Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7

P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

PEMANFAATAN LUMPUR IPAL MINYAK SAWIT DAN


CANGKANG BIJI KARET PADA PEMBUATAN BRIKET
DENGAN PENAMBAHAN CRUDE GLISEROL SEBAGAI FILLER
Elvi Yenie, Aryo Sasmita, Muhammad Fajri dan Chaniago

Program Sudi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Riau, Kampus Bina Widya Jl.
HR. Soebrantas Km. 12,5 Simpang Baru, Panam,Pekanbaru 28293

E-mail : elviyenie@lecturer.unri.ac.id, aryosasmita@lecturer.ac.id, muhammad.fc96@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam beberapa tahun terakhir energi telah menjadi pertimbangan yang sangat penting di Dunia maupun di Indonesia.
Peningkatan permintaan energi ini disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
menipisnya cadangan minyak dunia dan juga bantuan dari bahan bakar. Lumpur IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
minyak kelapa sawit adalah hasil sedimen dari limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan belum
dimanfaatkan secara optimal. Lumpur IPAL Produksi minyak kelapa sawit dan cangkang biji karet yang dapat dibuat
sebagai bahan bakar padat terdiri dari proses karbonisasi menggunakan gliserol mentah sebagai perekat dari briket yang
dihasilkan. Perekat yang digunakan adalah gliserol mentah karena memiliki karakteristik viskositas dan kepadatan tinggi
yang dapat digunakan sebagai perekat. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah rasio lumpur IPAL dengan
produksi kulit kelapa sawit dan kulit biji karet (90:10, 80:20, 70:30, dan 60: 40% bb) dan tekanan pengepresan (50, 75,
dan 100 bar) dengan persentase gliserol mentah adalah 40% dari total berat briket. Hasil analisis proksimat diperoleh
kadar air 3,93%, kadar abu 1,19%, zat volatil 2,93%, kadar karbon tetap 89,64% dan nilai kalor terbaik 3864,18 kal / gr
pada rasio 60: 40% dengan tekanan 100 bar. Hasil proses yang sangat berpengaruh signifikan pada nilai kalor ialah rasio
bahan baku

Kata Kunci : Gliserol, Cangkang Biji Karet, Lumpur IPAL Minyak Sawit, Briket

ABSTRACT

In recent years energy has become a very important consideration in the world also in Indonesia. This increase in energy
demand is caused by population growth and an increase in economic growth and the depletion of world oil reserves and
also aid from these fuels. WWTP mud (Waste Water Treatment Plant) production of palm oil is the result of sediment
from liquid waste containing high organic matter and has not been utilized optimally. WWTP mud palm oil production
using rubber seed shells that can be made solid fuel consists of a carbonization process using glycerol crude as an
adhesive from the briquettes produced. The adhesive used is raw glycerol because it has high viscosity and density
characteristics which can be used as adhesives. In this study the variables used were the ratio of IPAL sludge to the
production of palm oil and rubber seed shells (90:10, 80:20, 70:30, and 60: 40% bb) and pressing pressures (50, 75, and
100 bar) with the percentage of crude glycerol is 40% of the total weight of briquettes. Proximate analysis results obtained
3.93% air content, 1.19% ash content, 2.93% volatile substances, fixed carbon content 89.64% and the best calorific
value of 3864.18 kal / gr each ratio 60: 40% with a pressure of 100 bars. A very significant process value at the calorific
value is the ratio of raw materials

Keywords : Glycerol Crude, Briquette, WWTP Mud (Waste Water Treatment Plant), Rubber Seed Shell

PENDAHULUAN peningkatan permintaan energi ini disebabkan oleh


pertumbuhan jumlah penduduk dan disertai dengan
Beberapa tahun terakhir ini energi menjadi perkembangan ekonomi serta menipisnya sumber
persoalan yang sangat krusial di dunia, cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi

1
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

dari bahan bakar tersebut. Menurut informasi dari bahan bakar padat. Briket dapat menggantikan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ketergantungan pemakaian batubara atau kayu
(ESDM), cadangan minyak mentah terbukti yang untuk boiler industri yang meyuplai energi panas
ada saat ini akan bertahan untuk sekitar 23 tahun (termal). Biomassa briket adalah sumber energi
mendatang maka dari itu, pemerintah memutuskan non konvensional, terbarukan dialam, ramah
untuk mengandalkan pada bioenergi guna lingkungan, tidak mencemari lingkungan dan
menargetkan 23% energi baru dan terbarukan pada ekonomis. Proses konversi biomassa menjadi
2025 bioenergi yang merujuk pada produksi energi bahan bakar padat adalah salah satu cara dalam
berbasis biomassa (PP No. 79 Tahun 2014). pengurangan polusi (Yuhazri, dkk. 2012).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi Dari uraian diatas, peneliti bermaksud melihat
andalan Indonesia yang perkembangannya pengaruh variasi rasio bahan baku dan tekanan
demikian pesat. Tanaman kelapa sawit saat ini pengepresan pada pembuatan briket lumpur IPAL
tersebar dihampir seluruh provinsi di Indonesia. produksi minyak sawit dan cangkang biji karet.
Provinsi Riau pada tahun 2017 dengan luas 2,5 juta Dalam penelitian ini, memanfaatkan lumpur IPAL
Ha merupakan provinsi yang merupakan produksi minyak sawit sebagai alternatif dalam
perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut – pembuatan briket dengan penambahan cangkang
turut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,3 juta Ha, biji karet sebagai bahan pelengkap untuk
Kalimantan Barat seluas 925 ribu Ha dan Sumatera meningkatkan nilai kalor dari briket yang
Selatan 797 ribu juta Ha serta provinsi lainnya dihasilkan, sedangkan crude gliserol digunakan
(Ditjen Perkebunan, 2017). sebagai perekat briket. Tujuan utama penelitian ini
untuk mengurangi ketergantungan pemakaian
Lumpur IPAL produksi minyak sawit merupakan batubara dalam pemanfaaan energi untuk
sumber pencemar yang membahayakan serta dapat keberlangsungan industri,dengan menggantikan
mencemari ke lingkungan, jika dibuang tanpa lumpur IPAL produksi minyak sawit dapat
pengolahan. Produksi lumpur IPAL minyak sawit dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat serta
semakin meningkat setiap tahunnya serta belum memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
ada pengelolaan optimal, dan dapat dimanfaatkan
menjadi sumber energi alternatif yang BAHAN DAN METODE
menjanjikan. Mempertimbangkan kandungan
bahan organik yang tinggi, sehingga lumpur IPAL A. Alat dan Bahan
produksi minyak sawit dapat dijadikan sebagai Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini
bahan bakar biomassa alternatif (Hassan, dkk. terdiri dari unit pembuatan briket terdiri dari neraca
2013). Pengolahan limbah cair kelapa sawit di analitik, cawan krusibel, ayakan, furnace, ember,
Indonesia pada umumnya menggunakan sistem alat hydraulik press, dan bom calorimeter serta
kolam (pounding sistem). Melalui sistem ini universal testing machine. Bahan – bahan yang
menghasilkan lumpur yang mengandung bahan digunakan dalam penelitian ini berupa lumpur
organik yang cukup tinggi. Tingginya kadar IPAL produksi minyak sawit yang didapatkan di
tersebut menimbulkan beban pencemaran yang land aplication yang bersumber dari kolam
besar karena diperlukan degradasi bahan organik anaerob III dari PT. Perkebunan Nusantara V
yang lebih besar pula. Lumpur IPAL produksi (PTPN V) Sei Galuh Kecamatan Tapung,
minyak sawit yang dihasilkan sebagian Kabupaten Kampar. Sedangkan cangkang biji karet
dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan didapatkan dari perkebunan rakyat di Sei Galuh,
beton dan kompos serta pengolahannya yang begitu juga crude gliserol diambil dari PT.
belum optimal. Konversi biomassa lumpur IPAL Ciliandra Perkasa Indonesia, Kota Dumai.
produksi minyak sawit menjadi bahan bakar padat
melalui proses briket tampaknya menjadi solusi B. Variabel Penelitian
menarik dalam mengurangi jumlah lumpur yang Variabel Tetap
meningkat setiap tahunnya serta dapat menambah 1. Variabel tetap yang digunakan adalah suhu
nilai ekonomis (Sławomir, 2012). karbonisasi cangkang biji karet 500℃ selama 1
jam (Selpiana dkk., 2014).
Biomassa lumpur IPAL produksi minyak sawit 2. Temperatur karbonisasi lumpur IPAL produksi
adalah proses konversi kepadatan massal rendah, minyak sawit yaitu 300℃ dan waktu
biomassa yang telah menjadi briket serta bahan karbonisasi selama 1 jam (Fitriany dan
bakar kepadatan tinggi dan energi terkonsentrasi. Sukandar. 2009).
Pabrik kelapa sawit yang menghasilkan limbah 3. Ukuran partikel yang digunakan 100 mesh,
setiap saat yang dapat mengubah biomassa menjadi konsentrasi crude gliserol 40% dari total bahan

2
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

baku dan waktu pengepresan selama 10 detik merupakan suatu sifat bahan bakar yang
(Arifin, 2017). menyatakan kandungan energi pada bahan bakar
4. Pengeringan briket dilakukan dibawah sinar tersebut dengan menggunakan standar American
matahari selama ± 6 jam dalam waktu 2 hari Society for Testing and Materials (ASTM) D-
[Julian, 2016]. 2015-96.

Variabel Bebas HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Variabel bebas yang digunakan adalah
perbandingan komposisi lumpur IPAL produksi Kadar Air (Moisture Content)
minyak sawit : cangkang biji karet yaitu
90%:10%, 80%:20%, 70%:30% dan 60%:40%. 8.00
2. Variasi tekanan pengepresan dinyatakan dalam

Kadar Air (%)


satuan bar yaitu 50, 75 dan 100 bar. 6.00

4.00
C. Prosedur Penelitian 50 Bar
2.00 75 Bar
Tahap karbonisasi 0.00 100 Bar
Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan nilai 90/10 80/20 70/30 60/40
karbon pada lumpur IPAL produksi minyak sawit Rasio Limbah Lumpur Sawit dan
dan meminimalkan unsur-unsur pembentuk asap. Cangkang Biji Karet (%)
Cangkang biji karet dikarbonisasi di dalam furnace
pada temperatur 500℃ selama 1 jam ,sedangkan
lumpur IPAL produksi minyak sawit pada Gambar 1. Grafik Hubungan Persentase Rasio
temperatur 300℃ selama 1 jam. Bahan Baku dan Tekanan Pengepresan Terhadap
Tahap pengayakan Kadar Air
Tahap pengayakan bertujuan untuk Dari hasil pengukuran didapatkan kadar air
menyeragamkan ukuran partikel lumpur IPAL terendah 3,93% pada briket lumpur sawit
produksi minyak sawit dan cangkang biji karet berbanding cangkang biji karet sebesar 60:40%
dengan ukuran ayakan 100 mesh. Ukuran partikel dengan tekanan pengepresan 100 bar. Sedangkan
yang seragam mengakibatkan bahan utama dalam kadar air tertinggi mencapai 6,51% terdapat pada
pembuatan bahan bakar padat akan mudah briket lumpur sawit berbanding cangkang biji karet
berikatan satu dengan lainnya sehingga memiliki sebesar 90:10% dengan tekanan pengepresan 75
briket yang tidak mudah pecah. bar.
Tahap pencampuran
Tahap pencampuran bertujuan untuk Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar air
mencampurkan bahan baku lumpur IPAL produsi berbanding lurus dengan banyaknya persentase
minyak sawit yang telah dikarbonisasi dan lumpur sawit, dan berbanding terbalik dengan
cangkang biji karet dengan komposisi lumpur persentase cangkang biji karet pada rasio
IPAL produsi minyak sawit : cangkang biji karet komposisi bahan baku pembuatan briket. Dimana
yaitu 90%:10%, 80%:20%, 70%:30% dan kandungan air pada saat lumpur sawit setelah
60%:40% dengan penambahan crude gliserol dikarbonisasi tinggi mencapai 13,22 % dan hal ini
sebagai filler sebanyak 40% dari total bahan baku. berhubungan dengan adanya tekanan yang
Tahap Pencetakan diberikan pada briket. Persentase kadar air yang
Tahap pencetakan bertujuan untuk memperkecil tertinggi dalam produk briket ini pernyataan yang
kebutuhan ruang serta memadatkan bahan baku dikemukakan oleh Yaman dkk, (2001) bahwa nilai
sehingga briket tidak mudah pecah dan retak. kadar air briket berbahan biomassa tidak lebih dari
Pengepresan bahan baku dilakukan menggunakan 15%.
alat press hydraulic dengan variasi tekanan
pengepresan sebesar 50, 75, dan 100 bar. Dapat dilihat juga bahwa kadar air cenderung
Tahap Pengeringan mengalami penurunan untuk setiap pengurangan
Tahap pengeringan bertujuan untuk mengurangi jumlah lumpur sawit serta penambahan cangkang
kadar air pada briket. Pengeringan briket biji karet pada rasio 80:20% dihasilkan kadar air
dilakukan dibawah sinar matahari selama ± 6 jam sebesar 4,16% pada tekanan 75 bar, dan untuk rasio
dalam waktu 2 hari. 60:40% kadar air kembali menurun menjadi 3,93%
Tahap Pengujian pada tekanan 100 bar. Data tersebut menunjukkan
Produk briket yang dihasilkan selanjutnya akan bahwa seiring berkurangnya lumpur sawit maka
diuji nilai kalor, dan kuat tekan briket. Nilai kalor kadar air dalam briket campuran tersebut semakin

3
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

rendah, dengan pemberian tekanan pengepresan Meningkatnya kadar abu dapat disebabkan karena
yang tinggi. adanya pengotor. Pengotor dapat berupa pengotor
bawaan yang memang terkandung dalam cangkang
Briket diberikan tekanan yang semakin tinggi pada biji karet. Bahan pengotor ini dapat berupa mineral
saat pencetakan kadar air yang terkandung di yang tidak dapat dibakar atau dioksidasi oleh
dalam bahan akan semakin berkurang. Pernyataan oksigen, seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, dan
ini sesuai dengan penelitian (Saktiawan, 2008) alkali. Setelah pembakaran, bahan ini akan tersisa
menyatakan bahwa semakin tinggi tekanan dalam wujud padat. Selain itu, tingginya kadar abu
pengepresan yang diberikan maka kadar air, kadar dapat pula disebabkan karena adanya pengotor
abu, dan zat mudah menguap dari bahan akan eksternal yang berasal dari lingkungan pada saat
semakin menurun serta berbanding terbalik dengan proses pembuatan briket(Selpiana, dkk. 2014).
nilai karbon.
Kadar Zat Mudah Menguap (Volatile Matter)
Kadar Abu (Ash Content)

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Rasio


Bahan Baku dan Tekanan Pengepresan Terhadap
Kadar Zat Mudah Menguap
Gambar 2 Grafik Hubungan Persentase Rasio
Bahan Baku dan Tekanan Pengepresan Terhadap Hasil yang diperoleh dimana kadar zat mudah
Kadar Abu menguap terendah mencapai 2,93% terdapat pada
briket dengan rasio limbah lumpur sawit terhadap
Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil cangkang biji karet 90:10% dan tekanan
pembakaran, menurut Santosa dkk. (2010) abu pengepresan 75 bar. Sedangkan kadar zat mudah
merupakan sisa hasil pembakaran briket, dimana menguap dengan presentase tertinggi mencapai
salah satu penyusunya adalah silika dan 5,28% terdapat pada briket dengan rasio limbah
pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor lumpur sawit terhadap cangkang biji karet 60:40%
briket arang yang dihasilkan. dan tekanan pengepresan 75 bar.

Hasil yang diperoleh menunjukkan kadar abu Pada Gambar 3 menunjukkan hasil grafik kadar zat
terendah mencapai 1,19% terdapat pada briket mudah menguap terhadap rasio komposisi bahan
dengan rasio limbah lumpur sawit terhadap dan tekanan pengepresan mengalami perubahan
cangkang biji karet 60:40% dan tekanan yang signifikan dimana semakin banyak
pengepresan 75 bar. Sedangkan kadar abu dengan penambahan cangkang biji karet maka kadar zat
presentase tertinggi mencapai 3,36% terdapat pada mudah menguap semakin tinggi hal ini disebabkan
briket dengan rasio limbah lumpur sawit terhadap karena cangkang biji karet banyak mengandung
cangkang biji karet 90:10% dan tekanan bahan organik sebesar 9,39% selulosa, 12,05%
pengepresan 75 bar (Gambar 2). Nilai analisa kadar hemiselulosa dan 40,05% lignin yang tinggi
abu briket limbah lumpur sawit dan cangkang biji sehingga dapat meningkatkan nilai kadar zat
karet yang didapatkan telah memenuhi standar mudah menguap, hal ini sesuai dengan penelitian
kualitas briket menurut SNI 01-6235-2000 yaitu [Selpiana, dkk. 2014] diperkirakan kandungan
maksimal 8%. senyawa dalam cangkang biji karet seperti lilin,
getah, resin, dan flavonoid yang cukup besar,
Semakin tinggi tekanan pengepresan maka kadar sehingga tidak mudah terbakar serta
abu akan semakin kecil (Saktiawan, 2008) mengakibatkan besarnya kandungan kadar zat
dikarenakan briket yang dihasilkan kokoh, padu mudah menguap dari briket yang dihasilkan.
dan berikatan satu dengan lainnya.

4
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

Tinggi rendahnya kadar zat menguap pada briket pengepresan 50 bar. Sedangkan kadar karbon
diduga disebabkan oleh kesempurnaan proses terikat dengan presentase tertinggi mencapai
karbonisasi dan juga dipengaruhi oleh waktu 89,64% terdapat pada briket dengan rasio limbah
maupun suhu proses pengarangan,dimana semakin lumpur sawit terhadap cangkang biji karet 60:40%
besar suhu dan waktu pengarangan maka semakin dan tekanan pengepresan 100 bar. Pada Gambar 4
banyak zat menguap yang terbang, sehingga pada menunjukkan bahwa kadar karbon tetap terhadap
saat pengujian zat menguap akan diperoleh zat rasio komposisi bahan dan tekanan pengepresan
menguap rendah (Triono, 2006). mengalami perubahan yang signifikan.

Kadar zat mudah menguap terbentuk dari Kadar karbon terikat pada briket bertambah
pemecahan molekul hidrokarbon kompleks dikarenakan jumlah arang cangkang biji karet yang
(selulosa, hemiselulosa dan lignin) dari biomassa semakin banyak. Hal ini dikarenakan tingginya
menjadi molekul hidrokarbon sederhana (sering kandungan selulosa pada cangkang biji karet
disebut sebagai gas terkondensasi), gas tak sebesar 9,39%, hemiselulosa 12,05% dan lignin
terkondensasi dan karbon. Gas terkondensasi 40,05% dapat mempengaruhi peningkatan kadar
(asam asetat, asam formiat dan metanol) dan gas karbon tetap pada arang cangkang biji karet,
tak terkondensasi (CO, CO2, H2 dan CH4) inilah sehingga berbanding lurus terhadap kadar karbon
yang dikelompokkan ke dalam zat mudah menguap terikat yang terdapat pada briket. Selain itu adanya
(Basu, 2013). keterkaitan terhadap tekanan pengepresan yang
diberikan, maka semakin tinggi tekanan
Ini juga alasan kenapa analisis kadar zat mudah pengepresan kadar karbon terikat akan semakin
menguap dilakukan dalam waktu singkat yaitu 7 tinggi, tetapi tekanan pengepresan tidak terlalu
menit karena dikhawatirkan karbon yang tertinggal berpengaruh terhadap kenaikan kadar karbon
akan terdegradasi menjadi abu jika dipanaskan terikat.
dalam waktu yang lama sehingga akan
mengakibatkan kesalahan perhitungan. Hal ini Nilai Kalor
sesuai dengan pernyataan (Sudiro dan Suroto,
2014) bahwa zat mudah menguap terdiri dari unsur 5000
Nilai Kalor (cal/gr)

hidrogen, CO2, metana, (CH4) dan karbon 4000


monoksida (CO).
3000
2000 50 Bar
Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon)
1000 75 Bar

90.00 0 100 Bar


Kadar Karbon (%)

89.00 90/10 80/20 70/30 60/40


88.00 Rasio Limbah Lumpur Sawit dan
87.00 50 Bar Cangkang Biji Karet (%)
86.00 75 Bar
85.00
84.00 100 Bar Gambar 5 Grafik Hubungan Persentase Rasio
90/1080/2070/3060/40 Bahan Baku dan Tekanan Pengepresan Terhadap
Rasio Limbah Lumpur Sawit dan… Nilai Kalor

Akan tetapi hal ini juga berhubungan dengan suhu


Gambar 4 Grafik Hubungan Persentase Rasio karbonisasi cangkang biji karet maupun lumpur
Bahan Baku dan Tekanan Pengepresan Terhadap sawit, dimana semakin tinggi suhu karbonisasi,
Kadar Karbon Terikat selulosa akan mengalami proses dekomposisi yang
semakin sempurna sehingga menghasilkan karbon
Nilai karbon terikat menggambarkan banyaknya yang lebih banyak. Apabila suhu karbonisasi
fraksi karbon (C) yang terdapat dalam briket arang mencapai batas maksimal dapat mengakibatkan
selain dari fraksi air, zat mudah menguap dan juga karbon hasil karbonisasi akan terbakar menjadi abu
abu (Putra dkk, 2013). yang sangat banyak serta menghasilkan gas-gas
yang berbahaya berupa CO, CH4 dan H2. Hal ini
Hasil yang diperoleh dimana kadar karbon terikat sesuai dengan penelitian [Rinayu. 2013] dimana
terendah mencapai 86,18% terdapat pada briket hasil kadar karbon tertinggi pada rasio cangkang
dengan rasio limbah lumpur sawit terhadap biji karet dan jerami padi 100:0 % didapat karbon
cangkang biji karet 90:10% dan tekanan terikat sebesar 71,04%. Maka dari itu karbon

5
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

terikat (fixed carbon) yang rendah dipengaruhi mudah menguap 2,93%, kadar karbon terikat
secara dominan oleh kondisi bahan baku. 89,64%.
2. Hasil nilai kalor terbaik sebesar 3864,14 cal/gr
Perbedaan jumlah nilai kalor masing-masing didapatkan masing-masing pada rasio
perlakuan disebabkan oleh perbedaan akumulasi komposisi 60:40% limbah lumpur sawit
jumlah nilai kalor yang terkandung pada setiap dengan cangkang biji karet dan tekanan
briket, yang dipengaruhi oleh perbedaan komposisi pengepresan 100 bar.
bahan penyusun briket dan konsentrasi crude
gliserol. Hasil yang diperoleh dimana nilai kalor DAFTAR PUSTAKA
terendah mencapai 3141,97 cal/gr terdapat pada
briket dengan rasio limbah lumpur sawit terhadap Arifin, L., Z. Helwani., dan W. Fatra. 2017. Proses
cangkang biji karet 90:10% dan tekanan Desinfikasi Produk Karbonisasi Tandan Kosong
pengepresan 75 bar. Sedangkan nilai kalor dengan Sawit menjadi Briket menggunakan Crude
presentase tertinggi mencapai 3864,14 cal/gr Gliserol Produk Samping Biodisel sebagai Filler
terdapat pada briket dengan rasio limbah lumpur : Studi Menggunakan RSM. Jurnal Online
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Riau.
sawit terhadap cangkang biji karet 60:40% dan
Badan Standarisasi Nasional .2000. “SNI 01-6235-
tekanan pengepresan 100 bar (Gambar 5). Menurut 2000 Briket Arang Kayu”.
Hendra (2010) jenis bahan baku sangat Basu, P. 2013. Biomass Gasification, Pyrolisis and
mempengaruhi besarnya nilai kalor briket yang Torrefaction (2nd ed). New York: Elsevier Inc.
dihasilkan dimana jika dalam setiap jenis bahan Ditjen Perkebunan. 2017. Pertumbuhan Areal Sawit
baku briket memiliki nilai kadar zat karbon terikat Meningkat.
yang berbeda, mengakibatkan nilai kalor bakar Http://Ditjenbun.Pertanian.Go.Id/Berita-362-
yang berbeda juga. Pertumbuham-Areal Kelapa-Sawit-
Meningkat.Html. Diakses Pada 24 Maret 2018.
Pada penelitian ini rasio 70:30 % didapatkan nilai Fitriany, A, I., dan Sukandar. 2009. Uji Pendahuluan
Pemanfaatan Limbah Sludge CPO (Crude Palm
kalor sebesar 3747,12 cal/gr pada tekanan 100 bar
Oil) sebagai Bahan Baku RDF (Refused Derived
dan rasio 60:40% mengalami peningkatan nilai Fuel). Jurnal Teknik Lingkungan, 15(2).
kalor sebesar 3864,14 cal/gr pada tekanan 100 bar Hassan, S., L. S. KEE., Al-Kayieem, H, H. 2013
hal ini menyatakan bahwa komposisi cangkang biji Experimental Study Of Palm Oil Mill Effluent
karet yang semakin banyak dapat meningkatkan and Oil Palm Frond Waste Mixture as an
nilai kalor, sebaliknya apabila komposisi lumpur Alternative Biomass Fuel. Journal of
sawit pada campuran briket semakin banyak maka Engineering Science and Technology , 8(6), pp.
nilai kalor dari briket dapat menurun, dikarenakan 703-712.
cangkang biji karet banyak mengandung selulosa Hendra, J. 2010. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia
9,39%, hemiselulosa 12,05% dan lignin 40,05% crassipes L,) Untuk Bahan Baku Briket Sebagai
Bahan Bakar Alternatif. Jurnal Penelitian Hasil
yang dapat meningkatkan karbon tetap yang
Hutan, 29 (2), pp. 89-210.
berbanding lurus terhadap peningkatan nilai kalor. Julian, T, R., 2016. Pemanfaatan Limbah Cangkang Biji
Karet Menjadi Briket sebagai Bahan Bakar
Briket dengan nilai kalor tertinggi terdapat pada Alternatif dengan Penambahan Amilum. Skripsi
komposisi 60:40% lumpur sawit dan cangkang biji Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
karet dengan nilai kalor 3864,14 cal/gr belum Sriwijaya. Palembang
memenuhi persyaratan nilai kalor pada briket, Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 Tentang
dengan data tersebut dapat digunakan sebagai Kebijakan Energi Nasional.
referensi kedepannya dalam pemanfaatan lumpur Putra, H.P., Hakim, L., Yuriandala, Y.,Anggraini, D.
sawit dalam pembuatan briket dengan (2013). Studi Kualitas Briket dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit dengan Perekat Limbah
menambahkan bahan tambahan lainnya yang
Nasi. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan., 5
memiliki kadar karbon yang tinggi sebagai (01), pp. 27-35.
penyumbang nilai kalor agar dapat memenuhi Rinayu, Hadi. 2013. Pengaruh Komposisi dan Ukuran
standar nilai kalor briket berdasarkan SNI. Serbuk Briket yang Terbuat dari Batubara dan
Jerami Padi Terhadap Karakeristik Pembakaran.
KESIMPULAN Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta
Saktiawan. 2008. Identifikasi Sifat Fisis dan Kimia
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai Briket Arang dari Sabut Kelapa. Skripsi Institut
berikut: Pertanian Bogor.
1. Hasil proksimat dari briket yang diperoleh Santosa., Mislaini, R. dan S.P. Anugrah.2010. Studi
Variasi Komposisi Bahan Penyusun Briket Dari
kadar air 3,93%, kadar abu 1,19%, kadar zat
Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian. Universitas
Andalas. Jurnal Teknik Pertanian.

6
Jurnal Sains dan Teknologi 18 (1), Maret 2019: 1 - 7
P-ISSN 1412-6257 E-ISSN 2549-9472

Selpiana,. Sugianto, A., dan Ferdian, F., 2014. Pengaruh Sengon(Paraserianthes falcataria L. Nielsen)
Temperatur dan Komposisi pada Pembuatan dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos
Biobriket dari Cangkang Biji Karet dan Plastik nuciferaL.). Skripsi. IPB.
Polietilen. Seminar Nasional Added Value of Yaman, S., Sahan, M., Haykiri-Acma, H. dan Sesen K.,
Energy Resources (AvoER) Ke-6. Palembang. Kucukbayrak, S. 2001. Fuel Briquettes From
Sławomir, O. (2012): Analysis of Usability of Potato Biomass-lignite Blends. Journal Fuel
Pulp as Solid Fuel, Fuel Processing Technology, Processing Technology, 72, pp. 1-8.
Vol.94, Iss.1, pp.67-74. Yuhazri, M.Y., Haeryip Sihombing, Yahaya, S.H., Said,
Sudiro, B dan Suroto. 2014. Pengaruh Komposisi dan M.R., Umar, N., Saijod, L. dan Phongsakorn,
Ukuran Serbuk Briket Yang Terbuat dari P.T. 2012: Solid Fuel from Empty Fruit Bunch
Batubara dan Jerami Padi Terhadap Karakteristik Fiber and Waste Papers Part 2: Gas Emission
Pembakaran. Jurnal Sainstech Politeknik from Combustion Test, Global Engineers and
Indonusa Surakarta, 02(02). Technologists Review, 2(2), pp. 8-13.
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari
Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika
(Maesopsis eminii Engl.) dan

Anda mungkin juga menyukai