Anda di halaman 1dari 100

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori Klinis


2.1.1 Kehamilan
2.1.1.1 Definisi Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses fisiologik yang hampir selalu terjadi
pada setiap wanita. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum,
tumbuh dan berkembang di dalam uterus selama 259 hari atau 37 minggu atau
sampai 42 minggu (Nugroho dan Utama, 2014).
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Dihitung dari saat fertilisasi hinggal
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
(10 bulan atau 9 bulan) menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam 3 trimester, di mana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga minggu ke-27), dan
trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga minggu ke-40)
(Prawirohardjo, 2014).

2.1.1.2 Fisiologi Kehamilan


Fisiologis kehamilan menurut (Manuaba, 2013) mulai dari ovulasi,
spermatozoa, konsepsi, proses nidasi atau implantasi, dan pembentukan
plasenta.
1) Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem
hormonal yang kompleks.
Selama masa subur berlangsung 20 sampai 35 tahun, hanya 420 buah ovum
yang dapat mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi. Proses
pertumbuhan ovum (oogenesis) asalnya epitel germinal → oogonium →
folikel primer → proses pematangan pertama. Dengan pengaruh FSH, folikel
primer mengalami perubahan menjadi folikel de Graaf yang menuju ke

6
permukaan ovarium disertai pembentukan cairan folikel. Desakan folikel de
Graaf ke permukaan ovarium menyebabkan penipisan dan disertai
devaskularisasi. Selama pertumbuhan menjadi folikel de Graaf, ovarium
mengeluarkan hormone estrogen yang dapat mempengaruhi gerak dari tuba
yang makin mendekati ovarium, gerak sel rambut lumen tuba makin tinggi,
peristaltik tuba makin aktif.
Ketiga faktor ini menyebabkan aliran cairan dalam tuba makin deras
menuju uterus. Dengan pengaruh LH yang semakin besar dan fluktuasi yang
mendadak, terjadi proses pelepasan ovum yang disebut ovulasi. Dengan gerak
aktif tuba yang mempunyai umbai (fimbriae) maka ovum yang telah
dilepaskan segera ditangkap oleh fimbriae tuba. Proses penangkapan ini
disebut ovum pick up mechanism. Ovum yang tertangkap terus berjalan
mengikuti tuba menuju uterus, dalam bentuk pematangan pertama, artinya
telah siap untuk dibuahi (Manuaba, 2013).
2) Spermatozoa
Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang kompleks.
Spermatogonium berasal dari sel primitive tubulus, menjadi spermatosit
pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid, akhirnya
spermatozoa.
Pertumbuhan spermatozoa dipengaruhi matarantai hormonal yang
kompleks dari pancaindera, hipotalamus, hipofisis, dan sel interstitial Leydig
sehingga spermatogonium dapat mengalami proses mitosis. Pada setiap
hubungan seksual dikeluarkan sekitar3 cc sperma yang mengandung 40
sampai 60 juta spermatozoa setiap cc bentuk spermatozoa seperti cebong,
yang terdiri atas kepala (lonjong sedikit gepeng yang mengandung inti), leher
(penghubung antara kepala dan ekor), ekor (panjang sekitar 10 kali kepala,
mengandung energi sehingga dapat bergerak).
Sebagian besar spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus
yang dapat mencapai tuba falopii.Spermatozoa yang masuk ke dalam alat
genitalia wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga cukup waktu untuk
mengadakan konsepsi (Manuaba, 2013).

6
3) Konsepsi
Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau
fertilisasi dan membentuk zigot. Proses konsepsi dapat berlangsung seperti
uraian di bawah ini. Keseluruhan proses tersebut merupakan matarantai
fertilisasi atau konsepsi.
a) Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiate,
yang mengandung persediaan nutrisi.
b) Pada ovum, dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah sitoplasma
yang disebut vitelus.
c) Dalam perjalanan, korona radiate makin berkurang pada zona pelusida.
Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran pada zona pelusida.
d) Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling luas yang
dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia. Ovum
mempunyai waktu hidup terlama di dalam ampula tuba.
e) Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam. Spermatozoa
menyebar, masuk melalui kanalis servikalis dengan kekuatan sendiri. Pada
kavum uteri, terjadi proses kapasitasi, yaitu pelepasan lipoprotein dari
sperma sehingga mampu mengadakan fertilisasi. Spermatozoa hidup
selama tiga hari di dalam genitalia interna. Spermatozoa akan mengelilingi
ovum yang telah siap dibuahi serta mengikis korona radiate dan zona
pelusida dengan proses enzimatik: hialuronidase. Melalui “stomata”
spermatozoa memasuki ovum. Setelah kepala spermatozoa masuk ke
dalam ovum, ekornya lepas dan tertinggal di luar. Kedua inti ovum dan
inti spermatozoa bertemu dengan membentuk zigot (Manuba, 2013).
4) Proses nidasi atau implantasi
Dengan masuknya ini spermatozoa ke dalam sitoplasma, “vitelus”
membangkitkan kembali pembelahan dalam inti ovum yang dalam keadaan
“metaphase”. Proses pemecahan dan pematangan mengikuti bentuk anaphase
dan “telofase” sehingga pronukleusnya menjadi “haploid”. Pronukleus
spermatozoa dalam keadaan haploid saling mendekati dengan inti ovum yang
kini haploid dan bertemu dalam pasangan pembawa tanda dari pihak pria
maupun wanita.

7
Pada manusia, terdapat 46 kromosom dengan rincian 44 dalam bentuk
“autosom” sedangkan 2 kromosom sisanya sebagai pembawa tanda seks.
Wanita selalu resesif dengan kromosom X. Laki-laki memiliki dua bentuk
kromosom seks yaitu kromosom X dan Y. Bila spermatozoa kromosom X
bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin wanita sedangkan bila kromosom seks
Y bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu, pihak
wanita tidak dapat disalahkan dengan jenis kelamin bayinya yang lahir karena
yang menentukan jenis kelamin adalah pihak suami.
Setelah pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk zigot yang
dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya menjadi dua dan
seterusnya. Berbarengan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi terus berjalan
menuju uterus. Hasil pembelahan sel memenuhi seluruh ruangan dalam ovum
yang besarnya 100 MU atau 0,1 mm dan disebut stadium morula. Selama
pembelahan sel di bagian dalam, terjadi pembentukan sel di bagian luar
morula yang kemungkinan berasal dari korona radiate yang menjadi sel
trofoblas. Sel trofoblas dalam pertumbuhannya, mampu mengeluarkan
hormone korionik gonadotropin, yang mempertahankan korpus luteum
gravidarum.
Pembelahan berjalan terus dan di dalam morula terbentuk ruangan yang
mengandung cairan yang disebut blastula.Perkembangan dan pertumbuhan
berlangsung, blastula dengan vili korealisnya yang dilapisi sel trofoblas telah
siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu, pada fase sekresi, endometrium
telah makin tebal dan makin banyak mengandung glikogen yang disebut
desidua. Sel trofoblas yang meliputi “primer vili korealis” melakukan
destruksi enzimatik-proteolitik, sehingga dapat menanamkan diri di dalam
endometrium. Proses penanaman blastula yang disebut nidasi atau implantasi
terjadi pada hari ke- 6 sampai 7 setelah konsepsi. Pada saat tertanamnya
blastula ke dalam endometrium, mungkin terjadi perdarahan yang disebut
tanda Hartman (Manuaba, 2013).
5) Pembentukan plasenta
Nidasi atau implantasi terjadi pada bagian fundus uteri di dinding depan
atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel trofoblas yang tumbuh tidak rata,

8
sehingga bagian blastula dengan inner cell mass akan tertanam ke dalam
endometrium. Sel trofoblas menghancurkan endometrium sampai terjadi
pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis.
Terjadinya nidasi (implantasi) mendorong sel blastula mengadakan
diferensiasi. Sel yang dekat dengan ruangan eksoselom membentuk
“entoderm” dan yolk sac (kantong kuning telur) sedangkan sel lain
membentuk “ektoderm” dan ruangan amnion. Plat embrio (embryonal plate)
terbentuk di antara dua ruang yaitu ruang amnion dan kantong yolk sac. Plat
embrio terdiri dari unsur ektoderm, entoderm, dan mesoderm. Ruangan
amnion dengan cepat mendekati korion sehingga jaringan yang terdapat di
antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat.
Awalnya yolk sac berfungsi sebagai pembentuk darah bersama dengan
hati, limfa, dan sumsum tulang. Pada minggu kedua sampai ketiga, terbentuk
bakal jantung dengan pembuluh darahnya yang menuju body stalk (bakal tali
pusat). Jantung bayi mulai dapat dideteksi pada minggu ke-6 sampai 8 dengan
menggunakan ultrasonografi atau system Doppler.
Pembuluh darah pada Body stalk terdiri dari arteri umbilikalis dan vena
umbilikalis. Cabang arteri dan vena umbilikalis masuk ke vili korealis
sehingga dapat melakukan pertukaran nutrisi dan sekaligus membuang hasil
metabolisme yang tidak diperlukan.
Dengan berbagai bentuk implantasi (nidasi) dimana posisi plat embrio
berada, akan dijumpai berbagai variasi dari insersio tali pusat, yaitu insersio
sentralis, para sentralis, marginalis atau insersio vilamentosa.
Vili korealis menghancurkan desidua sampai pembuluh darah, mulai dengan
pembuluh darah vena pada hari ke-10 sampai 11 setelah konsepsi, sehingga
sejak saat itu embrio mendapat tambahan nutrisi dari darah ibu secara
langsung. Selanjutnya vili korealis mengahancurkan pembuluh darah arteri
sehingga terjadilah alian darah pertama retroplasenter pada hari ke-14 sampai
15 setelah konsepsi.Bagian desidua yang tidak dihancurkan membagi plasenta
menjadi sekitar 15 sampai 20 kotiledon maternal. Pada janin plasenta akan
dibagi menjadi sekitar 200 kotiledon fetus. Setiap kotiledon fetus terus
bercabang dan mengambang di tengah aliran darah untuk menunaikan

9
fungsinya memberikan nutrisi, pertumbuhan, dan perkembangan janin dalam
rahim ibu. Darah ibu dan darah janin tidak berhubungan langsung dan
dipisahkan oleh lapisan trofoblas, dinding pembuluh darah janin. Fungsinya
dilakukan berdasarkan system osmosis dan enzimatik serta pinositosis. Situasi
plasenta demikian disebutkan system plasenta-hemokorial.
Sebagian dari vili korealis tetap berhubungan langsung dengan pars basalis
desidua, tetapi tidak sampai menembusnya. Hubungan vili korealis dengan
desidua tersebut dibatasi oleh jaringan fibrotic yang disebut lapisan Nitabusch.
Melalui lapisan Nitabusch plasenta dilepaskan pada saat persalinan kala ketiga
(kala uri).
Dengan terjadinya nidasi maka desidua terbagi menjadi desidua basalis
yang berhadapan dengan korion frondusum yang berkembang menjadi
plasenta, desidua kapsularis yang menutupi hasi konsepsi; desidua yang
berlawanan dengan desidua kapsularis disebut desidua parietalis, kelanjutan
antara desidua kapsularis dan desisua parietalis disebut desidua reflexa. Vili
korealis yang tumbuhnya tidak subur disebut korion leaf (Manuaba, 2013).

2.1.1.3 Tanda dan gejala Kehamilan


a. Tanda tidak pasti kehamilan
Tanda tidak pasti adalah perubahan-perubahan fisiologis yang dapat
dikenali dari pengakuan atau yang dirasakan oleh wanita hamil. Tanda tidak
pasti ini terdiri atas hal-hal berikut ini:
1) Amenorea (tidak dapat haid)
Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de
Graf dan ovulasi sehingga menstruasi tidak terjadi. Lamanya amenorea
dapat dikonfirmasi dengan memastikan hari pertama haid terakhir
(HPHT), dan digunakan untuk memperkirakan usia kehamilan dan
taksiran persalinan. Tetapi amenorea juga dapat disebabkan oleh penyakit
kronik tertentu, tumor pituitary, perubahan dan faktor lingkungan,
malnutrisi dan biasanya gangguan emosional seperti ketakutan akan
kehamilan

10
2) Nausea (mual) dan emesis (muntah).
Pengaruh estrogen dan progesterone terjadi pengeluaran asam lambung
yang berlebihan dan menimbulkan mual muntah yang 10 terjadi terutama
pada pagi hari yang disebut morning sickness. Dalam batas tertentu hal
ini masih fisiologis, tetapi bila terlampau sering dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang disebut dengan hyperemesis gravidarum.
3) Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu)
Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi
menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
4) Pingsan (Syncope)
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan
iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan syncope atau pingsan. Hal
ini sering terjadi terutama jika berada pada tempat yang ramai, biasanya
akan hilang setelah 16 minggu.
5) Mammae menjadi tegang dan membesar
Estrogen meningkatkan perkembangan sistem ductus pada payudara,
sedangkan progesterone menstimulasi perkembangan sistem alveolar
payudara. Bersama somatomamotropin, hormone- 11 hormon ini
menimbulkan pembesaran payudara, menimbulkan perasaan tegang dan
nyeri selama dua bulan pertama kehamilan, pelebaran putting susu, serta
pengeluaran kolostrum.
6) Kelelahan
Sering terjadi pada trimester pertama, akibat dari penurunan kecepatan
basal metabolism pada kehamilan, yang akan meningkat seiring
pertambahan usia kehamilan akibat aktivitas metabolisme hasil konsepsi.
7) Sering miksi
Sering kencing terjadi karena kandung kencing pada bulan-bulan pertama
kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan
kedua umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar
keluar dari rongga panggul. Pada akhir triwulan gejala bisa timbul karena
janin mulai masuk ke ruang panggul dan menekan kembali kandung
kencing.

11
8) Obstipasi
Pengaruh progesterone dapat menghambat peristaltic usus (tonus otot
menurun) sehingga keslitan untuk BAB.
9) Pigmentasi kulit
Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi,
hidung dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan,
dikenal sebagai kloasma gravidarum. Areola mammae juga menjadi lebih
hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebih. Daerah leher
menjadi lebih hitam. Demikian pula linea alba di garis tengah abdomen
menjadi lebih hitam (linea grisea). Pigmentasi ini terjadi karena pengaruh
dari hormon kortiko-steroid plasenta yang merangsang melanofor dan
kulit.
10) Varises
Varises, sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah
genitalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida
kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu, timbul
kembali pada triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varises
merupakan gejala pertama kehamilan muda
(Ummi Hani, dkk., 2014)

b. Tanda Kemungkinan Hamil


Tanda kemungkinan adalah perubahan-perubahan Fisiologis yang dapat
diketahui oleh pemeriksaan dengan melakukan pemeriksaan fisik kepada
wanta hamil. Tanda kemungkinan ini terdiri atas hal-hal berikut ini:
1) Pembesaran perut
Terjadi akibat pembesaran uterus. Hal ini terjadi pada bulan keempat
kehamilan.
2) Tanda hegar
Tanda hegar adalah pelunakan dan dapat ditekannya isthmus uteri.
3) Tanda goodel
Tanda goodel adalah pelunakan serviks. Pada wanita yang tidak
hamil,serviks.seperti ujung hidung, sedangkan pada wanita hamil melunak
seperti bibir.

12
4) Tanda chadwicks
Perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa vagina
termasuk juga porsio dan serviks.
5) Tanda piscaseck
Merupakan pembesaran uterus yang tidak simetris. Terjadi karena.ovum
berimplantasi pada daerah dekatdengan kornu sehingga daerah tersebut
berkembang lebih dulu
6) Kontraksi Braxton Hicks
Merupakan peregangan sel-sel otot uterus, akibat meningkatnya actomysin
di dalam otot uterus. Kontraksi ini tidakberitmik, sporadis, tidak nyeri,
biasanya timbul pada kehamilan delapan minggu, tetapi baru dapat diamati
dari pemeriksaan abdominal pada trimester ketiga. Kontraksi ini akan terus
meningkat frekuensinya, lamanya, dan kekuatannya sampai mendekati
persalinan.
7) Teraba ballottement
Ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin bergerak dalam
cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa. Hal ini harus
ada pada pemeriksaan kehamilan karena perabaan bagian seperti bentuk
janin saja tidak cukup karena dapat saja merupakan myoma uteri.
8) Pemeriksaan tes biologi kehamilan (planotest) positif
Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya Human Corionic
Gonasotropin (HCG) yang diproduksi oleh sinsiotropoblastik sel selama
kehamilan. Hormon ini disekresi di peredaran darah ibu (pada plasma
darah), dan diekskresi pada urine ibu. Harmon ini dapat mulai dideteksi
pada 26hari setelah konsepsi dan meningkat dengan cepat pada hari ke 30-
60. Tingkat tertinggi pada hari ke 60- 70 usia gestasi, kemudian menurun
pada hari ke 100-130.
(Ummi Hani, dkk., 2014)

c. Tanda Pasti Hamil


Tanda pasti adalah tanda yang menunjukkan langsung keberadaan janin,
yang dapat dilihat langsung oleh pemeriksa. Tanda pasti kehamilan terdiri atas
hal-hal berikut ini :

13
1) Gerakan janin dalam Rahim
Gerakan janin ini harus dapat diraba eengan jelas oleh pemeriksa. Gerakan
janin baru dapat dirasakan pada usia kehamilan sekitar 20 minggu
2) Denyut jantung janin
Dapat didengar pada usia 12 minggu dengan menggunakan alat fetal
electrocardiograf (misalnya dopler). Dengan stetoskop Laenec, DJJ baru
dapat didengar pada usia kehamilan 18-20 minggu.
3) Bagian-bagian janin Bagian-bagian janin yaitu bagian besar janin (kepala
dan bokong) serta bagian kecil janin (lengan dan kaki) dapat teraba dengan
jelas pada usia kehamilan lebih tua (teimester terakhir). Bagian janin ini
dapat dilihat lebih sempurna lagi menggunakan USG.
4) Kerangka Janin
Kerangka janin dapat dilihat dengan foto rontgen maupun USG.
(Ummi Hani, dkk., 2014)

2.1.1.4 Perubahan-Perubahan Fisiologi Kehamilan


Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genitalia wanita
mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang
perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Placenta dalam
perkembangannya mengeluarkan hormon somatomamotropin, estrogen, dan
progesteron yang menyebabkan perubahan pada bagian-bagian tubuh dibawah
ini (Manuaba, 2014).
a. Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh
estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pada kehamilan 8 minggu
uterus membesar, sebesar telur bebek. Pada kehamilan 12 minggu sebesar
telur angsa. Pada 16 minggu sebesar kepala bayi/tinju orang dewasa, dan
semakin membesar sesuai dengan usia kehamilan dan ketika usia kehamilan
sudah aterm dan pertumbuhan janin normal, pada kehamilan 28 minggu TFU
25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36 minggu 30 cm pada kehamilan 40
minggu TFU turun kembali dan terletak 3 jari dibawah PX.
Berat uterus normal lebih kurang 30 gram, pada akhir kehamilan (40
minggu) berat uterus menjadi 1000 gram, dengan panjang lebih kurang 20 cm

14
dan tebal dinding lebih kurang 2,5 cm. Serabut otot bertambah banyak,
tumbuh membesar dan meregang yang disebabkan oleh stimulasi estrogen dan
progesteron, dan terjadi akibat tekanan mekanis dari dalam, yaitu janin,
plasenta serta cairan ketuban akan memerlukan lebih banyak ruangan. Dinding
uterus menipis dan melunak ketika uterus membesar. Pada hamil aterm, tebal
dinding tersebut adalah kurang dari 2,5 cm. Pembuluh-pembuluh darah uterus
mengalami dilatasi hebat untuk memasok peningkatan volume darah yang
sangat besar pada plasenta. Pada minggu-minggu pertama istmus uteri
mengadakan hipertropi seperti korpus uteri. Hipertropi istmus pada timester
pertama membuat istmus menjadi panjang dan lunak. Hal ini di kenal sebagai
tanda hegar. Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama kesemua arah, tetapi
terjadi pertumbuhan yang cepat di daerah implantasi plasenta, sehingga rahim
bentuknya tidak sama, yang biasa disebut tanda piskacek. Regangan dinding
rahim karena besarnya pertumbuhan dan perkembangan janin menyebabkan
istmus uteri makin tertarik ke atas dan menipis yang disebut segmen bawah
rahim (SBR).
Pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus, segmen
bawah uterus menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara
bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis. Batas ini
dikenal sebagai lingkaran retraksi fisiologik. Hubungan antara besarnya rahim
dan tuanya kehamilan penting diketahui untuk mengetahui adanya
penyimpangan dari keadaan kehamilan normal. Untuk itu sebagai gambaran
dapat dikemukakan sebagai berikut Pada kehamilan 16 minggu, kavum uteri
seluruhnya diisi oleh amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua parietalis
telah menjadi satu. Plasenta telah terbentuk seluruhnya pada usia kehamilan
20 minggu, fundus uteri terletak dua jari di bawah pusat sedangkan pada usia
kehamilan 24 minggu tepat di tepi atas pusat. Pada usia kehamilan 28 minggu
tinggi fundus uteri 3 jari atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat atau
prosesus xypoideus (25cm). Pada kehamilan 32 minggu tinggi fundus uteri
mencapai setengah jarak antara pusat dengan prosesus xypoideus (27cm).
Pada kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar satu jari dibawah
prosesus xypoideus (30cm), dalam hal ini kepala bayi belum masuk pintu atas

15
panggul. Pada kehamilan usia 40 minggu fundus uteri turun setinggi 3 jari
dibawah prosesus xypoideus, oleh karena saat ini kepala janin telah masuk
pintu atas panggul.
Uterus pada ibu hamil sering berkontraksi tanpa perasaan nyeri, juga bila
disentuh, misalnya pada waktu pemeriksaan dalam, kadang-kadang kita
meraba bahwa sewaktu pemeriksaan, konsistensi rahim dari lunak menjadi
keras, kemudian lunak kembali. Apabila rahim sudah dapat diraba dari luar,
maka kontraksi ini dapat dirasakan dengan palpasi. Kontaksi ini dianggap
sebagai tanda kehamilan yang dikenal dengan nama kontraksi dari Braxton
Hicks.
b. Serviks
Karena pengaruh hormon estrogen, serviks uteri pada kehamilan juga
mengalami perubahan. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan
otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, dan hanya 10%
jaringan otot. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen.
Akibat kadar estrogen yang meningkat, dan dengan adanya hipervaskularisasi
maka konsistensi serviks menjadi lunak. Kelenjar-kelenjar di serviks akan
berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang
wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam lebih
banyak. Keadaan ini sampai batas tertentu masih merupakan keadaan yang
fisiologis. Pada akhir kehamilan serviks menjadi lunak sekali dan portio
menjadi pendek dan dapat dimasuki dengan mudah oleh satu jari. Serviks
yang demikian disebut serviks yang matang.
c. Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus
luteum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang
sempurna kira-kira pada usia 16 minggu. Korpus luteum grafiditas
berdiameter ± 3 cm, kemudian mengecil setelah plasenta terbentuk. Plasenta
juga mengambil alih fungsi korpus luteum untuk mengeluarkan hormon
estrogen dan progesteron (Manuaba, 2014).
Dalam dasawarsa terakhir ditemukan pada awal ovulasi hormon relaxin,
suatu immunoreactiveinhibin dalam sirkulasi maternal. Diperkirakan corpus

16
luteum adalah tempat sintesis dari relaxin pada awal kehamilan. Kadar relaxin
disirkulasi maternal dapat ditentukan dan meningkat pada trimester pertama.
Relaxin mempunyai pengaruh menenangkan hingga pertumbuhan janin
menjadi baik hingga aterm.
d. Segmen Bawah Uterus
Segmen Bawah Uterus berkembang dari bagian atas kanalis servikalis
setinggi ostium interna bersama-sama isthmus uteri. Segmen bawah lebih tipis
dari pada segmen atas dan menjadi lunak serta berdilatasi selama minggu-
minggu terakhir kehamilan sehingga memungkinkan segmen tersebut
menampung presenting part janin. Serviks bagian bawah baru menipis dan
menegang setelah persalinan terjadi.
e. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat terlepas
dari pengaruh hormon saat kehamilan yaitu : estrogen, progesteron dan
somatomamotropin. Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk
pemberian ASI dijabarkan sebagai berikut :
Estrogen berfungsi :
1) Menimbulkan hipertropi sistem saluran payudara.
2) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam sehingga
payudara tampak semakin membesar.
3) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air dan garam
menyebabkan rasa sakit pada payudara.
Progesteron berfungsi :
1) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi.
2) Menambah sel asinus
Somatomamotropin berfungsi :
1) Mempengaruhi sel asinus untuk membuat kasein, laktalbumin dan
laktoglobulin.
2) Penimbunan lemak sekitar alveolus payudara.
3) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan
Penampakan payudara pada ibu hamil :

17
1) Payudara menjadi lebih besar.
2) Hiperpigmentasi areola dan papila payudara.
3) Glandula montgomeri makin tampak.
4) Papila makin menonjol
Pengeluaran ASI belum berlangsung karena prolaktin belum berfungsi,
karena hambatan dari PIH (prolaktin inhibiting hormon) untuk mengeluarkan
ASI setelah persalinan, hambatan prolaktin tidak ada sehingga pembuatan ASI
dapat berlangsung (Manuaba, 2013).
f. Volume Darah
Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah lebih besar
dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi),
dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu. Serum darah (Volume
Darah) bertambah sebesar 25 sampai 30% sedangkan sel darah bertambah
sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya
hemodelusi darah mulai tampak sekitar usia kehamilan 16 minggu, sehingga
penderita penyakit jantung harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali.
Kehamilan selalu memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan
sakit jantung dapat jatuh dalam dekompensasi kordis. Pada postpartum, terjadi
hemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
g. Sistem Respirasi
Pada kehamilan, terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat
memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu, terjadi desakan diafragma karena
dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32 minggu. Sebagai
kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu
hamil akan bernapas lebih dalam sekitar 20 sampai 25% dari pada biasanya.
h. Perubahan pada kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh melanophore stimulating hormon lobus pofisis anterior dan
pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae
gravidarum livide atau alba, aerola mamae, papilla mammae, linea nigra, pipi
(kloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan hilang.
i. Sistem Pencernaan

18
Akibat dari peningkatan kadar hormone estrogen, pengaruh terhadap
sistem pencernaan antara lain :
1) Pengeluaran air liur yang berlebihan (hipersalivasi)
2) Daerah lambung terasa panas
3) Terjadi mual dan sakit kepala/pusing terutama pagi hari yang biasa
disebut morning sickness.
4) Muntah yang terjadi disebut emesis gravidarum
5) Muntah berlebihan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari,
disebut hiperemesis gravidarum.
6) Progesteron menimbulkan gerak usus makin kurang dan dapat
menyebabkan obstipasi.
j. Dinding Perut
Perut semakin membesar pada akhir kehamilan. Pola kehamilan pada
primigravida sering timbul garis-garis memanjang atau serong pada perut
yang disebut stiae gravidarum. Tapi terkadang garis-garis itu muncul pada
payudara dan paha. Pada seorang primigravida warnanya membiru yang
disebut striae lividae. Pada seorang multigravida di samping striae yang biru
terdapat juga garis-garis putih agak mengkilat yang disebut striae albicans.
k. Perubahan Metabolik
Sebagian besar penambahan Berat Badan selama kehamilan berasal dari
uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstrakuler.
Diperkirakan selama kehamilan BB akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester
ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat
badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi
kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-
masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. Setelah terjadi pembuahan akibat
bersatunya sel telur dengan spermatozoa, kemudian diikuti oleh beberapa
proses, pembelahan, dan selanjutnya hasil konsepsi melakukan nidasi atau
implantasi, maka selanjutnya hasil konsepsi mengalami pertumbuhan dan
perkembangan menurut (Manuaba, 2013) antara lain:
1) Minggu ke-0 Sperma membuahi ovum kemudian hasil
konsepsimem bagi menjadi dua, empat, delapan

19
setelahmenjadi morula masuk untukmenempel
± 11 harisetelah konsepsi.
2) Minggu ke-4 Dua embrio, bagian tubuh pertama muncul
adalah tulang belakang, otak dan saraf, jantung,
sirkulasi darah dan pencernaan terbentuk
3) Minggu Ke-8 Perkembangan embrio lebih cepat, jantung
mulai memompa darah.
4) Minggu Ke-12 Embrio berubah menjadi janin. Denyut jantung
janin dapat dilihat dengan pemeriksaan usg,
berbentuk manusia, gerakan pertama dimulai,
jenis kelamin sudah bisa ditentukan, ginjal
sudah memproduksi urine.
5) Minggu ke-16 Sistem muskuloskeletal matang, sistem
sarafterkontrol, pembuluh darah berkembang
cepat, denyut jantung janin terdengar lewat
Doppler, pancreas memproduksi insulin.
6) Minggu Ke-20 Verniks melindungi tubuh, lanugo menutupi
tubuh, janin membuat jadwal untuk tidur,
menelan dan menendang.
7) Minggu Ke-24 Kerangka berkembang cepat, perkembangan
pernafasan dimulai.
8) Minggu Ke-28 Janin bernafas, menelan dan mengatur suhu,
surfactan mulai terbentuk di paru-paru, mata
mulai membuka dan metutup, bentuk janin 2/3
bagian bentuk saat lahir.
9) Minggu Ke-32 Lemak coklat berkembang dibawah kulit,
mulaisimpan zat besi, kalsium dan fosfor.
10) Minggu Ke-38 Seluruh uterus digunakan bayi, sehingga tidak
dapat bergerak banyak, antibody ibu ditransfer
ke bayi untuk mencapai kekebalan untuk 6
bulan pertama sampai kekebalan bayi dapat
bekerja sendiri.

20
2.1.1.5 Perubahan Fisiologi pada Kehamilan
a. Trimester I
Karena adanya peningkatan dari kadar hormon estrogen dan progesteron
dalam tubuh, menimbulkan rasa mual atau muntah pada pagi hari sehingga
ibu sering kali merasa dirinya tidak sehat. Ibu merasa ingin tidak hamil dan
perasaannya bercampur aduk. Pada hasrat sex wanita hamil berbeda, ada
yang libidonya meningkat ada yang tidak namun pada umumnya menurun.
Karena dipengaruhi oleh rasa lelah, mual, pembesaran payudara, dan
kekhawatiran yang semuanya merupakan hal yang normal dalam proses
kehamilan trimester I.

b. Trimester II
Pada masa ini, ibu mulai merasa dirinya sehat karena tubuh ibu sudah
terbiasa dengan peningkatan hormon sehingga rasa tidak nyaman pada
kehamilannya sudah berkurang. Ibu sudah dapat menerima kehamilannya.
Ibu merasa senang, karena mulai merasakan gerakan janin dalam perutnya.
c. Trimester III
Merupakan periode menunggu dan waspada, sebab ibu merasa tidak sabar
menantikan kelahiran bayinya. Ibu sering kali merasa khawatir kalau bayi
yang akan dilahirkannya tidak normal. Ibu mulai merasa takut akan rasa
sakit yang akan dialaminya pada waktu melahirkan. Ibu merasa tidak
nyaman akibat kehamilannya yang sudah besar, merasa dirinya menjadi
jelek dan aneh. Ibu merasa khawatir akan persiapannya menjadi orang tua,
sehingga ibu memerlukan ketenangan dan banyak dukungan dari suami dan
keluarganya.

2.1.1.6 Tanda Bahaya dalam Kehamilan


Tanda bahaya dalam kehamilan menurut (Rismalinda, 2015) yaitu:
a. Perdarahan vagina
Perdarahan vagina dalam kehamilan adalah cukup normal pada masa
awal sekali kehamilan. Ibu mungkin akan mengalami kehamilan
perdarahan yang sedikit atau spotting disekitar waktu pertama terlambat
haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi dan normal. Pada
waktu yang lain dalam kehamilan, perdarahan kecil mungkin pertanda dari
21
“Friable Cervik” Perdarahan semacam ini mungkin normal atau mungkin
suatu tanda adanya infeksi.
Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah yang
merah, perdarahan yang banyak atau perdarahan yang sangat menyakitkan.
Perdarahan ini bisa berarti aborsi atau abortus, kehamilan mola, kehamilan
ektopik. Pada akhir kehamilan perdarahan yang tidak normal adalah
merah, banyak dan kadang-kadang, tetapi tidak selalu disertai dengan rasa
nyeri. Perdarahan semacam ini bisa berarti plsenta previa atau abrusi
plsenta.
b. Sakit kepala yang hebat, menetap yang tidak hilang
Sakit kepala selama kehamilan adalah umum, dan seringkali
merupakan ketidak nyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala
yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah sakit kepala hebat
yang menetap dan tidak hilang dengan istirahat, kadang-kadang dengan
sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa
penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat
dalam kehamilan adalah: gejala dari pre eklampsia.
c. Masalah visual
Karena pengaruh hormonal, ketajaman visual ibu dapat berubah dalam
kehamilan perubahan yang kecil adalah normal. Masalah visual yang
mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual
mendadak, misalnya pandangan kabur atau berbayangan berbintik-bintik.
Perubahan visual ini mungkin disertai dengan sakit kepala yang hebat.
Perubahan visual mendadak mungkin merupakan suatu tanda pre
eklampsia.
d. Bengkak pada muka atau tangan
Hampir separuh dari ibu-ibu akan mengalami bengkak yang normal
pada kaki yang biasanya muncul pada sore hari dan biasanya hilang
setelah beristirahat atau meletakkannya lebih tinggi.
Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah serius jika muncul pada
muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat dan diikuti dengan

22
keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan pertanda anemia, gagal
jantung atau pre eklampsia.
e. Nyeri abdomen yang hebat
Nyeri abdomen yang tidak berhubungan dengan persalinan normal
adalah tidak normal. Nyeri abdomen yang mungkin menunjukkan masalah
yang mengancam keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap dan tidak
hilang setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti appendisitis, kehamilan
ektopik, aborsi, penyakit radang pelviks. Persalinan preterm, gastritis,
penyakit kantung empedu, iritasi uterus, abrupsi plasenta, infeksi kandung
kemih.
f. Bayi kurang bergerak seperti biasa
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6
beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur,
gerakannya akan melemah, Bayi harus bergerak paling sedikit 3 x dalam
periode 3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika berbaring atau
beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik.

2.1.1.7 Penatalaksanaan dalam Kehamilan


2.1.1.7.1 Informed Choice dan Informed Consent
a. Informed Choice
Pengertian informed choice adalah membuat pilihan setelah
mendapatkan penjelasan tentang alternative asuhan yang akan dialaminya.
Sejak tahun 1993 Bidan Internasional mengharuskan bidan untuk
menghormati hak infromed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu
tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawab terhadap hasil dari
pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini adalah meliputi:
informasi yang lengkap sudah diberikan dan dipahami ibu, tentang
pahaman resiko, manfaat, keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap
pilihannya. Dimana pilihan dapat menjadi komplek. Sebagai tambahan,
bahwa dalam sistem pelayanan kesehatan, tenaga profesional enggan
untuk berbagi informasi atau keputusan yang di buat dengan klien
(Prawirohardjo, 2014).

23
1. Persetujuan atau concent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan “pilihan sendiri”.
Choice berarti alternative lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien
mengerti perbedaannya sehingga dia dapat menentukan mana yang
disukai atau sesuai dengan kebutuhannya (Prawirohardjo, 2014).
b. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau
walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan
kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan
dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan.

2.1.1.7.2 Asuhan Kehamilan / Antenatal Care (ANC)


a. Pengertian Antenatal Care (ANC)
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan
rutin ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk
memberikan informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan
(Backe et al, 2015).
Antenatal Care (ANC) merupakan suatu pelayanan yang diberikan
kepada wanita selama hamil, misalnya dengan pemantuan kesehatan
secara fisik, psikologis, termasuk pertumbuhan dan perkembangan janin
serta mempersiapkan proses persalinan dan kelahiran supaya ibu siap
menghadapi peran baru sebagai orangtua (Wagiyo dan Putrono, 2016).
Menurut Depkes RI (dalam Rukiah dan Yulianti, 2014) mendefinisikan
bahwa pemeriksaan kehamilan merupakan pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala yang
diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.
Pada hakikatnya pemeriksaan kehamilan bersifat preventif care dan
bertujuan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan bagi ibu dan janin.
24
b. Tujuan Pemeriksaan Kehamilan (ANC)
Tujuan pemeriksaan kehamilan menurut Kementrian Kesehatan RI
(dalam Suweno, 2015) yaitu:
1) Tujuan Umum
Untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan
antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan
sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.
2) Tujuan Khusus
a) Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan
berkualitas, termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu hamil,
konseling KB dan pemberian ASI.
b) Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan
berkualitas.
c) Mendeteksi secara dini kelainan / penyakit / gangguan yang
diderita ibu hamil.
d) Melakukan intervensi terhadap kelainan / penyakit / gangguan
pada ibu hamil sedini mungkin.
e) Melakuan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan social
dengan system rujukan yang ada.

c. Jadwal Pemeriksaan Kehamilan (ANC)


Setiap ibu hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
ANC komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali
pada trimester pertama (sebelum usia kehamilan 14 minggu), minimal 1
kali pada trimester kedua (usia kehamilan 14-28 minggu) dan minimal 2
kali pada trimester ketiga (28-36 minggu dan setelah 36 minggu usia
kehamilan) termasuk minimal 1 kali kunjungan diantar suami atau anggota
keluarga. Kunjungan pertama ANC sangat dianjurkan pada usia kehamilan
8-12 minggu (Backe et al, 2015; Kemenkes RI, 2015)
Jadwal kunjungan menurut Saifuddin (dalam Suweno, 2015) yaitu:
1) Kunjungan I (umur kehamilan 0-16 minggu)
a) Penapisan dan pengobatan anemia

25
b) Perencanaan persalinan
c) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2) Kunjungan II (24-28 minggu) dan III (32 minggu)
a) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatan
b) Penapisan pre-eklamsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
c) Mengulang perencanaan persalinan
3) Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)
a) Sama seperti kunjungan II dan III
b) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
c) Memantapkan rencana persalinan
d) Mengenali tanda-tanda persalinan.

d. Standar Asuhan Pelayanan ANC


Dalam melaksanakan Pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar
pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang
dikenal dengan 10 T. Menurut Kemenkes RI (dalam Khotimah 2016), 10
standar atau yang biasa dikenal dengan 10 T adalah sebagai berikut:
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
Pengukuran tinggi badan ibu hamil dilakukan untuk mendeteksi faktor
resiko terhadap kehamilan yang sering berhubungan dengan rongga panggul.
pada keadaan normal kenaikan kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil
dihitung dari TM I sampai TM III yang berkisar antara 9-13,9 dan kenaikan
berat badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4-0,5 tiap
minggu mulai TM II Berat badan ideal untuk ibu hamil sendiri tergantung
dari IMT (Indeks Masa Tubuh) ibu sebelum hamil. Indeks massa tubuh
(IMT) adalah hubungan antara tinggi badan dan berat badan.
Prinsip dasar yang perlu diingat: berat badan naik perlahan dan bertahap,
bukan mendadak dan drastis. Pada trimester II dan III perempuan dengan
gizi baik dianjurkan menambah berat badan 0,4 kg. Perempuan dengan gizi
kurang 0,5 kg gizi baik 0,3 kg. Indeks masa tubuh adalah suatu metode
untuk mengetahui penambahan optimal, yaitu:
a) 20 minggu pertama mengalami penambahan BB sekitar 2,5 kg.

26
b) 20 minggu berikutnya terjadi penambahan sekitar 9 kg.
c) Kemungkinan penambahan BB hingga maksimal 12,5 kg.
(Sari, dkk, 2015)
The Institute of Medicine’s Subcommittee on Nutritional Status and
Weight Gain During Pregnancy berpendapat bahwa kenaikan berat badan
selama hamil dapat dihitung berdasarkan indeks masa tubuh (IMT atau
“berat badan untuk tinggi badan”) wanita sebelum hamil.
Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT):

Tabel 2.1. Rekomendasi Kisaran Kenaikan Berat Badan Total untuk Wanita
Hamil Berdasarkan BMI Sebelum Hamil
Kategori IMT Rekomendasi (Kg)
Rendah <19,8 12,5-18
Normal 19,8-26 11,5-16
Tinggi 26-29 7-11,5
Obesitas >29 >7
Sumber: Khotimah (2016)
2. Ukur Kekanan Darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai dasar
selama kehamilan, bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90
mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat berpotensi hipertensi.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
LILA telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko KEK
untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak terdapat data berat badan prahamil
pada sebagian besar ibu hamil. Selama ini, ambang batas LILA yang
digunakan adalah 23,5 cm (Ariyani dalam Setiyowati, 2018)
4. Ukur Tinggi Fundus Uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan
usia kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan, maka
kemungkinan terdapat gangguan pertumbuhan janin (Astuti dkk, 2017).
Uterus semakin lama semakin besar seiring penambahan usia kehamilan,
pemeriksaan tinggi fundus uteri dilakukan dengan diukur dengan
27
menggunakan palpasi (metode jari) atau aturan McDonald yang dapat
digunakan untuk menguatkan ketepatan pengukuran tinggi fundus.
(Saifuddin, dalam Khotimah 2016).
Tabel 2.2 Tinggi Fundus Uteri Menurut Mc. Donald
No. Usia kehamilan Tinggi Fundus Uteri
1. 22-28 minggu 24-25 cm diatas simfisis
2. 28 minggu 26,7 cm diatas simfisis
3. 30 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
4. 32 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
5. 34 minggu 31 cm diatas simfisi
6. 36 minggu 32 cm diatas simfisis
7. 38 minggu 33 cm diatas simfisis
8. 40 minggu 37,7 cm diatas simfisis
Sumber: Sofian A. (2013)
5. Pemberian imunisasi TT lengkap
Toxsoid adalah preparat dan racun bakteri yang diubah secara
kimiawi/endotoksin yang dibuat oleh bakteri. Tujuan pemberian imunisasi
TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum. Efek samping
vaksin TT yaitu nyeri, kemerah-merahan dan bengkak untuk 1-2 hari pada
tempat penyuntikan. Ini akan sembuh tanpa pengobatan.
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi TT
Interval %
Antigen Lama Perlindungan
(Selang waktu minimal) Perlindungan
Pada kunjungan pertama
TT1 - -
antenatal
TT2 4 Minggu setelah TT1 3 Tahun 80

TT3 6 Bulan setelah TT2 5 Tahun 95

TT4 1 Tahun setelah TT3 10 Tahun 99


25 Tahun/Seumur
TT5 1 Tahun setelah TT4 99
hidup
Sumber: Saifuddin (dikutip oleh Khotimah, 2016)

6. Pemberian Tablet Zat Besi Minimum 90 Tablet Selama Hamil


Pemberian tablet besi pada ibu hamil adalah untuk mencegah defisiensi
zat besi. Wanita hamil perlu menyerap zat besi rata-rata 60mg/hr,
kebutuhannya meningkat pada trimester ke II karena absorpsi usus yang
tinggi. Tablet Fe diberikan satu tablet sehari setelah rasa mual hilang,
28
minimal mendapatkan 90 tablet besi selama kehamilannya, satu kali setiap
harinya. Tablet Fe sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan teh atau kopi
karena akan mengganggu tubuh dalam proses penyerapan zat besi.
Bila ditemukan anemia pada ibu hamil, diberikan tablet Fe 2-3 kali satu
tablet/hari selama 2-3 bulan. Tablet Fe lebih mudah diserap tubuh jika
disertai dengan mengonsumsi vitamin C yang cukup. Jika vitamin C yang
dikonsumsi ibu tidak memenuhi kebutuhan vitamin C dalam tubuhnya,
berikan tablet vitamin C 250 mg per hari (Depkes RI, dalam Khotimah
2016).
Ibu hamil yang memiliki kadar Hb di bawah batas normal dapat
mengalami anemia. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar Hb < 11 gr/dL pada trimester I dan III, lalu Hb < 10,5 gr/dL pada
trimester II (Prawirohardjo, 2014).
Tabel 2.4 Kriteria Kadar Hb Normal Menurut WHO
Kelompok Umur / Jenis Kelamin Konsentrasi Hemoglobin (≥g/dL)
6 bulan – 5 tahun 11,0
5 – 11 tahun 11,5
12 – 13 tahun 12,0
Wanita 12,0
Ibu Hamil 11,0
Laki-laki 13,0
Sumber: WHO (dalam Mansur, 2017)

Tabel 2.5 Kriteria Kadar Hb Normal Menurut Depkes RI


Kelompok Umur / Jenis Kelamin Konsentrasi Hemoglobin (≥g/dL)
Anak Balita 11,0
Anak usia sekolah 12,0
Wanita dewasa 12,0
Pria dewasa 13,0
Ibu Hamil 11,0
Ibu menyusui 12,0
Sumber: Depkes RI (2014)
Kadar Hb yang kurang dari batas normal menunjukkan tanda
anemia. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme tinggi. Misalnya, untuk
membuat jaringan tubuh janin, membentuk menjadi organ, dan juga untuk
memproduksi energi agar ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi
dibanding ibu yang tidak hamil (Mansur 2017).

29
7. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
Leopold.
a. Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin
yang berada di fundus.
b.Leopold II : Untuk menentukan batas samping kanan dan kiri rahim,
menentukan letak punggung janin.
c. Leopold III : Untuk menentukan bagian terbawah janin dan apakah
bagian tersebut sudah masuk ke pintu atas panggul atau
masih dapat digerakkan.
d.Leopold IV : Untuk menentukan seberapa jauh bagian terendah janin
masuk ke pintu atas panggul
Tujuan pemantauan janin itu adalah untuk mendeteksi dari ada atau
tidak factor-faktor risiko kematian prenatal tersebut (hipoksia/asfiksia,
gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi). Pemeriksaan denut
jantung janin adalah satu cara untuk memantau janin. Lakukan pemeriksaan
dengan mendengar dan menghitung denyut jantung janin selama satu menit
penuh. Pemeriksaan denyut jantung janin harus dilakukan pada ibu hamil.
Denyut jantung janin baru dapat di denggarkan pada uasia kehamilan 16
minggu atau 4 bulan.
Gambaran DJJ:
a. Takikardi berat : detak jantung di atas 180x/menit.
b. Takikardi ringan: antara 160-180x/menit.
c. Normal : antara 120-160x/menit.
d. Bradikardi ringan :antara 100-119x/menit.
e. Bradikardi sedang: antara 80-100x/menit.
f. Bradikardi berat: kurang dari 80x/menit.

Cara Menghitung Taksiran Berat Janin


1) Mengetahui usia kehamilan dari HPHT
Perhitungan usia kehamilan dapat dilakukan dengan menanyakan pada
ibu hamil tersebut kapan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT), kemudaian
di hitung perminggu secara manual.

30
Menghitung perkiraan tanggal persalinan dapat menggunakan rumus
Naegle: Hari pertama haid terakhir + 7 - 3 bulan + 1= Tanggal persalinan
(untuk bulan baru atau bulan Maret ke atas) dan + 7 + 9 = Tanggal
persalinan (Januari s/d Maret) (Rukiyah, dalam Khotimah, 2016).
2) Gerakan Janin
Gerakan janin bermula pada usia kehamilan mencapai 12 minggu,
tetapi baru dapat dirasakan oleh ibu pada usia kehamilan 16-20 minggu
karena di usia kehamilan tersebut,dinding uterus mulai menipis dan
gerakan janin menjadi lebih kuat.
3) Perkiraan Tinggi Fundus Uteri
Menentukan umur kehamilan dilihat dari TFU
4) Tafsiran berat janin menurut rumus
Menurut Johnson – Thaosack , rumus untuk menghitung taksiran berat
janin yaitu:

X = (TFU – n) ∙ 155
Keterangan:
X = Taksiran berat janin
n = 13, bila kepala janin masih floating
12, bila kepala janin sudah memasuki PAP / Hodge II
11, bila kepala janin sudah melewati Hodge III

8. Temu Wicara dan Konseling dalam Rangka Rujukan


Temu wicara pasti dilakukan dalam setiap klien melakukan kunjungan
bisa berupa anamnesa, konsultasi, dan persiapan rujukan. Anamnesa
meliputi biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas, biopsikososial, dan pengetahuan klien. Memberikan
konsultasi atau melakukan kerjasama penanganan. Tindakan yang dilakukan
bidan dalam temu wicara lain:
a. Merujuk ke dokter untuk konsultasi dan menolong ibu menentukan
pilihan yang tepat.
b. Melampirkan kartu kesehatan ibu serta surat rujukan.
c. Meminnta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat
rujukan.

31
d. Menruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan.
e. Memberikan asuhan antenatal.
f. Perencanaan dini jika tidak aman melahirkan dirumah.
g. Menyepakati diantara pengambilan keputusan dalam keluarga tentang
rencana proses kelahiran.
h. Persiapan dan biaya persalinan.

9. Pelayanan Tes Laboratorium Sederhana, Minimal Tes Hemoglobin


darah (Hb), Pemeriksaan Protein Urin dan Pemeriksaan Golongan Darah
(bila belum pernah dilakukan sebelumnya)
Pemeriksaan laboratorium sederhana pada kehamilan trimester I,II,III
meliputi pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan protein urine dan golongan
darah, pemeriksaan labotorium ini diperlukan untuk menunjang diagnosis
yang akan ditegakan, ketepatan diagnose akan mempengaruhi ketepatan
tindakan yang akan dilakukan. Pengkajian pada ibu hamil tentunya belum
lengkap hanya mendapatkan data dari anamesa dan pemeriksaan fisik,untuk
mendapatkan data yang lengkap diperlukan data penunjang. Data penunjang
ini bisa didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium. (Kemenkes RI,
2017).

10. Tatalaksana Kasus


Dilakukan berdasarkan hasil pemriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus
ditangani sesuai dengan standard an kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-
kasus yang tidak dapat ditangani di rujuk sesuai dengan sistem rujukan
(Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

2.1.2 Persalinan
2.1.2.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal merupakan
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 - 42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Jannah, 2015).

32
2.1.2.2 Fisiologi persalinan
Fisiologi persalinan menurut (Manuaba, 2013) yaitu terjadinya persalinan
belum diketahui dengan pasti sehingga dapat menimbulkan beberapa teori
yang berkaitan dengan mulai terjadinya kontaksi atau kekuatan his, yaitu:
a) Teori peregangan
1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi
setelah peregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
b) Teori penurunan progesterone
1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana
terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
2) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim
lebih sensitive terhadap oksitosin.
3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesterone tertentu.
c) Teori oksitosin internal
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi Braxton Hicks.
3) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktifitas, sehingga persalinan dapat
dimulai.
d) Teori Prostaglandin
1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua basalis.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya
persalinan.

33
e) Teori hipotalamus-pituari dan glandula suprarenalis
1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi kelambatan persalinan Karena tidak terbentuk hipotalamus.
Teori ini ditemukan oleh linggin 1973.
2) Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci untuk percobaan,
hasilnya kehamilan kelinci berlangsung lebih lama.
3) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan.
4) Dari percobaan terebut dapat disimpulkan ad hubungan dengan
hipotalamus-pituari dengan mulainya persalinan.
5) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.

2.1.2.3 Tanda dan Gejala persalinan


Tanda-tanda persalinan menurut Manuaba (2013) yaitu:
a) Tanda gejala permulaan persalinan sebagai berikut :
1) Kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek. Beberapa sifat kontraksi rahim
yaitu:
(a) Frekuensi, jumlah terjadinya his selama 10 menit
(b) Durasi his, lamanya yang terjadi pada setiap saat, diukur dengan
detik
(c) Interval his, tenggang waktu antara kedua his
(d) Kekuatan his yang bertambah
b) Tanda-tanda inpartu
a. Kekuatan His makin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek
b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir,
lendir bercampur darah)
c. Dapat disertai ketuban pecah
d. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks
(perlunakan serviks, pendataran serviks, terjadi pembukaan
serviks) (Manuaba, 2013).

34
2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Rukiyah (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan,
yaitu faktor power, faktor passenger, faktor passage, faktor psyche, dan faktor
positioning.
a. Kekuatan (Power)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut,
kontraksi diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerja sama yang baik
dan sempurna
His (kontraksi otot rahim): kontraksi otot rahim pada persalinan yang
sudah ada pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan dimulai
kontraksi rahim bersifat berkala,yang harus diketahui adalah:
1) Lamanya kontraksi 45-75 detik
2) Kekuatan kontraksi dapat menimbulkan naiknya intrauterine sampai
35 mmHg.
3) Interval antara keduanya pada permulaan persalinan akan timbul 1 x
10 menit, kala pengeluran 1x dalam 2 menit.
Tanda his sempurna:
a) Dominasi di fundus
b) Kontraksi simetris,makin lama makin kuat makin sering
c) Relaksasi baik
Perubahan-perubahan akibat his:
a) Pada uterus dan serviks: Uterus terasa keras dan padat karena
kontraksi, tekanan hidrostatik air ketuban dan tekanan intrautein
sehingga menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan
terbuka (dilatasi).
b) Pada ibu terasa nyeri karena ischemia fahimdan kontaksi rahim, ada
kenaikan nadi dan rahim.
c) Pada janin pembakaran oksigen pada sirkulasi uteroplasenter kurang,
maka timbul hipoksia janin.

35
Dengan makin tuanya kehamilan, pengeluaran estrogen dan
progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin dapat
menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu.
Sifat his permulaan (palsu):
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks/pembawa tanda
d) Durasinya pendek
e) Tidak bertambah bila beraktivitas
Tenaga mengejan: tenaga, usaha, daya, kekuatan meneran seorang ibu
pada waktu bersalin, dimana ibu melakukan dorongan/ mengejan dengan
tenaga sendiri pada waktu pembukaan sudah lengkap dan setelah ketuban
sudah pecah yang dipicu oleh adanya his.
b. Passanger
1) Janin
Letak janin: Bagaimana letak sumbu janin terhadap sumbu ibu, bisa
letak memanjang (presentasi kepala, presentasi bokong/sungsang), letak
melintang dan letak miring/oblique.
Sikap badan: menunjukkan bagian-bagian janin terhadap sumbunya,
khususnya terhadap tulang punggungnya, yaitu sikap fleksi dan defleksi.
Presentasi: digunakan untuk menentukan saat periksa dalam untuk
menentukan bagian janin yang berada di bagian bawah uterus yaitu
presentasi kepala bokong, muka dan kaki.
Posisi: untuk menetapkan apakah bagian janin yang berada dibawah
uterus sebelah kiri, kanan, belakang, depan terhadap sumbu ibu.
a) Bagian janin  khorion frondosum dan plasenta.
b) Bagian maternal  desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledon (15-20).
Diantara sudut tulang-tulang terdapat ruang yang ditutup dengan
membran disebut fontanella terdapat (fontanella mayor (UUB) &
fontanella minor (UUK). Batas antara 2 tulang: sutura (sutura sagitalis,
sutura koronaria, sutura lamboidea, sutura frontalis).

36
2) Uri / Plasenta
Bentuk bundar/oval, Diameter: 15-20cm, Tebal: 2-3 cm, Berat: 500-
600 gram (1/6 x BB janin). Terbentuk sempurna pada kehamilan 16
minggu dan terletak dalam korpus uteri.
Pembagian plasenta:
Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin
(50-55 cm).
3) Air ketuban
Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari
lapisan amnion dan khorion, terdapat liquor amnii (air ketuban). Volume
air ketuban yang cukup bulan 1000-1500 cc, Warna air ketuban putih agak
keruh, mempunyai bau yang khas dan agak amis. Komposisi air ketuban
terdiri dari 99 % air +1 % zat padat (protein, lemak, karbohidrat, garam
mineral, enzim-enzim, hormon plasenta, urea, asam urat, pigmen empedu
vernik kaseosa, lanugo dan sel-sel fetus yang mengelupas).
c. Jalan Lahir (Passage)
Faktor jalan lahir dibagi atas:
1) Jalan lahir lunak (dibentuk oleh otot-otot dan ligamentum)
2) Jalan lahir keras (dibentuk oleh tulang)
Bagian keras dibagi 2 bagian: Pelvis mayor: bagian pelvis diatas linea
terminalis, Pelvis minor: dibatasi oleh PAP (inlet) & PBP (outlet)
berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung kedepan (sumbu
carus).
Bidang Hodge
Hodge I : Sejajar PAP
Hodge II : Sejajar Hodge I melewati pinggir bawah simfisis
Hodge III : Setinggi spina ischiadika
Hodge IV : Telah melewati os coccygeus

e. Psikologis Ibu (Psyche)


Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami dan anggota
keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama bersalin dan kelahiran
anjurkan merreka berperan aktif dalam mendukung dan mendampingi
37
langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu,
hargai keinginan ibu untuk didampingi, dapat membantu kenyamanan ibu,
hargai keinginan ibu untuk didampingi (Rukiyah, 2014).
f. Posisi Ibu (Positioning)
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi
tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih
hilang. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, jongkok.

2.1.2.5 Perubahan dalam Proses Persalinan


Kala persalinan dibagi menjadi kala I, kala II, kala III dan Kala IV
menurut Manuaba (2013) yaitu :
a) Kala I (kala pembukaan)
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus / his yang teratur sampai
pembukaan lengkap (10 cm). Karena terjadinya pembukaan, maka keluar
lendir bercampur darah (blody show) dari kanalis servikalis akibat
pecahnya pembuluh darah. Lamanya Kala I untuk:
1) Primigravida 12 jam (1 cm/jam)
2) Multigravida 8 jam. (2 cm/jam)
Waktu untuk pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan lengkap (1-
10cm), dapat berlangsung selama 18-24 jam. Proses membukanya serviks
sebagai akibat his, dibagi 2 fase:
a. Fase Laten: pembukaan berlangsung sangat lambat dari 0-3 cm,
berlangsung 7-8 jam.
b. Fase Aktif berlangsung selama 6 jam, dibagi atas 3 fase yaitu:
(1) Fase Akselerasi, dari pembukaan 3-4 cm, dalam waktu 2 jam.
(2) Fase Dilatasi maksimal, pembukaan berlangsung sangat cepat
dari 4-9 cm selama 2 jam.
(3) Fase Deselarasi, pembukaan menjadi lambat kembali 9-10 cm
(lengkap) dalam waktu 2 jam.
Kala I sangat penting untuk mengetahui kekuatan his, pembukaan,
denyut jantung janin yang bisa mungkin diperdengarkan kepada
ibu. His menjadi lebih kuat dan sering 2-3 menit 1 kali, biasanya
dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka

38
pada saat his dirasakan ada tekanan pada otot-otot dasar panggul
yang secara reflek menimbulkan rasa ingin meneran.
b) Kala II (kala pengeluaran janin)
Kala II dimulai dari pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir sampai bayi lahir.
Dapat dilihat tanda dan gejala ibu bersalin:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
(Doran).
2) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan
vaginanya (Teknus).
3) Perineum kelihatan menonjol, vulva vagina serta spingter ani terlihat
membuka (Perjol, Vulka).
4) Adanya peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
Pada kala II ini his menjadi semakin kuat kira-kira dengan interval 2 sampai
3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Lamanya kala II ini untuk
primigravida adalah 80 menit dan mutigravida 30 menit.
c) Kala III
Persalinan kala tiga dimulai Setelah bayi lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Beberapa saat kemudian timbul his
pelepasan dan pengeluaran uri. Menurut Manuaba ( 2013) dalam waktu 5-10
menit seluruh plasenta lepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir
spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas symfisis atau uteri. Seluruh
proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Manajemen Aktif pada kala III untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
1) Uterus menjadi bundar/globuler, terdorong ke atas karena plasenta
terlepas ke segmen bawah rahim

39
2) Tali pusat bertambah panjang
3) Terdapat semburan darah kira-kira 100-200 cc.
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari:
1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) Massase fundus uteri.

d) Kala IV
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah itu (Manuaba, 2013). Setelah plasenta lahir melakukan observasi,
yaitu :
1) Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat.
2) Pantau Tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih, dan darah yang
keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada
jam kedua pada kala IV. Umumnya, fundus uteri setinggi atau
beberapa jari dibawah pusat.
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pasca
persalinan
4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama
1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala
empat. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
5) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomy) perineum. (Manuaba, 2013).

2.1.2.6 Tinjauan Umum Tentang Ruptur Perineum


1. Pengertian
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan
(Wiknjosastro, dalam Aswad 2013)
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
40
cepat. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.
Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan
uterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan
jalan lahir yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena
(Wiknjosastro, dalam Aswad 2013).

2. Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor ibu
1) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup
maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur
perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko
lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas
lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh
kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Wiknjosastro,
dalam Aswad 2013).
2) Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus
didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan
memang ingin mengejang (Nendhi, dalam Aswad 2013). Beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk
mencegah terjadinya rupture perineum, diantaranya :
a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya
selama kontraksi.
b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.
41
c) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring
miring setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu dan menempelkan dagu ke
dada.
d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan ini dapat meningkatkan risiko distosia bahu dan ruptur uteri.
f) Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama
saat kelahiran kepala dan bahu.
b. Faktor janin
1) Berat badan bayi baru lahir
Berat badan janin dapat mengakibatkna terjadinya ruptur perineum yaitu
berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui
vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan
berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi. Pada masa
kehamilan hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin
(Nasution, dalam Aswad 2013).
2) Presentasi
Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu
memanjang panggul ibu (Dorland, dalam Aswad 2013). Presentasi digunakan
untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai
pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Macam-macam presentasi dapat
dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.
a) Presentasi muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobreghmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian
antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya
antara glabella dan breghma (Oxorn, dalam Aswad 2013).
Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi
dagu di belakang. Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap
fleksi dapat menjadi penyebab presentasi muka. Sikap ekstensi memiliki
hubungan dengan disproporsi kepala panggul dan merupakan kombinasi yang

42
serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil atau
kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan persalinan lebih lama
dibanding presentasi kepala dengan ubun-ubun kecil di depan, karena muka
merupakan pembuka serviks yang jelek dan sikap ekstensi kurang
menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih
maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih
merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada kedudukan
normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi yang sukar akan
menyebabkan traumatic pada ibu maupun anaknya.
b) Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian
terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter
verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala
janin yang terpanjang (Oxorn, dalam Aswad 2013).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang
dijumpai, kebanyakan adalah sekunder yakni terjadi setelah persalinan
dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi
belakang kepala atau ekstensi menjadi
presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih
berat, dan lebih traumatik pada ibu disbanding dengan presentasi lain.
Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai
fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus melewati
PBP (Pintu Bawah Panggul).
c) Persentasi bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah
sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni,

43
presentasi booking kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2010). Kesulitan
pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan risiko maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan risiko infeksi
pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus
yang sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat servik yang belum
berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks,
ataupun keduanya.
c. Faktor persalinan pervaginam
1) Vakum ekstraksi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan
dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang
dipasang di kepalanya (Wiknjosastro, dalam Aswad 2013). Waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama
daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai untuk
melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina
dan rupture perineum (Oxorn, dalam Aswad 2013).
2) Ekstraksi cunam/forcep
Ekstrasi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Wiknjosastro, 2007).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara
lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan
post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, dalam Aswad 2013).
3) Partus presipitatus
Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat
cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas
kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat
jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak
menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Djuhadiah, dalam
Aswad 2013).

44
d. Faktor penolong persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam
memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan
salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan
kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi (Nendhi, dalam Aswad 2013).

3. Klasifikasi Ruptur Perineum


Klasifikasi ruptur perineum adalah :
a. Ruptur perineum spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjapada saat
persalinan dan biasanya tidak teratur (Oxorn, dalam Aswad 2013).
b. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)
Yaitu insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang keluar jalan
lahir sehingga memudahkan kelahiran anak (Oxorn, dalam Aswad 2013).

4. Tingkat Robekan Perineum


Tingkat robekan perineum dibagi menjadi 4 bagian :
a. Tingkat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva
bagian depan, kulit perineum.
b. Tingkat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,
kulit perineum dan otot perineum.
c. Tingka tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,
kulit perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.
d. Tingkat empat : robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan
mukosa rectum (Wiknjosastro, dalam Aswad 2013).

45
Gambar 2.1 Derajat Rupture Perineum. Sumber: Mulandari (dalam Aswad 2013).

5. Tanda dan Gejala Robekan Perineum


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dari
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir (Depkes, dalam Aswad 2013). Tanda-tanda yang
mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
a. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
b. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
c. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan
pada mukosa vagina.
d. Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, diantara fourchette dan
sfingter ani.

6. Resiko Robekan Jalan Lahir


Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan
yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Risiko lain yang dapat terjadi
karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak
berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun (Manuaba,
dalam Aswad 2013).
Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan pada
vagina dan perineum. Meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang
sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau
dokter akan segera menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk

46
menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan
merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula.

7. Penanganan Ruptur Perineum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan
sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat
dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan
antibiotik yang cukup (David, dalam Aswad 2013). Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
tidak lahir lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan penjahitan pada
robekan perineum :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam atau
proksimal kearah luar (distal). Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari
lapis dalam kemudian lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I, tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan
cara angka delapan.
3) Robekan tingkat II, untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu
sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut
kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan secara terputusputus
atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan.
Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

47
4) Robekan perineum tingkat III, penjahitan yang pertama pada dinding
depan rectum yang robek, kemudian fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkay IV, ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan perineum
tingkat I (Nendhi, dalam Aswad 2013).

8. Tujuan Pejahitan Perineum


Tujuan menjahit laserasi atau episiotomy adalah untuk menyatukan
kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu (memastikan hemostasis). Perlu diingat bahwa setiap kali jarum
masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat
yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit
laserasi atau episiotomy gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan
sedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis
(Aswad, 2013).

9. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum


Cara-cara yang dianjurkan untuk meminimalkan terjadinya rupture
perineum diantaranya dalah :
a. Saat kepal membuka vulva (5-6 cm), penolong meletakkan kain yang
bersih dan kering yang dilipat sepertiganya di bawah bokong ibu dan
menyiapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu, untuk
mengeringkan bayi segera setelah lahir.
b. Melindungi perineum dengan satu tangan dengan kain bersih dan kering,
ibu jari pada salah satu sisi perineum dan empat jari tangan pada sisi yang
lain pada belakang kepala bayi.
c. Menahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat
keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.
d. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala, bahu, dan
seluruh tubuh bayi secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi
regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
48
10. Komplikasi
Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera
diatasi, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang
cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai
kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal
perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai
tonus otot (Depkes, dalam Aswad 2013).
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka,
maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan
kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan panggul,
sehingga terjadi iskemia (Wiknjosastro, dalam Aswad 2013).
c. Hematoma
Adalah didapatkannya gumpalan darah sebagai akibat cederanya atau
robeknya pembuluh darah pada wanita hamil aterm tanpa cedera mutlak pada
lapisan jaringan luar. Penyebabnya terutama karena gerakan kepala janin
selama persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan
pembuluh darah selama anastesi local atau penjahitan dan dapat juga karena
penjahitan luka episiotomi atau ruptur perineum yang kurang sempurna
(Wiknjosastro, dalam Aswad 2013).
d. Infeksi
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan
nifas. Faktor pemicu infeksi bisa karena partus lama, terutama dengan ketuban
pecah dini, tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan jalan lahir,
tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah. Infeksi
ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama postpartum (Wiknjosastro, dalam Aswad 2013).

49
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang
dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap
sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari
tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum
yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum
dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya.
Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya ruptur perineum, maka
tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.

2.1.2.7 Partograf
a. Pengertian Partograf
Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut: 1) Partograf
adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPKKR, 2013). 2) Partograf
adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan (Prawirohardjo, 2014).
3) Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-
kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2014).

b. Tujuan Penggunaan Partograf


Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan
demikian dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa
yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan
klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan
bayi baru lahir ( JNPK-KR, 2013).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu
penolong persalinan untuk :
50
1) Mencatat kemajuan persalinan
2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini
penyulit persalinan
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu (JNPK-KR, 2013).
c. Penggunaan partograf
Partograf harus digunakan:
1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan
untuk semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf
sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi
dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit
maupun yang tidak disertai dengan penyulit
2) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah,
Puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll)
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri,
Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-
KR,2013).
d. Pengisian partograf
Pengisian partograf antara lain:
1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama fase laten,
semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat
dilakukan secara terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan maupun
di Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus
dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan.
Semua asuhan dan intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi
juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :
a) Denyut jantung janin : setiap 30 menit
b) Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit

51
c) Nadi : setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam f) Tekanan
darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam g) Produksi urin,
aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam h) Pencatatan Selama Fase
Aktif Persalinan (JNPK-KR, 2013).
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan Halaman depan partograf
mencantumkan bahwa observasi yang dimulai pada fase aktif persalinan;
dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil – hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
a) Informasi tentang ibu :
(1) Nama, umur
(2) Gravida, para, abortus (keguguran)
(3) Nomor catatan medik nomor Puskesmas
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah :
tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
2) Waktu pecahnya selaput ketuban
3) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
(2) Warna dan adanya air ketuban)
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
4) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
5) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
6) Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya
7) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

52
8) Kondisi ibu :
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
9) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan) (Prawirohardjo, 2014).
1. Mencatat temuan pada partograf
Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah :
a) Informasi Tentang Ibu Lengkapi bagian awal ( atas )
partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu
kedatangan ( tertulis sebagai : „jam atau pukul‟ pada partograf ) dan
perhatikan kemungkinan ibu datang pada fase laten. Catat waktu
pecahnya selaput ketuban.
b) Kondisi Janin Bagan atas grafik pada partograf adalah
untuk pencatatan denyut jantung janin ( DJJ ), air ketuban dan
penyusupan (kepala janin)
(1) Denyut jantung janin Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (
lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di
bagian atas partograf menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukan
DJJ. Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan
garis tegas bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada
patograf diantara 180 dan 100. Akan tetapi penolong harus
waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160.
(2)Warna dan adanya air ketuban Nilai air kondisi ketuban setiap
kali melakukan pemeriksaan dalam dan nilai warna air ketuban
jika selaput ketuban pecah. Catat semua temuan-temuan dalam
kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang
berikut ini :
U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah )
J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

53
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir
lagi ( kering )
(3)Penyusupan (Molase) tulang kepala janin Penyusupan adalah
indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin besar derajat penyusupannya atau tumpang tindih antara
tulang kepala semakin menunjukan risiko disporposi kepala
panggul ( CPD ). Ketidak mampuan untuk berakomodasi atau
disporposi ditunjukan melalui derajat penyusupan atau tumpang
tindih ( molase ) yang berat sehingga tulang kepala yang saling
menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disporposi
kepala panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin. Catat
temuan yang ada dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini : 0 : Tulang-tulang kepala
janin terpish, sutura dengan mudah dapat dipalpasi 1 : Tulang-
tulang kepala janin hanya saling bersentuhan 2 : Tulang-tulang
kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan (JNPK-KR, 2013).
(4)Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling
kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai
dengan besarnya dilatasi serviks dalam satuan sentimeter dan
menempati lajur dan kotak tersendiri. Perubahan nilai atau
perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak

54
yang mencatat penurunan bagian terbawah janin tercantum angka
1-5 yang sesaui dengan metode perlimaan. Setiap kotak segi
empat atau kubus menunjukan waktu 30 menit untuk pencatatan
waktu pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan frekwensi nadi ibu.
(a) Pembukaan servik Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan,
catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan.
Tanda „X‟ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai
dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Perhatikan :
i. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks
yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase
aktif persalinan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dalam
ii. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam
harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang
sesuai dengan bukaan serviks ( hasil periksa dalam ) dan
cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada
iii. Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis
utuh (tidak terputus) (JNPK-KR, 2013).
(b) Penurunan bagian terbawah janin Cantumkan hasil
pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukan
seberapa jauh bagian terendah bagian janin telah memasuki
rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian
terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah
janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm
(JNPK-KR, 2013). Berikan tanda „O‟ yang ditulis pada garis
waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil palpasi kepala
diatas simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di
garis angka 4. Hubungkan tanda „O‟ dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.

55
(c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit .Garis bertindak tertera
sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada.
Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di
sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan (JNPK-
KR, 2013).
(5) Jam dan waktu
Setiap kotak pada partograf untuk kolom waktu (jam)
menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan
(JNPK-KR, 2013).
(6) Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan
tulisan “ kontraksi per 10 menit “ di sebelah luar kolom paling
kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit,
raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang
terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak
kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang
mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi.
Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu
satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak
kontraksi (JNPK-KR, 2013).
(7) Obat-obatan dan cairan yang diberikan

56
a) Oksitosin Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang
diberikan per volume cairan IV dan dalam tetes per menit.
b) Obat-obatan lain Catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan/atau cairan I.V dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya (JNPKKR, 2013).
(8) Halaman belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal- hal yang terjadi selama proses persalinan dan
kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak
persalinan kala I hingga IV ( termasuk bayi baru lahir). Itulah
sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilau
dan catatkan asuhan yang telah diberikan pada ibu dalam masa
nifas terutama selama persalinan kala IV untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada
pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan
pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah
diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk
menilai memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan
asuhan persalinan yang bersih dan aman (JNPKKR, 2013).
(9) Kontraindikasi pelaksanaan patograf
Berikut ini adalah kontraindikasi dari pelaksanaan patograf.
a) Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. b)
Perdarahan antepartum, c) Preeklampsi berat dan eklampsi, d)
Persalinan prematur, e) Persalinan bekas sectio caesaria (SC),
f) Persalinan dengan hamil kembar, g) Kelainan letak, h)
Keadaan gawat janin, i) Persalinan dengan induksi, j) Hamil
dengan anemia berat, k) Dugaan kesempitan panggul.
(Ujiningtyas dkk, 2013).
(10) Keuntungan dan kerugian pelaksanaan partograf

57
a) Keuntungan: 1) Tersedia cukup waktu untuk melakukan
rujukan (4 jam) setelah perjalanan persalinan melewati garis
waspada. 2) Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk
melakukan tindakan. 3) Mengurangi infeksi karena
pemeriksaan dalam yang terbatas.
b) Kerugian: Kemungkinan terlalu cepat lakukan rujukan,
yang sebenarnya dapat dilakukan di tempat (Ujiningtyas dkk,
2013).

2.1.2.8 Mekanisme Persalinan (Sulistyawati, 2013)


Perubahan dalam proses persalinan dapat kita ketahui dari mekanisme
persalinan,mekanisme persalinan sebenarnya mengacu pada bagaimana janin
menyesuaikan dan meloloskan diri dari panggul ibu, yang meliputi gerakan :
a. Penurunan Kepala
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah.Pada presentasi kepala, bila sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.
b. Masuknya kepala (Engagement)
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul (PAP) dapat dalam
keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan
bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan
asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu
atas panggul.
c. Fleksi
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, yakni dengan diameter suboksipito-bregmatikus (9,5cm) dan
dengan sirkumferensia suboksipito-bregmatikus (32 cm). Sampai didasar
panggul kepala janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal.
d. Putaran Paksi Dalam
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin
disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut
putaran paksi dalam. Dalam mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan

58
berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di
bawah simfisis.
e. Ekstensi (Melepaskan Diri dari Fleksi Max)
Setelah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di
bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva
lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi makin
lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his
bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi,
muka dan akhirnya dagu.
f. Putaran Paksi Luar
Setelah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut
putaran paksi luar yaitu gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
g. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu
akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu
depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang dan bayi lahir
seluruhnya.

2.1.2.9 Penatalaksanaan dalam Proses Persalinan (pakai langkah-langkah


dalam APN)
Dalam JNPK-KR (dikutip oleh Rolita, 2017), terdapat 60 langkah
APN yaitu sebagai berikut:
1. Melihat Tanda Gejala Kala II
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan pada kala dua:
(1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan terjadinya kontraksi.
(2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada anus
(3) Perineum menonjol.
(4) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

59
2. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
1) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril pakai didalam partus set.
2) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
3) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci
kedua tangan sesuai dengan prosedur.
4) Memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi. untuk melakukan
pemeriksaan dalam.
5) Memasukkan oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakannya kambali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi.
3. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
1) Membersihkan vulva dan perineum.
2) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap. Bila selaput
ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi.
3) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit. Mencuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
4) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 kali per
menit).
a. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
4. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan meneran
1) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
keinginannya. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk

60
meneran. Menjelaskan kepada keluarga bagaimana mereka dapat
memberikan semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
2) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
3) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran: Jika bayi belum lahir dalam waktu 120 menit (2
jam) meneran untuk primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu
multipara, merujuk segera.
4) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman. Jika ibu belum ingin meneran sampai 60 menit.
5. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
1) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
2) Meletakan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong ibu.
3) Membuka partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
4) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
6. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
Lahirnya kepala:
1) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi tadi, letakkan tangan yang
lain dikepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan.
a. Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap
mulut dan hidung bayi menggunakan penghisap De Lee
disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet
penghisap yang baru dan bersih
2) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
terjadi dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi

61
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklem
lewat bagian atas kepala bayi.
3) Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Lahirnya bahu:
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke
arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
Lahirnya badan dan tungkai
1) Setelah kedua bahu dilahirkan, lakukan sangga susur.
2) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat
punggung dan kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dan
dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
7. Penanganan Bayi Baru Lahir
1) Lakukan penilaian (sepintas)
a. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa
kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-
mengap lakukan resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi
pada asfiksia bayi baru lahir).
2) Segera mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.
3) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal).

62
4) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
5) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, memberikan suntik oksitosin
10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
6) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan kelem kira-
kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu)
dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
7) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.
8) Letakan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakan bayi
tengkurap di dada ibu, untuk melakukan IMD. Selimuti ibu dan bayi
dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. Biarkan bayi tetap
melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
8. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
Peregangan tali pusat:
1) Memindahkan klem pada 5-10 cm dari vulva
2) Melakukan palpasi tepat atas tulang pubis. Memegang tali pusat dan
klem dengan tangan yang lain.
3) Setelah uterus lakukan peregangan ke arah bawah pada tali pusat
dengan lembut. Lakukan dorso-kranial dengan hati-hati untuk
membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak
lahir setelah 30-40 detik, menghentikan peregangan tali pusat dan
menunggu hingga kontraksi berikut mulai. Jika uteri tidak
berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan rangsangan puting susu.

63
Mengeluarkan Plasenta:
1) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik
tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve
jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
2) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva.
3) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan peregangan tali pusat
selama 15 menit, maka:
b. Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
c. Menilai kandung kemih dan mengkateterisai kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu.
d. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
e. Mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
f. Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.
4) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, memegang plasenta dengan
dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan selaput
ketuban tersebut. Jika selaput ketuban robek, menggunakan jari-jari
tangan atau klem atau forsep disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Masase Fundus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus (fundus menjaadi keras). Jika uterus tidak berkontraksi
setelah melakukan masase selama 15 detik mengambil tindakan yang
sesuai.
9. Menilai Perdarahan
1) Memeriksa kedua sisi plasenta untuk memastikan bahwa selaput
ketuban lengkap dan utuh.
2) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan
segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif. Bila

64
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
10. Melakukan Asuhan Pasca persalinan
1) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadiperdarahan
pervaginam.
2) Celup sarung tangan (klorin, DTT, keringkan)
A. Evaluasi:
b. Kandung kemih kosong
c. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai
kontraksi.
d. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
e. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pascapersalinan dan 30 menit selama jam
kedua pascapersalinan.
f. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas denganbaik (40-60 kali/mnt)
B. Kebersihan dan Keamanan:
1) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 mnt)
2) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
3) Bersihkan badan ibu menggunakan ait DTT
4) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI
5) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
6) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
7) Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalirkemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yangkering dan bersih.
8) ST DTT (setelah IMD pakai ST DTT)
9) Salep mata, vit. K, timbang, pemeriksaan bayi
10) Hepatitis B

65
2) Lepas ST
3) Cuci tangan
DEKONTAMINASI:
C. Partograf

2.1.3 Nifas
2.1.3.1 Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan (Reni dkk, 2015). Masa nifas
(puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode menurut (Astuti, 2015)
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan pada masa tidak dianggap perlu lagi menahanibu setelah
persalinan terlentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah
persalinan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu. Alat genetalia tersebut meliputi uterus, bekas
implantasi plasenta, luka jalan lahir, cevix, endometrium dan ligament-
ligamen.
c. Remote puerperium yaitu mengatakan puerperium adalah waktu yang
perlukan untuk pulih dan sehat sempurna selama hamil atau melahirkan
mempunyai komplikasi. Waktu sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
berbulan-bulan, dan tahunan.

2.1.3.2 Tujuan Asuhan pada Masa Nifas


Asuhan nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis
baik ibu maupun janinnya. Tujuan masa nifas menurut Astutik (2015) adalah :
a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi baik ibu maupun
bayinya.

66
c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana menyusui. Pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
d) Memberikan pelayanan keluarga berencana

2.1.3.3 Fisiologi Nifas


Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksternaakan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Di
samping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yaitu
hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.
Setelah bayi lahir, fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri ± 2 jari di bawah pusat.Pada hari ke-5
postpartum, uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah
simfisis pusat. Sesudah 12 hari, uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis.
Satu minggu postpartum, berat uterus yang semula 1000 gram pada saat hamil
aterm akan menjadi ± 500 gram. Setelah dua minggu postpartum menjadi 300
gram, dan setelah 6 minggu postpartum menjadi 40-60 gram.
Perubahan yang terdapat pada serviks segera setelah partus adalah serviks
menjadi agak menganga seperti corong, warna serviks menjadi merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, dan konsistensinya lunak.
Setelah melahirkan, volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan
tersebut akan dikompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-
hari ke-3 sampai 15 hari postpartum.
Perubahan juga terjadi pada kedua mamae sebagai persiapan laktasi yaitu
proliferasi jaringan, terutama kelenjar–kelenjar alveolus mamae dan lemak.
Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang–kadang dapat dikeluarkan
(kolostrum) (Wiknjosastro, 2014).

67
2.1.3.4 Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksternaakan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Di
samping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yaitu
hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.
Setelah bayi lahir, fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri ± 2 jari di bawah pusat.Pada hari ke-5
postpartum, uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah
simfisis pusat. Sesudah 12 hari, uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis.
Satu minggu postpartum, berat uterus yang semula 1000 gram pada saat hamil
aterm akan menjadi ± 500 gram. Setelah dua minggu postpartum menjadi 300
gram, dan setelah 6 minggu postpartum menjadi 40-60 gram.
Perubahan yang terdapat pada serviks segera setelah partus adalah serviks
menjadi agak menganga seperti corong, warna serviks menjadi merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, dan konsistensinya lunak.
Setelah melahirkan, volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan
tersebut akan dikompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-
hari ke-3 sampai 15 hari postpartum.
Perubahan juga terjadi pada kedua mamae sebagai persiapan laktasi yaitu
proliferasi jaringan, terutama kelenjar–kelenjar alveolus mamae dan lemak.
Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang–kadang dapat dikeluarkan
(kolostrum) (Wiknjosastro, 2014).
Perubahan Seorang bidan dapat membantu ibu untuk memahami
perubahan-perubahan ini.
a. Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram.
Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada
keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uterus melibatkan
reorganisasi dan penanggalan deciduas atau endometrium dan pengelupasan

68
lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan
berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochea. Proses involusi
uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen
saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis
4) Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula
dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga
dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi
yang berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
5) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses inimembantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum adalah sebagai berikut.

69
Tabel 2.6 Involusi Uterus

Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Diameter


Uteri Uterus Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm


7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm
dan simpisis
14 hari (minggu2) Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Dibawah ini dapat dilihat perubahan tinggi fundus uteri pada masa nifas:

Gambar 2.2: Tinggi fundus uteri pada masa nifas

Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh


perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali
menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus
kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis
pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa
jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan kemudian secara
berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat
terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-
perubahan pada miometrium.Pada miometrium terjadi perubahan-
perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui
pembuluh getah bening. Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi
dan ekspulsin plasenta dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis
dan suatu bagian lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat
implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus).
70
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang
dinamakan lochea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Pengeluaran Lochea ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6
minggu.
b. Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.Dengan
cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian
sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan
cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium
baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka
dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama
sekitar 6 minggu.Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat
ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi
plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam desidua
basalis.Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam
decidua basalis.Pertumbuhan kelenjar ini pada hakekatnya mengikis
pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lochea.
c. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut
kembali seperti sedia kala.Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi.Tidak jarang

71
pula wanita mengeluh "kandungannya turun" setelah melahirkan oleh
karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor.
d. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks postpartum adalah' bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri
terbentuk semacam cincin.Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman
karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari setelah persalinan, ostium
externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi
retak-retak karena robekan dalam persalinan.Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja,"dan lingkaran retraksi berhubungan
dengan bagian atas dari canalis cervikallis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Karena proses hyper palpasi ini, arena retraksi
dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah
involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya
sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada
retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir
sampingnya. Robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir
belakang pada serviks.
e. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea (secret yang
berasal dari ovum uteri dan vagina) menurut (Astutik, 2015) antara lain:
1. Lochea rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel desikua, vernik caseosam lanugo dan meconium, selama 2 hari
nifas

72
2. Lochea sanguinolenta: Berwarna kuning berisi darah dan lender .
Berlangsung dari hari ke 3 - 7 nifas.
3. Lochea serosa: Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi pada hari
ke 7 – 14 nifas.
4. Lochea alba: Berwarna cairan putih, keluar setelah 2 minggu masa
nifas setelah lochea atas, ada jenis lochea yang tidak normal, yaitu:
a) Lochea purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
b) Lochea stasis : lochea tidak lacar keluarnya
f. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan – persiapan pada
kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi ini. Perubahan yang
terdapat pada kedua mammae antara lain sebagai berikut :
(1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak
bertambah.
(2) Keluaran cairan susu dari duktus laktiferus disebut colostrum,
berwarna kuning putih susu
(3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-
vena berdilatasi sehingga tampak jelas
(4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.
Maka timbul pengaruh hormon prolaktin yang akan merangsang air
susu. Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan
banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan (Wiknjosastro, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa
menjadi orang tua pada post partum adalah:
(a) Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
(b) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirasi.
(c) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu.
(d) Pengaruh budaya.

73
2.1.3.5 Tanda bahaya masa nifas
Tanda–tanda bahaya yang harus diperhatikan pada masa nifas dan jika hal
itu terjadi harus segera dilakukan tindakan yang segera adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan pervaginam dan keluar cairan berbau
b. Uterus lembek
c. Demam dengan suhu ≥ 38 ºC lebih dari 2 hari
d. Payudara bengkak, merah disertai rasa nyeri
e. Sakit kepala yang hebat
f. Nyeri epigastrium
g. Edema seluruh tubuh (muka dan ekstremitas)
h. Nyeri perut yang hebat
i. Penglihatan kabur
j. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
k. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
l. Kejang (Reni dkk, 2015)
Selain diatas, pada masa nifas terdapat tanda bahaya yang mesti diperhatikan
oleh ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan, diantaranya:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam di bagi menjadi dua jenis:
a. Perdarahan primer: Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
b. Perdarahan sekunder: perdarahan yang terjadi kapan saja setelah 24
jam sampai 6 minggu setelah melahirkan.
2. Infeksi Masa Nifas
Infeksi masa nifas terjadi sebagai akibat dari involusi, inkubasi dan
multifikasi suatu organisme dan karena itu normalnya tidak terjadi sampai
24 jam atau lebih sejak kelahiran. Faktor predisposisi infeksi kala nifas
diantaranya adalah :
a. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi perdarahan terlantar.
b. Tindakan operasi persalinan.
c. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.
d. Ketuban pecah dini atau pembukaan kecil melebihi 6 jam.

74
e. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan
antepartum dan postpartum, anemia saat kehamilan, malnutrisi,
kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.
3. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
Seorang ibu yang baru melahirkan temperaturnya biasanya lebih
tinggi daripada normal. Infeksi saluran kencing adalah masalah yang
umum selama masa kehamilan penyebabnya terletak pada stasis air seni
yang terjadi selama masa kehamilan dan mendorong terbentuknya resevoir
organisme. Trauma masa persalinan atau kurang bersihnya vulva
mengakibatkan terjadinya infeksi.
4. Payudara yang berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit
Terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan
infeksi mamae. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi mamae adalah
staphylococcus aureus. Yang masuk melalui luka putting susu. Infeksi
menimbulkan demam, nyeri local mamae, terjadi pemadatan mamae,
tejadi peubahan warna kulit mamae.
Infeksi mamae ( mastitis ) akut adalah radang payudara. Rasanya sangat
sakit dan dapat menyebabkan pembentukan abses. Sumber yang paling
mungkin dari infeksi mata pada bayi sering disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
5. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan pada kaki
Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi
peurpuralis yang mengenai pembuluh darah femoralis. Vena femoralis
yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosis dapat menimbulkan
gajala klinik sebagai berikut :
a. Terjadi pembengkakan pada tungkai
b. Berwarna putih.
c. Terasa sangat nyeri.
d. Tampak bendungan pembuluh darah.
e. Temperatur badan dapat meningkat.

75
2.1.3.6 Penatalaksanaan Masa Nifas
1) Asuhan kebidanan masa nifas
Asuhan nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun janinnya. Tujuan asuhan kebidanan pada masa
nifas adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi baik ibu maupun
bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinnya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
2) Program dan kebijakan teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai
status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi. Beriukut merupakan tabel
kunjungan nifas
Tabel 2.7 Jadwal Kunjungan Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling kepada ibu atau
salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
perdarahan atonia uteri.
6-8 jam setelah
Pertama d. Pemberian ASI awal.
persalinan
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi.Jika petugas kesehatan
menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil
a. Memastikan involusi uterus berjalan
normal : uterus berkontraksi, fundus
6 hari setelah dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
Kedua
persalinan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau perdarahan abnormal.

76
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.
f. Konseling KB mandiri.
2 minggu setelah Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).
Ketiga
persalinan
Keempat 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
persalinan penyulit yang ia atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara
dini.
Sumber: Jannah (2015)

2.1.4 Bayi Baru Lahir


2.1.4.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kelahiran 37 minggu
sampai 42 minggu dengan berat lahir 2500-4000 gram. Neonatus adalah
bayi baru lahir yang berusia 0-28 hari. Bayi baru lahir normal adalah bayi
yang baru lahir dari kelahiran aterm antara (37-42 minggu) dengan berat
badan lahir tidak kurang dari 2500-4000 gram dan nilai apgar antara 7-10.

2.1.4.2 Peubahan Fisiologis pada Bayi Baru Lahir


1) Mulai mempertahankan nafas dengan paru-paru
Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik
sesudah kelahiran. Pernafasan ini timbul sebagai aktivitas normal
susunan saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan
lainnya, seperti kemoreseptor carotid yang sangat peka terhadap
kekurangan oksigen, rangsangan hipoksemia, sentuhan, dan perubahan
suhu di dalam uterus dan di luar uterus.
Semua ini menyebabkan perangsangan pusat pernafasan dalam otak
yang melanjutkan rangsangan tersebut untuk menggerakan diafragma
serta otot-otot pernafasan lainnya. Tekanan rongga dada bayi pada waktu
melalui jalan lahir pervaginam mengakibatkan paru-paru pada janin
normal cukup bulan mengandung 80 sampai 100 ml cairan, kehilangan
1/3 dari cairan ini. Sesudah bayi lahir cairan yang hilang diganti dengan

77
udara. Paru-paru berkembang, sehingga rongga dada kembali pada
bentuk semula.
2) Memulai perubahan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli
meningkat. Sebaliknya, tekanan karbondioksida turun. Ini menyebabkan
darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus arteriosus
menutup. Dengan menciutnya arteria dan vena umbilikalis dan kemudian
dipotongnya tali pusat, aliran darah dari plasenta melalui vena kava
inferior dan foramen ovale ke atrium kiri terhenti. Dengan diterimanya
darah oleh atrium kiri dari paru-paru, tekanan di atrium kiri menjadi
lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan, ini menyebabkan foramen
ovale menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi
yang hidup di luar badan ibu.
3) Termoregulasi
Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi cepat stress karena
perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir dapat kehilangan panas
melalui mekanisme konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi.
Kehilangan panas dapat dicegah dengan keringkan bayi, selimuti dengan
kain bersih dan hangat, selimuti bagian kepala, anjurkan ibu memeluk
dan menyusui bayinya, dan jangan segera menimbang dan memandikan
bayi baru lahir.
4) Kemampuan memenuhi kebutuhan nutrisi melalui saluran cerna
5) Kemampuan mengeluarkan produk buangan
6) Kemampuan untuk mempertahankan tubuh dari infeksi.

2.1.4.3 Tanda – Tanda Bayi Baru Lahir Normal


Tanda-tanda bayi baru lahir normal, di antaranya:
1) Lahir aterm antara 37-42 minggu
a. Berat badan 2500-4000 gram
b. Panjang badan 48-52 cm
c. Lingkat dada 30-38 cm
d. Lingkar kepala 33-35 cm
e. Lingkar Lengan 11-12 cm

78
f. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
g. Pernafasan ± 40-60 x/menit
h. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
i. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna
j. Kuku telah agak panjang dan lemas
k. Nilai APGAR > 7
l. Gerak aktif
m. Bayi lahir langsung menangis kuat
n. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
o. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengab baik
p. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah
terbentuk denghan baik
q. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
r. Genetalia.
a. Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang
berada pada skrotum dan penis yang berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan
uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan
mayora
s. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam
24 jam pertama dan berwarna hitam kecokelatan.

2.1.4.4 Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Tidak Normal


1) Pernafasan sulit atau lebih dari 60 x/ menit
2) Kehangatan terlalu panas (>380C atau terlalu dingin < 360C)
3) Warna kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru atau pucat dan
memar.
4) Pemberian makanan hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak
muntah.
5) Infeksi suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), dan bau
busuk.

79
6) Tinja atau kemih, tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering,
hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja.
7) Aktivitas, menggigil atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung,
lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang-kejang dan menangis terus
menerus.

2.1.4.5 Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir


Penatalaksanaan awal dimulai sejak proses persalinan hingga kelahiran
bayi, dikenal sebagai asuhan esensial neonatal yang meliputi:
1) Persalinan bersih dan aman:
Selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi yang baku (standar) dan
ditatalaksana sesuai dengan ketentuan atau indikasi yang tepat.
2) Memulai/inisiasi pernapasan spontan
Begitu bayi lahir lakukan inisiasi pernapasan spontan dengan segera
melakukan penilaian awal bayi baru lahir secara cepat dan tepat (0-30
detik), penilaian bayi baru lahir dengan sistem nilai APGAR Score, nilai
ini digunakan untuk menentukan apakah bayi tersebut memerlukan
pertolongan atau tidak. Penilaian menurut apgar bisa dilakukan pada
waktu 1-5 menit. Penilaian menurut APGAR dilakukan selama 1 menit
pertama 5 menit kedua.
Tabel 2.8 Nilai APGAR
Tampilan 0 1 2
A Appreance (warna Kulit) Pucat Badan merah, Seluruh tubuh kemerah-
ekstremitas biru merahan

P Pulse rate (frekuensi nadi) Tidak ada Kurang dari 100 > 100 x/menit
G Grimace (Reaksi terhadap Tidak ada Sedikit gerak mimik, Batuk dan bersin
rangsangan) menyeringai
A Activity (tonus otot) Tidak ada Ekstremitas dalam Gerakan aktif
sedikit fleksi
R Respiration (pernapasan) Tidak ada Lemah atau tidak Baik/menengis kuat
teratur
Keterangan dari bagan diatas :
a) Asfiksia berat : 0 sampai 3
b) Asfiksia sedang : 4 sampai 6

80
c) Vigerous baby : 7 sampai 10
d) NA 1 ≥ 7 : tidak perlu dilakukan resusitasi
e) NA 1 = 4-6 : lakukan bag dan mask ventilation
f) NA 1 = 0-3 : lakukan inkubasi. (Wiknjosastro, 2014).

1. Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis dan tentukan rencana


untuk asuhan bayi baru lahir.
2. Nilai kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan
atau menanyakan 4 pertanyaan sebagai berikut:
1) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
2) Apakah bayi bernapas spontan?
3) Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?
4) Apakah bayi cukup bulan?
Bila keempat pertanyaan tersebut jawabanya "YA" maka bayi dapat
diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosio-
nal, kemudian dilakukan asuhan bayi baru lahir normal sebagai berikut:
1) Jaga kehangatan
2) Bersihkan jalan napas (bila perlu)
3) Keringkan dan tetap jaga kehangatan
4) Potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit
(untuk member cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah kaya zat
besi kepada bayi)
5) Lakukan inisiasi menyusu dini dan kontak kulit bayi dengan kulit ibu
6) Beri salep mata antibiotik tetrasiklin 1 % pada kedua mata
7) Beri suntikan vitamin K1 1 mg IM, dipaha kiri anterolateral setelah IMD
8) Beri imunisasi hepatitis B 0,5 mL IM. Dipaha kanan anterolateral,
diberikan kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1
Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya "Tidak" maka
segera lakukan langkah awal resusitasi bayi baru lahir .
6. Stabilisasi temperatur tubuh bayi/menjaga agar bayi tetap hangat
a. Pencegahan kehilangan panas
Bayi baru fahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya sendiri secara
memadai, dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas

81
tidak segera dicegah.Bayi yang mengalami kehilangan panas
(hipotermia) berisiko tinggi untuk jatuh sakit dan meninggal. Jika bayi
dalam keadaan basah atau tidak diselimuti, mungkin akan mengalami
hipotermia, meskipun berada dalam lingkungan yang hangat. Bayi
prematur atau berat badan lahir rendah sangat rentan terhadap terjadinya
hipotermia.
b. Mekanisme kehilangan panas
Kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui mekanisme sebagai
berikut:
1) Evaporasi:
Yaitu cairan air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap,
missal: BBL langsung dikeringkan dari air ketuban atau bayi cepat
dimandikan dan tubuhnya tidak disegera dikeringkan dan
diselimuti.
2) Konduksi
Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung
kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal: popok/celana
basah yang tidak langsung diganti, meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperatumya lebih rendah dari tubuh bayi.
3) Konveksi
Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena terpapar aliran udara
dingin di sekeliling bayi, missal: BBL diletakan dekat pintu/jendela
terbuka, ruangan AC atau kipas angin.
4) Radiasi
Yaitu kehilangan panas terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu bayi
(walaupun tidak brsentuhan secara langsung).

c. Upaya untuk mencegah kehilangan panas


Cara mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi yaitu :
1) Mengeringkan tubuh bayi secara seksama
2) Letakan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi

82
3) Selimuti ibu dan bayi serta pakaikan topi dikepala bayi
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) Jangan segera menimang atau memandikan bayi baru lahir
(jangan memandikan bayi sebelum 6 jam pasca persalinan)
6) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
7) Bayi jangandibedong terlalu ketat. Hal ini dapat menghambat
gerakan bayi.
7. Pemberian ASI
Rangsangan isapan bayi pada putting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut saraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin.
Hormon ini akan memicu payudara untuk menghasilakn ASI. Semakin
sering bayi menghisap putting susu akan semakin banyak prolaktin dan
ASI yang dikeluarkan.
Pada hari pertama kelahiran bayi, apabila penghisapan putting susu
cukup adekuat maka akan dihasilkan secara bertahap 10-100 mL ASI.
Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia ba-yi. Bayi sehat akan
mengkonsumsi 700-800 ml ASI (kisaran 600-1000ml) untuk tumbuh
kembang bayi.
a. Refleks laktasi
Dimasa laktasi terdapat 2 refleks pada ibu yaitu reflex prolaktin
dan reflex oksitosin yang berperan dalam produksi ASI dan
involusi uterus (khusunya pada masa nifas) Terdapat 3 refleks
pada bayi, yaitu:
a) Refleks mencari putting susu (rooting reflex)
b) Refleks menghisap (sucing reflex)
c) Refleks menelan (reflex swallowing)
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang manfaat kontak
langsung ibu dan bayi dan anjurkan untuk menyusukan bayinya
sesering mungkin untuk merangsang produksi ASI sehingga
mencukupi kebutuhan bayi itu sendiri.Yakinkan ibu dan
keluarganya bahwa kolostrum adalah zat bergizi dan
mengandung semua unsur yang diperlukan bayi. Minta ibu untuk

83
memberi ASI sesuai dengan keinginan atau dorongan naluriah
bayinya. Pada saat bayi melepaskan putting susu yang satu, minta
ibu untuk memberikan putting susu lainnya. Jelaskan pada ibu
bahwa membatasi lamanya bayi menyusu akan mengurangi
jumlah nutrisi yang diterima bayi dan akan menurunkan produksi
susunya. Anjurkan ibu untuk bertanya mengenai pemberian ASI
dan kemudian berikan jawaban lengkap dan jelas.
b. Posisi menyusui
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keber-hasilan
pemberian ASI dan mencegah lecet putting susu. Pastikan ibu
memeluk bayinya dengan benar.Berikan bantuan dan dukungan
jika ibu memerlukannya, terutama baru pertama menyusui atau
ibu muda. Tanda posisi bayi menyusu dengan baik:
a) Dagu menyentuh payudara ibu
b) Mulut terbuka lebar
c) Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh
payudara ibu.
d) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak
hanya putting saja), lingkar areola atas terlihat lebih
banyak dibandingkan areola bawah.
e) Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah.
f) Bibir bawah bayi melengkung keluar.
g) Bayi mengisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-
kadang disertai dengan berhenti sesaat.
8. Pencegahan infeksi mata
Bayi bisa diberi ASI dan bertemu dengan ibu dan keluarganya sebelum
mendapatkan tetes mata profilaktikdarutan perak nitrat 1%) atau salep
(salep tetrasiklin 1 % atau salep mata eritromisin 0,5 %). Tetes mata atau
salep antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam pertama
setelah kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak
akan efektif jika tidak diberikan dalam satu jam pertama kehidupannya
Teknik pemberian profilasis mata:

84
a. Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan,
yakinkan mereka bahwa obat tersebut akan sangat
menguntungkan bayinya
b. Cuci tangan dengan air sabun dan air bersih yang mengalir
c. Berikan salep atau tetes mata dalam satu garis, mulai dari sudut
medial mata (dekat hidung bayi) menuju ke sudut lateral mata
(dekat telinga bayi)
d. Pastikan ujung mulut tabung salep atau penetes tidak
menyentuh mata bayi
e. Jangan menghapus salep mata dari mata bayi dan minta agar
keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
9. Pemberian Vitamin K
Semua bayi baru lahir harus mendapatkan vitamin K1 injeksi 1 mg IM
setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk
mencegah perda-rahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat
dialami oleh sebagian BBL. Menurut Puckett & Offringa, 2010 dalam
Chapman 2013 Insiden penyakit hemoragis menurun secara bermakna
pada bayi yang mendapat Vitamin K saat lahir.
10. Pemberian imunisasi
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi Hepatitis B
pertama diberkan 1 jam setelah pemberian vitamin K1, atau pada saat
bayi berumur 2 jam. Selanjutnya Hepatitis B dan DPT diberikan pada
umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Dianjurkan BCG dan OVP diberikan
pada saat bayi berumur 24 jam (saat bayi akan pulang dari klinik) atau
pada usia 1 bulan (KN). Selanjutnya OVP diberikan sebanyak 3 kali
pada umur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.Lakukan pencatatan dan
anjurkan ibu untuk kembali pada jadwal imunisasi berikutnya.
11. Pemeriksaan bayi baru lahir Pemeriksaan BBL dilakukan pada:
a. Saat bayi diklinik (dalam 24 jam)
b. Saat kunjungan tindak lanjut (KN), yaitu 1 kali pada umur 1-3
hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari.

85
2.2 Tinjauan Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney
dan SOAP
Manajemen kebidanan adalah suatu metode atau pendekatan pemecahan
masalah yang diberikan bidan dalam pemberian pelayanan asuhan
kebidanan. Yang dimaksud dengan metode atau pendekatan disini
adalah cara kerja sistematik dan analitik yang ,memudahkan dan
mengarahkan kegiatan-kegiatan bidan dalam memecahkan kesehatan ibu
dan anak yang dihadapi dalam lingkup tanggung jawabnya secara tepat
guna dan berhasil guna.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar.
Kumpulan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bila klien mengalami komplikasi yang
perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan
akan melakukan konsultasi.

Langkah II : Interpretasi Data


Identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Sehingga ditemukan masalah dan diagnosa yang spesifik.
Wanita pada trimester ketiga merasa takut pada proses persalnan dan
melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi perasaan takut tidak
termasuk dalam kategori ” nomenklatur standar diagnosa ” tetapi tentu
akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih
lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut.
Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang telah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa masalah potensial ini benar-benar terjadi.

86
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan
Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
yang merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa
yang telah diidentifikasikan dan diantisipasi. Pada langkah ini informasi
data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang telah diperkirakan akan terjadi
berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling merujuk klien jika
ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural
atau masalah psikologi.

Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan


Rencana asuhan menyeluruh seperti yang sudah diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.
Langkah VII : Evaluasi
Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam masalah dan diagnosa.

Dokumentasi SOAP
” Documen ” berarti satu atau lebih lembar kertas resmi dengan tulisan
diatasnya dokumentasi berisi dokumen atau pencatatan yang berisi bukti
atau kesaksian tentang sesuatu atau suatu pencatatan tentang suatu.
Dokumentasi dalam bidang kesehatan suatu sistem pencatatan atau
pelaporan informasi atau kondisi dan perkembangan kesehatan pasien
dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Dalam
pelayanan kebidanan, setelah melakukan pelayanan semua kegiatan
87
didokumentasikan dengan menggunakan konsep SOAP. Untuk
pendokumentasian dan pencatatan asuhan yang dapat diterapkan dalam
bentuk ”SOAP” yaitu :
S (subjektif): Menurut perspektif klien. Data ini diperoleh melalui
anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).
O (objektif): Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan
diagnostik dan pendukung lainnya. Data ini termasuk catatan medik
pasien yang lalu. (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).
A (assesment): Analisis/interpretasi berdasarkan data yang
terkumpul dibuat kesimpulan berdasarkan segala sesuatu yang dapat
teridentifikasi : diagnosa / masalah. Identifikasi diagnosa/masalah
potensial. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter /konsultasi
kolaborasi dan rujukan. (sebagai langkah II, III, IV dalam manajemen
Varney).
P (planning): Merupakan gambaran pendokumentasian dari
tindakan (implementasian) dan evaluasi rencana (E) berdasarkan pada
langkah V, VI, VII pada manajemen Varney. Ini termasuk hasil
observasi dan evaluasi dari flowsheet. Planning termasuk : asuhan
mandiri oleh bidan, kolaborasi/konsultasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, tes diagnostik/laboratorium, konseling/penyuluhan
followup.Ini semua termasuk keputusan klinis dalam prosedur tindakan,
aktifitas,diet, kebutuhan, hidrasi, pendamping, dll.
1. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Kehamilan
A. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan pada kehamilan adalah suatu asuhan
kebidanan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan. Asuhan
dimulai sejak kunjungan awal atau sejak dimulainya kehamilan hingga
akhir kehamilan yang dilakukan secara berkesinambungan (trimester I
sampai dengan III).
B. Tujuan
Agar mampu memberikan asuhan kebidanan yang adekuat,
komprehaensif dan berstandar pada ibu hamil dengan mampertahankan

88
riwayat ibu selama kehamilan ini, kebutuhan dan respon ibu serta
mangidentifikasi penyakit-penyakit yang ada dan mengantisipasinya.
Tujuan asuhan ANC :
1. Memantau kemajuan kehamilan dengan memantau kesehatan
ibu dan tumbuh kembang janin
2. Mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
3. Deteksi dini adanya ketidaknormalan
4. Mempersiapkan perasalinan yang cukup bulan dan selamat
baik ibu maupun bayinya
5. Agar masa nifas berjalan normal
6. Mempersiapkan ibu dan keluarga setelah bayi lahir.

C. Tujuh Langkah Varney


Langkah I: Pengumpulan data dasar
Mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien. Bila klien mengalami komplikasi
yang perlu dikonsultasikan kepada dokter , maka dalam manajemen
kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.
Data-data yang dikumpulkan meliputi :
1. Identitas
Nama, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
(identitas istri dan suami).
2. Riwayat kehamilan
Hari pertama haid terakhir (HPHT), siklus haid, perdarahan
pervaginam, keputihan, mual dan muntah, masalah/kelainan pada
kehamilan sekarang, pemakaian obat-obatan.
3. Riwayat obstetrik yang lalu
Jumlah kehamilan, persalinan, jumlah persalinan cukup bulan,
premature, jumlah anak hidup, jumlah keguguran.
4. Riwayat penyakit
Jantung, tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus, TBC, Asthma,
pernah operasi, alergi obat / makanan.

89
5. Riwayat sosial ekonomi
Status perkawinan, respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan,
jumlah keluarga yang membantu dirumah, pembuat keputusan dalam
keluarga, kebiasaan makan, minum, kebiasaan merokok, menggunakaan
obat-obatan/ alkohol, kehidupan seksual, pekerjaan dan aktivitas sehari-
hari.
6. Pemeriksaan
a. Fisik umum : tanda-tanda vital, berat badan, tinggibadan,
pemeriksaaan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
b. Pemeriksaan luar : palpasi, auskultasi, perkusi.
c. Pemeriksaan dalam : menilai kemajuan persalinan, menilai luas
panggul.
d. Laboratorium : HB, protein urin, glukosa.
Langkah II : Interpretasi data
Mengidentifikasi dari diagnosa, masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan sehingga ditemukan diagnosa atau masalah yang spesifik.
Diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena beberapa masalah
tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan. Diagnosa
yang mungkin timbul pada kehamilan normal, kehamilan normal dengan
masalah khusus, kehamilan dengan masalah kesehatan yang
membutuhkan rujukan untuk konsultasi atau kerjasama penanganannya.
Kehamilan dengan kondisi kegawat daruratan yang membutuhkan
rujukan segera. Adapun masalah-masalah yang sering muncul pada
kehamilan seperti mual muntah, sakit kepala, sering BAK, pusing.
Kebutuhan pada kehamilan tambahan nutrisi, tablet zat besi, asam folat,
pemberian TT, konseling, perencanaan persalinan, perawatan payudara,
pengenalan komplikasi, penyuluhan kesehatan. Dalam menentukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan, dasar teori harus dicantumkan.
Langkah III :Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.

90
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.Langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa atau masalah potensial dapat terjadi abortus, persalinan
premature, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi infeksi,
ketuban pecah dini.
Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya segera oleh bidan atau dokter atau untuk
dikonsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.

Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh


Merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya, langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat
dilengkapi.
Kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan,
konseling dan merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan
dengan sosial ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Rencana
asuhan pada kehamilan :
1. Kehamilan normal
Anamnesa dan pemeriksaan lengkap pada kunjungan antenatal awal,
pantau kemajuan kehamilan pada kunjungan berikutnya, berikan zat
besi, berikan imunisasi TT, berikan konseling tentang gizi, latihan,
istirahat, perubahan fisiologi, beritahu jadwal kunjungan ulang, berikan
nasehat untuk mencari pertolongan segera jika mendapat tanda-tanda
bahaya. Perencanaan dan persiapan pertolongan, jaga kebersihan diri,
petunjuk dini dalam pengambilan keputusan dan upaya rujukan bila
terjadi komplikasi. Berikan pula pendidikan perawatan payudara.
2. Kehamilan normal dengan kebutuhan khusus

91
Berikan layanan/asuhan antenatal seperti diatas dan berikan konseling
khusus untuk kebutuhan ibu dan masalah-masalahnya.
3. Kehamilan dengan masalah kesehatan/komplikasi yang
membutuhkan rujukan untuk konsultasi / kerjasama penanganan.
Rujukan ke dokter untuk konsultasi, bantu klien menentukan pilihan
yang tepat, lampirkan surat rujukan dan kartu kesehatan ibu hamil.
Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan,
rencanakan dini jika klien tidak aman melahirkan di rumah. Jika
terjadi kegawatdaruratan rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat
dimana tersedia pelayanan kegawat daruratan obstetrik yang sesuai.

Langkah VI: Melaksanakan perencanaan


Rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
V, dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam melaksanakan perencanaan pada ibu hamil
disesuaikan dengan kondisi ibu. Hal-hal yang harus diperhatikan antara
lain umur kehamilan, kesinambungan, hak-hak pasien.
Langkah VII: Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam diagnosa dan masalah.

2. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Persalinan


A. Pengertian manajemen kebidanan ibu bersalin
Manajemen kebidanan ibu bersalin adalah proses pemecahan masalah
intranatal yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi
tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan
dan rangkaian tahapan logis untuk mengambil keputusan yang terfokus
pada klien. (Varney, 2007).
B. Tujuan
Memberikan asuhan kebidanan yang adekuat, komprehensif dan
berstandar kepada ibu bersalin dengan memperhatikan riwayat ibu
92
selama kehamilan, kebutuhan dan respon ibu serta mengantisipasi
resiko-resiko yang terjadi selama proses persalinan.

C. Tujuh Langkah Varney


Langkah I : Tahap pengumpulan data
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian pengumpulan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap.
1) Anamnesa : biodata, data demografi, riwayat kesehatan, termasuk
faktor herediter dan kecelakaan, riwayat mentruasi, riwayat obsetrik
dan ginekologi (nifas dan laktasi), bio-psiko-spiritual dan
pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
3) Pemeriksaan khusus : infeksi, palpasi, perkusi, Auskultasi.
4) Pemeriksaan penunjang : laboratorium dan diagnosa lain : USG,
Radiologi.
5) Catatan terbaru dan sebelumnya.
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien untuk menentukan langkah berikutnya.
Langkah II : Interpretasi data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpukan. Dirumuskan diagnosa yang spesifik, masalah psikososial
yang sedang dialami wanita tersebut.
Contoh :

Diagnosa G2P1A 0 , hamil 39 minggu, infartu kala I, fase aktif


1) Masalah : wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini atau
Wanita tersebut takut menghadapi persalinan
2) Kebutuhan : Konseling atau rujukan konseling.

Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial


Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau masalah potensial
berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah teridentifikasi. Langkah

93
ini membutuhkan antisipasi bila mungkin dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan waspada dan mencegah diagnosa atau masalah potensial ini
agar tidak terjadi kalau dimungkinkan, dan berrsiap-siap menghadapinya
bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini
penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan tindakan segera
Baik oleh bidan maupun dokter untuk melakukan konsultasi, kolaborasi
dengan tenaga kesehatan yang lain. Berdasarkan kondisi klien langkah
ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Manajemen ini berlaku baik menajemen primer periodik pada antenatal,
juga selama wanita tersebut bersama bidan, misalnya pada masa intra
natal. Data baru harus terus menerus dikumpulkan dan di evaluasi.
Beberapa data mengindikasikan bidan harus segera bertindak untuk
keselamatan ibu dan bayinya (misalnya perdarahan antepartum,
perdarahan post partum, distosia bahu atau pada bayi dengan nilai apgar
yang rendah).

Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang komprehensif


Langkah ini merupakan kelanjutan dari manajemen terhadap diagnosa
masalah yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini data
atau informasi yang kurang lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan
yang menyeluruh tidak hanya meliputi yang sudah teridentifikasi atau
setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang akan terjadi
selanjutnya, apakah dia membutuhkan penyuluhan, konseling atau
rujukan bila ada masalah yang berkaitan dengan sosial-kultural, ekonomi
atau psikologi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah
pihak sehingga yang diberikan dapat efektif, karena sebagian asuhan
akan dilaksanakan oleh pasien.

Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan yang efisiendan aman


Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan. Pelaksanaa
asuhan ini sebagian dilakukan olehbidan, sebagian dilakukan oleh klien
atau petugas kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukan seluruh
94
asuhan ini sendiri, tetapi ia memiliki tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memantau rencananya agar
tetap terlaksana). Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya
karena ada komplikaksi. Manajemen yang efisien berhubungan dengan
waktu, biaya serta peningkatan mutu asuhan. Kaji ulang apakah semua
rencana telah terlaksana

Langkahh VII : Evaluasi


Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang diberikan, apakahh
telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam
diagnosa atau masalah. Pelaksanaan asuhan dapat dikatakan efektif
bilamana benar-benar efektif. Ada kemungkinan sebagian rencana
tersebut terlaksana dengan efektif dan mungkin sebagian belum. Karena
proses manajemen asuhan ini merupakan proses ysng berkesinambungan
maka perlu evaluasi, kenapa asuhan yang diberikan belum efektif.
Dalam hal ini perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yamg
belum efektif, melalui proses manajemen, untuk mmengidentifikasi
mengapa proses tersebut tidak efektif serta melakukan penyesuaian dan
modifikasi jika memang diperlukan.

1) Rencana Asuhan Pada Kala I


1) Bantulah ibu dalam masa persalinan jika ia tampak
gelisah,ketakutan atau kesakitan
a. Berilah dukungan dan keyakinan dirinya.
b. Berikan informasi dan kemajuan proses persalinan
c. Dengarkan keluhanya dan cobalah untuk sensitif terhadap
perasaannya.
2) Jika ibu tampak kesakitan, dukungan dan asuhan yang dapat
diberikan.
a. Lakukan perubahan posisi
b. Posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin
ditempat tidur, anjurkan agar posisi nya miring ke kiri.
c. Sarankan ibu untuk berjalan

95
d. Ajaklah orang yang menemaninya (suami atau ibunya)
untuk memijat atau menggosok punggungnya atau
membasuh mukanya diantara kontraksi
e. Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai dengan
kesanggupannya.
f. Ajarkan kepadanya tehnik bernapas : ibu diminta untuk
menarik napas panjang, menahan napas panjang, menahan
napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup
udara keluar sewaktu terasa kontraksi.
3) Penolong tetap menjaga hak dan privasi ibu dalam persalinan,
antara lain menggunakan penutup atau tirai, tidak
menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin ibu.
4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjdi,
serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil
pemeriksaan.
5) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh daerah sekitar
kemaluannya setelah buang air kecil atau besar.
6) Untuk mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan energi,
berikan cukup minum.
7) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
8) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi
dengan cara:
a. Gunakan kipas angin atau AC di dalam kamar.
b. Menggunakan kipas biasa.
c. Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
d. Lakukan pemantauan : tekanan darah, suhu badan, nadi,
denyut jantung janin, kontraksi, pembukaan serviks,
penurunan sesuai dengan frekuensi yang sudah ditentukan
(fase aktif/ laten)
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap 4 jam dalam kala I pada
persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah, dan mendokumentasikan
hasil pemeriksaan yang ada pada partograf.

96
2) Rencana Asuhan Pada Kala II
1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan cara :
a. Mendampingi ibu agar merasa aman.
b. Menawarkan minum, dan memijat ibu.
2) Menjaga kebersihan diri :
a. Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari
infeksi.
b. Jika ada darah lendir atau ketuban segera bersihkan.
3) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu. Dengan cara :
a. Menjaga privasi ibu.
b. Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan.
4) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan
keterlibatan ibu
5) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapatdipilih
posisi berikut : jongkok, tidur miring atau setengah duduk.
Posisi tegak ada kaitannya dengan berkurangnya rasanya nyeri,
mudah mengedan, kurangnya trauma vagina dan perineum, dan
infeksi.
6) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih
sesering mungkin.
7) Memberikan cukup minum: memberikan cukup tenaga dan
mencegah dehidrasi.

3) Rencana Asuhan Pada Kala III


1. Melaksanakan manajemen aktif pada kala III meliputi
a. Pemberian oksitosin dengan segera.
b. Pengendalian pada tali pusat dan.
c. Masasse uterus segera setelah bayi lahir.
2. jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir
dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit (IM)
3. jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir
dalam waktu 30 menit

97
a. Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika
kandung kemih penuh
b. Periksa jika ada tanda- tanda pelepasan plasenta

4) Rencana Asuhan Pada Kala IV


1) Periksa vagina wanita tersebut secara bersama dan jahit semua
robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
2) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit
pada jam ke dua. Jika kontraksi tidak kuat, massase uterus
sampai menjadi keras
3) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan
darah setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam
kedua
4) Anjurkan ibu untuk untuk minum untuk mencegah dehidrasi.
Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukai.
5) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih
dan kering.
6) Biarkan ibu istirahat dan bantu pada posisi yang nyaman.
7) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu
dan bayi, sebagai permulaan menyusui bayinya, menyusui juga
membantu uterus berkontraksi.

3. Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


1. Pengertian Manajemen Kebidanan Bayi Baru Lahir
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada
bayi jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah
kelahiran dilanjutkan setelah 24 jam setelah kelahiran.
2. Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan sesuai standart yang berlaku
pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama
kehamilan dan dalam persalinan serta keadaan bayi segera setelah
dilahirkan.

98
3. 7 Langkah Varney
Langkah 1 : pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru lahir.
Pengkajian pada bayi baru lahir dibagi menjadi 2 bagian :
1) Pengkajian segera setelah lahir.
2) Pengkajian keadaan fisik untuk memastikan bayi dalam
keadaan normal.
Langkah II : interpretasi data
Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah diagnosa
berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa masalah dan kebutuhan bayi baru lahir
tergantung dari hasil pengkajian terhadap bayi.
Contoh diagnosa :
1. Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan dengan dasar usia 37
minggu, berat badan > 2500 gram, apgar skor lebih dari 7
2. Pada menit kelima, tidak ada tanda-tanda kesulitan bernapas.
3. Neonatus dengan penyulit dengan dasar berat kurang dari 2500
gram, asfiksia nilai skor kurang dari 7.
Langkah III : Identifikasi diagnosa dan masalah potensial
Diagnosa potensial yang perlu diantisipasi : hipotermi dengan
dasar bayi baru lahir masih belum mampu mengatur suhu badan.
Langkah IV : Identifikasi dan menetapkan tindakan segera
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter dan untuk di konsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien bayi.
Contoh :
Bila bayi lahir tidak bernafas dalam waktu 30 detik, segera cari bantuan
dan mulailah langkah-langkah resusitasi pada bayi tersebut.
Langkah V :Membuat rencana asuhan
Rencana pada bayi meliputi observasi tanda-tanda vital, keadaan
umum, pertahankan suhu tubuh bayi, lakukan perawatan tali pusat,

99
lakukan perawatan bayi sehari- hari, pencegahan infeksi, pengawasan
pemberian ASI.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan sesuai yang
diuraikan dilangkah kelima secara efesien dan aman.
Langkah VII : Melakukan evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan sesuai yang diberikan,
meliputi pemenuhan kebutuhan dan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
didalam diagnosa dan masalah .
4. Manajemen Asuhan Kebidanan Masa Nifas
a. Pengertian Manajemen Kebidanan Masa Nifas
Asuhan ibu post partum adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera
setelah lahir, sampai 6 minggu setelah kelahiran.
b. Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan sesuai standar pada ibu segera
setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan,
dalam persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan. Hasil yang
diharapkan adalah terlaksananya asuhan segera pada ibu post partum
termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan.
c. Tujuh Langkah Varney
Langkah 1 : pengkajian (pengumpulan data dasar)
Melakukan pengkajian dengan mengkumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu.
Melakukan pemeriksaan awal post partum:
1) Meninjau catatan record pasien
2) Catatan pengembangan ante partum dan intra partum
3) Berapa lama (jam/hari) pasien post partum
4) Pesanan sebelumnya dan catatan perkembangan
5) Suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah post partum

100
6) Pemeriksaan laboratorium dan laporan pemeriksaan tambahan
7) Catatan obat-obatan
8) Catatan bidan / perawat
Menanyakan riwayat keesehatan dan keluhan ibu : mobilisasi, buang air
kecil (BAK), buang air besar (BAB), nafsu makan, ketidak nyamanan/
rasa sakit, kekhawatiran, hal yang tidak jelas, makanan bayi dan reaksi
pada bayi (reaksi terhadap proses melahirkan dan kelahiran).

Pemeriksaan Fisik
1) Tekanan darah, suhu badan, denyut nadi
2) Tenggorokan jika diperlukan
3) Buah dada dan puting susu
4) Auskultasi paru-paru jika diperlukan
5) Abdomen : kandung kemih, uterus, diastatis
6) Lochea : warna, jumlah dan bau
7) Perineum: oedema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka
episiotomi/robek, jahitan, memar, haemoroid (wasir atau ambein)
8) Ekstemitas : varises, oedema, tanda-tanda hortman dan refleks.
Langkah II : diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum
Melakukan identifikasi yang tepat terhadap masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum dan
nifas tergantung dari hasil pengkajian terhadap ibu.
Contoh diagnosa :
a. Post partum hari pertama
b. Perdarahan nifas
c. Sub involusi
d. Anemia post partum
e. Pre eklampsia
f. Post seksio cesarean.
Masalah
a. Sakit pada luka eposiotomi

101
b. Keluhan mules yang mengganggu rasa nyaman
c. Buah dada bengkak dan sakit.
Kebutuhan
a. Penjelasan tentang pencegahan infeksi
b. Kontak dengan bayi sesering mungkin (bonding andttachment)
c. Penyuluhan perawatan payudara
d. Bimbingan menyususi
e. Penjelasan tentang KB
f. Imunisasi bayi
g. Kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan dapat membahayakan.
Langkah III : identifikasi diagnosa dan masalah potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan
terjadi berdasarkan masalah atau diagnosa yang sudah di identifikasi dan
merencanakan antisipasi tindakan.
Contoh diagnosa potensial :
a. Hipertensi post partum
b. Anemia post partum
c. Sub involusi
d. Perdarahan post partum
e. Febris post partum
f. Infeksi post partum
Masalah potensial
a. Anemia,
b. Sakit pada bekas luka episiotomi
c. Nyeri kepala
d. Mules
Antisipasi tindakan :
Agar tidak terjadi anemia maka berikan tablet FE, anjurkan cukup
istirahat dan konsumsi sayuran hijau, hati ayam dll. Sarankan Ibu
menjaga personal hygiene.
Langkah IV : Identifikasi dan menetapkan tindakan segera

102
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter. Bila ditemukan masalah maka dapat dikonsultasikan dan
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi pasien.
Contoh :
a. Ibu kejang, segera lakukan tindakan untuk mengatasi kejang sebagai
tindakan awal dan segera berkolaborasi merujuk ibu untuk perawatan
selanjutnya.
b. Ibu tiba-tiba mengalami perdarahan, maka dilakukan tindakan segera
sesuai dengan keadaan pasien, misalnya bila kontraksi uterus kurang
baik segera berikan uterotonika.
Langkah V :Membuat rencana asuhan
Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan
dari langkah sebelumnya.
Contoh manajemen asuhan awal puerperium:
a. Kontak dini dan sesering mungkin dengan bayi
b. Mobilisasi atau istirahat baring di tempat tidur
c. Gizi (diet)
d. Perawatan perineum
e. Buang air kecil spontan/kateter
f. Obat penghilang rasa sakit
g. Obat tidur (bila diperlukan)
h. Obat pencahar (bila diperlukan)
i. Pemberian methergin (bila diperlukan)
Asuhan lanjutan :
a. Tambahan vitamin atau zat besi atau keduanya, jika diperlukan
b. Bebas dari ketidak nyamanan post partum
c. Perawatan payudara
d. Pemeriksaan laboratorium terhadap komplikasi, jika di perlukan
e. Rencana KB
f. Tanda-tanda bahaya
g. Kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan.

103
Langkah VI : Implementasi atau pelaksanaan asuhan
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efesien dan
aman terhadap :
a. Kontak dini sesering mungkin dengan bayi
b. Mobilisasi atau istirahat berbaring ditempat tidur
c. Gizi (diet)
d. Perawatan perineum
e. Buang air kecil spontan/kateter
f. Pemberian obat penghilang rasa sakit
g. Pemberian obat pencahar (bila diperlukan)
h. Pemberian methergin (bila diperlukan)
i. Pemberian tambahan vitamin atau zat besi, atau keduanya (bila
diperlukan)
j. Bebas dari ketidaknyamanan post partum
k. Perawatan buah dada
l. Pemeriksaan laboratorium terhadap komplikasi, jika di perlukan
m. Rencana KB
n. Tanda bahaya
o. Kebiasan rutin yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, ulangi
kembali proses menajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan
yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan
kembali yang belum terlaksana.

104

Anda mungkin juga menyukai