(Sejarah) Republik Lanfang
(Sejarah) Republik Lanfang
Sejarah Kongsi
Kongsi adalah perkumpulan pertambangan Cina di wilayah barat Pulau Borneo /
Kalimantan. Pertambangan-pertambangan yang dikerjakan oleh orang-orang China ini
adalah tambang-tambang emas yang tersebar di pesisir utara Wilayah Kalimantan
sebelah barat ini. Sebagian besar tambang-tambang emas itu berada di wilayah
kekuasaan Kesultanan Sambas. Orang-orang China yang mengerjakan tambang-
tambang emas itu pertama kali datang ke wilayah Kalimantan Barat ini adalah pada
tahun 1740 M yang didatangkan oleh Raja Panembahan Mempawah yaitu Opu Daeng
Manambon. Kemudian pada sekitar tahun 1750 M Sultan Sambas ke-4 yaitu Sultan
Abubakar Kamaluddin juga mendatangkan orang-orang China untuk pertama kali
wilayah Kesultanan Sambas untuk mengerjakan tambang-tambang emas di wilayah
Kesultanan Sambas yaitu di daerah Montraduk, Seminis dan Lara. Dalam hal ini status
orang-orang China ini adalah pekerja-pekerja tambang yang bekerja pada Sultan
Sambas. Sebagian hasil tambang itu disisihkan untuk upah para pekerja tambang emas
itu dan sebagian lagi adalah merupakan penghasilan bagi Kesultanan Sambas sebagai
pemilik negeri.
Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan pertambangan emas di
wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas, pada sekitar tahun 1764 M terjadi gelombang
besar-besaran orang-orang China yang didatangkan oleh Sultan Sambas ke-5 yaitu
Sultan Umar Aqamaddin II ke wilayah Kesultanan Sambas menyusul begitu banyaknya
ditemukan tambang-tambang emas baru di wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas ini.
Pada sekitar tahun 1767 M jumlah orang-orang China yang mengerjakan
tambang-tambang emas di wilayah barat Pulau Kalimantan ini khususnya di
wilayah Kesultanan Sambas sudah mencapai hingga belasan ribu orang.
Karena jumlah orang-orang China yang semakin besar ini dan mereka
berkelompok-kelompok berdasarkan wilayah pertambangan masing-masing, maka
pada sekitar tahun 1768 M, kelompok-kelompok ini kemudian mendirikan semacam
perkumpulan usaha tambang masing-masing yang disebut dengan nama Kongsi.
Kongsi-kongsi ini (yang saat itu berjumlah sekitar 8 Kongsi) menyatakan tunduk
kepada Sultan Sambas namun Kongsi-kongsi itu diberi keleluasaan secara terbatas oleh
Sultan Sambas untuk mengatur Kongsinya sendiri seperti pengangkatan pemimpin
Kongsi dan pengaturan kegiatan pertambangan masing-masing. Sedangkan mengenai
hasil tambang emas, disepakati bahwa Kongsi-kongsi berkewajiban secara rutin
menyisihkan sebagian hasil tambang emas mereka untuk diserahkan kepada Sultan
Sambas bagi penghasilan Sultan Sambas sebagai pemilik Negeri. Pada saat itu Sultan
Sambas menerima bagi hasil dari Kongsi-Kongsi China itu sebanyak 1 kg emas murni
setiap bulannya, belum termasuk penerimaan oleh Pangeran-Pangeran penting di
Kesultanan Sambas dari Kongsi-kongsi itu.
Pada tahun 1770 M mulai timbul semacam pembangkangan dari kongsi-kongsi
China yang ada di wilayah Kesultanan Sambas ini terhadap Sultan Sambas.
Pembakangan ini berupa penolakan mereka untuk memberikan sebagian hasil tambang
emas kepada Sultan Sambas yaitu sebesar 1 kg emas murni setiap bulannya. Para kongsi
itu hanya bersedia memberikan bagi hasil tambang emas sebesar setengah kg atau
separuh dari kesepakatan sebelumnya padahal saat itu kegiatan pertambangan emas di
wilayah Kesultanan Sambas ini semakin berkembang.
Hal ini kemudian membuat Sultan Sambas marah apalagi kemudian terjadi
pembunuhan oleh orang-orang China Kongsi terhadap petugas-petugas pengawas
Kesultanan Sambas (yang adalah orang-orang Dayak) yang ditugaskan oleh Sultan
Sambas untuk mengawasi kegiatan tambang emas Kongsi itu, sehingga kemudian Sultan
Sambas saat itu yaitu Sultan Umar Aqamaddin II mengirimkan pasukan Kesultanan
Sambas menuju daerah kongsi-kongsi yang melakukan makar dan pembakangan itu.
Setelah gerakan pasukan Kesultanan Sambas telah berlangsung selama sekitar 8 hari
dan belum sempat terjadi pertempuran besar antara pasukan Kesultanan Sambas
dengan pihak kongsi, kemudian pihak kongsi itu ketakutan hingga kemudian mengakui
kesalahannya dan bersedia untuk tetap membayar bagi hasil tambang emas kepada
Sultan Sambas sesuai dengan kesepakatan sebelumnya yaitu sebesar 1 kg emas setiap
bulannya.
Versi lain mengungkapkan bahwa sebenarnya ada kerja sama erat antara
Kesultanan Pontianak dan Sambas dengan kongsi tetapi pada perkembangannya
Kesultanan Pontianak ditekan oleh Belanda agar turut memusuhi kongsi. Akibatnya
kerajaan2 menurunkan pasukannya menyerang kongsi.
Semakin lama jumlah Kongsi yang ada semakin bertambah dan pada sekitar
tahun 1770 M, telah ada sekitar 10 Kongsi di wilayah Kesultanan Sambas dan saat itu
terdapat 2 Kongsi yang terbesar yaitu Kongsi Thai Kong dan Kongsi Lan Fong.
Pada tahun 1774 M terjadi pertempuran antara kedua buah kongsi terbesar di
wilayah Kesultanan Sambas yaitu Kongsi Thai Kong dan Kongsi Lan Fong. Kongsi Thai
Kong kemudian berhasil mengalahkan Kongsi Lan Fong sehingga Kongsi Lan Fong
bubar.
Zaman keemasan
Lo Fang Pak dalam masa pemerintahannya telah menjalankan system
perpajakan, dan mempunyai kitab undang undang hukum, menyelenggarakan system
pertanian dan pertambangan yang terarah, membangun jaringan transportasi, dan
mengusahakan ketahan ekonomi berdikari lengkap dengan perbankannya. Sistem
pendidikan tetap diperhatikan bahkan semakin dikembangkan, seperti diketahui bahwa
Lo Fang Pak sendiri asalnya memang seorang guru.
Republik Lan Fang bukan hanya disegani kekuatan militernya tapi juga keahlian
mereka dalam mengusir buaya di kawasan muara kapuas. Ini membuat para
bumiputera dan hoakiau menaruh hormat kepada Presiden Lo Fang Pak.
Kun Tien atau lazimnya disebut Pontianak sekarang yang mana terletak di muara
sungai Kapuas merupakan daerah niaga yang di kuasai oleh Sultan Abdulrachman.
Sedangkan hulu sungai Kapuas di pegang oleh Kelompok Dayak. Kesultanan yang
berbatasan dengan Kun Tien adalah Mempawah. Sultan Kun Tien mencoba membangun
istana agak ke hulu sungai yang mana dekat dengan perbatasan Kesultanan Mempawah
dan ini memicu perang antara kedua kesultanan. Dalam perang ini (1794) Sultan Kun
Tien dibantu oleh Lan Fang Kongsi karena kedekatan diantara mereka.
Sultan Mempawah kalah dalam perang lalu bergabung dengan Dayak dan
melakukan serangan balasan. Lo Fang Pak kembali mematahkan kekuatan Sultan
Mempawah, malah kali ini Sultan Mempawah didesak terus ke utara sampai
Singkawang, kemudian berakhir dengan Sultan Singkawang dan Sultan Mempawah
menandatangani perjanjian perdamaian dengan Lo Fang Pak. Segera setelah kejadian
itu popularitas Lo Fang Pak melesat dramatis, ketika itu beliau berusia 57 tahun.
Setelah itu, rakyat, dan orang Tionghoa didaerah itu bergabung dengan Lo Fang
Pak untuk mencari perlindungan, dan Sultan Kun Tien menyadari bahwa dia tidak
sanggup melawan kekuatan militer Lo Fang Pak, maka Sultan sendiri meminta
perlindungan dari Lo Fang Pak. Presiden Lo Fang Pak wafat pada tahun 1795, beliau
sempat tinggal di Borneo selama lebih dari 20 tahun.
Tambahan Catatan!!!
Tentang Republik Lanfang
Lan Fang lokasinya ada di Pontianak, Kalimantan Barat. Republik kecil ini
sebenarnya biasa saja kalau tidak karena waktu terbentuknya. Republik Lan Fang
berdiri sekitar tahun 1777 dan menggunakan system yang sifatnya demokratis. Saat itu
bangsa Roma, Yunani atau Cina sekalipun masih memakai sistem Kerajaan atau
Monarki, tapi Lan Fang sudah menggunakan system yang relatif demokratis.
Sebenarnya tak ada tulisan yang menyebutkan negeri Lan Fang itu berbentuk
republik secara resmi. Tata pemerintahan yang demokratis dibandingkan negeri lain
saat itu, membuat Lan Fang mendapat julukan republik.
Negeri kongsi Lan Fang sempat diketuai 10 orang pemimpin (Jendral) yang
dipilih secara demokratis lewat pemilihan umum. Selain memiliki pemerintahan resmi,
penduduk dan wilayah yang sah, Lan Fang juga memiliki sistem perekonomian,
perbankan, dan Hukum sendiri. Penduduknya memiliki kedudukan yang sama dalam
hokum, bahkan termasuk para pemimpinnya. Republik ini mampu bertahan hidup
selama 107 tahun. Tentunya tidak pernah ada pengakuan internasional kepada republik
yang awalnya dipimpin Lo Fang Pak tersebut.
Sistem pemerintahannya relatif demokratis.Pilihan itu yang dianggap paling
sesuai, karena secara historis mereka masih sangat terikat pada budaya China, dimana
yang boleh menjadi pimpinan tertinggi adalah sang Kaisar titisan dewa.
Di negeri Lan Fang, kedudukan mereka seimbang. Semua penduduk adalah
perantau dari China. Maka pemilihan pemimpin pun dilakukan dengan kesepakatan
atau pemungutan suara.
Jangan disangka negeri Lan Fang itu hanya terdiri dari orang China. Pada awal
kedatangan di Kalimantan Barat, hanya kaum pria yang diijinkan tinggal dan
menambang emas disana. Akibatnya dalam waktu singkat terjadi perkawinan campur
dengan wanita asli Kalimantan barat, maupun pendatang lain. Penghuni negeri Lan
Fang saat itu, benar-benar bhineka tunggal ika.
Bendera Republik Lan Fang berbentuk persegi panjang berwarna kuning dengan
tulisan “Lan Fang Ta Tong Chi”. Presiden disebut sebagai “Chuao” (Jenderal). Pejabat
tingginya berpakaian ala Tiongkok kuno, sedangkan yang berpangkat lebih rendah
mengenakan pakaian ala barat.
Sosok yang dianggap pendiri negeri ini adalah seorang guru yang bernama Lo
Fang Pak (atau dalam ejaan yang berbeda menjadi Lo FanBo). Ia menjadi pencetus
sekaligus Jendral pertama negeri Lan Fang. Tokoh ini dianggap sangat berpengaruh dan
punya visi kenegaraan luar biasa.
Negeri Lan Fang memiliki kitab undang-undang hukum, sistem pendidikan
pertanian dan pertambangan. Mereka memiliki system ekonomi yang berlandaskan
iuran wajib sesuai pekerjaan, sangat mirip dengan pajak. Bahkan ada juga system
simpan pinjam perbankan. Kongsi Lan Fong sendiri setiap tahun membayar upeti pada
Dinasti Qing. Dalam tarikh di Dinasti Qing mencatat sebuah tempat dimana orang Ka
Yin bekerja sebagai penambang, membangun jalan, mendirikan negaranya sendiri dan
setiap tahun kapalnya mendarat di daerah Zhou dan Tauciu untuk berdagang. Catatan
tersebut dianggap bukti keberadaan negeri kongsi Lan Fang.
Pemimpin Lan Fang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Kisah
itu ada di dalam tulisan Yap Siong Yoen, anak tiri pemimpin kongsi Lan Fang terakhir.
Akibat tulisan J.J. Groot, seorang sejarawan Belanda mengenai Kongsi Lan Fang, muncul
sebutan Republik Lan Fang. Hakikatnya yang disebut Republik Lan Fang adalah sebuah
negeri yang berbasiskan kongsi dagang Lan Fang. Kenyataannya,
syarat terbentuknya republik telah terpenuhi. Tak cuma punya rakyat dan wilayah,
Kongsi ini juga mengadakan pemilihan umum untuk memilih pemimpinnya.
Negeri Lan Fang sangat disegani karena kemampuannya mengusir buaya di
muara Kapuas. Perlahan tapi pasti, walau masih membayar upeti ke kesultanan local,
negeri Lan Fang membentuk tenaga keamanan sendiri yang semakin lama semakin
kuat. Bahkan saat terjadi bentrokan antara Sultan Kun Tien melawan Kesultanan
Mempawah dan kelompok Dayak, negeri Lan Fang bisa memberikan bantuan berharga.
Namun kisah negeri ini belum berakhir begitu saja. Kisah sejarah Republik Lan
Fang sudah mulai dirapikan oleh berbagai pihak. Berbagai pameran tentang Kongsi
Unik yang mampu membuat negaranya bertahan selama 107 tahun ini telah masuk
menjadi agenda rutin Singapore Art Fest.. Mulai dari peninggalan sejarah, uang, lukisan-
lukisan dan foto zaman dahulu. Ironis memang, semua itu dilakukan oleh warga
Singapura, bukan Indonesia sebagai pemilik sejarah.
Daftar Ketua Kongsi yang pernah memimpin Daerah Otonomi Kongsi Lanfang (1777 -
1793 ) dan Daerah Otonomi Khusus Kongsi Lanfang dari tahun 1793 - 1884.
Nama Ketua
Periode Keterangan
Kongsi
Sung
1811-1823 Ekspansi tambang di Landak
Chiappak
Rekaman sejarah
Dari catatan sejarah Ching Dynasty, tercatat sbb: ada suatu tempat dimana orang
Ka Yin (dari daerah Mei Hsien), menambang emas, membangun jalan, mendirikan
negaranya, setiap tahun kapal-kapal niaga-nya berlabuh di Guang Zhou dan Chao Zhou.
Dari catatan sejarah Lan Fang Kongsi diketahui mereka setiap tahunnya melakukan
kunjungan kehormatan dengan armada dagangnya kepada Dinasti Ching, seperti yang
dilakukan juga oleh Annan (Vietnam).
Ibu kotanya adalah Che Wan Li. Presiden The Ta Tang (Chon Chang) terpilih
melalui pemilu. Kedua presiden dan wakilnya dari Hakka dari Ka Yin dan daerah Ta Pu.
Benderanya empat persegi panjang berwarna kuning dengan lambang dan kata kata
Lan Fang Ta Tong Chi. Panji kepresidenan berbentuk segi tiga berwarna kuning dengan
kata Chuao (Jenderal). Pejabat tingginya berpakaian ala Tiongkok kuno, sedangkan yang
berpangkat lebih rendah mengenakan pakaian ala barat.
Kabarnya di Pontianak ada prasasti kenangan yang dibuat untuk beliau , Juga di
Mei Shien Tiongkok ada prasasti sejenis disebuah sekolah yang dinamakan San Mei Pei
Cung Shueh.
Sumber:
id.wikipedia.org/wiki/Republik_Lanfang
http://sejarah.kompasiana.com/2013/11/08/lnfng-gnghgu-republik-pertama-di-
negeri-kita-606374.html
https://dreamindonesia.wordpress.com/2012/10/14/jauh-sebelum-republik-
indonesia-ada-ternyata-di-kalimantan-barat-sudah-berdiri-negara-republik/
https://id-id.facebook.com/notes/10151409353310238/ (Facebook TiongHoa
Indonesia)
https://toelank.wordpress.com/2013/04/02/sejarah-republik-lanfang-negara-di-
dalam-negara/