TINJAUAN TEORI
6
permukaan ovarium disertai pembentukan cairan folikel. Desakan folikel de
Graaf ke permukaan ovarium menyebabkan penipisan dan disertai
devaskularisasi. Selama pertumbuhan menjadi folikel de Graaf, ovarium
mengeluarkan hormone estrogen yang dapat mempengaruhi gerak dari tuba
yang makin mendekati ovarium, gerak sel rambut lumen tuba makin tinggi,
peristaltik tuba makin aktif.
Ketiga faktor ini menyebabkan aliran cairan dalam tuba makin deras
menuju uterus. Dengan pengaruh LH yang semakin besar dan fluktuasi yang
mendadak, terjadi proses pelepasan ovum yang disebut ovulasi. Dengan gerak
aktif tuba yang mempunyai umbai (fimbriae) maka ovum yang telah
dilepaskan segera ditangkap oleh fimbriae tuba. Proses penangkapan ini
disebut ovum pick up mechanism. Ovum yang tertangkap terus berjalan
mengikuti tuba menuju uterus, dalam bentuk pematangan pertama, artinya
telah siap untuk dibuahi (Manuaba, 2013).
2) Spermatozoa
Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang kompleks.
Spermatogonium berasal dari sel primitive tubulus, menjadi spermatosit
pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid, akhirnya
spermatozoa.
Pertumbuhan spermatozoa dipengaruhi matarantai hormonal yang
kompleks dari pancaindera, hipotalamus, hipofisis, dan sel interstitial Leydig
sehingga spermatogonium dapat mengalami proses mitosis. Pada setiap
hubungan seksual dikeluarkan sekitar3 cc sperma yang mengandung 40
sampai 60 juta spermatozoa setiap cc bentuk spermatozoa seperti cebong,
yang terdiri atas kepala (lonjong sedikit gepeng yang mengandung inti), leher
(penghubung antara kepala dan ekor), ekor (panjang sekitar 10 kali kepala,
mengandung energi sehingga dapat bergerak).
Sebagian besar spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus
yang dapat mencapai tuba falopii.Spermatozoa yang masuk ke dalam alat
genitalia wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga cukup waktu untuk
mengadakan konsepsi (Manuaba, 2013).
6
3) Konsepsi
Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau
fertilisasi dan membentuk zigot. Proses konsepsi dapat berlangsung seperti
uraian di bawah ini. Keseluruhan proses tersebut merupakan matarantai
fertilisasi atau konsepsi.
a) Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiate,
yang mengandung persediaan nutrisi.
b) Pada ovum, dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah sitoplasma
yang disebut vitelus.
c) Dalam perjalanan, korona radiate makin berkurang pada zona pelusida.
Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran pada zona pelusida.
d) Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling luas yang
dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia. Ovum
mempunyai waktu hidup terlama di dalam ampula tuba.
e) Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam. Spermatozoa
menyebar, masuk melalui kanalis servikalis dengan kekuatan sendiri. Pada
kavum uteri, terjadi proses kapasitasi, yaitu pelepasan lipoprotein dari
sperma sehingga mampu mengadakan fertilisasi. Spermatozoa hidup
selama tiga hari di dalam genitalia interna. Spermatozoa akan mengelilingi
ovum yang telah siap dibuahi serta mengikis korona radiate dan zona
pelusida dengan proses enzimatik: hialuronidase. Melalui “stomata”
spermatozoa memasuki ovum. Setelah kepala spermatozoa masuk ke
dalam ovum, ekornya lepas dan tertinggal di luar. Kedua inti ovum dan
inti spermatozoa bertemu dengan membentuk zigot (Manuba, 2013).
4) Proses nidasi atau implantasi
Dengan masuknya ini spermatozoa ke dalam sitoplasma, “vitelus”
membangkitkan kembali pembelahan dalam inti ovum yang dalam keadaan
“metaphase”. Proses pemecahan dan pematangan mengikuti bentuk anaphase
dan “telofase” sehingga pronukleusnya menjadi “haploid”. Pronukleus
spermatozoa dalam keadaan haploid saling mendekati dengan inti ovum yang
kini haploid dan bertemu dalam pasangan pembawa tanda dari pihak pria
maupun wanita.
7
Pada manusia, terdapat 46 kromosom dengan rincian 44 dalam bentuk
“autosom” sedangkan 2 kromosom sisanya sebagai pembawa tanda seks.
Wanita selalu resesif dengan kromosom X. Laki-laki memiliki dua bentuk
kromosom seks yaitu kromosom X dan Y. Bila spermatozoa kromosom X
bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin wanita sedangkan bila kromosom seks
Y bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu, pihak
wanita tidak dapat disalahkan dengan jenis kelamin bayinya yang lahir karena
yang menentukan jenis kelamin adalah pihak suami.
Setelah pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk zigot yang
dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya menjadi dua dan
seterusnya. Berbarengan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi terus berjalan
menuju uterus. Hasil pembelahan sel memenuhi seluruh ruangan dalam ovum
yang besarnya 100 MU atau 0,1 mm dan disebut stadium morula. Selama
pembelahan sel di bagian dalam, terjadi pembentukan sel di bagian luar
morula yang kemungkinan berasal dari korona radiate yang menjadi sel
trofoblas. Sel trofoblas dalam pertumbuhannya, mampu mengeluarkan
hormone korionik gonadotropin, yang mempertahankan korpus luteum
gravidarum.
Pembelahan berjalan terus dan di dalam morula terbentuk ruangan yang
mengandung cairan yang disebut blastula.Perkembangan dan pertumbuhan
berlangsung, blastula dengan vili korealisnya yang dilapisi sel trofoblas telah
siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu, pada fase sekresi, endometrium
telah makin tebal dan makin banyak mengandung glikogen yang disebut
desidua. Sel trofoblas yang meliputi “primer vili korealis” melakukan
destruksi enzimatik-proteolitik, sehingga dapat menanamkan diri di dalam
endometrium. Proses penanaman blastula yang disebut nidasi atau implantasi
terjadi pada hari ke- 6 sampai 7 setelah konsepsi. Pada saat tertanamnya
blastula ke dalam endometrium, mungkin terjadi perdarahan yang disebut
tanda Hartman (Manuaba, 2013).
5) Pembentukan plasenta
Nidasi atau implantasi terjadi pada bagian fundus uteri di dinding depan
atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel trofoblas yang tumbuh tidak rata,
8
sehingga bagian blastula dengan inner cell mass akan tertanam ke dalam
endometrium. Sel trofoblas menghancurkan endometrium sampai terjadi
pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis.
Terjadinya nidasi (implantasi) mendorong sel blastula mengadakan
diferensiasi. Sel yang dekat dengan ruangan eksoselom membentuk
“entoderm” dan yolk sac (kantong kuning telur) sedangkan sel lain
membentuk “ektoderm” dan ruangan amnion. Plat embrio (embryonal plate)
terbentuk di antara dua ruang yaitu ruang amnion dan kantong yolk sac. Plat
embrio terdiri dari unsur ektoderm, entoderm, dan mesoderm. Ruangan
amnion dengan cepat mendekati korion sehingga jaringan yang terdapat di
antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat.
Awalnya yolk sac berfungsi sebagai pembentuk darah bersama dengan
hati, limfa, dan sumsum tulang. Pada minggu kedua sampai ketiga, terbentuk
bakal jantung dengan pembuluh darahnya yang menuju body stalk (bakal tali
pusat). Jantung bayi mulai dapat dideteksi pada minggu ke-6 sampai 8 dengan
menggunakan ultrasonografi atau system Doppler.
Pembuluh darah pada Body stalk terdiri dari arteri umbilikalis dan vena
umbilikalis. Cabang arteri dan vena umbilikalis masuk ke vili korealis
sehingga dapat melakukan pertukaran nutrisi dan sekaligus membuang hasil
metabolisme yang tidak diperlukan.
Dengan berbagai bentuk implantasi (nidasi) dimana posisi plat embrio
berada, akan dijumpai berbagai variasi dari insersio tali pusat, yaitu insersio
sentralis, para sentralis, marginalis atau insersio vilamentosa.
Vili korealis menghancurkan desidua sampai pembuluh darah, mulai dengan
pembuluh darah vena pada hari ke-10 sampai 11 setelah konsepsi, sehingga
sejak saat itu embrio mendapat tambahan nutrisi dari darah ibu secara
langsung. Selanjutnya vili korealis mengahancurkan pembuluh darah arteri
sehingga terjadilah alian darah pertama retroplasenter pada hari ke-14 sampai
15 setelah konsepsi.Bagian desidua yang tidak dihancurkan membagi plasenta
menjadi sekitar 15 sampai 20 kotiledon maternal. Pada janin plasenta akan
dibagi menjadi sekitar 200 kotiledon fetus. Setiap kotiledon fetus terus
bercabang dan mengambang di tengah aliran darah untuk menunaikan
9
fungsinya memberikan nutrisi, pertumbuhan, dan perkembangan janin dalam
rahim ibu. Darah ibu dan darah janin tidak berhubungan langsung dan
dipisahkan oleh lapisan trofoblas, dinding pembuluh darah janin. Fungsinya
dilakukan berdasarkan system osmosis dan enzimatik serta pinositosis. Situasi
plasenta demikian disebutkan system plasenta-hemokorial.
Sebagian dari vili korealis tetap berhubungan langsung dengan pars basalis
desidua, tetapi tidak sampai menembusnya. Hubungan vili korealis dengan
desidua tersebut dibatasi oleh jaringan fibrotic yang disebut lapisan Nitabusch.
Melalui lapisan Nitabusch plasenta dilepaskan pada saat persalinan kala ketiga
(kala uri).
Dengan terjadinya nidasi maka desidua terbagi menjadi desidua basalis
yang berhadapan dengan korion frondusum yang berkembang menjadi
plasenta, desidua kapsularis yang menutupi hasi konsepsi; desidua yang
berlawanan dengan desidua kapsularis disebut desidua parietalis, kelanjutan
antara desidua kapsularis dan desisua parietalis disebut desidua reflexa. Vili
korealis yang tumbuhnya tidak subur disebut korion leaf (Manuaba, 2013).
10
2) Nausea (mual) dan emesis (muntah).
Pengaruh estrogen dan progesterone terjadi pengeluaran asam lambung
yang berlebihan dan menimbulkan mual muntah yang 10 terjadi terutama
pada pagi hari yang disebut morning sickness. Dalam batas tertentu hal
ini masih fisiologis, tetapi bila terlampau sering dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang disebut dengan hyperemesis gravidarum.
3) Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu)
Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi
menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
4) Pingsan (Syncope)
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan
iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan syncope atau pingsan. Hal
ini sering terjadi terutama jika berada pada tempat yang ramai, biasanya
akan hilang setelah 16 minggu.
5) Mammae menjadi tegang dan membesar
Estrogen meningkatkan perkembangan sistem ductus pada payudara,
sedangkan progesterone menstimulasi perkembangan sistem alveolar
payudara. Bersama somatomamotropin, hormone- 11 hormon ini
menimbulkan pembesaran payudara, menimbulkan perasaan tegang dan
nyeri selama dua bulan pertama kehamilan, pelebaran putting susu, serta
pengeluaran kolostrum.
6) Kelelahan
Sering terjadi pada trimester pertama, akibat dari penurunan kecepatan
basal metabolism pada kehamilan, yang akan meningkat seiring
pertambahan usia kehamilan akibat aktivitas metabolisme hasil konsepsi.
7) Sering miksi
Sering kencing terjadi karena kandung kencing pada bulan-bulan pertama
kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan
kedua umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar
keluar dari rongga panggul. Pada akhir triwulan gejala bisa timbul karena
janin mulai masuk ke ruang panggul dan menekan kembali kandung
kencing.
11
8) Obstipasi
Pengaruh progesterone dapat menghambat peristaltic usus (tonus otot
menurun) sehingga keslitan untuk BAB.
9) Pigmentasi kulit
Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi,
hidung dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan,
dikenal sebagai kloasma gravidarum. Areola mammae juga menjadi lebih
hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebih. Daerah leher
menjadi lebih hitam. Demikian pula linea alba di garis tengah abdomen
menjadi lebih hitam (linea grisea). Pigmentasi ini terjadi karena pengaruh
dari hormon kortiko-steroid plasenta yang merangsang melanofor dan
kulit.
10) Varises
Varises, sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah
genitalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida
kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu, timbul
kembali pada triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varises
merupakan gejala pertama kehamilan muda
(Ummi Hani, dkk., 2014)
12
4) Tanda chadwicks
Perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa vagina
termasuk juga porsio dan serviks.
5) Tanda piscaseck
Merupakan pembesaran uterus yang tidak simetris. Terjadi karena.ovum
berimplantasi pada daerah dekatdengan kornu sehingga daerah tersebut
berkembang lebih dulu
6) Kontraksi Braxton Hicks
Merupakan peregangan sel-sel otot uterus, akibat meningkatnya actomysin
di dalam otot uterus. Kontraksi ini tidakberitmik, sporadis, tidak nyeri,
biasanya timbul pada kehamilan delapan minggu, tetapi baru dapat diamati
dari pemeriksaan abdominal pada trimester ketiga. Kontraksi ini akan terus
meningkat frekuensinya, lamanya, dan kekuatannya sampai mendekati
persalinan.
7) Teraba ballottement
Ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin bergerak dalam
cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa. Hal ini harus
ada pada pemeriksaan kehamilan karena perabaan bagian seperti bentuk
janin saja tidak cukup karena dapat saja merupakan myoma uteri.
8) Pemeriksaan tes biologi kehamilan (planotest) positif
Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya Human Corionic
Gonasotropin (HCG) yang diproduksi oleh sinsiotropoblastik sel selama
kehamilan. Hormon ini disekresi di peredaran darah ibu (pada plasma
darah), dan diekskresi pada urine ibu. Harmon ini dapat mulai dideteksi
pada 26hari setelah konsepsi dan meningkat dengan cepat pada hari ke 30-
60. Tingkat tertinggi pada hari ke 60- 70 usia gestasi, kemudian menurun
pada hari ke 100-130.
(Ummi Hani, dkk., 2014)
13
1) Gerakan janin dalam Rahim
Gerakan janin ini harus dapat diraba eengan jelas oleh pemeriksa. Gerakan
janin baru dapat dirasakan pada usia kehamilan sekitar 20 minggu
2) Denyut jantung janin
Dapat didengar pada usia 12 minggu dengan menggunakan alat fetal
electrocardiograf (misalnya dopler). Dengan stetoskop Laenec, DJJ baru
dapat didengar pada usia kehamilan 18-20 minggu.
3) Bagian-bagian janin Bagian-bagian janin yaitu bagian besar janin (kepala
dan bokong) serta bagian kecil janin (lengan dan kaki) dapat teraba dengan
jelas pada usia kehamilan lebih tua (teimester terakhir). Bagian janin ini
dapat dilihat lebih sempurna lagi menggunakan USG.
4) Kerangka Janin
Kerangka janin dapat dilihat dengan foto rontgen maupun USG.
(Ummi Hani, dkk., 2014)
14
dan tebal dinding lebih kurang 2,5 cm. Serabut otot bertambah banyak,
tumbuh membesar dan meregang yang disebabkan oleh stimulasi estrogen dan
progesteron, dan terjadi akibat tekanan mekanis dari dalam, yaitu janin,
plasenta serta cairan ketuban akan memerlukan lebih banyak ruangan. Dinding
uterus menipis dan melunak ketika uterus membesar. Pada hamil aterm, tebal
dinding tersebut adalah kurang dari 2,5 cm. Pembuluh-pembuluh darah uterus
mengalami dilatasi hebat untuk memasok peningkatan volume darah yang
sangat besar pada plasenta. Pada minggu-minggu pertama istmus uteri
mengadakan hipertropi seperti korpus uteri. Hipertropi istmus pada timester
pertama membuat istmus menjadi panjang dan lunak. Hal ini di kenal sebagai
tanda hegar. Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama kesemua arah, tetapi
terjadi pertumbuhan yang cepat di daerah implantasi plasenta, sehingga rahim
bentuknya tidak sama, yang biasa disebut tanda piskacek. Regangan dinding
rahim karena besarnya pertumbuhan dan perkembangan janin menyebabkan
istmus uteri makin tertarik ke atas dan menipis yang disebut segmen bawah
rahim (SBR).
Pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus, segmen
bawah uterus menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara
bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis. Batas ini
dikenal sebagai lingkaran retraksi fisiologik. Hubungan antara besarnya rahim
dan tuanya kehamilan penting diketahui untuk mengetahui adanya
penyimpangan dari keadaan kehamilan normal. Untuk itu sebagai gambaran
dapat dikemukakan sebagai berikut Pada kehamilan 16 minggu, kavum uteri
seluruhnya diisi oleh amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua parietalis
telah menjadi satu. Plasenta telah terbentuk seluruhnya pada usia kehamilan
20 minggu, fundus uteri terletak dua jari di bawah pusat sedangkan pada usia
kehamilan 24 minggu tepat di tepi atas pusat. Pada usia kehamilan 28 minggu
tinggi fundus uteri 3 jari atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat atau
prosesus xypoideus (25cm). Pada kehamilan 32 minggu tinggi fundus uteri
mencapai setengah jarak antara pusat dengan prosesus xypoideus (27cm).
Pada kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar satu jari dibawah
prosesus xypoideus (30cm), dalam hal ini kepala bayi belum masuk pintu atas
15
panggul. Pada kehamilan usia 40 minggu fundus uteri turun setinggi 3 jari
dibawah prosesus xypoideus, oleh karena saat ini kepala janin telah masuk
pintu atas panggul.
Uterus pada ibu hamil sering berkontraksi tanpa perasaan nyeri, juga bila
disentuh, misalnya pada waktu pemeriksaan dalam, kadang-kadang kita
meraba bahwa sewaktu pemeriksaan, konsistensi rahim dari lunak menjadi
keras, kemudian lunak kembali. Apabila rahim sudah dapat diraba dari luar,
maka kontraksi ini dapat dirasakan dengan palpasi. Kontaksi ini dianggap
sebagai tanda kehamilan yang dikenal dengan nama kontraksi dari Braxton
Hicks.
b. Serviks
Karena pengaruh hormon estrogen, serviks uteri pada kehamilan juga
mengalami perubahan. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan
otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, dan hanya 10%
jaringan otot. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen.
Akibat kadar estrogen yang meningkat, dan dengan adanya hipervaskularisasi
maka konsistensi serviks menjadi lunak. Kelenjar-kelenjar di serviks akan
berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang
wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam lebih
banyak. Keadaan ini sampai batas tertentu masih merupakan keadaan yang
fisiologis. Pada akhir kehamilan serviks menjadi lunak sekali dan portio
menjadi pendek dan dapat dimasuki dengan mudah oleh satu jari. Serviks
yang demikian disebut serviks yang matang.
c. Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus
luteum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang
sempurna kira-kira pada usia 16 minggu. Korpus luteum grafiditas
berdiameter ± 3 cm, kemudian mengecil setelah plasenta terbentuk. Plasenta
juga mengambil alih fungsi korpus luteum untuk mengeluarkan hormon
estrogen dan progesteron (Manuaba, 2014).
Dalam dasawarsa terakhir ditemukan pada awal ovulasi hormon relaxin,
suatu immunoreactiveinhibin dalam sirkulasi maternal. Diperkirakan corpus
16
luteum adalah tempat sintesis dari relaxin pada awal kehamilan. Kadar relaxin
disirkulasi maternal dapat ditentukan dan meningkat pada trimester pertama.
Relaxin mempunyai pengaruh menenangkan hingga pertumbuhan janin
menjadi baik hingga aterm.
d. Segmen Bawah Uterus
Segmen Bawah Uterus berkembang dari bagian atas kanalis servikalis
setinggi ostium interna bersama-sama isthmus uteri. Segmen bawah lebih tipis
dari pada segmen atas dan menjadi lunak serta berdilatasi selama minggu-
minggu terakhir kehamilan sehingga memungkinkan segmen tersebut
menampung presenting part janin. Serviks bagian bawah baru menipis dan
menegang setelah persalinan terjadi.
e. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat terlepas
dari pengaruh hormon saat kehamilan yaitu : estrogen, progesteron dan
somatomamotropin. Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk
pemberian ASI dijabarkan sebagai berikut :
Estrogen berfungsi :
1) Menimbulkan hipertropi sistem saluran payudara.
2) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam sehingga
payudara tampak semakin membesar.
3) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air dan garam
menyebabkan rasa sakit pada payudara.
Progesteron berfungsi :
1) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi.
2) Menambah sel asinus
Somatomamotropin berfungsi :
1) Mempengaruhi sel asinus untuk membuat kasein, laktalbumin dan
laktoglobulin.
2) Penimbunan lemak sekitar alveolus payudara.
3) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan
Penampakan payudara pada ibu hamil :
17
1) Payudara menjadi lebih besar.
2) Hiperpigmentasi areola dan papila payudara.
3) Glandula montgomeri makin tampak.
4) Papila makin menonjol
Pengeluaran ASI belum berlangsung karena prolaktin belum berfungsi,
karena hambatan dari PIH (prolaktin inhibiting hormon) untuk mengeluarkan
ASI setelah persalinan, hambatan prolaktin tidak ada sehingga pembuatan ASI
dapat berlangsung (Manuaba, 2013).
f. Volume Darah
Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah lebih besar
dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi),
dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu. Serum darah (Volume
Darah) bertambah sebesar 25 sampai 30% sedangkan sel darah bertambah
sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya
hemodelusi darah mulai tampak sekitar usia kehamilan 16 minggu, sehingga
penderita penyakit jantung harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali.
Kehamilan selalu memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan
sakit jantung dapat jatuh dalam dekompensasi kordis. Pada postpartum, terjadi
hemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
g. Sistem Respirasi
Pada kehamilan, terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat
memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu, terjadi desakan diafragma karena
dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32 minggu. Sebagai
kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu
hamil akan bernapas lebih dalam sekitar 20 sampai 25% dari pada biasanya.
h. Perubahan pada kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh melanophore stimulating hormon lobus pofisis anterior dan
pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae
gravidarum livide atau alba, aerola mamae, papilla mammae, linea nigra, pipi
(kloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan hilang.
i. Sistem Pencernaan
18
Akibat dari peningkatan kadar hormone estrogen, pengaruh terhadap
sistem pencernaan antara lain :
1) Pengeluaran air liur yang berlebihan (hipersalivasi)
2) Daerah lambung terasa panas
3) Terjadi mual dan sakit kepala/pusing terutama pagi hari yang biasa
disebut morning sickness.
4) Muntah yang terjadi disebut emesis gravidarum
5) Muntah berlebihan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari,
disebut hiperemesis gravidarum.
6) Progesteron menimbulkan gerak usus makin kurang dan dapat
menyebabkan obstipasi.
j. Dinding Perut
Perut semakin membesar pada akhir kehamilan. Pola kehamilan pada
primigravida sering timbul garis-garis memanjang atau serong pada perut
yang disebut stiae gravidarum. Tapi terkadang garis-garis itu muncul pada
payudara dan paha. Pada seorang primigravida warnanya membiru yang
disebut striae lividae. Pada seorang multigravida di samping striae yang biru
terdapat juga garis-garis putih agak mengkilat yang disebut striae albicans.
k. Perubahan Metabolik
Sebagian besar penambahan Berat Badan selama kehamilan berasal dari
uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstrakuler.
Diperkirakan selama kehamilan BB akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester
ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat
badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi
kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-
masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. Setelah terjadi pembuahan akibat
bersatunya sel telur dengan spermatozoa, kemudian diikuti oleh beberapa
proses, pembelahan, dan selanjutnya hasil konsepsi melakukan nidasi atau
implantasi, maka selanjutnya hasil konsepsi mengalami pertumbuhan dan
perkembangan menurut (Manuaba, 2013) antara lain:
1) Minggu ke-0 Sperma membuahi ovum kemudian hasil
konsepsimem bagi menjadi dua, empat, delapan
19
setelahmenjadi morula masuk untukmenempel
± 11 harisetelah konsepsi.
2) Minggu ke-4 Dua embrio, bagian tubuh pertama muncul
adalah tulang belakang, otak dan saraf, jantung,
sirkulasi darah dan pencernaan terbentuk
3) Minggu Ke-8 Perkembangan embrio lebih cepat, jantung
mulai memompa darah.
4) Minggu Ke-12 Embrio berubah menjadi janin. Denyut jantung
janin dapat dilihat dengan pemeriksaan usg,
berbentuk manusia, gerakan pertama dimulai,
jenis kelamin sudah bisa ditentukan, ginjal
sudah memproduksi urine.
5) Minggu ke-16 Sistem muskuloskeletal matang, sistem
sarafterkontrol, pembuluh darah berkembang
cepat, denyut jantung janin terdengar lewat
Doppler, pancreas memproduksi insulin.
6) Minggu Ke-20 Verniks melindungi tubuh, lanugo menutupi
tubuh, janin membuat jadwal untuk tidur,
menelan dan menendang.
7) Minggu Ke-24 Kerangka berkembang cepat, perkembangan
pernafasan dimulai.
8) Minggu Ke-28 Janin bernafas, menelan dan mengatur suhu,
surfactan mulai terbentuk di paru-paru, mata
mulai membuka dan metutup, bentuk janin 2/3
bagian bentuk saat lahir.
9) Minggu Ke-32 Lemak coklat berkembang dibawah kulit,
mulaisimpan zat besi, kalsium dan fosfor.
10) Minggu Ke-38 Seluruh uterus digunakan bayi, sehingga tidak
dapat bergerak banyak, antibody ibu ditransfer
ke bayi untuk mencapai kekebalan untuk 6
bulan pertama sampai kekebalan bayi dapat
bekerja sendiri.
20
2.1.1.5 Perubahan Fisiologi pada Kehamilan
a. Trimester I
Karena adanya peningkatan dari kadar hormon estrogen dan progesteron
dalam tubuh, menimbulkan rasa mual atau muntah pada pagi hari sehingga
ibu sering kali merasa dirinya tidak sehat. Ibu merasa ingin tidak hamil dan
perasaannya bercampur aduk. Pada hasrat sex wanita hamil berbeda, ada
yang libidonya meningkat ada yang tidak namun pada umumnya menurun.
Karena dipengaruhi oleh rasa lelah, mual, pembesaran payudara, dan
kekhawatiran yang semuanya merupakan hal yang normal dalam proses
kehamilan trimester I.
b. Trimester II
Pada masa ini, ibu mulai merasa dirinya sehat karena tubuh ibu sudah
terbiasa dengan peningkatan hormon sehingga rasa tidak nyaman pada
kehamilannya sudah berkurang. Ibu sudah dapat menerima kehamilannya.
Ibu merasa senang, karena mulai merasakan gerakan janin dalam perutnya.
c. Trimester III
Merupakan periode menunggu dan waspada, sebab ibu merasa tidak sabar
menantikan kelahiran bayinya. Ibu sering kali merasa khawatir kalau bayi
yang akan dilahirkannya tidak normal. Ibu mulai merasa takut akan rasa
sakit yang akan dialaminya pada waktu melahirkan. Ibu merasa tidak
nyaman akibat kehamilannya yang sudah besar, merasa dirinya menjadi
jelek dan aneh. Ibu merasa khawatir akan persiapannya menjadi orang tua,
sehingga ibu memerlukan ketenangan dan banyak dukungan dari suami dan
keluarganya.
22
keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan pertanda anemia, gagal
jantung atau pre eklampsia.
e. Nyeri abdomen yang hebat
Nyeri abdomen yang tidak berhubungan dengan persalinan normal
adalah tidak normal. Nyeri abdomen yang mungkin menunjukkan masalah
yang mengancam keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap dan tidak
hilang setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti appendisitis, kehamilan
ektopik, aborsi, penyakit radang pelviks. Persalinan preterm, gastritis,
penyakit kantung empedu, iritasi uterus, abrupsi plasenta, infeksi kandung
kemih.
f. Bayi kurang bergerak seperti biasa
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6
beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur,
gerakannya akan melemah, Bayi harus bergerak paling sedikit 3 x dalam
periode 3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika berbaring atau
beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik.
23
1. Persetujuan atau concent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan “pilihan sendiri”.
Choice berarti alternative lain, ada lebih dari satu pilihan dan klien
mengerti perbedaannya sehingga dia dapat menentukan mana yang
disukai atau sesuai dengan kebutuhannya (Prawirohardjo, 2014).
b. Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau
walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan
kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan
dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan.
25
b) Perencanaan persalinan
c) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2) Kunjungan II (24-28 minggu) dan III (32 minggu)
a) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatan
b) Penapisan pre-eklamsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
c) Mengulang perencanaan persalinan
3) Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)
a) Sama seperti kunjungan II dan III
b) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
c) Memantapkan rencana persalinan
d) Mengenali tanda-tanda persalinan.
26
b) 20 minggu berikutnya terjadi penambahan sekitar 9 kg.
c) Kemungkinan penambahan BB hingga maksimal 12,5 kg.
(Sari, dkk, 2015)
The Institute of Medicine’s Subcommittee on Nutritional Status and
Weight Gain During Pregnancy berpendapat bahwa kenaikan berat badan
selama hamil dapat dihitung berdasarkan indeks masa tubuh (IMT atau
“berat badan untuk tinggi badan”) wanita sebelum hamil.
Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT):
Tabel 2.1. Rekomendasi Kisaran Kenaikan Berat Badan Total untuk Wanita
Hamil Berdasarkan BMI Sebelum Hamil
Kategori IMT Rekomendasi (Kg)
Rendah <19,8 12,5-18
Normal 19,8-26 11,5-16
Tinggi 26-29 7-11,5
Obesitas >29 >7
Sumber: Khotimah (2016)
2. Ukur Kekanan Darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai dasar
selama kehamilan, bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90
mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat berpotensi hipertensi.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
LILA telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko KEK
untuk ibu hamil di Indonesia karena tidak terdapat data berat badan prahamil
pada sebagian besar ibu hamil. Selama ini, ambang batas LILA yang
digunakan adalah 23,5 cm (Ariyani dalam Setiyowati, 2018)
4. Ukur Tinggi Fundus Uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan
usia kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan, maka
kemungkinan terdapat gangguan pertumbuhan janin (Astuti dkk, 2017).
Uterus semakin lama semakin besar seiring penambahan usia kehamilan,
pemeriksaan tinggi fundus uteri dilakukan dengan diukur dengan
27
menggunakan palpasi (metode jari) atau aturan McDonald yang dapat
digunakan untuk menguatkan ketepatan pengukuran tinggi fundus.
(Saifuddin, dalam Khotimah 2016).
Tabel 2.2 Tinggi Fundus Uteri Menurut Mc. Donald
No. Usia kehamilan Tinggi Fundus Uteri
1. 22-28 minggu 24-25 cm diatas simfisis
2. 28 minggu 26,7 cm diatas simfisis
3. 30 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
4. 32 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
5. 34 minggu 31 cm diatas simfisi
6. 36 minggu 32 cm diatas simfisis
7. 38 minggu 33 cm diatas simfisis
8. 40 minggu 37,7 cm diatas simfisis
Sumber: Sofian A. (2013)
5. Pemberian imunisasi TT lengkap
Toxsoid adalah preparat dan racun bakteri yang diubah secara
kimiawi/endotoksin yang dibuat oleh bakteri. Tujuan pemberian imunisasi
TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum. Efek samping
vaksin TT yaitu nyeri, kemerah-merahan dan bengkak untuk 1-2 hari pada
tempat penyuntikan. Ini akan sembuh tanpa pengobatan.
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi TT
Interval %
Antigen Lama Perlindungan
(Selang waktu minimal) Perlindungan
Pada kunjungan pertama
TT1 - -
antenatal
TT2 4 Minggu setelah TT1 3 Tahun 80
29
7. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
Leopold.
a. Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin
yang berada di fundus.
b.Leopold II : Untuk menentukan batas samping kanan dan kiri rahim,
menentukan letak punggung janin.
c. Leopold III : Untuk menentukan bagian terbawah janin dan apakah
bagian tersebut sudah masuk ke pintu atas panggul atau
masih dapat digerakkan.
d.Leopold IV : Untuk menentukan seberapa jauh bagian terendah janin
masuk ke pintu atas panggul
Tujuan pemantauan janin itu adalah untuk mendeteksi dari ada atau
tidak factor-faktor risiko kematian prenatal tersebut (hipoksia/asfiksia,
gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi). Pemeriksaan denut
jantung janin adalah satu cara untuk memantau janin. Lakukan pemeriksaan
dengan mendengar dan menghitung denyut jantung janin selama satu menit
penuh. Pemeriksaan denyut jantung janin harus dilakukan pada ibu hamil.
Denyut jantung janin baru dapat di denggarkan pada uasia kehamilan 16
minggu atau 4 bulan.
Gambaran DJJ:
a. Takikardi berat : detak jantung di atas 180x/menit.
b. Takikardi ringan: antara 160-180x/menit.
c. Normal : antara 120-160x/menit.
d. Bradikardi ringan :antara 100-119x/menit.
e. Bradikardi sedang: antara 80-100x/menit.
f. Bradikardi berat: kurang dari 80x/menit.
30
Menghitung perkiraan tanggal persalinan dapat menggunakan rumus
Naegle: Hari pertama haid terakhir + 7 - 3 bulan + 1= Tanggal persalinan
(untuk bulan baru atau bulan Maret ke atas) dan + 7 + 9 = Tanggal
persalinan (Januari s/d Maret) (Rukiyah, dalam Khotimah, 2016).
2) Gerakan Janin
Gerakan janin bermula pada usia kehamilan mencapai 12 minggu,
tetapi baru dapat dirasakan oleh ibu pada usia kehamilan 16-20 minggu
karena di usia kehamilan tersebut,dinding uterus mulai menipis dan
gerakan janin menjadi lebih kuat.
3) Perkiraan Tinggi Fundus Uteri
Menentukan umur kehamilan dilihat dari TFU
4) Tafsiran berat janin menurut rumus
Menurut Johnson – Thaosack , rumus untuk menghitung taksiran berat
janin yaitu:
X = (TFU – n) ∙ 155
Keterangan:
X = Taksiran berat janin
n = 13, bila kepala janin masih floating
12, bila kepala janin sudah memasuki PAP / Hodge II
11, bila kepala janin sudah melewati Hodge III
31
d. Menruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan.
e. Memberikan asuhan antenatal.
f. Perencanaan dini jika tidak aman melahirkan dirumah.
g. Menyepakati diantara pengambilan keputusan dalam keluarga tentang
rencana proses kelahiran.
h. Persiapan dan biaya persalinan.
2.1.2 Persalinan
2.1.2.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal merupakan
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 - 42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Jannah, 2015).
32
2.1.2.2 Fisiologi persalinan
Fisiologi persalinan menurut (Manuaba, 2013) yaitu terjadinya persalinan
belum diketahui dengan pasti sehingga dapat menimbulkan beberapa teori
yang berkaitan dengan mulai terjadinya kontaksi atau kekuatan his, yaitu:
a) Teori peregangan
1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi
setelah peregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
b) Teori penurunan progesterone
1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana
terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
2) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim
lebih sensitive terhadap oksitosin.
3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesterone tertentu.
c) Teori oksitosin internal
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi Braxton Hicks.
3) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktifitas, sehingga persalinan dapat
dimulai.
d) Teori Prostaglandin
1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua basalis.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
33
e) Teori hipotalamus-pituari dan glandula suprarenalis
1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi kelambatan persalinan Karena tidak terbentuk hipotalamus.
Teori ini ditemukan oleh linggin 1973.
2) Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci untuk percobaan,
hasilnya kehamilan kelinci berlangsung lebih lama.
3) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan.
4) Dari percobaan terebut dapat disimpulkan ad hubungan dengan
hipotalamus-pituari dengan mulainya persalinan.
5) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
34
2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Rukiyah (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan,
yaitu faktor power, faktor passenger, faktor passage, faktor psyche, dan faktor
positioning.
a. Kekuatan (Power)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang
mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his, kontraksi otot-otot perut,
kontraksi diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerja sama yang baik
dan sempurna
His (kontraksi otot rahim): kontraksi otot rahim pada persalinan yang
sudah ada pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan dimulai
kontraksi rahim bersifat berkala,yang harus diketahui adalah:
1) Lamanya kontraksi 45-75 detik
2) Kekuatan kontraksi dapat menimbulkan naiknya intrauterine sampai
35 mmHg.
3) Interval antara keduanya pada permulaan persalinan akan timbul 1 x
10 menit, kala pengeluran 1x dalam 2 menit.
Tanda his sempurna:
a) Dominasi di fundus
b) Kontraksi simetris,makin lama makin kuat makin sering
c) Relaksasi baik
Perubahan-perubahan akibat his:
a) Pada uterus dan serviks: Uterus terasa keras dan padat karena
kontraksi, tekanan hidrostatik air ketuban dan tekanan intrautein
sehingga menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan
terbuka (dilatasi).
b) Pada ibu terasa nyeri karena ischemia fahimdan kontaksi rahim, ada
kenaikan nadi dan rahim.
c) Pada janin pembakaran oksigen pada sirkulasi uteroplasenter kurang,
maka timbul hipoksia janin.
35
Dengan makin tuanya kehamilan, pengeluaran estrogen dan
progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin dapat
menimbulkan kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu.
Sifat his permulaan (palsu):
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks/pembawa tanda
d) Durasinya pendek
e) Tidak bertambah bila beraktivitas
Tenaga mengejan: tenaga, usaha, daya, kekuatan meneran seorang ibu
pada waktu bersalin, dimana ibu melakukan dorongan/ mengejan dengan
tenaga sendiri pada waktu pembukaan sudah lengkap dan setelah ketuban
sudah pecah yang dipicu oleh adanya his.
b. Passanger
1) Janin
Letak janin: Bagaimana letak sumbu janin terhadap sumbu ibu, bisa
letak memanjang (presentasi kepala, presentasi bokong/sungsang), letak
melintang dan letak miring/oblique.
Sikap badan: menunjukkan bagian-bagian janin terhadap sumbunya,
khususnya terhadap tulang punggungnya, yaitu sikap fleksi dan defleksi.
Presentasi: digunakan untuk menentukan saat periksa dalam untuk
menentukan bagian janin yang berada di bagian bawah uterus yaitu
presentasi kepala bokong, muka dan kaki.
Posisi: untuk menetapkan apakah bagian janin yang berada dibawah
uterus sebelah kiri, kanan, belakang, depan terhadap sumbu ibu.
a) Bagian janin khorion frondosum dan plasenta.
b) Bagian maternal desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledon (15-20).
Diantara sudut tulang-tulang terdapat ruang yang ditutup dengan
membran disebut fontanella terdapat (fontanella mayor (UUB) &
fontanella minor (UUK). Batas antara 2 tulang: sutura (sutura sagitalis,
sutura koronaria, sutura lamboidea, sutura frontalis).
36
2) Uri / Plasenta
Bentuk bundar/oval, Diameter: 15-20cm, Tebal: 2-3 cm, Berat: 500-
600 gram (1/6 x BB janin). Terbentuk sempurna pada kehamilan 16
minggu dan terletak dalam korpus uteri.
Pembagian plasenta:
Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin
(50-55 cm).
3) Air ketuban
Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari
lapisan amnion dan khorion, terdapat liquor amnii (air ketuban). Volume
air ketuban yang cukup bulan 1000-1500 cc, Warna air ketuban putih agak
keruh, mempunyai bau yang khas dan agak amis. Komposisi air ketuban
terdiri dari 99 % air +1 % zat padat (protein, lemak, karbohidrat, garam
mineral, enzim-enzim, hormon plasenta, urea, asam urat, pigmen empedu
vernik kaseosa, lanugo dan sel-sel fetus yang mengelupas).
c. Jalan Lahir (Passage)
Faktor jalan lahir dibagi atas:
1) Jalan lahir lunak (dibentuk oleh otot-otot dan ligamentum)
2) Jalan lahir keras (dibentuk oleh tulang)
Bagian keras dibagi 2 bagian: Pelvis mayor: bagian pelvis diatas linea
terminalis, Pelvis minor: dibatasi oleh PAP (inlet) & PBP (outlet)
berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung kedepan (sumbu
carus).
Bidang Hodge
Hodge I : Sejajar PAP
Hodge II : Sejajar Hodge I melewati pinggir bawah simfisis
Hodge III : Setinggi spina ischiadika
Hodge IV : Telah melewati os coccygeus
38
pada saat his dirasakan ada tekanan pada otot-otot dasar panggul
yang secara reflek menimbulkan rasa ingin meneran.
b) Kala II (kala pengeluaran janin)
Kala II dimulai dari pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir sampai bayi lahir.
Dapat dilihat tanda dan gejala ibu bersalin:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
(Doran).
2) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan
vaginanya (Teknus).
3) Perineum kelihatan menonjol, vulva vagina serta spingter ani terlihat
membuka (Perjol, Vulka).
4) Adanya peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
Pada kala II ini his menjadi semakin kuat kira-kira dengan interval 2 sampai
3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Lamanya kala II ini untuk
primigravida adalah 80 menit dan mutigravida 30 menit.
c) Kala III
Persalinan kala tiga dimulai Setelah bayi lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Beberapa saat kemudian timbul his
pelepasan dan pengeluaran uri. Menurut Manuaba ( 2013) dalam waktu 5-10
menit seluruh plasenta lepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir
spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas symfisis atau uteri. Seluruh
proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
Manajemen Aktif pada kala III untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Tanda-tanda lepasnya plasenta:
1) Uterus menjadi bundar/globuler, terdorong ke atas karena plasenta
terlepas ke segmen bawah rahim
39
2) Tali pusat bertambah panjang
3) Terdapat semburan darah kira-kira 100-200 cc.
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari:
1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) Massase fundus uteri.
d) Kala IV
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah itu (Manuaba, 2013). Setelah plasenta lahir melakukan observasi,
yaitu :
1) Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat.
2) Pantau Tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih, dan darah yang
keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada
jam kedua pada kala IV. Umumnya, fundus uteri setinggi atau
beberapa jari dibawah pusat.
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pasca
persalinan
4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama
1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala
empat. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
5) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomy) perineum. (Manuaba, 2013).
2. Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor ibu
1) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup
maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur
perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko
lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas
lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh
kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Wiknjosastro,
dalam Aswad 2013).
2) Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus
didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan
memang ingin mengejang (Nendhi, dalam Aswad 2013). Beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk
mencegah terjadinya rupture perineum, diantaranya :
a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya
selama kontraksi.
b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.
41
c) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring
miring setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu dan menempelkan dagu ke
dada.
d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan ini dapat meningkatkan risiko distosia bahu dan ruptur uteri.
f) Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama
saat kelahiran kepala dan bahu.
b. Faktor janin
1) Berat badan bayi baru lahir
Berat badan janin dapat mengakibatkna terjadinya ruptur perineum yaitu
berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui
vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan
berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi. Pada masa
kehamilan hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin
(Nasution, dalam Aswad 2013).
2) Presentasi
Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu
memanjang panggul ibu (Dorland, dalam Aswad 2013). Presentasi digunakan
untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai
pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Macam-macam presentasi dapat
dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.
a) Presentasi muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobreghmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian
antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya
antara glabella dan breghma (Oxorn, dalam Aswad 2013).
Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi
dagu di belakang. Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap
fleksi dapat menjadi penyebab presentasi muka. Sikap ekstensi memiliki
hubungan dengan disproporsi kepala panggul dan merupakan kombinasi yang
42
serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil atau
kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan persalinan lebih lama
dibanding presentasi kepala dengan ubun-ubun kecil di depan, karena muka
merupakan pembuka serviks yang jelek dan sikap ekstensi kurang
menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih
maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih
merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada kedudukan
normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi yang sukar akan
menyebabkan traumatic pada ibu maupun anaknya.
b) Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian
terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter
verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala
janin yang terpanjang (Oxorn, dalam Aswad 2013).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang
dijumpai, kebanyakan adalah sekunder yakni terjadi setelah persalinan
dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi
belakang kepala atau ekstensi menjadi
presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih
berat, dan lebih traumatik pada ibu disbanding dengan presentasi lain.
Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai
fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus melewati
PBP (Pintu Bawah Panggul).
c) Persentasi bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah
sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni,
43
presentasi booking kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2010). Kesulitan
pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan risiko maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan risiko infeksi
pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus
yang sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat servik yang belum
berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks,
ataupun keduanya.
c. Faktor persalinan pervaginam
1) Vakum ekstraksi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan
dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang
dipasang di kepalanya (Wiknjosastro, dalam Aswad 2013). Waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama
daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai untuk
melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina
dan rupture perineum (Oxorn, dalam Aswad 2013).
2) Ekstraksi cunam/forcep
Ekstrasi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Wiknjosastro, 2007).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara
lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan
post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, dalam Aswad 2013).
3) Partus presipitatus
Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat
cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas
kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat
jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak
menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Djuhadiah, dalam
Aswad 2013).
44
d. Faktor penolong persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam
memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan
salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan
kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi (Nendhi, dalam Aswad 2013).
45
Gambar 2.1 Derajat Rupture Perineum. Sumber: Mulandari (dalam Aswad 2013).
46
menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan
merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula.
47
4) Robekan perineum tingkat III, penjahitan yang pertama pada dinding
depan rectum yang robek, kemudian fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkay IV, ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan perineum
tingkat I (Nendhi, dalam Aswad 2013).
49
Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari
perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang
dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap
sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari
tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum
yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum
dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya.
Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya ruptur perineum, maka
tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan.
2.1.2.7 Partograf
a. Pengertian Partograf
Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut: 1) Partograf
adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPKKR, 2013). 2) Partograf
adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan (Prawirohardjo, 2014).
3) Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-
kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2014).
51
c) Nadi : setiap 30 menit
d) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam f) Tekanan
darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam g) Produksi urin,
aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam h) Pencatatan Selama Fase
Aktif Persalinan (JNPK-KR, 2013).
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan Halaman depan partograf
mencantumkan bahwa observasi yang dimulai pada fase aktif persalinan;
dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil – hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
a) Informasi tentang ibu :
(1) Nama, umur
(2) Gravida, para, abortus (keguguran)
(3) Nomor catatan medik nomor Puskesmas
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah :
tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
2) Waktu pecahnya selaput ketuban
3) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
(2) Warna dan adanya air ketuban)
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
4) Kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
(2) Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
(3) Garis waspada dan garis bertindak
5) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
6) Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya
7) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
52
8) Kondisi ibu :
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
9) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan) (Prawirohardjo, 2014).
1. Mencatat temuan pada partograf
Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah :
a) Informasi Tentang Ibu Lengkapi bagian awal ( atas )
partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu
kedatangan ( tertulis sebagai : „jam atau pukul‟ pada partograf ) dan
perhatikan kemungkinan ibu datang pada fase laten. Catat waktu
pecahnya selaput ketuban.
b) Kondisi Janin Bagan atas grafik pada partograf adalah
untuk pencatatan denyut jantung janin ( DJJ ), air ketuban dan
penyusupan (kepala janin)
(1) Denyut jantung janin Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (
lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di
bagian atas partograf menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukan
DJJ. Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan
garis tegas bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada
patograf diantara 180 dan 100. Akan tetapi penolong harus
waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160.
(2)Warna dan adanya air ketuban Nilai air kondisi ketuban setiap
kali melakukan pemeriksaan dalam dan nilai warna air ketuban
jika selaput ketuban pecah. Catat semua temuan-temuan dalam
kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang
berikut ini :
U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah )
J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
53
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir
lagi ( kering )
(3)Penyusupan (Molase) tulang kepala janin Penyusupan adalah
indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin besar derajat penyusupannya atau tumpang tindih antara
tulang kepala semakin menunjukan risiko disporposi kepala
panggul ( CPD ). Ketidak mampuan untuk berakomodasi atau
disporposi ditunjukan melalui derajat penyusupan atau tumpang
tindih ( molase ) yang berat sehingga tulang kepala yang saling
menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disporposi
kepala panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin. Catat
temuan yang ada dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini : 0 : Tulang-tulang kepala
janin terpish, sutura dengan mudah dapat dipalpasi 1 : Tulang-
tulang kepala janin hanya saling bersentuhan 2 : Tulang-tulang
kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan (JNPK-KR, 2013).
(4)Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling
kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai
dengan besarnya dilatasi serviks dalam satuan sentimeter dan
menempati lajur dan kotak tersendiri. Perubahan nilai atau
perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak
54
yang mencatat penurunan bagian terbawah janin tercantum angka
1-5 yang sesaui dengan metode perlimaan. Setiap kotak segi
empat atau kubus menunjukan waktu 30 menit untuk pencatatan
waktu pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan frekwensi nadi ibu.
(a) Pembukaan servik Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan,
catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan.
Tanda „X‟ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai
dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Perhatikan :
i. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks
yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase
aktif persalinan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dalam
ii. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam
harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang
sesuai dengan bukaan serviks ( hasil periksa dalam ) dan
cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada
iii. Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis
utuh (tidak terputus) (JNPK-KR, 2013).
(b) Penurunan bagian terbawah janin Cantumkan hasil
pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukan
seberapa jauh bagian terendah bagian janin telah memasuki
rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian
terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah
janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm
(JNPK-KR, 2013). Berikan tanda „O‟ yang ditulis pada garis
waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil palpasi kepala
diatas simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di
garis angka 4. Hubungkan tanda „O‟ dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.
55
(c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit .Garis bertindak tertera
sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada.
Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di
sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan (JNPK-
KR, 2013).
(5) Jam dan waktu
Setiap kotak pada partograf untuk kolom waktu (jam)
menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan
(JNPK-KR, 2013).
(6) Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan
tulisan “ kontraksi per 10 menit “ di sebelah luar kolom paling
kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit,
raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang
terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak
kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang
mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi.
Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu
satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak
kontraksi (JNPK-KR, 2013).
(7) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
56
a) Oksitosin Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang
diberikan per volume cairan IV dan dalam tetes per menit.
b) Obat-obatan lain Catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan/atau cairan I.V dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya (JNPKKR, 2013).
(8) Halaman belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal- hal yang terjadi selama proses persalinan dan
kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak
persalinan kala I hingga IV ( termasuk bayi baru lahir). Itulah
sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilau
dan catatkan asuhan yang telah diberikan pada ibu dalam masa
nifas terutama selama persalinan kala IV untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada
pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan
pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah
diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk
menilai memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan
asuhan persalinan yang bersih dan aman (JNPKKR, 2013).
(9) Kontraindikasi pelaksanaan patograf
Berikut ini adalah kontraindikasi dari pelaksanaan patograf.
a) Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. b)
Perdarahan antepartum, c) Preeklampsi berat dan eklampsi, d)
Persalinan prematur, e) Persalinan bekas sectio caesaria (SC),
f) Persalinan dengan hamil kembar, g) Kelainan letak, h)
Keadaan gawat janin, i) Persalinan dengan induksi, j) Hamil
dengan anemia berat, k) Dugaan kesempitan panggul.
(Ujiningtyas dkk, 2013).
(10) Keuntungan dan kerugian pelaksanaan partograf
57
a) Keuntungan: 1) Tersedia cukup waktu untuk melakukan
rujukan (4 jam) setelah perjalanan persalinan melewati garis
waspada. 2) Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk
melakukan tindakan. 3) Mengurangi infeksi karena
pemeriksaan dalam yang terbatas.
b) Kerugian: Kemungkinan terlalu cepat lakukan rujukan,
yang sebenarnya dapat dilakukan di tempat (Ujiningtyas dkk,
2013).
58
berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di
bawah simfisis.
e. Ekstensi (Melepaskan Diri dari Fleksi Max)
Setelah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di
bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva
lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi makin
lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his
bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi,
muka dan akhirnya dagu.
f. Putaran Paksi Luar
Setelah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut
putaran paksi luar yaitu gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
g. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu
akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu
depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang dan bayi lahir
seluruhnya.
59
2. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
1) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril pakai didalam partus set.
2) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
3) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci
kedua tangan sesuai dengan prosedur.
4) Memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi. untuk melakukan
pemeriksaan dalam.
5) Memasukkan oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakannya kambali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi.
3. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
1) Membersihkan vulva dan perineum.
2) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap. Bila selaput
ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi.
3) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit. Mencuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
4) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 kali per
menit).
a. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
4. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan meneran
1) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
keinginannya. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk
60
meneran. Menjelaskan kepada keluarga bagaimana mereka dapat
memberikan semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
2) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
3) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran: Jika bayi belum lahir dalam waktu 120 menit (2
jam) meneran untuk primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu
multipara, merujuk segera.
4) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman. Jika ibu belum ingin meneran sampai 60 menit.
5. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
1) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
2) Meletakan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong ibu.
3) Membuka partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
4) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
6. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
Lahirnya kepala:
1) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi tadi, letakkan tangan yang
lain dikepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan.
a. Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap
mulut dan hidung bayi menggunakan penghisap De Lee
disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet
penghisap yang baru dan bersih
2) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
terjadi dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi
61
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklem
lewat bagian atas kepala bayi.
3) Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Lahirnya bahu:
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke
arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
Lahirnya badan dan tungkai
1) Setelah kedua bahu dilahirkan, lakukan sangga susur.
2) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat
punggung dan kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dan
dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
7. Penanganan Bayi Baru Lahir
1) Lakukan penilaian (sepintas)
a. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa
kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-
mengap lakukan resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi
pada asfiksia bayi baru lahir).
2) Segera mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.
3) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal).
62
4) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
5) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, memberikan suntik oksitosin
10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
6) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan kelem kira-
kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu)
dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
7) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.
8) Letakan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakan bayi
tengkurap di dada ibu, untuk melakukan IMD. Selimuti ibu dan bayi
dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. Biarkan bayi tetap
melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
8. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
Peregangan tali pusat:
1) Memindahkan klem pada 5-10 cm dari vulva
2) Melakukan palpasi tepat atas tulang pubis. Memegang tali pusat dan
klem dengan tangan yang lain.
3) Setelah uterus lakukan peregangan ke arah bawah pada tali pusat
dengan lembut. Lakukan dorso-kranial dengan hati-hati untuk
membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak
lahir setelah 30-40 detik, menghentikan peregangan tali pusat dan
menunggu hingga kontraksi berikut mulai. Jika uteri tidak
berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan rangsangan puting susu.
63
Mengeluarkan Plasenta:
1) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik
tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve
jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
2) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva.
3) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan peregangan tali pusat
selama 15 menit, maka:
b. Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
c. Menilai kandung kemih dan mengkateterisai kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu.
d. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
e. Mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
f. Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.
4) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, memegang plasenta dengan
dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan selaput
ketuban tersebut. Jika selaput ketuban robek, menggunakan jari-jari
tangan atau klem atau forsep disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
Masase Fundus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus (fundus menjaadi keras). Jika uterus tidak berkontraksi
setelah melakukan masase selama 15 detik mengambil tindakan yang
sesuai.
9. Menilai Perdarahan
1) Memeriksa kedua sisi plasenta untuk memastikan bahwa selaput
ketuban lengkap dan utuh.
2) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan
segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif. Bila
64
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
10. Melakukan Asuhan Pasca persalinan
1) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadiperdarahan
pervaginam.
2) Celup sarung tangan (klorin, DTT, keringkan)
A. Evaluasi:
b. Kandung kemih kosong
c. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai
kontraksi.
d. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
e. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pascapersalinan dan 30 menit selama jam
kedua pascapersalinan.
f. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas denganbaik (40-60 kali/mnt)
B. Kebersihan dan Keamanan:
1) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 mnt)
2) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
3) Bersihkan badan ibu menggunakan ait DTT
4) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI
5) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
6) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
7) Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalirkemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yangkering dan bersih.
8) ST DTT (setelah IMD pakai ST DTT)
9) Salep mata, vit. K, timbang, pemeriksaan bayi
10) Hepatitis B
65
2) Lepas ST
3) Cuci tangan
DEKONTAMINASI:
C. Partograf
2.1.3 Nifas
2.1.3.1 Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan (Reni dkk, 2015). Masa nifas
(puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode menurut (Astuti, 2015)
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan pada masa tidak dianggap perlu lagi menahanibu setelah
persalinan terlentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah
persalinan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu. Alat genetalia tersebut meliputi uterus, bekas
implantasi plasenta, luka jalan lahir, cevix, endometrium dan ligament-
ligamen.
c. Remote puerperium yaitu mengatakan puerperium adalah waktu yang
perlukan untuk pulih dan sehat sempurna selama hamil atau melahirkan
mempunyai komplikasi. Waktu sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
berbulan-bulan, dan tahunan.
66
c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana menyusui. Pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
d) Memberikan pelayanan keluarga berencana
67
2.1.3.4 Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksternaakan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Di
samping involusi ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yaitu
hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.
Setelah bayi lahir, fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri ± 2 jari di bawah pusat.Pada hari ke-5
postpartum, uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah
simfisis pusat. Sesudah 12 hari, uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis.
Satu minggu postpartum, berat uterus yang semula 1000 gram pada saat hamil
aterm akan menjadi ± 500 gram. Setelah dua minggu postpartum menjadi 300
gram, dan setelah 6 minggu postpartum menjadi 40-60 gram.
Perubahan yang terdapat pada serviks segera setelah partus adalah serviks
menjadi agak menganga seperti corong, warna serviks menjadi merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, dan konsistensinya lunak.
Setelah melahirkan, volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan
tersebut akan dikompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada hari-
hari ke-3 sampai 15 hari postpartum.
Perubahan juga terjadi pada kedua mamae sebagai persiapan laktasi yaitu
proliferasi jaringan, terutama kelenjar–kelenjar alveolus mamae dan lemak.
Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang–kadang dapat dikeluarkan
(kolostrum) (Wiknjosastro, 2014).
Perubahan Seorang bidan dapat membantu ibu untuk memahami
perubahan-perubahan ini.
a. Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram.
Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada
keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uterus melibatkan
reorganisasi dan penanggalan deciduas atau endometrium dan pengelupasan
68
lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan
berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochea. Proses involusi
uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen
saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis
4) Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula
dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga
dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi
yang berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
5) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses inimembantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum adalah sebagai berikut.
69
Tabel 2.6 Involusi Uterus
Dibawah ini dapat dilihat perubahan tinggi fundus uteri pada masa nifas:
71
pula wanita mengeluh "kandungannya turun" setelah melahirkan oleh
karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor.
d. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks postpartum adalah' bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri
terbentuk semacam cincin.Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman
karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari setelah persalinan, ostium
externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi
retak-retak karena robekan dalam persalinan.Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja,"dan lingkaran retraksi berhubungan
dengan bagian atas dari canalis cervikallis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Karena proses hyper palpasi ini, arena retraksi
dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah
involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya
sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada
retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir
sampingnya. Robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir
belakang pada serviks.
e. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea (secret yang
berasal dari ovum uteri dan vagina) menurut (Astutik, 2015) antara lain:
1. Lochea rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel desikua, vernik caseosam lanugo dan meconium, selama 2 hari
nifas
72
2. Lochea sanguinolenta: Berwarna kuning berisi darah dan lender .
Berlangsung dari hari ke 3 - 7 nifas.
3. Lochea serosa: Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi pada hari
ke 7 – 14 nifas.
4. Lochea alba: Berwarna cairan putih, keluar setelah 2 minggu masa
nifas setelah lochea atas, ada jenis lochea yang tidak normal, yaitu:
a) Lochea purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
b) Lochea stasis : lochea tidak lacar keluarnya
f. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan – persiapan pada
kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi ini. Perubahan yang
terdapat pada kedua mammae antara lain sebagai berikut :
(1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak
bertambah.
(2) Keluaran cairan susu dari duktus laktiferus disebut colostrum,
berwarna kuning putih susu
(3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-
vena berdilatasi sehingga tampak jelas
(4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang.
Maka timbul pengaruh hormon prolaktin yang akan merangsang air
susu. Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan
banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan (Wiknjosastro, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa
menjadi orang tua pada post partum adalah:
(a) Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
(b) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirasi.
(c) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu.
(d) Pengaruh budaya.
73
2.1.3.5 Tanda bahaya masa nifas
Tanda–tanda bahaya yang harus diperhatikan pada masa nifas dan jika hal
itu terjadi harus segera dilakukan tindakan yang segera adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan pervaginam dan keluar cairan berbau
b. Uterus lembek
c. Demam dengan suhu ≥ 38 ºC lebih dari 2 hari
d. Payudara bengkak, merah disertai rasa nyeri
e. Sakit kepala yang hebat
f. Nyeri epigastrium
g. Edema seluruh tubuh (muka dan ekstremitas)
h. Nyeri perut yang hebat
i. Penglihatan kabur
j. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
k. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
l. Kejang (Reni dkk, 2015)
Selain diatas, pada masa nifas terdapat tanda bahaya yang mesti diperhatikan
oleh ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan, diantaranya:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam di bagi menjadi dua jenis:
a. Perdarahan primer: Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
b. Perdarahan sekunder: perdarahan yang terjadi kapan saja setelah 24
jam sampai 6 minggu setelah melahirkan.
2. Infeksi Masa Nifas
Infeksi masa nifas terjadi sebagai akibat dari involusi, inkubasi dan
multifikasi suatu organisme dan karena itu normalnya tidak terjadi sampai
24 jam atau lebih sejak kelahiran. Faktor predisposisi infeksi kala nifas
diantaranya adalah :
a. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi perdarahan terlantar.
b. Tindakan operasi persalinan.
c. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.
d. Ketuban pecah dini atau pembukaan kecil melebihi 6 jam.
74
e. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan
antepartum dan postpartum, anemia saat kehamilan, malnutrisi,
kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.
3. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
Seorang ibu yang baru melahirkan temperaturnya biasanya lebih
tinggi daripada normal. Infeksi saluran kencing adalah masalah yang
umum selama masa kehamilan penyebabnya terletak pada stasis air seni
yang terjadi selama masa kehamilan dan mendorong terbentuknya resevoir
organisme. Trauma masa persalinan atau kurang bersihnya vulva
mengakibatkan terjadinya infeksi.
4. Payudara yang berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit
Terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan
infeksi mamae. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi mamae adalah
staphylococcus aureus. Yang masuk melalui luka putting susu. Infeksi
menimbulkan demam, nyeri local mamae, terjadi pemadatan mamae,
tejadi peubahan warna kulit mamae.
Infeksi mamae ( mastitis ) akut adalah radang payudara. Rasanya sangat
sakit dan dapat menyebabkan pembentukan abses. Sumber yang paling
mungkin dari infeksi mata pada bayi sering disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
5. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan pada kaki
Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi
peurpuralis yang mengenai pembuluh darah femoralis. Vena femoralis
yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosis dapat menimbulkan
gajala klinik sebagai berikut :
a. Terjadi pembengkakan pada tungkai
b. Berwarna putih.
c. Terasa sangat nyeri.
d. Tampak bendungan pembuluh darah.
e. Temperatur badan dapat meningkat.
75
2.1.3.6 Penatalaksanaan Masa Nifas
1) Asuhan kebidanan masa nifas
Asuhan nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun janinnya. Tujuan asuhan kebidanan pada masa
nifas adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi baik ibu maupun
bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinnya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
2) Program dan kebijakan teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai
status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi. Beriukut merupakan tabel
kunjungan nifas
Tabel 2.7 Jadwal Kunjungan Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling kepada ibu atau
salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
perdarahan atonia uteri.
6-8 jam setelah
Pertama d. Pemberian ASI awal.
persalinan
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi.Jika petugas kesehatan
menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil
a. Memastikan involusi uterus berjalan
normal : uterus berkontraksi, fundus
6 hari setelah dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
Kedua
persalinan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau perdarahan abnormal.
76
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.
f. Konseling KB mandiri.
2 minggu setelah Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).
Ketiga
persalinan
Keempat 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
persalinan penyulit yang ia atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara
dini.
Sumber: Jannah (2015)
77
udara. Paru-paru berkembang, sehingga rongga dada kembali pada
bentuk semula.
2) Memulai perubahan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli
meningkat. Sebaliknya, tekanan karbondioksida turun. Ini menyebabkan
darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus arteriosus
menutup. Dengan menciutnya arteria dan vena umbilikalis dan kemudian
dipotongnya tali pusat, aliran darah dari plasenta melalui vena kava
inferior dan foramen ovale ke atrium kiri terhenti. Dengan diterimanya
darah oleh atrium kiri dari paru-paru, tekanan di atrium kiri menjadi
lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan, ini menyebabkan foramen
ovale menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi
yang hidup di luar badan ibu.
3) Termoregulasi
Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi cepat stress karena
perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir dapat kehilangan panas
melalui mekanisme konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi.
Kehilangan panas dapat dicegah dengan keringkan bayi, selimuti dengan
kain bersih dan hangat, selimuti bagian kepala, anjurkan ibu memeluk
dan menyusui bayinya, dan jangan segera menimbang dan memandikan
bayi baru lahir.
4) Kemampuan memenuhi kebutuhan nutrisi melalui saluran cerna
5) Kemampuan mengeluarkan produk buangan
6) Kemampuan untuk mempertahankan tubuh dari infeksi.
78
f. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
g. Pernafasan ± 40-60 x/menit
h. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
i. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna
j. Kuku telah agak panjang dan lemas
k. Nilai APGAR > 7
l. Gerak aktif
m. Bayi lahir langsung menangis kuat
n. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
o. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengab baik
p. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah
terbentuk denghan baik
q. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
r. Genetalia.
a. Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang
berada pada skrotum dan penis yang berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan
uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan
mayora
s. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam
24 jam pertama dan berwarna hitam kecokelatan.
79
6) Tinja atau kemih, tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering,
hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja.
7) Aktivitas, menggigil atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung,
lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang-kejang dan menangis terus
menerus.
P Pulse rate (frekuensi nadi) Tidak ada Kurang dari 100 > 100 x/menit
G Grimace (Reaksi terhadap Tidak ada Sedikit gerak mimik, Batuk dan bersin
rangsangan) menyeringai
A Activity (tonus otot) Tidak ada Ekstremitas dalam Gerakan aktif
sedikit fleksi
R Respiration (pernapasan) Tidak ada Lemah atau tidak Baik/menengis kuat
teratur
Keterangan dari bagan diatas :
a) Asfiksia berat : 0 sampai 3
b) Asfiksia sedang : 4 sampai 6
80
c) Vigerous baby : 7 sampai 10
d) NA 1 ≥ 7 : tidak perlu dilakukan resusitasi
e) NA 1 = 4-6 : lakukan bag dan mask ventilation
f) NA 1 = 0-3 : lakukan inkubasi. (Wiknjosastro, 2014).
81
tidak segera dicegah.Bayi yang mengalami kehilangan panas
(hipotermia) berisiko tinggi untuk jatuh sakit dan meninggal. Jika bayi
dalam keadaan basah atau tidak diselimuti, mungkin akan mengalami
hipotermia, meskipun berada dalam lingkungan yang hangat. Bayi
prematur atau berat badan lahir rendah sangat rentan terhadap terjadinya
hipotermia.
b. Mekanisme kehilangan panas
Kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui mekanisme sebagai
berikut:
1) Evaporasi:
Yaitu cairan air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap,
missal: BBL langsung dikeringkan dari air ketuban atau bayi cepat
dimandikan dan tubuhnya tidak disegera dikeringkan dan
diselimuti.
2) Konduksi
Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung
kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal: popok/celana
basah yang tidak langsung diganti, meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperatumya lebih rendah dari tubuh bayi.
3) Konveksi
Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena terpapar aliran udara
dingin di sekeliling bayi, missal: BBL diletakan dekat pintu/jendela
terbuka, ruangan AC atau kipas angin.
4) Radiasi
Yaitu kehilangan panas terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu bayi
(walaupun tidak brsentuhan secara langsung).
82
3) Selimuti ibu dan bayi serta pakaikan topi dikepala bayi
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) Jangan segera menimang atau memandikan bayi baru lahir
(jangan memandikan bayi sebelum 6 jam pasca persalinan)
6) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
7) Bayi jangandibedong terlalu ketat. Hal ini dapat menghambat
gerakan bayi.
7. Pemberian ASI
Rangsangan isapan bayi pada putting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut saraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin.
Hormon ini akan memicu payudara untuk menghasilakn ASI. Semakin
sering bayi menghisap putting susu akan semakin banyak prolaktin dan
ASI yang dikeluarkan.
Pada hari pertama kelahiran bayi, apabila penghisapan putting susu
cukup adekuat maka akan dihasilkan secara bertahap 10-100 mL ASI.
Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia ba-yi. Bayi sehat akan
mengkonsumsi 700-800 ml ASI (kisaran 600-1000ml) untuk tumbuh
kembang bayi.
a. Refleks laktasi
Dimasa laktasi terdapat 2 refleks pada ibu yaitu reflex prolaktin
dan reflex oksitosin yang berperan dalam produksi ASI dan
involusi uterus (khusunya pada masa nifas) Terdapat 3 refleks
pada bayi, yaitu:
a) Refleks mencari putting susu (rooting reflex)
b) Refleks menghisap (sucing reflex)
c) Refleks menelan (reflex swallowing)
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang manfaat kontak
langsung ibu dan bayi dan anjurkan untuk menyusukan bayinya
sesering mungkin untuk merangsang produksi ASI sehingga
mencukupi kebutuhan bayi itu sendiri.Yakinkan ibu dan
keluarganya bahwa kolostrum adalah zat bergizi dan
mengandung semua unsur yang diperlukan bayi. Minta ibu untuk
83
memberi ASI sesuai dengan keinginan atau dorongan naluriah
bayinya. Pada saat bayi melepaskan putting susu yang satu, minta
ibu untuk memberikan putting susu lainnya. Jelaskan pada ibu
bahwa membatasi lamanya bayi menyusu akan mengurangi
jumlah nutrisi yang diterima bayi dan akan menurunkan produksi
susunya. Anjurkan ibu untuk bertanya mengenai pemberian ASI
dan kemudian berikan jawaban lengkap dan jelas.
b. Posisi menyusui
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keber-hasilan
pemberian ASI dan mencegah lecet putting susu. Pastikan ibu
memeluk bayinya dengan benar.Berikan bantuan dan dukungan
jika ibu memerlukannya, terutama baru pertama menyusui atau
ibu muda. Tanda posisi bayi menyusu dengan baik:
a) Dagu menyentuh payudara ibu
b) Mulut terbuka lebar
c) Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh
payudara ibu.
d) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak
hanya putting saja), lingkar areola atas terlihat lebih
banyak dibandingkan areola bawah.
e) Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah.
f) Bibir bawah bayi melengkung keluar.
g) Bayi mengisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-
kadang disertai dengan berhenti sesaat.
8. Pencegahan infeksi mata
Bayi bisa diberi ASI dan bertemu dengan ibu dan keluarganya sebelum
mendapatkan tetes mata profilaktikdarutan perak nitrat 1%) atau salep
(salep tetrasiklin 1 % atau salep mata eritromisin 0,5 %). Tetes mata atau
salep antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam pertama
setelah kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak
akan efektif jika tidak diberikan dalam satu jam pertama kehidupannya
Teknik pemberian profilasis mata:
84
a. Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan,
yakinkan mereka bahwa obat tersebut akan sangat
menguntungkan bayinya
b. Cuci tangan dengan air sabun dan air bersih yang mengalir
c. Berikan salep atau tetes mata dalam satu garis, mulai dari sudut
medial mata (dekat hidung bayi) menuju ke sudut lateral mata
(dekat telinga bayi)
d. Pastikan ujung mulut tabung salep atau penetes tidak
menyentuh mata bayi
e. Jangan menghapus salep mata dari mata bayi dan minta agar
keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
9. Pemberian Vitamin K
Semua bayi baru lahir harus mendapatkan vitamin K1 injeksi 1 mg IM
setelah 1 jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk
mencegah perda-rahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat
dialami oleh sebagian BBL. Menurut Puckett & Offringa, 2010 dalam
Chapman 2013 Insiden penyakit hemoragis menurun secara bermakna
pada bayi yang mendapat Vitamin K saat lahir.
10. Pemberian imunisasi
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi Hepatitis B
pertama diberkan 1 jam setelah pemberian vitamin K1, atau pada saat
bayi berumur 2 jam. Selanjutnya Hepatitis B dan DPT diberikan pada
umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Dianjurkan BCG dan OVP diberikan
pada saat bayi berumur 24 jam (saat bayi akan pulang dari klinik) atau
pada usia 1 bulan (KN). Selanjutnya OVP diberikan sebanyak 3 kali
pada umur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.Lakukan pencatatan dan
anjurkan ibu untuk kembali pada jadwal imunisasi berikutnya.
11. Pemeriksaan bayi baru lahir Pemeriksaan BBL dilakukan pada:
a. Saat bayi diklinik (dalam 24 jam)
b. Saat kunjungan tindak lanjut (KN), yaitu 1 kali pada umur 1-3
hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari.
85
2.2 Tinjauan Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney
dan SOAP
Manajemen kebidanan adalah suatu metode atau pendekatan pemecahan
masalah yang diberikan bidan dalam pemberian pelayanan asuhan
kebidanan. Yang dimaksud dengan metode atau pendekatan disini
adalah cara kerja sistematik dan analitik yang ,memudahkan dan
mengarahkan kegiatan-kegiatan bidan dalam memecahkan kesehatan ibu
dan anak yang dihadapi dalam lingkup tanggung jawabnya secara tepat
guna dan berhasil guna.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar.
Kumpulan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bila klien mengalami komplikasi yang
perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan
akan melakukan konsultasi.
86
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan
Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
yang merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa
yang telah diidentifikasikan dan diantisipasi. Pada langkah ini informasi
data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang telah diperkirakan akan terjadi
berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling merujuk klien jika
ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural
atau masalah psikologi.
Dokumentasi SOAP
” Documen ” berarti satu atau lebih lembar kertas resmi dengan tulisan
diatasnya dokumentasi berisi dokumen atau pencatatan yang berisi bukti
atau kesaksian tentang sesuatu atau suatu pencatatan tentang suatu.
Dokumentasi dalam bidang kesehatan suatu sistem pencatatan atau
pelaporan informasi atau kondisi dan perkembangan kesehatan pasien
dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Dalam
pelayanan kebidanan, setelah melakukan pelayanan semua kegiatan
87
didokumentasikan dengan menggunakan konsep SOAP. Untuk
pendokumentasian dan pencatatan asuhan yang dapat diterapkan dalam
bentuk ”SOAP” yaitu :
S (subjektif): Menurut perspektif klien. Data ini diperoleh melalui
anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).
O (objektif): Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan
diagnostik dan pendukung lainnya. Data ini termasuk catatan medik
pasien yang lalu. (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).
A (assesment): Analisis/interpretasi berdasarkan data yang
terkumpul dibuat kesimpulan berdasarkan segala sesuatu yang dapat
teridentifikasi : diagnosa / masalah. Identifikasi diagnosa/masalah
potensial. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter /konsultasi
kolaborasi dan rujukan. (sebagai langkah II, III, IV dalam manajemen
Varney).
P (planning): Merupakan gambaran pendokumentasian dari
tindakan (implementasian) dan evaluasi rencana (E) berdasarkan pada
langkah V, VI, VII pada manajemen Varney. Ini termasuk hasil
observasi dan evaluasi dari flowsheet. Planning termasuk : asuhan
mandiri oleh bidan, kolaborasi/konsultasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, tes diagnostik/laboratorium, konseling/penyuluhan
followup.Ini semua termasuk keputusan klinis dalam prosedur tindakan,
aktifitas,diet, kebutuhan, hidrasi, pendamping, dll.
1. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Kehamilan
A. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan pada kehamilan adalah suatu asuhan
kebidanan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan. Asuhan
dimulai sejak kunjungan awal atau sejak dimulainya kehamilan hingga
akhir kehamilan yang dilakukan secara berkesinambungan (trimester I
sampai dengan III).
B. Tujuan
Agar mampu memberikan asuhan kebidanan yang adekuat,
komprehaensif dan berstandar pada ibu hamil dengan mampertahankan
88
riwayat ibu selama kehamilan ini, kebutuhan dan respon ibu serta
mangidentifikasi penyakit-penyakit yang ada dan mengantisipasinya.
Tujuan asuhan ANC :
1. Memantau kemajuan kehamilan dengan memantau kesehatan
ibu dan tumbuh kembang janin
2. Mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
3. Deteksi dini adanya ketidaknormalan
4. Mempersiapkan perasalinan yang cukup bulan dan selamat
baik ibu maupun bayinya
5. Agar masa nifas berjalan normal
6. Mempersiapkan ibu dan keluarga setelah bayi lahir.
89
5. Riwayat sosial ekonomi
Status perkawinan, respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan,
jumlah keluarga yang membantu dirumah, pembuat keputusan dalam
keluarga, kebiasaan makan, minum, kebiasaan merokok, menggunakaan
obat-obatan/ alkohol, kehidupan seksual, pekerjaan dan aktivitas sehari-
hari.
6. Pemeriksaan
a. Fisik umum : tanda-tanda vital, berat badan, tinggibadan,
pemeriksaaan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
b. Pemeriksaan luar : palpasi, auskultasi, perkusi.
c. Pemeriksaan dalam : menilai kemajuan persalinan, menilai luas
panggul.
d. Laboratorium : HB, protein urin, glukosa.
Langkah II : Interpretasi data
Mengidentifikasi dari diagnosa, masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan sehingga ditemukan diagnosa atau masalah yang spesifik.
Diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena beberapa masalah
tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan. Diagnosa
yang mungkin timbul pada kehamilan normal, kehamilan normal dengan
masalah khusus, kehamilan dengan masalah kesehatan yang
membutuhkan rujukan untuk konsultasi atau kerjasama penanganannya.
Kehamilan dengan kondisi kegawat daruratan yang membutuhkan
rujukan segera. Adapun masalah-masalah yang sering muncul pada
kehamilan seperti mual muntah, sakit kepala, sering BAK, pusing.
Kebutuhan pada kehamilan tambahan nutrisi, tablet zat besi, asam folat,
pemberian TT, konseling, perencanaan persalinan, perawatan payudara,
pengenalan komplikasi, penyuluhan kesehatan. Dalam menentukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan, dasar teori harus dicantumkan.
Langkah III :Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
90
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.Langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa atau masalah potensial dapat terjadi abortus, persalinan
premature, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi infeksi,
ketuban pecah dini.
Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya segera oleh bidan atau dokter atau untuk
dikonsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.
91
Berikan layanan/asuhan antenatal seperti diatas dan berikan konseling
khusus untuk kebutuhan ibu dan masalah-masalahnya.
3. Kehamilan dengan masalah kesehatan/komplikasi yang
membutuhkan rujukan untuk konsultasi / kerjasama penanganan.
Rujukan ke dokter untuk konsultasi, bantu klien menentukan pilihan
yang tepat, lampirkan surat rujukan dan kartu kesehatan ibu hamil.
Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan,
rencanakan dini jika klien tidak aman melahirkan di rumah. Jika
terjadi kegawatdaruratan rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat
dimana tersedia pelayanan kegawat daruratan obstetrik yang sesuai.
93
ini membutuhkan antisipasi bila mungkin dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan waspada dan mencegah diagnosa atau masalah potensial ini
agar tidak terjadi kalau dimungkinkan, dan berrsiap-siap menghadapinya
bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini
penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan tindakan segera
Baik oleh bidan maupun dokter untuk melakukan konsultasi, kolaborasi
dengan tenaga kesehatan yang lain. Berdasarkan kondisi klien langkah
ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Manajemen ini berlaku baik menajemen primer periodik pada antenatal,
juga selama wanita tersebut bersama bidan, misalnya pada masa intra
natal. Data baru harus terus menerus dikumpulkan dan di evaluasi.
Beberapa data mengindikasikan bidan harus segera bertindak untuk
keselamatan ibu dan bayinya (misalnya perdarahan antepartum,
perdarahan post partum, distosia bahu atau pada bayi dengan nilai apgar
yang rendah).
95
d. Ajaklah orang yang menemaninya (suami atau ibunya)
untuk memijat atau menggosok punggungnya atau
membasuh mukanya diantara kontraksi
e. Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai dengan
kesanggupannya.
f. Ajarkan kepadanya tehnik bernapas : ibu diminta untuk
menarik napas panjang, menahan napas panjang, menahan
napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara meniup
udara keluar sewaktu terasa kontraksi.
3) Penolong tetap menjaga hak dan privasi ibu dalam persalinan,
antara lain menggunakan penutup atau tirai, tidak
menghadirkan orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin ibu.
4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjdi,
serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil
pemeriksaan.
5) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh daerah sekitar
kemaluannya setelah buang air kecil atau besar.
6) Untuk mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan energi,
berikan cukup minum.
7) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
8) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi
dengan cara:
a. Gunakan kipas angin atau AC di dalam kamar.
b. Menggunakan kipas biasa.
c. Menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
d. Lakukan pemantauan : tekanan darah, suhu badan, nadi,
denyut jantung janin, kontraksi, pembukaan serviks,
penurunan sesuai dengan frekuensi yang sudah ditentukan
(fase aktif/ laten)
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap 4 jam dalam kala I pada
persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah, dan mendokumentasikan
hasil pemeriksaan yang ada pada partograf.
96
2) Rencana Asuhan Pada Kala II
1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan cara :
a. Mendampingi ibu agar merasa aman.
b. Menawarkan minum, dan memijat ibu.
2) Menjaga kebersihan diri :
a. Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari
infeksi.
b. Jika ada darah lendir atau ketuban segera bersihkan.
3) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu. Dengan cara :
a. Menjaga privasi ibu.
b. Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan.
4) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan
keterlibatan ibu
5) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapatdipilih
posisi berikut : jongkok, tidur miring atau setengah duduk.
Posisi tegak ada kaitannya dengan berkurangnya rasanya nyeri,
mudah mengedan, kurangnya trauma vagina dan perineum, dan
infeksi.
6) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih
sesering mungkin.
7) Memberikan cukup minum: memberikan cukup tenaga dan
mencegah dehidrasi.
97
a. Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika
kandung kemih penuh
b. Periksa jika ada tanda- tanda pelepasan plasenta
98
3. 7 Langkah Varney
Langkah 1 : pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru lahir.
Pengkajian pada bayi baru lahir dibagi menjadi 2 bagian :
1) Pengkajian segera setelah lahir.
2) Pengkajian keadaan fisik untuk memastikan bayi dalam
keadaan normal.
Langkah II : interpretasi data
Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah diagnosa
berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa masalah dan kebutuhan bayi baru lahir
tergantung dari hasil pengkajian terhadap bayi.
Contoh diagnosa :
1. Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan dengan dasar usia 37
minggu, berat badan > 2500 gram, apgar skor lebih dari 7
2. Pada menit kelima, tidak ada tanda-tanda kesulitan bernapas.
3. Neonatus dengan penyulit dengan dasar berat kurang dari 2500
gram, asfiksia nilai skor kurang dari 7.
Langkah III : Identifikasi diagnosa dan masalah potensial
Diagnosa potensial yang perlu diantisipasi : hipotermi dengan
dasar bayi baru lahir masih belum mampu mengatur suhu badan.
Langkah IV : Identifikasi dan menetapkan tindakan segera
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter dan untuk di konsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien bayi.
Contoh :
Bila bayi lahir tidak bernafas dalam waktu 30 detik, segera cari bantuan
dan mulailah langkah-langkah resusitasi pada bayi tersebut.
Langkah V :Membuat rencana asuhan
Rencana pada bayi meliputi observasi tanda-tanda vital, keadaan
umum, pertahankan suhu tubuh bayi, lakukan perawatan tali pusat,
99
lakukan perawatan bayi sehari- hari, pencegahan infeksi, pengawasan
pemberian ASI.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan sesuai yang
diuraikan dilangkah kelima secara efesien dan aman.
Langkah VII : Melakukan evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan sesuai yang diberikan,
meliputi pemenuhan kebutuhan dan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
didalam diagnosa dan masalah .
4. Manajemen Asuhan Kebidanan Masa Nifas
a. Pengertian Manajemen Kebidanan Masa Nifas
Asuhan ibu post partum adalah asuhan yang diberikan pada ibu segera
setelah lahir, sampai 6 minggu setelah kelahiran.
b. Tujuan
Memberikan asuhan yang adekuat dan sesuai standar pada ibu segera
setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan,
dalam persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan. Hasil yang
diharapkan adalah terlaksananya asuhan segera pada ibu post partum
termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan.
c. Tujuh Langkah Varney
Langkah 1 : pengkajian (pengumpulan data dasar)
Melakukan pengkajian dengan mengkumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu.
Melakukan pemeriksaan awal post partum:
1) Meninjau catatan record pasien
2) Catatan pengembangan ante partum dan intra partum
3) Berapa lama (jam/hari) pasien post partum
4) Pesanan sebelumnya dan catatan perkembangan
5) Suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah post partum
100
6) Pemeriksaan laboratorium dan laporan pemeriksaan tambahan
7) Catatan obat-obatan
8) Catatan bidan / perawat
Menanyakan riwayat keesehatan dan keluhan ibu : mobilisasi, buang air
kecil (BAK), buang air besar (BAB), nafsu makan, ketidak nyamanan/
rasa sakit, kekhawatiran, hal yang tidak jelas, makanan bayi dan reaksi
pada bayi (reaksi terhadap proses melahirkan dan kelahiran).
Pemeriksaan Fisik
1) Tekanan darah, suhu badan, denyut nadi
2) Tenggorokan jika diperlukan
3) Buah dada dan puting susu
4) Auskultasi paru-paru jika diperlukan
5) Abdomen : kandung kemih, uterus, diastatis
6) Lochea : warna, jumlah dan bau
7) Perineum: oedema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka
episiotomi/robek, jahitan, memar, haemoroid (wasir atau ambein)
8) Ekstemitas : varises, oedema, tanda-tanda hortman dan refleks.
Langkah II : diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum
Melakukan identifikasi yang tepat terhadap masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum dan
nifas tergantung dari hasil pengkajian terhadap ibu.
Contoh diagnosa :
a. Post partum hari pertama
b. Perdarahan nifas
c. Sub involusi
d. Anemia post partum
e. Pre eklampsia
f. Post seksio cesarean.
Masalah
a. Sakit pada luka eposiotomi
101
b. Keluhan mules yang mengganggu rasa nyaman
c. Buah dada bengkak dan sakit.
Kebutuhan
a. Penjelasan tentang pencegahan infeksi
b. Kontak dengan bayi sesering mungkin (bonding andttachment)
c. Penyuluhan perawatan payudara
d. Bimbingan menyususi
e. Penjelasan tentang KB
f. Imunisasi bayi
g. Kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan dapat membahayakan.
Langkah III : identifikasi diagnosa dan masalah potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan
terjadi berdasarkan masalah atau diagnosa yang sudah di identifikasi dan
merencanakan antisipasi tindakan.
Contoh diagnosa potensial :
a. Hipertensi post partum
b. Anemia post partum
c. Sub involusi
d. Perdarahan post partum
e. Febris post partum
f. Infeksi post partum
Masalah potensial
a. Anemia,
b. Sakit pada bekas luka episiotomi
c. Nyeri kepala
d. Mules
Antisipasi tindakan :
Agar tidak terjadi anemia maka berikan tablet FE, anjurkan cukup
istirahat dan konsumsi sayuran hijau, hati ayam dll. Sarankan Ibu
menjaga personal hygiene.
Langkah IV : Identifikasi dan menetapkan tindakan segera
102
Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter. Bila ditemukan masalah maka dapat dikonsultasikan dan
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi pasien.
Contoh :
a. Ibu kejang, segera lakukan tindakan untuk mengatasi kejang sebagai
tindakan awal dan segera berkolaborasi merujuk ibu untuk perawatan
selanjutnya.
b. Ibu tiba-tiba mengalami perdarahan, maka dilakukan tindakan segera
sesuai dengan keadaan pasien, misalnya bila kontraksi uterus kurang
baik segera berikan uterotonika.
Langkah V :Membuat rencana asuhan
Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan
dari langkah sebelumnya.
Contoh manajemen asuhan awal puerperium:
a. Kontak dini dan sesering mungkin dengan bayi
b. Mobilisasi atau istirahat baring di tempat tidur
c. Gizi (diet)
d. Perawatan perineum
e. Buang air kecil spontan/kateter
f. Obat penghilang rasa sakit
g. Obat tidur (bila diperlukan)
h. Obat pencahar (bila diperlukan)
i. Pemberian methergin (bila diperlukan)
Asuhan lanjutan :
a. Tambahan vitamin atau zat besi atau keduanya, jika diperlukan
b. Bebas dari ketidak nyamanan post partum
c. Perawatan payudara
d. Pemeriksaan laboratorium terhadap komplikasi, jika di perlukan
e. Rencana KB
f. Tanda-tanda bahaya
g. Kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan.
103
Langkah VI : Implementasi atau pelaksanaan asuhan
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efesien dan
aman terhadap :
a. Kontak dini sesering mungkin dengan bayi
b. Mobilisasi atau istirahat berbaring ditempat tidur
c. Gizi (diet)
d. Perawatan perineum
e. Buang air kecil spontan/kateter
f. Pemberian obat penghilang rasa sakit
g. Pemberian obat pencahar (bila diperlukan)
h. Pemberian methergin (bila diperlukan)
i. Pemberian tambahan vitamin atau zat besi, atau keduanya (bila
diperlukan)
j. Bebas dari ketidaknyamanan post partum
k. Perawatan buah dada
l. Pemeriksaan laboratorium terhadap komplikasi, jika di perlukan
m. Rencana KB
n. Tanda bahaya
o. Kebiasan rutin yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, ulangi
kembali proses menajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan
yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan
kembali yang belum terlaksana.
104