Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul
ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri.
Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong
kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-
alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kawasan Hilal Subur di Asia Barat, serta Mesir dan India merupakan lokasi awal
pembudidayaan tanaman untuk mendapatkan hasilnya. Sebelum aktivitas ini dimulai,
manusia terbiasa mencari sumber makanan di alam liar. Pertanian berkembang secara
independen di berbagai tempat di dunia, yaitu di China, Afrika, Papua, India, dan Amerika.
Revolusi pertanian merupakan revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
Setiap bagian di dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang
berbeda-beda, sehingga garis waktu perkembangan pertanian bervariasi di setiap tempat. Di
beberapa bagian di Afrika dan Asia Tengah masih dijumpai masyarakat yang semi-
nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau
bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara
itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah
mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Tanaman Perkebunan
2. Kendala Bagi Masyarakat Dan Petani Dalam Usaha
3. Cara Peningkatan Produktifitas Dan Cara Mengatasinya
4. Pasca Panen Atau Cara Pemasaran Tanaman Perkebunan
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini untuk menambah wawasan tentang sejarah
perkebunan, mengetahui kendala bagi masyarakat atau petani, cara peningkatan produktifitas
dan cara mengatasinya beserta pasca panen atau cara pemasaran dari tanaman perkebunan ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tanaman Perkebunan


Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; mengolah, dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Tanaman yang ditanam bukanlah tanaman yang menjadi makanan
pokok maupun sayuran untuk membedakannya dengan usaha ladang dan hortikultura sayur
mayur dan bunga, meski usaha penanaman pohon buah masih disebut usaha perkebunan.
Tanaman yang ditanam umumnya berukuran besar dengan waktu penanaman yang relatif
lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan.
Perkebunan dibedakan dari agroforestri dan silvikultur (budidaya hutan) karena sifat
intensifnya. Dalam perkebunan pemeliharaan memegang peranan penting; sementara dalam
agroforestri dan silvikultur, tanaman cenderung dibiarkan untuk tumbuh sesuai kondisi alam.
Karena sifatnya intensif, perkebunan hampir selalu menerapkan cara budidaya monokultur,
kecuali untuk komoditas tertentu, seperti lada dan vanili. Penciri sekunder, yang tidak selalu
berlaku, adalah adanya instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap hasil panen dari lahan
perkebunan itu, sebelum produknya dipasarkan. Perkebunan dibedakan dari usaha
tani pekarangan terutama karena skala usaha dan pasar produknya.
Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung volume komoditas yang
dihasilkan. Namun, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga
keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya. Kepemilikan lahan bukan
merupakan syarat mutlak dalam perkebunan, sehingga untuk beberapa komoditas
berkembang sistem sewa-menyewa lahan atau sistem pembagian usaha, seperti Perkebunan
Inti Rakyat (PIR). Sejarah perkebunan di banyak negara kerap terkait dengan
sejarah penjajahan/kolonialisme dan pembentukan suatu negara, termasuk di Indonesia.
Perkebunan dapat mengusahakan tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa,
dan teh, atau tanaman hortikultura seperti pisang, anggur, dan anggrek. Dalam pengertian di
Indonesia , "perkebunan" mencakup plantation atau orchard.

2
2.1.1 Perkebunan Tropika dan Subtropika
Di daerah tropika dan subtropika, perkebunan mencakup komoditas tanaman semusim
maupun tahunan. Berikut adalah daftar komoditas (tidak lengkap) perkebunan, menurut
produknya.
a. Tanaman Industri Semusim
Tanaman semusim adalah tanaman yang hanya mampu tumbuh selama semusim pada
tahun tersebut, atau tanaman tahunan yang biasa dipanen cepat sebelum musim berakhir.
Jenis tanaman perkebunan semusim tidaklah sebanyak tanaman perkebunan tahunan.
Contoh tanaman industri semusim yaitu:
 Serat henep, dari tanaman Cannabis sativa
 Serat kapas, dari beberapa spesies kapas, Gossypium spp.
 Serat kenaf, dari batang Hibiscus cannabinus
 Serat goni dan bunga rosela, dari tanaman Hibiscus sabdariffa
 Serat sisal, dihasilkan dari daun tanaman sisal, Agave sisalana
 Serbuk indigo, dihasilkan dari tanaman tarum, Indigofera tinctoria.
 Gula tebu, dihasilkan dari perasan batang tebu dan produk sampingannya (dapat pula
dibudidayakan secara tahunan)
 Daun tembakau, dihasilkan dari tanaman tembakau, Nicotiana spp.
b. Tanaman Industri Tahunan
Tanaman tahunan adalah tanaman yang mampu tumbuh lebih dari dua
tahun. Tanaman industri tahunan umumnya merujuk pada tanaman berkayu keras untuk
membedakannya dengan semak dan rerumputan yang sebenarnya juga bisa dikatakan
tanaman tahunan. Tanaman indutri tahunan mampu dipanen beberapa kali sebelum
akhirnya mengalami penurunan hasil dan tidak lagi produktif secara ekonomi, yang
kemudian ditebang. Contoh tanaman industri tahunan yaitu:
 Karet, dari getah (lateks) tanaman para (Hevea brasiliensis)
 Kopra dan produk-produk lainnya dari kelapa
 Minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk-produk lainnya dari kelapa sawit
 Kulit dan batang kina, dihasilkan oleh beberapa jenis Cinchona spp.
 Biji dan bubuk kopi, dihasilkan dari kebun Coffea spp.
 Biji dan serbuk kakao, dihasilkan oleh tanaman kakao, Theobroma cacao
 Teh, dihasilkan dari pemrosesan daun teh, Camellia sinensis

3
Terdapat pula produk tanaman industri tahunan lain yang ditanam dengan skala kecil
dan kurang intensif, tetapi dikumpulkan lalu diolah sebagai produk perkebunan.
Komoditas ini biasanya merupakan "perkebunan rakyat" dan perbedaannya dengan usaha
tani pekarangan menjadi kabur. Berikut adalah beberapa di antaranya.
 Biji pala dan salut bijinya (fuli), dari kebun pala (Myristica fragrans)
 Buah dan bubuk merica, dihasilkan oleh tanaman lada, Piper nigrum
 Serat kapuk, dihasilkan dari tanaman kapuk Ceiba pentandra.
 Kacang mete, dihasilkan oleh tanaman mete, Anacardium occidentale
 Bunga, daun, dan minyak cengkeh, dihasilkan oleh tanaman cengkeh, Syzigium
aromaticum
 Kulit manis, dihasilkan dari kulit batang/cabang beberapa jenis Cassia
 Minyak sitronela, dihasilkan dari ekstrak batang semu sitronela, Cymbopogon spp.
 Bubuk vanili, dihasilkan dari pengolahan buah vanila, Vanilla planifolia
 "Buah" kemukus, dihasilkan dari tanaman kemukus, Piper cubeba
 "Buah" cabe jawa, dihasilkan dari tanaman cabe jawa, Piper retrofractum dan Piper
longum
c. Tanaman Hortikultura
Hortikultura merupakan sebuah gabungan bahasa latin, hortus yang mengandung arti
kebun dan culture yang berarti bercocok tanam. Jadi Hortikultura bisa didefinisikan
sebagai cara budidaya tanaman yang dilakukan di kebun dan halaman rumah. Jenis-jenis
tanaman holtikultura yaitu:
 Tanaman Buah ( Pomologi/frutikultur ) Adapun salah satu jenis tanaman buah yang
hanya berbuah sekali saja adalah adalah buah pisang. Sedangkan contoh tanaman buah
musiman adalah buah rambutan.
 Tanaman Sayur ( Olerikultura ) adapun tanaman sayuran tahunan atau bisa dipanen
selama tanaman itu hidup, seperti petai, jengkol, melinjo, ubi atau singkong, dan lain-
lain. Yang kedua adalah tanaman sayuran musiman, tanaman sayur jenis ini meliputi
kangkung, bayam, wortel, kacang panjang, dan lain-lain.
 Tanaman Bunga (florikultura) Contoh tanaman bunga atau tanaman hias ini adalah
mawar, melati, anggrek, kenanga, kamboja, dan lain-lain.
 Tanaman Obat ( Biofarmaka ) Contoh tanaman ini adalah jahe, lengkuas, temulawak,
kayu manis, serai, brotowali, dan lain-lain.

4
2.1.2 Perkebunan Subtropika dan Iklim Sedang
Perkebunan di kawasan ini kebanyakan tergolong sebagai orchard, bukan plantation.
Selain itu, tidak ada yang merupakan tanaman semusim, karena yang semusim biasa
digolongkan sebagai tanaman ladang (field crop), seperti tembakau dan kapas; bahkan juga
meskipun ia menghasilkan produk yang mirip dengan perkebunan di kawasan tropika, seperti
gula yang dihasilkan dari bit gula untuk daerah beriklim sedang, sementara untuk daerah
tropika dihasilkan dari tebu. Contoh lainnya adalah minyak masak yang dihasilkan dari
ladang kanola atau bunga matahari di daerah beriklim sedang, sementara untuk kawasan
tropika kebanyakan dihasilkan dari kelapa sawit dan kelapa. Komoditas perkebunan yang
dihasilkan kawasan ini kebanyakan buah-buahan, beberapa di antaranya adalah sebagai
berikut:
 Buah dan minuman anggur, dari beberapa jenis tanaman anggur budidaya
 Buah apel, dari tanaman apel, Malus domestica
 Buah aprikot (Prunus americana), plum (terutama P.domestica), dan berbagai hibridanya
 Pohon natal, dihasilkan dari beberapa jenis tanaman runjung.
2.2 Kendala Bagi Masyarakat dan Petani Dalam Usaha
Kendala bagi masyarakat dan petani dalam usaha yaitu terletak pada masalah dan juga
faktor yang mempengaruhi usaha tersebut, adapun masalah dan faktor yang
mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
2.2.1 Masalah Bagi Masyarakat dan Petani Dalam Usaha
Usaha tani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang
mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang pertanian
(agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala
yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan
perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi
pertanian (agribisnis) atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan
dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis
terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu
(integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution)
di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu
melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi
juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996). Jika
ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini

5
sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di
dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu :
1. Kecilnya skala Usaha Tani.
Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga menyebabkan kurangnya
efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui
pendekatan kerja sama kelompok (Adiwilaga, 1982).
2. Langkanya Permodalan Untuk Pembiayaan Usahatani.
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga
produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan
petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan
formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input
produksi biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu,
penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat
kepada petani sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah sepantasnya terlaksana
(Fadholi, 1981).
3. Kurangnya Rangsangan.
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani kepada
penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang diperhatikannya rangsangan
bagi penggerak usahatani tersebut dalam tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital).
Kurangnya rangsangan menyebabkan tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada
petani pelaku usahatani akibat kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output
seperti yang diharap, penggerak usahatani seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau
rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu
jalan usahatani dapat berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
4. Masalah Transformasi dan Informasi.
Pelayanan publik bagi adaptasi transformasi dan informasi terutama untuk petani pada
kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang
terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan akan terjadinya
pencemaran lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak
tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan hama
tanaman karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya akibat dari
kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi masalah
transformasi dan informasi harga karena belum adanya kemitraan, maka diusahakan
pemecahannya melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang
6
bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub Terminal Agribisnis
(STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga dasar setiap tahun dicairkan dana
talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
5. Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan.
Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan pendapatan
dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini adalah benar, karena tanah
tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga mempunyai hubungan yang erat
dengan kelembagaan, seperti bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga
pemilikan tanah mempunyai hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di
tingkat yang lebih tinggi. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap tahunnya akibat
adanya alih fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha per tahun. Pemilikan lahan sawah
yang sempit dan setiap tahunnya yang cendrung mengalami pengurangan maka peningkatan
produksi pertanian dilaksanakan melalui usaha intensifikasi dan diversifikasi pertanian
(Fadholi, 1981).
6. Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan.
Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian sangatlah
diperlukan. Dalam arti bahwa peran penyuluh pertanian tersebut bersifat ‘back to basic’, yaitu
penyuluh pertanian yang mempunyai peran sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan
mediator bagi petani. Dalam perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi
merupakan aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya. Untuk itu
maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi penyuluh pertanian yang
antara lain mencakup diantaranya penyedia jasa pendidikan (konsultan) termasuk di
dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani, petugas
profesional dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).
7. Lemahnya Tingkat Teknologi.
Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative
employment) merupakan akibat keterbatasan teknologi, keterampilan untuk pengelolaan
sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam pengembangan komoditas usahatani diperlukan
perbaikan dibidang teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana
produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan diversifikasi usaha yang
tentunya didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi, 1981).
8. Aspek Sosial dan Ekonomi, yang Berkaitan Dengan Kebijakan Bagi Petani
Permasalahan sosial yang juga menjadi masalah usahatani di Indonesia yaitu masalah-
masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang berkembang bukan semata-
7
mata karena ketidaksiapan petani menerima inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan
perencana program pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan
kondisi dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program tersebut. Kemiskinan
adalah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga kemiskinan sangat kontekstual. Agar
bantuan menjadi lebih efektif untuk memperkuat perekonomian petani-petani miskin,
pertama-tama haruslah menemukan di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar
permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
Menurut Fadholi (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani
digolongkan menjadi dua, yaitu :
A. Faktor Intern (faktor-faktor pada usaha tani itu sendiri), yang terdiri dari :
1. Petani Pengelola
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau
seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani
pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil laut. Pengelolaan usahatani itu
juga tergantung dari tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia memanfaatkan
berbagai faktor produksi yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien agar
mendapatkan keuntungan yang maksimal.
2. Tanah Usahatani
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga tani. Luas lahan
usahatani menentukan pendapatan, taraf hidupnya, dan derajat kesejahteraan rumah tangga
tani. Tanah berkaitan erat dengan keberhasilan usaha tani dan teknologi modern yang
dipergunakan. Untuk mencapai keuntungan usaha tani, kualitas tanah harus ditingkatkan.
Hal ini dapat dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan metode
terbaik.
3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses kegiatan untuk
menghasilkan suatu produk. Pembicaraan mengenai tenaga kerja dalam pertanian di
Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan
(usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang
besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
4. Modal
Seringkali dijumpai adanya pemilik modal besar yang mampu mengusahakan
usahataninya dengan baik tanpa adanya bantuan kredit dari pihak lain. Golongan pemilik
8
modal yang kuat ini sering ditemukan pada petani besar, petani kaya dan petani cukupan,
petani komersial atau pada petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada
petani kecil. Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak bermodal
kuat yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan dan petani tidak komersial.
Karena itulah mereka memerlukan kredit usahatani agar mereka mampu mengelola
usahataninya dengan baik.
5. Tingkat Teknologi
Teknologi juga dapat menjadi kendala usahatani karena sulitnya penerimaan petani
terhadap teknologi baru dikarenakan ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan
juga karena faktor budaya dari petani itu sendiri yang enggan menerima teknologi maupun
inovasi.
6. Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
Hasil dari usahatani skala keluarga merupakan penerimaan keluarga yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan juga menyambung kembali
keberlangsungan usahatani mereka. Jika seorang petani dapat mengelola penerimaan
usahataninya dengan baik maka kebutuhan keluarganya dan usahataninya dapat tercukupi,
sebaliknya jika tidak mampu mengelola dan mengalokasikan penerimaan keluarga dari
hasil usahatani maka kebutuhannya tidak dapat tercukupi dengan baik.
7. Jumlah Keluarga
Jumlah keluarga berhubungan dengan banyak sedikitnya potensi tenaga kerja yang
tersedia di dalam keluarga. Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal
dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-
anak petani. Semakin banyak jumlah keluarga produktif yang mampu membantu usahatani
maka biaya tenaga kerja pun semakin banyak berkurang. Dan biaya tersebut dapat
dialokasikan untuk keperluan lain.
B. Faktor Ekstern (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
1. Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
Sarana transportasi dalam usahatani tentu saja sangat membantu dan mempengaruhi
keberhasilan usahatani, misalnya dalam proses pengangkutan saprodi dan alat-alat
pertanian, begitu juga dengan distribusi hasil pertanian ke wilayah-wilayah tujuan
pemasaran hasil tersebut, tanpa adanya transportasi maka proses pengangkutan dan
distribusi akan mengalami kesulitan.
2. Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani

9
Harga hasil produksi usahatani mempengaruhi keuntungan yang didapat, semakin
tinggi hasil produksi dan semakin mahal harganya maka keuntungan dari usahatani pun
semakin tinggi pula, namun harga saprodi juga mempengaruhi penerimaan hasil secara
keseluruhan Karena harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu
harga alat-alat pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk, dan obat-obatan
dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan/pengalokasian dana yang baik
akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam berushatani.
3. Fasilitas Kredit
Kredit adalah modal pertanian yang yang diperoleh dari pinjaman. Pentingnya peranan
kredit disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor
produksi non-alami (buatan manusia) yang persediannya masih sangat terbatas terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih karena kemungkinan yang sangat
kecil untuk memperluas tanah pertanian.
4. Sarana Penyuluhan Bagi Petani
Penyuluh memberikan jalan kepada petani untuk mendapatkan kebutuhan informasi
tentang cara bertani atau teknologi baru untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan
kesejahteraannya. Selain itu, penyuluh juga memberikan pendidikan dan bimbingan yang
kontinyu kepada petani. Penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa yang tegas utamanya
membawa gagasan-gagasan baru.
2.3 Cara Peningkatan Produktifitas dan Cara Mengatasinya
Bukan hanya 1 atau 2 orang petani, namun ada banyak petani yang mengeluh akibat
produksi barang pertanian mereka menurun hasilnya. Dalam hal ini diperlukan cara
meningkatkan hasil pertanian yang jitu yakni:
1. Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian merupakan salah satu cara pengolahan lahan pertanian sebaik-
baiknya guna meningkatkan hasil dengan memanfaatkan beragam jenis sarana. Intensifikasi
pertanian banyak dipilih sebagai cara meningkatkan hasil pertanian di Jawa serta pulau Bali.
Hal ini dikarenakan, di pulau Jawa dan Bali lahan pertaniannya cenderung sempit.
Intensifikasi pertanian bisa dilakukan dengan cara menjalankan program panca usaha
tani yang berlanjut dengan sapta usaha tani. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan
dalam meningkatkan hasil pertanian melalui sapta usaha tani adalah:
 Pengolahan tanah yang baik
 Pengairan secara teratur
 Penggunaan bibit yang unggul
10
 Lakukan pemupukan secara teratur sampai menyerap ke bagian bagian akar
 Langkah pemberantasan hama serta penyakit pada tanaman
 Pengolahan setelah panen
2. Ekstensifikasi pertanian
Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil pertanian
dengan cara memperluas lahan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuka area hutan,
memanfaatkan daerah sekitar rawa, membuka semak belukar, serta membuka lahan
pertanian yang belum digunakan. Tidak hanya itu, namun ekstensifikasi pertanian juga bisa
dilakukan dengan cara membuka persawahan pasang surut. Cara meningkatkan hasil
pertanian yang satu ini banyak dipilih dan dilakukan pada daerah dengan penduduk yang
jarang.
3. Diversifikasi pertanian
Diversifikasi pertanian merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan beberapa jenis produksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya
ketergantungan pada salah satu jenis tanaman saja. Dalam melakukan diversifikasi ada 2
cara yang bisa dilakukan yakni dengan memperbanyak jenis kegiatan pertanian. Sebagai
contohnya adalah petani tumbuhan pangan, yang juga beternak seperti pengelompokan
hewan ayam serta ikan. Cara kedua adalah dengan memperbanyak jenis tanaman yang
terdapat pada satu lahan. Sebagai contoh adalah dengan menanam tanaman jagung sekaligus
padi pada satu ladang.
4. Mekanisasi pertanian
Cara meningkatkan hasil pertanian ini dilakukan dengan cara memanfaatkan mesin-
mesin pertanian yang modern. Mekanisasi pertanian banyak diterapkan di luar pulau Jawa
terutama pada daerah yang memiliki lahan pertanian yang luas. Pada mekanisasi pertanian,
tenaga manusia serta hewan bukanlah sebagai tenaga pengolah lahan yang utama.
5. Rehabilitasi pertanian
Cara meningkatkan hasil pertanian yag selanjutnya adalah dengan melakukan rehabilitasi
pertanian. Usaha ini dilakukan dengan cara memperbaiki lahan yang awalnya tidak lagi
produksi menjadi lahan yang kembali produktif. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
mengganti tanaman yang tidak lagi menghasilkan menjadi jenis tanaman yang menghasilkan.
Dalam mengembangkan pertanian di Indonesia, pemerintah tidaklah angkat tangan
melainkan juga ikut membantu melalui langkah-langkah yang berikut ini:
 Memperluas serta memperbaiki juga memelihara jaringan irigasi secara meluas di
seluruh wilayah Indonesia.
11
 Menyempurnakan sistem pertanian pangan dengan cara menerapkan beragam cara
seperti halnya melakukan bimbingan massal.
 Melakukan pembangunan seperti pabrik pupuk dan pabrik insektisida juga pestisida guna
melancarkan produksi hasil pertanian.
2.4 Pasca Panen dan Cara Pemasaran Tanaman Perkebunan
Secara umum, pasca panen dapat diartikan sebagai tindakan meliputi pemetikan hasil,
pembersihan lahan, pengangkutan hasil, penyimpanan hingga pengemasan. Arti dari pasca
panen adalah sebuah tindakan yang dimulai dengan pemungutan hasil bumi lalu kemudian
diolah dengan cara tertentu hingga sampai tahap siap dipasarkan. Tujuan utama dari pasca
panen adalah guna menghasilkan panen sesuai standar nasioal yang berlaku.
Tindakan pasca panen ini bertujuan untuk meminimalisir hasil yang kurang
memuaskan pada periode tanam selanjutnya. Panen merupakan tindakan akhir dari sebuah
proses penamaman. Namun di sisi lain, panen dapat dikatakan sebagai permulaan dari
kegiatan pasca panen. Panen adalah kegiatan pemungutan atau pemetikan hasil bumi.
Pemanenan dapat dilakukan dengan teknik apa saja dan dengan bantuan alat apa saja,
yang penting adalah mengarah pada pencapaian hasil bumi.
Tindakan pasca panen bisa dimaknai dengan memproses hasil panen mulai dari proses
perontokan, pengeringan, penyimpanan hingga pemasaran. Dalam pasca panen juga harus
ada tindakan-tindakan yang diperlukan yaitu penanganan pasca panen. Penanganan pasca
panen merupakan sebuah tindakan lanjutan dari pasca panen.
Penanganan pasca panen adalah tindakan pengolahan hasil panen dengan tujuan akhir
untuk dipasarkan kepada konsumen. Penanganan pasca panen bertujuan untuk menghasilkan
produk yang aman dan siap dikonsumsi. Pengolahan produk bisa dilakukan oleh industri
maupun perorangan yang tetap mengedepankan keamanan produk.
Penanganan pasca panen dimaksudkan untuk menjaga hasil panen dan lahan tetap
terjaga kondisinya. Teknik penanganan sesuai prosedur akan membuat lahan tetap menjadi
produktif hingga masa tanam berikutnya. Alhasil pada penanaman periode berikutnya hasil
yang didapat sesuai dengan harapan.
2.4.1 Tahapan pasca panen
Dalam melakukan pasca panen, ada beberapa tahapan yang harus dilalui gunanya
untuk menjaga kualitas dan mutu produk tidak berubah.
Tindakan pasca panen yang sesuai akan menghasilkan komoditas yang super sehingga
memenuhi unsur-unsur keamanan produksi.

12
1. Pemanenan
Ini merupakan tindakan awal sebelum penanganan pasca panen dimulai. Pada
umumnya, pemanenan dapat dilakukan ketika tanaman sudah dewasa dan terlihat ada
perubahan. Pemanenan harus dilakukan pada waktu yang tepat. Waktu pemanenan yang
tidak tepat akan mengurangi hasil maupun mutu suatu produk.
Pemanenan pada buah yang masih muda rata-rata akan menyebabkan keriput,
sedangkan pemanenan pada buah yang tua justru mengakibatkan buah menjadi kecambah.
Teknik pemanenan juga harus dipertimbangkan karena tidak semua teknik panen dapat
diterapkan pada satu jenis tanaman.
2. Perontokan
Pada jenis tanaman tertentu, hasil yang didapat harus dirontokkan terlebih dahulu untuk
dapat digunakan. Umumnya perontokan dapat dilakukan secara manual. Namun sekarang
sudah banyak tersedia perontokan menggunakan mekanik atau mesin.
3. Pengangkutan
Pengangkutan adalah sebuah proses memindahkan hasil bumi dari lading ke tempat
pengolahan selanjutnya, entah itu tempat pengeringan atau tempat penyimpanan.
Pengangkutan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.
4. Pengeringan
Proses pengeringan sangat diperlukan terutama untuk menjaga kualitas hasil tanaman.
Pengeringan biasanya dilakukan untuk mengurangi kadar air yang masih tersimpan pada
buah tersebut. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah timbulnya jamur atau cendawan
lain.
5. Penyimpanan
Setelah dikeringkan, hasil olahan biasanya akan disimpan sampai waktu tertentu.
Metode penyimpanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, bergantung pada kondisi
lingkungan dan tempat. Yang perlu diingat ketika menyimpan yaitu kadar air yang terdapat
pada hasil tanaman harus sesedikit mungkin.
6. Penggilingan
Beberapa komoditi membutuhkan penggilingan untuk memisahkan dari kulitnya.
Tindakan penggilingan bertujuan untuk mengeluarkan biji dari wadah yang menutupinya.
Proses penggilingan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanik.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; mengolah, dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Kendala bagi masyarakat dan petani dalam
usaha yaitu terletak pada masalah dan juga faktor yang mempengaruhi usaha tersebut. Cara
meningkatkan produktifitas dapat dilakukan dengan cara pengolahan lahan pertanian sebaik-
baiknya guna meningkatkan hasil dengan memanfaatkan beragam jenis sarana, memperluas
lahan, dan memanfaatkan beberapa jenis produksi. Arti dari pasca panen adalah sebuah
tindakan yang dimulai dengan pemungutan hasil bumi lalu kemudian diolah dengan cara
tertentu hingga sampai tahap siap dipasarkan.
3.2 Saran
Tanpa kita sadari ternyata sejak zaman dahulu tanaman perkebunan sudah
dimanfaatkan, tapi belum maksimal karena terbatasnya alat tekhnologi. Di zaman sekarang
alat tekhnologi sudah canggih bahkan ada juga cara penanaman dan pemanenan hasil
perkebunan menggunakan mesin tidak lagi secara manual. Oleh karena itu manfaatkan
tekhnologi untuk menambah wawasan dan untuk mendapatkan informasi terbaru tentang
tanaman perkebunan. Keterbatasan sumber daya manusia juga memicu perkembangan pada
tanaman perkebunan di Indonesia oleh karena itu pemerintah harus menyediakan berbagai
macam cara untuk membangun sumber daya manusia untuk perkembangan perkebunan di
Indonesia kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://justkie.wordpress.com/pertanian/masalah-dan-faktor-keberhasilan-dalam-usaha-
tani/ di akses tanggal 26 Desember 2016
Savill, P. Evans, J. Auclair, D. Falk, J. (1997). Plantation Silviculture in Europe. Oxford
University Press. Oxford. ISBN 0-19-854909-1
Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor :
Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno, Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta :
Yayaysan Obor Indonesia.
http://dosenbiologi.com/pertanian/cara-meningkatkan-hasil-pertanian/ di akses tanggal
26 Desember 2016
http://agroteknologi.web.id/pertanian/pengertian-dan-definisi-pasca-panen/ di akses
tanggal 26 Desember 2016

15

Anda mungkin juga menyukai