Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA BAHAN GALIAN

“ BATU GAMPING ATAU BATU KAPUR “

Oleh:

Nama: Ummi Masrurah Ajeng Sari

NIM: 20170111054009

Dosen Pengampu :

Dr. Florida Doloksaribu, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

PAPUA

2019

0
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis telah menyelesaikan Makalah Kimia Bahan Galian
yang berjudul “Batu Gamping atau Batu Kapur “. Makalah ini di susun berdasarkan
pengumpulan informasi baik dari makalah, media cetak maupun elektronik.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Kimia Bahan Galian Dr. Florida Doloksaribu, M.Si serta rekan kerja yang turut
memberikan masukan yang sangat membantu terselesainya penyusunan makalah ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan semua demi
penyempurnaan makalah ini, agar menjadi bahan diskusi yang menarik dan dapat
memberi manfaat bagi kami semua.

Jayapura, 30 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 6
C. Tujuan Masalah .................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 7
A. Perngertian Batu Gamping (Batu Kapur) ............................................................................ 7
B. Proses Pembentukan Batu Gamping .................................................................................... 8
C. Klasifikasi Batu Gamping .................................................................................................. 10
D. Jenis-jenis Batu Gamping .................................................................................................. 16
E. Ciri-Ciri Batu Gamping ..................................................................................................... 20
F. Manfaat batu kapur ............................................................................................................ 21
G. Penyebaran batu kapur di Indonesia .................................................................................. 22
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 23
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 24

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu Kapur atau calcium carbonate (CaCO3) terbentuk lebih dari dari 30
sampai 500 Juta Tahun yang lalu, yang berasal dari kerang, karang, ikan purba dan
kalsium yang mengendap dari dasar laut membentuk lapisan dari batuan kapur.
Tekanan dan panas dari Bumi selama Jutaan Tahun dapat memadatkan dan
mengkristalkan hal diatas menjadi batuan kapur, dimana tekanan yang lebih ekstrim
akan membatuk marmer. Batuan kapur (Limestone) dapat berubah menjadi “kapur
reaktif” apabila mendapatkan pemanasan sampai 900ᵒC, yang apabila dicampur
dengan air membentuk reaksi kimia menjadi Calcium Hidrokside (Ca(OH)2) an
apabila mengering akan kembali ke bentuk batu aslinya.
Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak
digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk
bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk
pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat
di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang.
Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan
hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum
ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan
mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit
(CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau
dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit
(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Kalsium karbonat (CaCO3) dengan
kemurnian dan kehalusan yang tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat,

3
farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan lain lain, baik sebagai bahan dasar maupun
bahan penolong.

Untuk kebutuhan itu, Indonesia masih mendatangkan CaCO3 dari luar


negeri. Umumnya bahan itu dibuat secara kimia dari suspensi kapur padam dan gas
karbon dioksida. Di Indonesia banyak terdapat batu kapur atau marmer yang berupa
serpihan atau butir kecil yang dibuang sia sia. Di samping itu, gas CO2 juga banyak
yang belum dimanfaatkan. Pembuangan kedua jenis bahan itu dapat mencemari
lingkungan. Oleh karena itu, kalau serbuk limbah marmer disuspensikan dalam air
dan direaksikan dengan CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak tercampur
zat pengotor. Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi CaCO3 murni. Pada
penelitan ini akan direaksikan suspensi batu kapur dan gas CO2 seperti pembentukan
stalakmit dan stalaktit di alam Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral
industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian,
antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya,
pengapuran untuk pertanian dll.
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat
di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan
hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum
ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan
mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit
(CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau
dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit
(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3).
Kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian dan kehalusan yang tinggi
banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat, farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan
lain lain, baik sebagai bahan dasar maupun bahan penolong. Untuk
kebutuhan itu, Indonesia masih mendatangkan CaCO3 dari luar negeri. Umumnya
bahan itu dibuat secara kimia dari suspensi kapur padam dan gas karbon dioksid. Di
Indonesia banyak terdapat batu kapur atau marmer yang berupa serpihan atau butir
kecil yang dibuang sia sia. Di samping itu, gas CO2 juga banyak yang belum
4
dimanfaatkan. Pembuangan kedua jenis bahan itu dapat mencemari lingkungan. Oleh
karena itu, kalau serbuk limbah marmer disuspensikan dalam air dan direaksikan
dengan CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak tercampur zat pengotor.
Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi CaCO3 murni. Pada penelitan ini
akan direaksikan suspensi batu kapur dan gas CO2 seperti pembentukan stalakmit dan
stalaktit di alam
Pada Pembahasan ini, penulis ingin membahas mengenai “Klasifikasi Batu
Kapur Dan Manfaatnya Bagi Kehidupan”. Penulis berharap, pembahasan ini dapat
menjadi bahan informasi bagi pembaca.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Batu Gamping ?
2. Bagaimana proses pembentukan Batu Gamping ?
3. Apa manfaat Batu Gamping untuk kehidupan sehari-hari ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Batu Gamping
2. Untuk mengetahui proses pembentukan Batu Gamping
3. Untuk mengetahui manfaat dari Batu Gamping dalam kehidupan sehari-hari

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perngertian Batu Gamping (Batu Kapur)
Batu gamping ialah jenis batuan sedimen yang mengandung senyawa
korbonat. Secara umum batu gamping dikelompokkan berdasarkan mineral utama
pembentuk batu gamping yaitu kalsit (calcite (CaCO3)) atau dolomite (MgCa(CO3)2).
Pada umumnya batu kapur yang banyak terdapat adalah batu kapur yang mengandung
kalsit. Batu kapur memiliki warna putih, putih kekuningan, abu–abu hingga hitam.
Pembentukan warna ini tergantung dari campuran yang ada dalam batu kapur
tersebut, misalnya : lempung, kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik. Batu
kapur terbentuk dari sisa–sisa kerang di laut maupun dari proses presipitasi kimia.
Berat jenis batu kapur berkisar 2,6 -2,8 gr/cm3, dalam keadaan murni dengan bentuk
kristal kalsit (CaCO3), sedangkan berat volumenya berkisar 1,7 – 2,6 gr/cm3. Jenis
batuan karbonat dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu batu kapur (limestone)
dan dolomit(dolostone) (Boggs,1987).
Batu gamping merupakan salah satu golongan batuan sedimen yang paling banyak
jumlahnya. Batu gamping itu sendiri terdiri dari batu gamping non-klastik dan batu
gamping klastik.
 Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara lain
dari Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera atau batu gamping ini
sering juga disebut batu gamping Koral karena penyusun utamanya adalah
Koral.
 Batu gamping Klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non-
klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, dan terakhir
sedimentasi.

Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3). Di alam
tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium . Kadar magnesium yang tinggi
mengubah batu gamping menjadi batu gamping dolomitan dengan komposisi kimia
CaCO3MgCO3. Hasil penyelidikan hingga kini meyebutkan bahwa kadar Calsium

7
Oksida batu gamping di Jawa umumnya tinggi (CaO>50%). Selain magnesium batu
gamping kerapkali tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis mineral lain.

Pada umumnya batu gamping yang padat gamping yang padat dan keras
mempunyai berat jenis. Selain yang pejal (masif) dijumpai pula batu gamping yang
sarang (porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu -abu
tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya disebabkan karena jumlah dan jenis
pengotor yang ada. Warna kemerahan disebabkan oleh mangan, oksida besi sedang
kehitaman karena zat organik. Batu gamping yang mengalami metamorfose berubah
menjadi marmer. Dibeberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya
didapatkan gua atau sungai bawah tanah yang terjadinya berkaitan erat dengan
kerjanya air tanah. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 hasil
pembusukan zat organik dipermukaan setelah meresap kedalam tanah dapat
melarutkan batu gamping yang dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi kimia yang
berlangsung adalah :

CaCO3 + 2CO2 + H2O ↔ Ca(HCO3 )2 + CO2

Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadi rongga dalam bentuk gua atau
sungai bawah tanah.

Seperti dijelaskan dimuka, secara geologi batu ganoping mungkin berubah


menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomit (MgO > 19,9%) karena
pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan unsur magnesium dari laut kedalam
batu gamping tersebut. Disamping itu dolomit juga diendapkan secara tersendiri atau
bersamaan dengan batu gamping. Ada hubungan yang erat antara batu gamping dan
dolomit seperti yang dikemukan oleh Pettijohn (1949).

B. Proses Pembentukan Batu Gamping

Batu gamping adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh kalsium
karbonat (CaCO3) dalam bentuk mineral kalsit. Di Indonesia, batu gamping sering
disebut juga dengan istilah batu kapur, sedangkan istilah luarnya biasa disebut
"limestone". Batu gamping paling sering terbentuk di perairan laut dangkal. Batu
gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk
dari akumulasi cangkang, karang, alga, dan pecahan-pecahan sisa organisme. Batu

8
gamping juga dapat menjadi batuan sedimen kimia yang terbentuk oleh pengendapan
kalsium karbonat dari air danau ataupun air laut.

Batu gamping terjadi dengan beberapa cara, yaitu :


1. Secara Organic
Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara organik, jenis ini
berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang dan siput, foraminifera
atau ganggang berasal dari kerangka binatang koral/kerang di bawah laut yang
bercampur dengan pasir atau lumpur sehingga terbentuk batu kapur.
2. Secara Mekanik
Untuk batu gamping yang terjadi secara mekanik, sebetulnya bahannya
tidak jauh berbeda dengan yang terjadi secara organic, yang membedakan
adalah terjadinya perombakan dari bahan batu kapur tersebut kemudian
terbawa oleh arus dn biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula.
3. Secara Kimia
Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batu gamping yang
terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut
ataupun air tawar.
Berdasarkan lokasi pembentukannya, batu kapur dibedakan menjadi 2 proses, yaitu:
1. Pembentukan batu kapur pada lingkungan laut
Kebanyakan batu gamping terbentuk di laut dangkal, tenang, dan pada
perairan yang hangat. Lingkungan ini merupakan lingkungan ideal di mana
organisme mampu membentuk cangkang kalsium karbonat dan skeleton
sebagai sumber bahan pembentuk batu gamping. Ketika organisme
tersebut mati, cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk membentuk
sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batu gamping.
Produk sisa organisme tersebut juga dapat berkontribusi untuk
pembentukan sebuah massa sedimen. Batu gamping yang terbentuk dari
sedimen sisa organisme dikelompokan sebagai batuan sedimen biologis.
Asal biologis mereka sering terlihat oleh kehadiran fosil.
Beberapa batu gamping dapat terbentuk oleh pengendapan langsung
kalsium karbonat dari air laut. Batu gamping yang terbentuk dengan cara
ini dikelompokan sebagai batuan sedimen kimia. Batu gamping yang

9
terbentuk seperti ini dianggap kurang melimpah dibandingkan batu
gamping biologis.

2. Pembentukan batu kapur dilokasi gua (proses evaporasi)


Batu gamping juga dapat terbentuk melalui penguapan. Stalaktit,
stalakmit dan formasi gua lainnya (sering disebut "speleothems") adalah
contoh dari batu gamping yang terbentuk melalui penguapan. Di sebuah
gua, tetesan air akan merembes dari atas memasuki gua melalui rekahan
ataupun ruang pori di langit-langit gua, kemudian akan menguap sebelum
jatuh ke lantai gua.
Ketika air menguap, setiap kalsium karbonat yang dilarutkan dalam air
akan tersimpan di langit-langit gua. Seiring waktu, proses penguapan ini
dapat mengakibatkan akumulasi seperti es kalsium karbonat di langit-
langit gua, deposit ini dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke lantai
dan menguap serta tumbuh/berkembang ke atas (dari lantai gua)
depositnya disebut dengan stalakmit. Batu gamping yang membentuk
formasi gua ini dikenal sebagai "travertine" dan masuk dalam kelompok
batuan sedimen kimia.

C. Klasifikasi Batu Gamping

1) Klasifikasi Batu Kapur Menurut Dunham (1962)


Batu gamping termasuk batuan sedimen. Klasifikasi Dunham (1962) ini
dilihat secara megaskopis yang mana dimengamati indikasi adanya pengendapan
batu gamping yang ditunjukkan oleh tekstur hasil pengendapan yaitu limemud
(nikrit) semakin sedikit nikrit semakin besar energi yang mempengaruhi
pengendapannya. Menurut Dunham, batu gamping terbagi atas:
a) Mud Stone
Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan
warna segar putih abu-abu dan warna lapuknya adalah putih kecoklatan.
Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi kimia karbonat dan
strukturnya pun tidak berlapis. Salah satu contoh dari batuan karbonat
adalah kalsilutit ( Grabau ) atau Munstone (Dunham).
Batuan ini mempunyai nama yang berbeda, karena dari klasifikasi
yang digunakan dengan interprestasi yang berbeda, batuan ini dinamakan

10
kalsilutit, karena batuan ini merupakan batuan karbonat dan menurut
klasifikasi dunham nama dari batuan ini adalah mudstone, karena batuan
ini mempunyai kesan butiran kurang dari 10 % dan pada batuan ini tidak
ditemukan adanya fosil.
Tekstur dari batuan ini adalah non kristalin, karena mineralnya
penyusunnya tidak berbentuk kristal, dengan memperhatikan tekstur
batuan ini dapat disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari adanya
pelarutan batuan asal yang merupakan material–material penyuplai
terbentuknya batuan ini adapun batuan asal dari batuan ini adalah seperti
pelarutan terumbu karang.
Keterdapatan batuan ini biasanya dapat ditemukan disekitar pinggiran
pantai, adapun asosiasi dari batuan ini adalah batupasir karbonatan dan
packtone. Adapun kegunaan dari batuan ini adalah sebagai reservoir dalam
pencarian minyak bumi.

b) Wackestone
Wackestone adalah matriks yang didukung batuan karbonat yang
mengandung lebih dari 10% allochems dalam matriks lumpur karbonat. Ini
adalah bagian dari klasifikasi Dunham batuan karbonat. Dalam klasifikasi
banyak digunakan lain karena Folk ,deskripsi yang setara akan, misalnya,
oopelmicrite, dimana allochems yang dimaksud adala hooids dan peloids.
Wackstone merupakan lumpur didukung batu kapur yang mengandung
butiran karbonat lebih dari 10% (lebih besar dari 20 mikron)
"mengambang" dalam matriks lumpur halus-halus kapur.

c) Bounstone
Bounstone merupakan hubungan antar komponen tertutup yang
berhubungan dengan rapat (oolite). Karbonat batuan menunjukkan tanda-
tanda terikat selama pengendapan (Dunham,1962). Boundstone merupakan
batu kapur yang terikat oleh ganggang, karang, atau organisme uniseluler
lainnya ketika dia terbentuk. Boundstone ditemukan didaerah sekitar
terumbu karang, dan daerah yang terumbu karang 2,5-3 juta tahun lalu,
tapi mungkin dikelilingi lahan kering. Tergantung pada cara bahan organik
telah diatur dalam sedimen ketika batu itu terbentuk dan jenis bahan

11
organik itu, boundstone dapat diklasifikasikan sebagai framestone,
bindstone, atau bafflestone. Mereka memiliki tiga subdivisi:
 Framestone
Organisme dari organik fosil, biasanya dalam karang laut, yang
terjadi berdekatan dengan spons ini terikat oleh kerak mikroba dan
pasir yangmengeras. Dan ruang antara bertahap diisi dengan pasir ,
sedimen, dan kristalkalsit. Dalam waktu yang lama, air surut dan
struktur itu terus menerus terkenaudara, dan penyemenan alami
dari padat sedimen diawetkan sisa-sisa bahan organik sebagai fosil.
 Bindstone
Hasil organisme yang mengikat sedimen sehingga lepas
bersama-sama, ditandai dengan adanya dispersi. Yang mengikat di
bindstone pada umumnya adalah ganggang, yang bersama-sama
dengan lapisan lumpur dan kalsit dengan besar pori-pori yang
disebabkan oleh gelembung gas yang menjadi terperangkap dalam
sedimen selama pembentukan. Stromatolit, berupa gundukan fosil
alga berlapis dan sedimen, yang bentuk paling umum dari
bindstone. Bindstone kebanyakan berorientasi secara vertikal.
Bindstone merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dari
boundstone.
 Bafflestone:
Terikat oleh sedimen berdinding tebal berupa karang
berbentuk paralel sehingga hanya sedimen halus yang
melewatinya. Akibatnya, komposisi bafflestone, selain karang
fosil, sebagian besar pasir alami-semen dan lumpur. Pasir ini terdiri
dari kalsit homogen dan lumpur terdiri dari campuran residu
tertinggal setelah lumpur karbonat yang disaring. Struktur unik dari
bafflestone yaitu terbentuk pada dan di sekitar koloni-vertikal
tumbuh karang, dan karena itu terbatas pada individu kecil.

12
d) Grainstone
Grainstone merupakan hubungan antar komponen-komponen tanpa
lumpur sehinggasering disebut batuan karbonat bebas lumpur, yang
didukung butir. Dunham(1962) , batuan ini berasal :
 Grainstone terbentuk pada kondisi energ iyang tinggi, butiran
produktif lingkungan di mana lumpur tidak dapatterakumulasi,
 terdapat pada arus yang putus butir dan melewati lumpur pada
lingkungan. Grainstones mempunyai tekstur berpori dan dikenal
sebagaikarbonat yang terdapat pada sekitar pantai.

e) Packstone
Packtone merupakan lumpur, tetapi yang banyak adalah betolit. Butir-
bitirnyad idukung batuan karbonat berlumpur (Dunham, 1962). Lucia
(1999) dibagi packstones ke dalam lumpur yang didominasi (ruang pori
total dipenuhiumpur) dan yang didominasi (beberapa ruang pori antar butir
bebas darilumpur) packstones. Lumpur menunjukkan proses energi yang
lebihrendah , sedangkan kelimpahan butir menunjukkan proses energi
yang lebihtinggi . menurut Dunham (1962) asal packstones:
 packstone berasal dariwackestones dipadatkan,
 berasal dari proses akibat dari infiltrasi lumpur awal atau akhir dari
sebelumnya disimpan lumpur bebas sedimen,
 terbentuk dalam air yang tenang, atau
 hasil pencampuran dari berbagailapisan sedimen. Di mana butirnya
yang sangat besar, Embry dan Klovan(1971) contohnya karbonat
rudstones.

2) Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)


Klasifikasi Embry & Klovan (1971) sebenarnya lebih cocok digunakan pada
saat pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan lup. Berikut adalah
penjelasan penggunaan klasifikasinya :
a. Merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962).
b. Seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas didalam
ukuran butir, yaitu ukuran grain >= 0,03-2 mm dan ukuran lumpur
karbonat < 0,03 mm.
c. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batu gamping
menjadi 2 kelompok :
 Batu gamping allochthon : jika komponen atau material terlihat
terikat secara organis tidak selama proses deposisi (mudstone,
wackestone)

13
 Batu gamping autochthon : material-material yang terikat secara
organis selama proses deposisi (bafflestone, bindstone, dan
framestone).
d. Sangat tepat untuk mempelajari fasies tumbuhan dan tingkat energy
pengendapan.

Menurut Embry dan Klovan (1971), batu gamping diklasifikasikan menjadi:


a. Allochthonus
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat secara
organis tidak selama proses deposisi. Dan pada batuan mengandung material-
material yang berukuran lebih dari 2 mm sebanyak lebih dari 10%, batuan
yang bersifat allochtonus oleh Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2,
yaitu :
 Matrix supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari
2 mm namun masih bersifat matrix supported atau antar butiran fragmen
tidak saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya
adalah Mudstone (Floatsone)
 Component supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari
2 mm lebih dari 10% dan bersifat somponent supported atau antar butiran
fragmennya saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya adalah
Wackedstone (Rudstone).

b. Autochtonus
Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan material-
material yang terikat secara organis selama proses deposisi. Hal ini lebih
dikarenakan adanya aktivitas organisme pada saat proses deposisi sedimen
yang mengakibatkan material-material terikat dan terkompaksi menjadi
batuan.

14
Berdasarkan sifat pengikat batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi
3 macam antara lain :
 By organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan (1971), batuan ini merupakan batuan yang
material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku
organisme yang berperan sebagai baffle atau bersifat seperti dinding yang
mengikat komponen-komponen batuan yang lain. Nama batuannya
adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri
dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh
pada organisme tersebut.
Tekstur ini dijumpai pada daerah dengan energi sedang, batuan ini
biasanya terdiri dari kerangka koral yang sedang dalam posisi tumbuh
(branching and growth position of coral) dan diselimuti oleh lumpur
karbonat.

 By organism that encrust and bind


Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama
proses deposisi oleh perilaku organisme yang terjebak dan terjepit selama
proses deposisi. Nama batuannya adalah Bindstone. Bindstone adalah
organisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya
mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme
yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang di daerah berenergi
sedang – tinggi.
Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan
kerangka organik seperti koral, bryozoa, dll; tetapi telah diikat kembali
oleh kerak lapisan-lapisan gamping (encrustion) yang dikeluarkan oleh
ganggang merah.

 By organisms that build a rigid framework


Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama
proses deposisi oleh perilaku organisme yang membentuk kerangka keras
atau rigid framework. Oleh Embry & Klovan (1971), nama batuan ini
adalahFramestone. Batuan ini tersusun atas organisme-organisme yang

15
hidup pada daerah dengan energi tinggi sehingga tahan terhadap
gelombang dan arus. Penyusun batuan ini adalah koral, bryozoa, dan
ganggang dalam matriks yang kurang dari 10% atau bahkan tanpa matriks.

3) Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)


Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini
adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan
batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem Analog hasil presipitasi kimia atau biokimia dengan pasir atau
gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai
yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet.
b. Microcrystalline calcite ooze Analog dengan matrik pada lempung atau
matrik lempung pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang
tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 pm.
c. Sparry calcite (sparit) Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan
dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan
pengisi rongga antar pori.

D. Jenis-jenis Batu Gamping


1. Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya
a) Chalk
Chalk merupakan sebuah batu gamping lembut dengan tekstur yang sangat
halus, biasanya berwarna putih atau abu-abu. Batuan ini terbentuk terutama
dari cangkang berkapur organisme laut mikroskopis seperti foraminifera atau
dari berbagai jenis ganggang laut. Batuan ini biasa digunakan sebagai bahan
campuran (fluks), dibidang pertanian, Chalk digunakan untuk meningkatkan
pH di tanah dengan keasaman tinggi dan sebagai antasida dalam dosis yang
kecil.
Selain itu, partikel-partikel yang kecil membuat zat ini sangat ideal
sebagai pembersihan (contoh: pasta gigi) dengan abrasif ringan dan sebagai
polishing logam. Pada pengunaan era sebelumnya, chalk digunakan sebagai
bubuk sidik jari dan bahan alat tulis papan tulis. Pada bidang kontruksi,
sebagai bahan mortir penghalus bangunan.

16
b) Coquina
Coquina merupakan sebuah batu gamping kasar yang tersemenkan, yang
tersusun oleh sisa-sisa cangkang organisme. Batuan ini sering terbentuk pada
daerah pantai dimana terjadi pemisahaan fragmen cangkang dengan ukuran
yang sama oleh gelombang laut. Pada era 400 tahun lalu, coquina dipakai
sebagai bahan yang baik untuk membuat benteng, dikarenakan sifatnya yang
lembut mengakibatkan bola meriam tenggelam didalamnya. Material ini juga
digunakan sebagai paving material menjadi komponen shell atau karang
fragmen, terkadang digunakan sebagai hiasan lanscape. Coquina yang
mengandung fosfat dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.

c) Fossiliferous Limestone

Fosiiliferous Limestone merupakan sebuah batu gamping yang


mengandung banyak fosil. Batuan ini dominan tersusun atas cangkang dan
skeleton fosil suatu organisme. Pada umumnya, material ini sebagai bahan
referensi dan pentunjuk geologi untuk menentukan geologi pengendapan,
formasi batuan atau pun jenis kegiatan biologis saat itu.

d) Lithographic Limestone

Lithographic Limestone merupakan sebuah batu gamping padat dengan


ukuran butir sangat halus dan sangat seragam, yang terjadi di dalam sebuah
lapisan tipis membentuk permukaan sangat halus. Batuan ini merupakan asal
muasal hadirnya teknik menulis litografi, yang menggunakan batu litografi
sebagai medium artistiknya.

e) Oolitic Limestone

Oolitic Limestone merupakan sebuah batu gamping yang terutama


tersusun oleh kalsium karbonat "oolites", berbentuk bulatan kecil yang
terbentuk oleh hasil presipitasi konsentris kalsium karbonat pada butir pasir
atau cangkang fragmen. Material ini sangat jarang digunakan, namun beberapa
bagian dapat dipoles sebagai ubin atau alas bangunan dan trotoar. Batuan ini
juga dapat digunakan sebagai batu hias dalam pembuatan perhiasan.

17
f) Travertine

Travertine merupakan sebuah batu gamping yang terbentuk oleh


presipitasi evaporasi, sering terbentuk di dalam gua, yang menghasilkan
deposit seperti stalaktit, stalakmit dan flowstone. Travetine sering digunakan
sebagai bahan bangunan. Bangsa Romawi menggunakan travetine sebagai
bangunan candi, saluran air, monumen, kompleks mandi, amphiteater dan
colosseum, bangunan terkenal di Italia juga sebagian besar dibangun dari
travetine. Travetine adalah salah satu dari batu alam yang digunakan sebagai
paving teras dan tanaman jalan, dan yang paling umum sebagai ukiran ubin
untuk instalasi lantai.

g) Tufa

Tufa merupakan sebuah batu kapur yang dihasilkan oleh pengendapan air
kalsium sarat dengan air panas, danau atau lokasi lainnya. Proses geotermal air
panas terkadang menghasilkan sejenis (kurang berpori) deposit karbonat
travetine atau disebut sebagai meteogene travetine. Tufa saat ini dibentuk
sebagai wadah tanaman. Konsitensi berpori yang membuat tufa ideal untuk
perkebunan alpine. Endapan modern dan fosil tufa yang berlimpah dengan
tanaman lahan basah ditandai dengan komponen macrobiological besar dan
berpori dapat berguna sebagai pembentukan saluran fluvial dan pengaturan
endapan fluvial.

2. Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Mineral Pembentuknya:


 Batu Kapur Kalsium (CaCO3), mempunyai unsur kemurnian yang tinggi
apabila unsur bahan kimia yang lain kurang dari 15 %
 Batu Kapur Magnesium(CaCO3MgCO3), apabila mengandung unsur
magnesium karbonat diantara 5-20%.
 Batu Kapur Dolomite, mengandung unsur magnesium karbonat lebih dari
30% dan kurang dari 44%.
 Batu Kapur Hidrolis, mengandung senyawa lain lebih dari 5 % yang terdiri
dari alumunium,besi dan silika.
 Batu Kapur Mergel, merupakan batu kapur campuran dengan tanah liat.

18
 Batu Kapur padar dan marmer, merupakan batu kapur yang mengandung
beberapa unsur senyawa yang mengalami metamorf.

3. Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Hasil Produk:


 Kapur kalsit (CaCO3)
Terdiri dari batu kapur kalsit. Proses pembentukannya yaitu batu kapur kalsit
ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu.
 Kapur dolomite [CaMg(CO3)2]
Terdiri dari batu kapur dolomite. Proses pembentukannya yaitu batu kapur
dolomite ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu.
 Kapur bakar, quick lime (CaO)
Merupakan batu kapur yang dibakar sehingga terbentuk CaO.
CaCO3 + panas CaO + CO2
 Kapur hidrat, slaked lime [Ca(OH)2]
CaO + H2O Ca (OH)2 + panas
(di beri air) kapur hidrat

4. Jenis-Jenis Batu Kapur Sebagai Bahan Bangunan


Sifat-sifat kapur yaitu plastis, dapat mengeras dengan cepat sehingga memberi
kekuatan pengikat, mudah dikerjakan tanpa melalui proses pabrik, menghasilkan
rekatan yang bagus inilah menjadi salah satu alasan pemanfaatannya sebagai
bahan bangunan.
Pemanfaatan batu kapur sebagai bahan bangunan dibedakan menjadi:
 Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya
sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada temperature
diatas 900 derajat Celsius terjadi proses calsinasi dengan pelepasan gas CO2
hingga tersisa padatan CaO atau bisa juga disebut quick lime.
CaCO3 (batu kapur) —> CaO (kapur tohor) + CO2
 Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan
membentuk hidrat.
CaO + Air ( H2O ) —–> Ca (OH)2(kapur padam) + panas

19
 Kapur udara adalah kapur padam yang diaduk dengan air setelah beberapa
waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon
dioksida.
Ca (OH)2 +CO2 ——-> Ca CO3 + H2O
 Kapur hidrolis adalah kapur padam yang diaduk dengan air setelah
beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air maupun didalam
udara.

E. Ciri-Ciri Batu Gamping

Terbentuk dari akumulasi dari cangkang, alga, karang dan sisa organisme lain.
Batu gamping dapat masuk dalam banyak tipe baik itu klastik, organik, maupun
kimia. Pada dasarnya, batu gamping adalah batuan yang tersusun oleh lebih dari 50%
mineral karbonat berupa mineral kalsit, aragonit, dan dolomit, sedangkan sisanya
dapat berupa mineral kuarsa, lempung dan mineral-mineral lainnya. Kebanyakan
orang awam menyebut batuan ini sebagai batu kapur. Sama seperti jenis batuan yang
lain, batu gamping ini juga memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan
jenis batuan lain.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri batu gamping yang bisa dicermati.
Dengan memperhatikan ciri-ciri ini Anda bisa menyimpulkan apakah sebuah batu
termasuk sebagai batu kapur atau bukan.
1. Warna yang beragam
Jika beberapa jenis batuan lain memiliki warna yang kurang bervariasi,
maka tidak sama dengan batu gamping. Yang menjadi ciri khas dari batu ini
justru pada warnanya yang bervariasi mulai dari putih keabu-abuan, hingga
coklat kemerahan bahkan kehitaman.
Warna ini timbul karena adanya mineral yang terkandung di dalam batuan
yang juga dikenal sebagai batu kapur ini. Variasi warna ini terutama
disebabkan oleh adanya pengotoran pada batuan tersebut.

2. Mudah larut dalam air


Sifat selanjutnya yang membedakan batu gamping dengan jenis batuan
lain adalah mudah larut di dalam air. Hal ini karena batu yang juga dikenal
dengan batu kapur ini tersusun dari mineral-mineral yang mudah larut.

20
3. Bersifat sangat Reaktif
Sifat lain yang menjadi ciri khusus batu gamping ini adalah sifatnya yang
begitu reaktif, terutama jika pada cairan yang banyak mengandung zat CO3
seperti air hujan. Hasil pembusukan zat organik di permukaan tanah juga
menjadi salah satu cairan yang bisa menimbulkan reaksi pada batu ini.

4. Bisa Menghasilkan Reaksi jika Ditetesi zat tertentu


Selain bersifat reaktif atau mudah bereaksi, batuan gamping ini juga bisa
menghasilkan zat hasil reaksi. Misalnya jika batu gamping ini ditetesi dengan
zat asam batu ini justru akan menghasilkan zat CO2. Inilah yang menjadi ciri
khas batu ini dan sering menjadi karakteristik yang digunakan ilmuwan untuk
membedakannya dengan jenis batuan lain

F. Manfaat Batu Kapur

Beberapa manfaat kapur dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Sebagai bahan bangunan: Kapur sering dipotong menjadi blok dan
lempengan dimensi tertentu untuk digunakan dalam konstruksi dan arsitektur.
Hal ini digunakan untuk pemolesan batu, ubin lantai, tapak tangga, kusen
jendela, dan sebagainya. bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang
dipergunakan untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras
ataupun semen merah. Bahan penstabilan jalan raya Pemaklaian kapur dalam
bidang pemantapan fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur
ini berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan
pemuaian fondasi jalan raya.
2. Dalam bidang pertanian:
 Kapur berfungsi sebagai penetralisis unsur tanah yang mengandung asam.
dan sebagai agen asam-netralisasi oleh industri kimia.
 Sebagai pembasmi hama Sebagai warangan timbal (PbAsO3) dan
warangan kalsium (CaAsO3) atau sebagai serbuk belerang untuk
disemprotkan.
 Sebagai pupuk untuk menambah unsur kalsium yang berkurang akibat
panen, erosi serta untuk menggemburkan tanah. Kapur ini juga

21
dipergunakan sebagai disinfektan pada kandang unggas, dan dalam
pembuatan kompos.

3. Dalam bidang peternakan: Ayam membutuhkan kalsium karbonat untuk


menghasilkan kulit telur yang kuat, sehingga kalsium karbonat sering
ditawarkan kepada mereka sebagai suplemen makanan dalam bentuk "bubur
jagung ayam." Hal ini juga ditambahkan ke pakan dari beberapa sapi perah
yang harus mengganti sejumlah besar kalsium hilang saat hewan tersebut
diperah. Kapur juga digunakan untuk menghilangkan bau dan bakteri pada
kandang ternak.

4. Mine Safety: Juga dikenal sebagai "debu batu." Tumbuk kapur adalah bubuk
putih yang bisa disemprotkan ke permukaan batubara terbuka di tambang
bawah tanah. Lapisan ini meningkatkan pencahayaan dan mengurangi jumlah
debu batubara rilis ke udara. Hal ini dapat meningkatkan udara pada
pernafasan, dan juga mengurangi bahaya ledakan yang dihasilkan oleh partikel
debu batubara yang mudah terbakar di udara.

5. Dalam bidang lingkungan:


 Penetral limbah hasil industri
 Penjernihan air Dalam penjernihan pelunakan air untuk industri , kapur
dipergunakan bersama-sama dengan soda abu dalam proses yang dinamakan
dengan proses kapur soda.

G. Penyebaran Batu Gamping di Indonesia

Di indonesia sendiri banyak mengandung batu kapur yang tersebar di seluruh


nusantara diantaranya adalah Sumatera Barat, Lampung, selain itu juga banyak
terdapat di propinsi Jawa Timur, provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Beberapa daerah yang adalah penghasil utama batu kapur di Jawa Timur,
antara lain adalah daerah Pacitan, Trenggalek, Tulungagug, Ponorogo, ngawi,
Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jember, Bondowoso, Banyuwangi,
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Gresik. Di Lampung terdapat
tambang batu kapur yang terletak di kecamatan Natar, Lampung selatan

22
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak
digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk
bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk
pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat
di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang. Prose pembentukan batu kapur berdasarkan letek pembentukan dibagi
menjadi 2 yaitu: 1. Pembentukann batu kapur dilingkungan laut akibat proses
sedimentasi binatang laut. 2. Pembentukan batu kapur di gua akibat proses evaporasi
karbonat.
Klasifikasi batu kapur memiliki 5 pendapat ahli mengenai batu kapur antara
lain:
1. Klasifikasi Batu Gamping Menurut Dunham (1962)
2. Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)
3. Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)
4. Klasifikasi Batu Gamping Mount (1985)
5. Klasifikasi Batu Gamping Plumley et al (1962)
Jenis-jenis batu kapur memilliki beberapa nama menurut beberapa faktor
seperti:
1. Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya
2. Jenis-jenis batu kapur berdasarkan mineral pembentuknya
3. Jenis-jenis batu kapur berdasarkan hasil produk
4. Jenis-jenis batu kapur sebagai bahan bangunan
Kapur memiliki beberapa manfaat yang vital diberbagai bidang industri, hal
ini menjadi langkah strategis untuk mengembangkan kapur secara maksimal agar
penggunaannya nanti tidak hanya menjual barang mentah tetapi barang siap pakai.

23
DAFTAR ISI

https://dokumen.tips/documents/makalah-pertambangan-batu-kapur.html

diakses pada 28 september 2019

http://www.academia.edu/7730372/Makalah-pembuatan-batu-kapur-yang-fix.pdf

diakses pada 25 september 2018

24

Anda mungkin juga menyukai