Anda di halaman 1dari 29

Step I

Kata Sulit

1. Deformitas
2. CRT
3. Fragmen tulang
4. Debridement
5. Fikasi interna dan eksterna

Jawaban
1. Deformitas adalah trauma pada panggul
2. CRT(capillary Refill Time)
3. Fragment tulang adalah serpihan/retakan dari tulang yang patah
4. Debridement adalah pengangkut secara medis jaringan yang mati
rusak/terinfeksi
5. Fiksasi interna dan eksterna asalah tindakan untuk penutupan luka
Step II

Membuat pertanyaan

1. Nilai normal CRT? Gejalah apa saja yang didapatkan apabila CRT
tidak normal?
2. Mengapa pernafasan,nadi,bisa cepat? Tekanan darah menurun?
3. Apa yang menyebabkan bengkak pada sendi panggul?
4. Mengapa pasien bisa mengalami deformitas panggul?
5. Apa tindakan perawat pada saat pasien masuk di IGD?
6. Apa tujuan dilakukannya Fiksasi dan Debridement?
7. Mengapa pasien merasa kesakitan saat mengerakan kaki?
8. Tujuan pemeriksaan CRT?
Step III

Menjawab Pertanyaan

1. Nila normal CRT 1-3 detik. Perdarahan,syok,dehidrasi,hipotermi.


2. Pasien mengalami perdarahan sehingga volume darah di tubuh
berkurang dan menyebabkan penurunan TD, sehingga tubuh
kekurangan oksigen dan respon tubuh saat kekurangan oksigen yaitu
bernafas lebih cepat utk mengambil oksigen yang juga menyebabkan
nadi meningkat.
3. Karena adanya deformitas panggul
4. Karena mungkin adanya benturan yang keras
5. Tindakan perawat observasi, diberikan obat analgetik, pembersihan
luka, pemberian O2 ,pemberian cairan
6. Tdk terjawab
7. Karena ada luka terbuka pada paha kanan
8. Tdk terjawab
STEP 4

Peta Konsep

Kecelakaan

Cedera

Perdarah Fraktur Femur Dislokasi panggul


Pemer
an
iksaan
CRT > Pucat Luka Terbuka pembengkakan
3 detik

Nyeri

Penanganan Jenis-Jenis Fraktur


Debridement
 Fraktur terbuka
Fiksasi
Pemeriksaan Diagnotik  Fraktur tertutup

Foto Rontgen

 Penatalaksanaan Medis
 Pengkajian 11 pola
Gordon
 Intervensi
 Diagnosa
 Implementasi
 Discharge Planning
FRAKTUR

1. DEFINISI FRAKTUR
 fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shafi yang
biasa terjadi akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu
lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasa dialami laki-laki
dewasa (Desiartama dan Aryana, 2017).
 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang
bisa terjadi akibat trauma langsung. Patah tulang fremur dapat
mengakibatkan pendarahan cukup banyak serta mengakibatkan
penderita mengalami syok.
2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera Traumatic
Cedera traumatic dapat disebabkan oleh:
 Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
 Cedera tidak langsung berarti pukulang langsung berada
jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan
berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
dari otot yang kuat
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut:
 Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif.
 Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
 Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiens vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,
tetapi kadang-kadangdapat disebabkan kegagalan
absorb vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
c. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang tersu menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

a. Fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh
trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah, dibagi dalam :
 Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
 Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur subtrochanter femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke


posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress
valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi
tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding
& Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. . Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat


kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur
batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :

 tertutup,
 terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

 Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
 Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dari luar.
 Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

 Fraktur batang femur (anak – anak)


d. Fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke


posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress
valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

e. Fraktur intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga


umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

f. Fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi


disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Manifestasi Klinis
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi

Pemeriksaan Penunjang
Fraktur:
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
1. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4. Computed Tomografi-Scannin
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
4. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

PROSES PEMBENTUKAN TULANG


TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi. Matriks tulang yang keras membuat
tulang tidak dapat dibentuk secara interstisial (dari dalam) seperti yang terjadi pada
kartilago, tetapi dapat terjadi melalui pergantian jaringan yang sudah ada. Ada dua
cara pembentukan tulang, yaitu osifikasi intramembran dan osifikasi endokondrium
(intrakartilago).

1. Osifikasi Intramembran

Osifikasi intramembran adalah proses pembentukan tulang secara langsung (osifikasi


primer), dengan cara mengganti jaringan penyambung padat dengan simpangan
garam-garam kalsium untuk membentuk tulang. Pembentukan tulang dengan cara
tersebut tidak akan terulang lagi. Osifikasi primer banyak terjadi pada tulang pipih
penyusun tengkorak. Proses ini berlangsung pada minggu ke 8 masa kehidupan janin.

Pada awalnya kelompok sel mesenkim yang berbentuk bintang berdiferensiasi


menjadi osteoblas. Osteoblas kemudian menyekresikan matriks organik yang belum
mengapur (osteoid). Masa osteoid mengalami klasifikasi melalui pengendapan
garam-garam tulang. Disekeliling osteoblas akan terbentuk lakuna dan kanalikuli.
Aktivitas osteoblas akan membentuk lapisan-lapisan matriks baru sehingga tulang
menjadi semakin tebal dan osteoblas menjadi terpendam didalam matriks
disebut osteosit. Osteosit menjadi terisolasi didalam lakuna dan tidak lagi
menyekresikan zat intraseluler.

Dibeberapa pusat osifikasi, pada awalnya tulang terdiri atas trabekula yang berongga-
rongga, kemudian diantara trabeluka tersebut terisi oleh tulang lamellar konsentris
sehingga menjadi tulang kompak. Namun, ada yang tetap menjadi tulang spons
dengan rongga sumsum berisi jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh
darah. Disekeliling tulang yang sedang tumbuh terdapat jaringan ikat yang akan
tumbuh menjadi periosteum.

2. Osifikasi Endokondrium

Osifikasi endokondium adalah proses ketika tulang rawan digantikan oleh tulang
keras. Osifikasi endokondium terjadi pada tulang pipa, menyebabkan tulang tumbuh
menjadi semakin panjang. Rangka embrio tersusun dari tulang rawan hialin yang
terbungkus perikondrium. Proses osifikasi dimulai sejak perkembangan embrio, tetapi
beberapa tulang pendek memulai proses osifikasinya setelah kelahiran.

Pusat osifikasi primer terbentuk dibagian diafisis tulang panjang. Perikondrium yang
melingkari bagian pertengahan diafisis, menambah jumlah pembuluh darahnya
sehingga bersifat osteogenik. Sel-sel kartilago melakukan proliferasi sehingga
jumlahnya semakin meningkat, ukuran sel semakin membesar dan berubah menjadi
osteoblas. Matriks kartilago mulai mengalami pengapuran melalui proses
pengendapan kalsium posfat. Perikondrium yang mengelilingi diafisis, berubah
menjadi periosteum. Kemudian tampak cincin atau tulang periosteum yang
mengelilingi bagia tengah diafisis tulang Setelah kelahiran, pusat osifikasi sekunder
terjadi pada kartilago epifisis dikedua ujung tulang. Beberapa bagian tulang, memiliki
tulang rawan yang tidak digantikan oleh tulang keras, yaitu kartilago artikular (tulang
rawan persendian) dan kartilago cakram epifisis yang terletak
Jenis – jenis Patah Tulang (Fraktur)

Komplikasi

Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:


1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic akibat pendarahan(baik kehilangan
darah eksterna maupun internal dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,
dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler,
maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai
akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
2. Emboli Lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cedera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda
20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat termasuk ke
dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress
pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadinya
globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah ke otak, paru-paru, ginjal, dan organ lainnya. Urutan
dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cedera,gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardi, dan pireksia.

3. Sindrom Kompertemen
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan interstisial di dalam
ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Peningkatan tekanan intrakompartemen akan mengakibatkan
berkuranganya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi janringan di dalam ruangan
tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh Otot, Saraf dan Pembuluh Darah
yang di bungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang di
bungkus oleh epimisium. Secara anatomi sebagian besar kompartemen
terletak di anggota gerak dan paling sering di sebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.

Komplikasi lanjutan fraktur berupa :

 Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4
bulan.
 Non union, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai
adanya non union dan di perlukan fiksasi interna dan bone graft.
 Malunion, adalah suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami
penyatuan dengan fragmen fraktur berada dalam posisi normal (posisi
buruk).Malunion terjadi karena reduksi yang tidak akurat,atau imobilisasi
yang tidak efektif dalam masa penyembuhan.
 Kaku sendi lutut, setelah operasi femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan
pada sendi lutut.Hal ini di sebabkan oleh adanya adhesi periarticular atau
adhesi intramuscular.Hal ini dapat di hindari apabila fisioterapi yang intensif
dan sistematis dilakukan lebih awal.

4. Nekrosis Vaskuler Tulang


Cedera baik fraktur maupun dislokasi seringkali mengakibatkan iskemik
tulang yang berujung pada nekrosis vaskuler. Nekrosiss vaskuler ini
sering di jumpai pada kaput femoris,bagian proksimal dari
Os.Scapphoid, Os.Lunatum, Os.Talus(Suratum,ddk 2008).

5. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu
sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada
pasien fraktur atrofi terjadi akibat otot yang tidak di gerakkan (Disuse)
sehingga metabolism sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan
otot.(Suratum,ddk 2006)
6. Trauma pembuluh darah

Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan : tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera hati.
7. Pemeriksaan radiologi
8. Pemeriksaan lab
Penatalaksanaan fraktur femur

pengobatan dapat berupa terapi dapat berupa terapi konservatif , yaitu:

 Traksi kulit merupakan merupakan pengobatan sementara sebelum


dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot
 Traksi tulang pada bagian distal femur maupun proksimal tibia.
Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan
segmental.
 Menggunakan cast bracing yang dipasangsetelah terjadi union
fraktur secara klinis.
Terapi operatif yang dilakukan :

 Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur femur


proksimal dan distal.
 Mempergunakan K-Nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi
tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-Nail, terutama pada fraktur
diaphysis/mid shaft
Discharge planning fraktur femur
1. Jangan membasahi Gips
2. Jangan memotong atau membuang bagian manapun dari gips
3. Jika kulit di bawah gips gatal, hilangkan gatal dengan:
- Menaruh kantung es di atas Gips
- Kipas angin / pengering rambut
4. Jangan menaruh apapun ke dalam gips untuk menghilangkan
gatal.
5. Jangan menaruh bedak, benda-benda asing seperti kancing, koin,
dll ke dalam Gips.
6. Untuk mengurangi bengkak, posisikan bagian yang di Gips lebih
tinggi dari dada.
7. Gerak-gerakan jari-jari pada bagian yang di Gips.
8. Hindari beban berat pada Gips baru selama 48 jam.
DISLOKASI SENDI PANGGUL

1. DEFINISI
Dislokasi sendi (luksasio) adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lainya.
 Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana kaput femur
keluar dari socketnya pada tulang panggul (pelvis).
 Dislokasi sendi panggul adalah bergesernya caput femur dari
sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior),
dan caput femur acetabulum (dislokasi sentra).
2. ETIOLOGI
Penyebab dislokasi sendi panggul adalah trauma dengan gaya
atau keadaan yang besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor,
pejalan kaki yang ditabrak mobil, atau jatuh dari ketinggian.

3. KLASIFIKASI
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3,
yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat
(central).

a. Dislokasi Posterior
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma yang
dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam posisi
flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu
lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flexi dan menabrak
dengan keras benda yang ada di depan lutut. Mekanisme khas untuk
dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut penderita
mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul. Dislokasi
posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada
axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan flexi 90 derajat
dan sedikit adduksi.

b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi
posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan
kejadian dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah
kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput femoris
didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke
foramen obturatorium atau pubis. Dislokasi ini dapat terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur dashboard ketika paha
dalam posisi abduksi.Dislokasi pada satu atau bahkan kedua panggul
dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya
saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan. Caput
femoris didorong dengan paksa ke arahanteroinferior acetabuli dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.

c. Dislokasi Sentral (Pusat)


Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial
acetabulum pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur
acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh
dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur
dimana panggul dalam kedaan abduksi.
KLASIFIKASI
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3,
yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).
a. Dislokasi Posterior
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma yang
dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam posisi
flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu
lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flexi dan menabrak
dengan keras benda yang ada di depan lutut. Mekanisme khas untuk
dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut penderita
mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul. Dislokasi
posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada
axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan flexi 90 derajat
dan sedikit adduksi.
b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi
posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan
kejadian dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah
kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput femoris
didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke
foramen obturatorium atau pubis. Dislokasi ini dapat terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur dashboard ketika paha
dalam posisi abduksi.Dislokasi pada satu atau bahkan kedua panggul
dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya
saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan. Caput
femoris didorong dengan paksa ke arahanteroinferior acetabuli dan
berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
c. Dislokasi Sentral (Pusat)
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial
acetabulum pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur
acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh
dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur
dimana panggul dalam kedaan abduksi.

Manifestasi Klinis pasien dengan dislokasi panggul :

a. Dislokasi Posterior
Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas, pada daerah sendi panggul juga tidak bisa menggerakkan anggota
gerak bawah. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi
abduksi, flexi, dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah
dan teraba caput femur pada panggul, rasa nyeri diakibatkan spasme otot di
sekitar panggul.
b. Dislokasi Anterior
Kaki penderita berada dalam posisi eksorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki
tidak memendek karena perlekatan rektus temporalis mencegah caput femoris
bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang
mengalami dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir
membentuk sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba.

c. Dislokasi Sentral (Pusat)


Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada posisi
normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan minimal masih
dapat dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada
tidaknya cedera pelvis dan abdomen.

Pemeriksaan Penunjang Dislokasi


1. Sinar –X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostic noninvasif untuk
membantu menegakan diagnose medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi
berwarna putih.
2. CT scan
CT scan yaitu pemeriksaan sinar – X yang lebih canggih dengan bantuan
computer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi, pada pasien diaslokasi ditemukan gambar 3
dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan menggunakan gelombang manget dan frekuensi
radio tanpa menggunakan sinar – X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail.
Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya
pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

Discharge Planning
a. Selalu berhati-hati atau waspada ketika melakukan aktivitas
b. Selalu berpengang pada sisi tangga setiap naik atau turun
c. Memindahkan kabel listrik dilantai ke lokasi yang nyaman agar tidak
tersandung
d. Menggunkan perlengkapan pelindung ketika berolahraga
e. Tidak berdiri di atas tempat-tempat yang tidak stabil, misalnya kursi
f. Menutupi lantai dengan karpet yang tidak licin
g. Melakukan kebugaran secara rutin untuk meningkatkan keseimbangan dan
memperkuat otot-otot tubuh
h. Berhati-hati saat mengendarai motor atau mobil
i. Banyak mengkonsumsi sayuran dan makanan yang mengandung zat besi

Penatalaksanaan dislokasi

Penatalaksanaaan dislokasi sendi sebagai berikut :

1. Medis
a. Farmakologi
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotika
 Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot,
sendi, sakit kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari
obat ini adalah agranulositosis. Dosis : sesudah
makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak : sehari
3×1/2 kapsul.
 Bimmastan yang berfungsi untuk menghilangkan
nyeri ringan atau sedang, kondisi akut atau kronik
termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah
melahirkan. Efek samping dari obat ini adal mual,
muntah, agranulositosis, leukopenia. Dosis : dewasa,
dosis awal 500mg lali 250mg tiap 6 jam
b. Pembedahan
 Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialis medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan
bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi
arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal
dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi:
 Redukdi teerbuka : melakukan reduksi dan
membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah
 Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang
direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin
logam.
 Imobilisasi : setelah tulang telah kembali
keposisi semula, dokter akan menghambat
gerak sendi dengan menggunakan penyangga
sendi, seperti gips, selama beberapa minggu.
 Antroplasti : memperbaiki masalah sendi
dengan sendi dengan antroskop ( suatau alat
yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi
dalamnya sendi tanpa irisan yang besar ) atau
melalui pembadahan sendi terbuka
2. Non medis
a) dislokasi reduksi : dikembalikan ke tempat semula
dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
b) dengan RICE (rest, ice, compression,elevation)
c). reahabilitasi : setelah penyangga sendi dilepas
pasien akan menjalani program rehabilitasi untuk
memulihkan jangkauan gerak dan kekuatan
sendinya.
PENGKAJIAN 11 POLA GORDON
1. Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
DS : pasien mengatakan akibat jatuh dari motor ia merasa kesakitan
dikaki dan sangat nyeri kalau mengerakan kakinya

DO: - pasien tampak meringis

- Pasien tampak pucat


2. Pola Nutrisi dan Metabolik
DS: -
DO: -
3. Pola Eliminasi
DS: -
DO: tampak pasien tidak mampu untuk berjalan memenuhi
kebutuhan eliminasi dan personal hygine
4. Pola aktivitas dan latihan
DS: pasien mengatakan ia merasa kesakitan di kaki dan sangat
nyeri kalau menggerakan kakinya.
DO: - pasien tampak mengalami keterbatasan dalam
pergerakan
sehingga susah memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari

- tampak pasien pucat

5. Pola tidur dan istrihat


DS :
DO: - Tampak pola tidur dan istirahat pasien terganggu akibat
nyeri yang timbul sehingga pasien tidak bisa tidur dengan
nyenyak.
- Tampak pasien cemas
- Tampak pasien gelisah
6. Pola persepsi kognitif
DS : Pasien mengatakan kesakitan dan sangat nyeri kalau
mengerakan kakinya
DO: - Tampak adanya nyeri akibat kerusakan jaringan
- Tampak pasien cemas
7. Pola persepsi dan konsep diri
DS : -

DO: pasien tampak cemas akibat mengalami gangguan diri sebab


tubuhnya mengalami perubahan yaitu tampak bengkak pada
sendi panggul,tampak luka terbuka pada paha kanan, tampak
perdarahan daerah pada paha, pasien takut cacat / tidak dapat
bekerja lagi.
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama
DS: -
DO: - Tampak hubungan pasien dan perawat baik
9. Pola reproduksi dan seksualitas
DS : -
DO: - tampak pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 24 tahun
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap setres
DS : -
DO: - pasien tampak cemas
- Pasien tampak gelisah
11. Pola nilai dan kepercayaan
DS dan DO tidak dikaji

Anda mungkin juga menyukai