral focal infection’, 6(4), pp. 118–123. doi:
10.2478/ii-2018-0002.
M., Z. et al. (2017) ‘Odontogenic sinusitis maxillaris: A retrospective study of 121 cases with
surgical intervention’, Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery. doi:
10.1016/j.jcms.2017.01.023 LK -
Meltzer, E. O. and Hamilos, D. L. (2011) ‘Rhinosinusitis diagnosis and management for the
clinician: A synopsis of recent consensus guidelines’, Mayo Clinic Proceedings. doi:
10.4065/mcp.2010.0392.
Pallasch, T. J. and Wahl, M. J. (2003) ‘Focal infection: new age or ancient history?’, Endodontic
Topics, 4(1), pp. 32–45. doi: 10.1034/j.1601-1546.2003.00002.x.
Rosenfeld, R. M. (2016) ‘Acute sinusitis in adults’, New England Journal of Medicine. doi:
10.1056/NEJMcp1601749.
Simuntis, R., Kubilius, R. and Vaitkus, S. (2014) ‘Odontogenic maxillary sinusitis: a review’,
Stomatologija / issued by public institution ‘Odontologijos studija’ ... [et al.].