KRIRIS TIROID
Dibina oleh :
Disusun oleh :
Mega Christin Fridani B. (1601080462)
Oki Devi rahmawati (1601080463)
Raudhatul Jannah (1601080464)
Yulaini (1601080466)
Yunda Nur Febiana (1601080468)
Verty P. Tuauni (1601080469)
Rafael Amaral (1601080471)
Richardo Correia L (1601080472)
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesainya makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Penurunan Kesadaran : Krisis Tiroid”.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
4.2 Saran…....................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang
terjadi tetapi berpotensi fatal.Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani
berdasarkan manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali
tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien
biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh
demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase
lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai
dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya
terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi
keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%
dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.Angka kematian
orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%.Bahkan beberapa
laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien
yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan
dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme
terbanyak dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi
sistem organ lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid
didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal
lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis
fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-
menerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.
1.3. Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi penurunan kesadaran : kriris tiroid
2. Untuk menyebutkan etiologipenurunan kesadaran : kriris tiroid
3. Untuk menjelaskan patofisiologi terjadinyapenurunan kesadaran :
kriris tiroid
4. Untuk menyebutkan manifestasi klinis dari penurunan kesadaran :
kriris tiroid
5. Untuk menjelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien
dengan penurunan kesadaran : kriris tiroid
6. Untuk menjelaskan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
pasien denganpenurunan kesadaran : kriris tiroid
7. Untuk menjelaskan komplikasi dari penyakit penurunan kesadaran :
kriris tiroid
8. Untuk menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
denganpenurunan kesadaran : kriris tiroid
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika
tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 2006).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
2009).
2.2 Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu
terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa
surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress
apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).
2.3 Patofisiologi
Produksi hormone
tiroid meningkat
Agitasi, kejang,
Aritmia, takikardi koma
penurunan curah
jantung
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
2.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.
Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 2009).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang
timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif
untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme
yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ, keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi
eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan
memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode
krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan
proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 2006).
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas
oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1).
Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila
terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis
kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia,
takikardi dan disfungsi susunan saraf.
2.7 Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 2006).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan keadaan umum sakit sedang,kesadaran pada
saat diperiksa gelisah(GCS:E3V4M6),tekanan darah mmHg,dengan temperature axilla 37,70
c,dengan denyut nadi 100x/menit,frekuensi respirasi 22x/menit,dengan O2 98%.pada
pemeriksaan fisik mata tidak didapatkan anemia,dan ikterus,dengan reflex pupil dikatakan
normal,dan kedua mata tampak eksoftalmus.pemeriksaan telinga hidung tenggorokan,serta
kepala didapatkan kesan pembesaran pada kelenjar tiroid,pada palpasi didapatkan
pembesaran kelenjar tiroid teraba nodul multiple dengan diameter terbesar 3cm,dengan
konsistensi lunak.
Pada pemeriksaan jantung dan paru didapatkan kesan frekuensi denyut jantung
irregular,meningkat,tanpa murmur,ronkhi,ataupun wheezing.
Dari pemeriksaan darah lengkap awal didapatkan hitung leukosit 4,86 x 103/Ul,hemoglobin
16,3gram/dl,hematocrit 46,5%,trombosit 157 x 103/Ul,pada pemeriksaan kimia darah
didapatkan SGOT 637 U/L,SGPT 403U/L,BUN 7,61 mg/dl,kreatinin 1,0 mg/dl,gula darah
sewaktu 107 mg/dl,FT4 >100,0 pmol/L (12,8-20,4 pmol/L),TSHs < 0,05Uu/ml (0,3-4,2
Uu/ml),natrium 138mmol/L,kalium 4,0 mmol/L,clorida 97 mmol/L.pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG)tiroid didapatkan kesimpulan gambaran struma multi nodular dextra dan
sinistra
3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn.L
Umur : 33 Thn
Tanggal Lahir :
Agama : Islam
Tanggal masuk : 26 Maret 2019
Tanggal pengkajian : 26 Maret 2019
No RM :
Diagnosa Medis : Krisis Tiroid
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh mual dan muntah
c. Riwayat kesehatan
Pasien datang ke ruamah sakit dengan keluhan panas badan
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan panas muncul mulai 5 hari sebelum masuk rumah sakit
e. Primary Survey
Danger : pasien tampak gelisah
Response : Allert (
-), respon terhadap verbal (+), respon terhadap nyeri (+), tidak ada
respon/unresponsive(-)
Airway : saturasi 98%,
Breathing : RR 22
Circulation : TD 110/80 mmHg, Nadi 110x/menit
f. Secondary survey
1) SAMPLE
2) Tanda Vital
TD 110/80 mmHg, N : 110 x/menit, RR: 22x/menit S:37,70 C
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Mata tidak anemia dan ikterusr, reflek pupil normal,kedua mata tampak
eksotalmus,telinga hidung tenggorokan
b) Leher
Inspeksi didapatkan pembesaran kelenjar tiroid,palpasi terdapat
pembesaran kelenjar tiroid teraba nodul multiple diameter 3cm dengan
konsistensi lunak
c) Dada paru
Suara paru : murmur (-) ronki (-) wheezing (-)
Frekuensi denyut jantung irreguler meningkat
d) Abdomen
Tidak ada distensi abdomen, tidak ada lecet
e) Ekstremitas
Tidak ada fraktur pada ekstremitas atas dan bawah, tidak ada odem
f) Kulit
Akral panas
g) Genetalia
Pasien laki-laki
g. Pemeriksaan diagnostic
1. USG
Ultrasonografi tiroid : Struma multi nodular dextra dan sinistra
2. EKG
3. Pemeriksaan laboratorium
- Hb 16,3 g/dl
- Leukosit 4,86 x 103 ribu/uL
- Trombosit 157 x 103 ribu/uL
- Hematokrit 46,5 %
- SGOT 637 U/L
- SGPT 403 U/L
- Bilirubin total 7,61 mg/dl
- Kreatinin 1,0 mg/dl
- Natrium 138 mmol/L
- Klorida 97 mmol/L
- O2 saturasi 98%
h. Penatalaksanaan/terapi
a. Terapi suportif
b. Obat antiadrenergik
c. Terapi obat
Reserpine, guatinin,propranolol,katekolamin
i. Penatalaksanaan keperawatan
DO : Penekanan pleura
Sesak nafas
3.3 D
Nafas cuping
iagn
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan hipermetabolik
2. Risiko penurunan curah jantung
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 2009. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Hudak dan Gallo. 2006. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.