Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Air dalam Kehidupan

Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk manusia,
hewan serta tumbuh – tumbuhan. Manfaat air bermacam – macam misalnya untuk
diminum, pembawa zat makanan, zat pelarut, pembersih dan sebagainya. Oleh karena
itu penyediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk
kelangsungan hidupnya dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.

Air yang bersih mutlak diperlukan, karena merupakan salah satu media dari
berbagai macam penularan penyakit, terutama penyakit – penyakit perut. Dari
penelitian – penelitian yang dilakukan, bahwasanya penduduk yang menggunakan air
bersih mempunyai kecenderungan lebih kecil untuk menderita sakit dibandingkan
dengan penduduk yang tidak menggunakan air bersih.

Melalui penyediaan air bersih, baik dari segi kaualitas dan kuantitasnya di
suatu daerah, diharapkan dapat menghambat penyebaran penyakit menular. Agar air
yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa minuman atau makanan tidak
mengandung bibit penyakit, maka pengolahan air baik yang berasal dari sumber air
dan jaringan transmisi atau pun distribusi adalah sangat diperlukan.

Dalam kehidupan manusia, air dapat dipakai untuk berbagai macam kegiatan
seperti :

1. Pemakaian domestik, misalnya : mandi, mencuci, minum, makan, dan lain – lain.

2. Pemakaian industri, misalnya : obat, makanan, minuman, dan lain – lain

Universitas Sumatera Utara


3. Pengangkutan dan transportasi air.

4. Sumber tenaga mekanik.

5. Pertanian, irigasi, perikanan

6. Rekreasi.

7. Penguraian kotoran (Sutrisno, 1987)

2.2. Indikasi Pencemaran Air

Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian :

1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) air normal yang


memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai
6,5 – 7,5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH di luar nilai
pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan
rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat
korosif terhadap logam.

2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal
tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau
pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang
bau dapat bersal dari limbah industri atau dari hasil degradasi oleh mikroba.
Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang
mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.

3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut endapan, koloid dan bahan terlarut
berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut
sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi
koloid dan akan menghalangi bahan – bahan organik yang sulit diukur melalui uji
BOD karena sulit didegedrasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur
melalui uji COD.

Universitas Sumatera Utara


(www.rubiyah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=
27 diakses pada 8 April 2008).

2.3. Sumber Pencemaran Air

Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar kecilnya
pencemaran akan tergantung dari kuantitas dan kualitas limbah yang dibuang ke
sungai, baik limbah padat maupun cair.

Berdasarkan jenis kegiatannya maka sumber pencemaran air dibedakan


menjadi :

a. Effluent Industri Pengolahan

Effluent adalah pencurahan limbah cair yang masuk ke dalam air bersumber dari
pembuangan sisa produksi, lahan pertanian, peternakan dan kegiatan domestik. Dari
hasil statistik industri, sumber industri pengolahan yang menjadi sumber pencemaran
air yaitu agro industri (peternakan sapi, babi dan kambing), industri pengolahan
makanan, industri minuman, industri tekstil, industri kulit, industri kimia dasar,
industri mineral non logam, industri logam dasar, industri hasil olahan logam dan
industri listrik dan gas.

b. Sumber domestik / buangan rumah tangga

Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang dimaksud dengan buangan rumah tangga
adalah buangan yang berasal bukan dari industri melainkan berasal dari rumah tangga,
kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah
sakit (Sastrawijaya,A.T.,2000).

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat

Universitas Sumatera Utara


berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

2.4. Limbah Kelapa Sawit

Tandan buah sawit yang diolah pabrik akan menghasilkan minyak buah sawit,
inti sawit, cangkang, serat dan tandan kosong. Dalam proses pengolahan terdapat
bahan yang tidak termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Karena
kapasitas pabrik yang cukup besar yaitu antara 10 s/d 60 ton TBS/jam maka bahan
buangan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan biotik dan abiotik.

Perkembangan areal perkebunan kelapa sawit yang diikuti dengan


pembangunan pabrik yang cukup pesat akan mempengaruhi lingkungan sekitar
terutama lingkungan badan penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif
pabrik pengolah kelapa sawit yang mengacu pada undang-undang no 4 tahun 1982
dan peraturan pemerintah, maka pengendalian limbah pabrik kelapa sawit harus
dilakukan dengan baik. Pengendalian limbah pabrik kelapa sawit dapat dilakukan
dengan cara pemanfaatan, penguranggan volume limbah dan pengawasan mutu
limbah.

Pembangunan instalasi pengendalian limbah dilakukan bersamaan dengan


pembangunan pabrik kelapa sawit dengan sistem yang dilakukan kepada kapasitas dan
kualitas limbah yang diinginkan.

2.5. Karekteristik Limbah

Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong,
serat dan tempurung. Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah
tidak lepas diantara celah-celah ulir di bagian dalam. Serat yang merupakan hasil
pemisahan dari fibre cyclone mempunyai kandungan cangkang, minyak dan inti.
Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstraksi di scew press dan pemisahan

Universitas Sumatera Utara


pada fiber cyclone. Tempurung yang dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator
masih mengandung biji bulat dan inti sawit. Bila bahan ini digunakan sebagai bahan
bakar pada dapur ketel akan menghasilkan gas-gas yang tidak terbakar sempurna.

Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air drab, air
kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath dan sebagainya. Jumlah
air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan
klarifikasi.

Air buangan sludge separator umumnya 60% terhadap TBS yang diolah, akan tetapi
ini dipengaruhi oleh:

a. Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw
press

b. Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi
yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil.

c. Efesiensi pengutipan minyak dan air limbah yang rendah akan mempengaruhi
karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Dr.Ir Ponten, 1998)

2.6. Pemanfaatan Limbah Kelapa Saawit

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah seluruh
pemanfaatan limbah kelapa sawit (baik limbah cair maupun padat), dimana dipakai
sebagai alternatif pupuk organik sehingga akan memberikan manfaat lain dari sisi
ekonomi.

Beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan:

a. Pupuk kompos

Merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau


dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara


b. Pupuk kalium

TKKS dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut
ternyata memiliki kandungan 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO.

c. Bahan serat

TKKS juga menghasilkan serat yang kuat dapat digunakan untuk berbagai hal,
diantaranya serat sebagai pengisi bahan jok mobil dan matras, polipot, dan
bahan pengepak industri. (Yan Fauzi, 2002)

2.7. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dalam larutan.


Partikel-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti
dengan flokulasi. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid
disebut dengan koagulan.

Koagulan yang paling umum dan sering digunakan adalah alum (aluminium
sulfat) dan garam-garam dari senyawa besi. Karakteristik dari kation multivalensi
adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid (Proste,
1997).

Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan


dengan partikel koloid, dalam hal ini ion-ion koagulan yang bermuatan positif akan
menetralisir muatan negatif partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya
tolak-menolak antara partikel-pertikel koloid sehingga terjadi pengendapan (Robert,
1986).

Koagulan pada umumnya dikategorikan atas dua jenis yaitu koagulan organik
(senyawa polielektrolit yang larut dalam air) dan koagulan anorganik (garam-garam
dari logam trivalen dan diavalen). Ferri Klorida (FeCl3) merupakan koagulan
anorganik yang lebih efektif digunakan untuk mensuspensikan padatan dan pengotor
lainnya dalam pengolahan limbah (Patent-6306308, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Proses Koagulasi

Destabilisasi partikel koloid di kontrol oleh repulse lapisan rangkap listrik dan
antaraksi Van der Walls. Empat metode yang digunakan untuk menggambarkan
proses ini adalah : penekanan lapisan rangkap listrik (double layer), netralisasi
muatan, penjaringan partikel dalam endapan, dan pembentukan jembatan antar
partikel.

Ketika konsentrasi dari ion pusat di dalam medium dispersi adalah kecil,
ketebalan lapisan rangkap listrik adalah besar. Dua partikel koloid yang berdekatan
tidak bisa bersatu dengan yang lain disebabkan adanya lapisan rangkap listrik yang
tebal, oleh karena itu koloidnya stabil. Namun, ketika konsentrasi ditingkatkan,
kuatnya tarikan di antara muatan pertama dan ion pusatnya ditingkatkan sehingga
menyebabkan lapisan rangkapnya berrkurang. Lapisan ini kemudian ditekan
secukupnya dengan dilanjutkan penambahan ion pusat.

Muatan koloid dapat dinetralkan secara langsung dengan penambahan ion


yang mempunyai muatan yang berlawanan yang mempunyai kemampuan
mengadsorbsi permukaan koloid.

Karakteristik beberapa kation dari garam-garam logam seperti Al (III) dan Fe


(III) adalah membentuk endapan ketika ditambahkan ke dalam air. Untuk endapan
yang terjadi ini, partikel koloid mengalami nukleasi yaitu pembungkusan koloid
sehingga membentuk endapan.

Metode yang terakhir adalah pembentukan jembatan antar partikel. Sebuah


jembatan molekul akan mengikat sebuah partikel koloid pada daerah yang aktif dan
partikel koloid kedua pada daerah yang lain. Sisi yang aktif menunjukan molekul
dimana partikelnya diikat dengan ikatan kimia dari koloid yang terjadi sehingga
menyebabkan diikatnya koloid sehingga terjadi proses koagulasi (Sincero, 1990).

Universitas Sumatera Utara


2.8. Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel


yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara
pangadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu
penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah
terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat
terjadi (Sutrisno, 1987)

Proses Flokulasi

1. Tahap Pembentukan Inti Endapan

Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungi untuk penggabungan antara
koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat
berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan
dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH
tergantung dari jenis koagulan yang digunakan, misalnya untuk :

Alum pH 6 s/d 8

Fero Sulfat pH 8 s/d 11

Feri Sulfat pH 5 s/d 9

PAC pH 6 s/d 9

2. Tahap Flokulasi

Pada tahap ini terjadi penggabungan inti-inti endapan sehingga menjadi molekul yang
lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50
rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat
ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas,
baik untuk pengolahan air proses maupun untu pengolahan air limbah industri.
Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik, kationik, dan anionik;
biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit
adalah : volume lumpur yang terbentuk relative lebih kecil, mempunyai kemampuan

Universitas Sumatera Utara


untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur
(dewatering).

3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan

Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara
pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara
pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi
diapungkan dengan mengguanakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan
menggunakan skimmer.

2.9. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Al

2.9.1. Reaksi pada Katoda

Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang diperhatikan
hanya kationnya saja.

1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkalitanah, ion
logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari
larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air), dan terbentuk gas
Hidrogen (H2) pada katoda.

2H2O + 2e → 2OH‾‾ + H2

Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah berlangsung
dari pada reduksi terhadap ion-ion di atas.

2. Jika larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi
gas Hidrogen pada katoda.

2H+ + 2e → H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi
menjadi masing-masing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada
permukaan batang katoda.

Universitas Sumatera Utara


Fe2+ + 2e → Fe

Mn2+ + 2e → Mn

2.9.2. Reaksi pada Anoda

Elektroda pada anoda, dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.

Contoh : Al → Al3+ + 3e

Zn → Zn2+ + 2e

Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa


kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda : Al → Al3+ + 3e

Katoda : 2 H2O + 2e → H2 + 2OH‾

2 H+ + 2e → H2

O2 + 4H+ + 4e → 2H2O (Sunardi, 2007).

2.10. Proses Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah suatu proses teknologi elektrokimia yang popular untuk


digunakan pada pengolahan limbah. Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses
equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisasi
dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair yang akan dioalah, terutama kondisi
pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia.

Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda)
sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-
partikel dalam limbah. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis

Universitas Sumatera Utara


yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda,
yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik
searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit,
yaitu ion positif (kation) bergerak kekatoda dan menerima elektron yang direduksi dan
ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi
(Ni’am,M.F.2007)

Elektrokoagulasi adalah suatu proses teknologi elektrokimia yang populer


untuk digunakan pada pengolahan air limbah. Proses elektrokoagulasi disusun
meliputi proses equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses
equalisai dimaksudkan unutk menyeragamkan limbah cair yang akan dioalah terutama
kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan
terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3
yang mampu mengikat kontaminan dan partkel-partikel dalam limbah. Proses
elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua
penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan
limbah sebagai elektrolit. Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda
dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala
dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima
elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan
elektron yang dioksidasi. (Sunardi, 2007).

2.10.1. Keuntungan Elektrokoagulasi

- Elektrokoagulasi menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah


dioperasikan
- Pengolahan air limbah dengan elektrokoagulasi menghasilkan air yang bersih,
warna dan baunya berkurang.
- Endapan yang terbentuk dari proses elektrokoagulasi lebih mudah dipisahkan
dari air.

Universitas Sumatera Utara


- Flok-flok yang terbentuk dengan elektrokoagulasi memiliki persamaan dengan
flok-flok kimia.
- Hasil elektrokoagulasi dapat menurunkan total padatan.
- Proses elektrokoagulasi dapat memindahkan partikel-partikel koloid yang
lebih kecil.
- Proses elektrokoagulasi dapat diatur arus listriknya.

2.10.2. Kerugian Elektrokoagulasi

- Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi


- Penggunaan arus listrik yang mahal.
- Pada berbagai sistem elektrokoagulasi, lapisan oksida dapat membentuk
katoda dan pengaturan unit elektrokoagulasi kurang efisien.
(http://en.wikipedia.org./wiki/elektrocoagulation, 2008)

2.11. COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)


adalah jumlah Oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik
yang ada dalam 1 L sample air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran
air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
(Alaerts, G. dan Santika,S.S, 1987).

Pengujian COD dipergunakan untuk mengukur padanan oksigen dari bahan


organik dalam air limbah yang dapat dioksidasi secara kimiawi dengan penggunaan
dikromat pada larutan asam. Meskipun diharapkan bahwa nilai BOD tertinggi akan
mendekati COD, namun hal ini jarang terjadi dalam praktek. Beberapa sebab dari
perbedaan itu adalah sebagai berikut :

(1) banyak zat-zat organik yang dapat dioksidasi degan dikromat saja, tetapi tidak
secara biologis.

Universitas Sumatera Utara


(2) zat-zat anorganik yang dioksidasi dengan dikromat menaikkan kandungan zat
organik yang nampak.

(3) zat-zat organik tertentu yang mungkin merupakan racun bagi organisme mikro
dipergunakan pada pengujian BOD.

(4) nilai COD yang tinggi mungkin terjadi karena adanya zat-zat pengganggu.

Dari segi pandangan operasional, salah satu keuntungan utama dari pengujian
COD adalah bahwa ia dapat diselesaikan dalam waktu kira-kira 21/2 jam (bandingkan
dengan pengujian BOD yang lima hari atau lebih). Untuk mengurangi waktunya lebih
jauh, sudah dikembangkan pengujian COD secara tepat yang hanya memakan waktu
15 menit. (Linsley,R.K. dan Franzini,J.B. 1995).

2.12. Turbidimeter

Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas
cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-
kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam
tiga golongan , yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran perbandingan cahaya yang
diteruskan terhadap cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman
dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium ynag keruh.

Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter.


Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer,
intensitas cahaya diukur dengan larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran
cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan
ketebalan, tetapi turbididtas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih
lecil, rasio Tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding
terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya.

Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter dan


nefelometer. Untuk turbidimeter, absorbsi akibat partikel yang partikel yang

Universitas Sumatera Utara


tersuspensi diukur sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah
yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan
praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel.
Setiap instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedang
nefelometer memerlukan reseptor pada sudut 900 terhadap lintasan cahaya.
(Khopkar,S.M.,2003).

Turbiditas dalam air diukur dengan efek partikel suspensi dalam sinar lampu.
Kesimpulan cahaya metoda analisis diklasifikasikan sebagai nefelometri, dan satu
sistem pengukuran turbiditas menggunakan Nephelometric Turbidity Units (NTU).
Metoda original nefelometri digunakan sebagai standar lilin, memberikan hasil dalam
Jackson Turbidity Units (JTU), dinamakan untuk orang yang mengembangkan standar
lilin. Standar turbiditas disiapkan dengan formazin untuk menentukan perbandingan
pipa yang memberikan kenaikan ketiga unit turbiditas, FTU.

JTU diukur dengan transmisi sinar lampu, sedangkan NTU diukur dengan
lampu yang dihamburkan, jadi tidak ada perbandingan di antara kedua unit yang
berlaku untuk semua air. (Kemmer,F.N., 1979).

2.13. Zat Padat dalam Air

Dalam air alam ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul
organik, dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan
pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-
partikel tersebut.

Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas
dalam praktek namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara
defenitip. Dalam kenyataan sesuatu molekul organik tetap bersifat zat yang terlarut,
walaupun panjangnya lebih dari 10 μm sedangkan beberapa jenis zat padat koloid
mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat zat-zat yang terlarut.

Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-
komponen air secara lengkap, juga untuk pengamatan serta pengawasan proses-proses
pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat-zat padat

Universitas Sumatera Utara


yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel
tersuspensi koloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel
tersuspensi).

Jenis partkel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek
Thyndall) yang disebabkan oleh penyimpanan sinar nyata yang menembus suspensi
tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya
(tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah
keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan
keadaan kejenuhan dan suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa,
mempunyai ukuran labih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang
akan menembus suspensi; sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena
sebenarnya air di antara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak
menyimpang.

Seperti halnya ion-ion dan molekul-molekul (zat yang terlarut), zat padat
koloidal dan zat padat tersuspensi dapat bersifat inorganik (tanah liat, kwarts) dan
organik (protein, sisa tanaman dan ganggang, bakteri). Dalam metode analisa zat
padat, pengertian Zat Padat Total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu
dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu
tertentu. Zat Padat Total terdiri dari Zat Padat Terlarut dan Zat Padat Tersuspensi.

Zat Padat Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara
lain zat padat terapung yang selalu bersifat organik dan zat padat terendap yang dapat
bersifat organik dan inorganik. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi
yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh
gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumnya, disebut
analisa Volum Lumpur (sludge volume), dan dapat melalui beratnya disebut analisa
Lumpur Kasar atau pada umumnya disebut Zat Padat Terendap (settleable solids).
(Alaerts,G. dan Santika,S.S,. 1987).

2.14.Alum(tawas)
Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua
jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium, juga sering dikenal

Universitas Sumatera Utara


dengan alum, mempunyai rumus formula yaitu K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum
kalium merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa
yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika
kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan
alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika
kristal alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam
yang terdehidrasi terlarut dalam air. Alum kalium memiliki titik leleh 900ºC.

Tipe lain dari alum adalah aluminium sulfat yang mencakup alum natrium, alum
amonium, dan alum perak. Alum digunakan untuk pembuatan bahan tekstil yang
tahan api, obat, dan sebagainya. Aluminium sulfat padat dengan nama lain: alum,
alum padat, aluminium alum, cake alum, atau aluminium salt adalah produk buatan
berbentuk bubuk, butiran, atau bongkahan, dengan rumus kimiaAl2(SO4)3.xH2O.

Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang
disebut koagulan. Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O]
atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan
poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis
yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses
penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan
menggunakan tes uji yang sederhana. Prinsip penjernihan air adalah dengan
menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid.
Stabilitas partikel partikel bahan pencemaran ini disebabkan:

a. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek
(beberapa jam)
b. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang
lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan, elektrostatis antara
muatan partikel satu dan yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara


Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini dapat diganggu dengan pembubuhan
koagulan. Dalam proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu
koagulasi dan flokulasi.

Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih air
seperti sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air mampu
mengikat kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga menjadikan
air menjadi jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan di dalam pengolahan air limbah.
Sebagai koagulan tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang
baik dalam bentuk koloid maupun suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air,
tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant).
(Alearts & Santika, 1984).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai