Anda di halaman 1dari 7

Quality of Care

Nama: Ana Fitrotul Laili


NIM: 101811133049
Kelas: IKM-2A

Kesehatan reproduksi dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan


Pembangunan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental maupun sosial yang
utuh dalam segala hal dan berkaitan dengan fungsi, peran serta sistem reproduksi.
Ruang lingkup kesehatan reproduksi sangat luas karena mencakup seluruh kehidupan
manusia sejak lahir hingga mati. Uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi
yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga
digunakan dalam menciptakan pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan. Pelayanan
kesehatan reproduksi bersifat responsif terhadap kebutuhan klien atau pasien, maka
setiap pelayanan yang diberikan perlu diterpadukan. Pelayanan reproduksi yang
dibutuhkan oleh pasien atau klien perlu menampung aspek yang relevan mengenai
kesehatan reproduksi dengan mengikuti standar pelayanan yang berlaku. Beberapa
pelayanan atau program kesehatan reproduksi dalam tahapan siklus hidup (life-cycle
approach) sebagai berikut:

1. Ibu hamil dan janin


Program: Pelayanan KIA (Kelas Ibu Hamil)
Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia no. 97 Tahun 2014 pasal
12 ayat 1 menyatakan bahwa “Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk
memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang bekualitas
sehingga mampu menjalani kehamilan yang sehat, bersalin dengan selamat, dan
melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.” Dengan demikian Pelayanan KIA
menurut Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia dalam bukunya
“pedoman pelaksanaan kelas Ibu hamil” salah satu program yang dilakukan adalah
kelas Ibu hamil yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan baik
puskesmas maupun rumah sakit. Pertemuan kelas Ibu hamil dilakukan minimal 4 kali
pertemuan selama hamil atau sesuai dengan kesepakatan antara fasilitator dengan
peserta. Pada setiap pertemuan, materi kelas Ibu hamil yang akan disampaikan
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi Ibu hamil tetapi tetap mengutamakan materi
pokok. Khusus untuk materi 3 yang akan disampaikan dapat disesuaikan dengan kondisi
atau permasalahan kesehatan di wilayah setempat. Misalnya materi malaria dapat
disampaikan pada daerah endemis malaria. Pelaksanaan pertemuan biasanya dilakukan
di awal kehamilan. Kemudian, pada setiap akhir pertemuan dilakukan aktivitas fisik
atau senam Ibu hamil. Aktivitas fisik atau senam Ibu hamil merupakan kegiatan
tambahan dari kelas Ibu hamil. Jika sudah dilaksanakan diharapkan dapat
mengimplementasikannya sendiri di rumah. Waktu pertemuan disesuaikan dengan
kesiapan Ibu-Ibu hamil, bisa dilakukan pada pagi atau sore hari dengan durasi
pertemuan 120 menit termasuk senam Ibu hamil 15-20 menit. Kegiatan senam hamil
dapat dilakukan bagi Ibu hamil dengan umur kehamilan 20-32 minggu.
Sasaran: peserta kelas Ibu hamil mencakup semua Ibu hamil di wilayah kerja
pelayanan kesehatan. Jumlah peserta Ibu hamil maksimal 10 orang setiap kelas.
Diharapkan suami atau keluarga dapat mendampingi minimal 1 kali pertemuan sehingga
dapat mengikuti berbagai materi yang penting, misalnya materi tentang tanda bahaya
serta persiapan persalinan atau materi lainnya.
Tujuan: secara umum tujuan dari kelas Ibu hamil berupaya dalam meningkatkan
pengetahuan, merubah sikap dan perilaku Ibu dalam memahami mengenai pemeriksaan
kehamilan agar Ibu dan janin sehat, persalinan aman, nifas nyaman Ibu selamat, bayi
sehat, pencegahan penyakit fisik dan jiwa, gangguan gizi dan komplikasi kehamilan,
persalinan, dan nifas agar Ibu dan bayi sehat, perawatan bayi baru lahir supaya tumbuh
kembang optimal, serta aktivitas fisik Ibu hamil.
Manfaat: adanya interaksi dan pengalaman antar peserta (Ibu hamil dengan Ibu
hamil lainnya, Ibu hamil dengan suami atau keluarga, serta suami atau keluarga dengan
suami atau keluarga lainnya), Ibu hamil dengan bidan atau tenaga kesehatan. Selain itu,
untuk mengetahui keadaan atau kondisi Ibu dan janin melalui pemeriksaan dan
meningkatkan pemahaman Ibu hamil mengenai peilaku atau hal-hal yang dianjurkan
selama masa kehamilan.
Penyelenggaran KIA pada Puskesmas lebih mengedepankan pengembangan
masyarakat melalui pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu sehingga masyarakat dapat
memperoleh informasi lebih akurat dari pihak Puskesmas, sedangkan pelayanan KIA
pada rumah sakit (RS) lebih mengutamakan penanganan pasien yang sakit pada tahap
kuratif maupun rehabilitatif.

2. Bayi, balita, paud dan TK


Program: Pos PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Pelayanan kesehatan yang dapat diberikan pada tahap ini adalah Pos PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) yang diselenggarakan oleh Posyandu atau fasilitas
kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2016). Pendidikan anak usia dini merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Sedangkan Pos
PAUD adalah bentuk layanan PAUD yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan
dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu yang pengelolaannya di
bawah pembinaan pemerintah desa/kelurahan. Program pembelajaran Pos PAUD
dilakukan dalam bentuk Pengasuhan Bersama untuk kelompok anak usia 3-30 bulan dan
Bermain Berama untuk kelompok anak usia 31- 72 bulan sampai anak sekolah.
Kelompok pengasuhan bersama usia 3-30 bulan dilakukan seminggu sekali bersama
orang tua atau pengasuhnya, sedangkan untuk kelompok usia 31-48 minimal 2 kali
perminggu, dan usia 61-72 bulan minimal 4 kali perminggu. Semua orang tua
diwajibkan mengikuti kegiatan pembinaan orang tua (parenting) secara berkala sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Seluruh kegiatan yang didapatkan selama di Pos
PAUD dapat dilanjutkan atau diterapkan di rumah masing-masing oleh keluarga dan
lingkungan.
Sasaran: peserta Pos PAUD mencakup seuruh komponen di dalamnya meliputi
anak usia 3-72 bulan, pendidik, petugas kesehatan serta interaksi orang tua terhadap
anak maupun dalam mengikuti kegiatan parenting.
Tujuan: memberikan layanan PAUD yang pengelolaannya berbasis masyarakat
di bawah pembinaan pemerintah desa/ kelurahan. Layanan PAUD dapat menjangkau
masyarakat secara luas hingga ke pelosok pedesaan. Adanya program ini mampu
menggerakkan orang tua dan keluarga untuk melakukan pola asuh positif di rumah,
sehingga memberikan pemahaman yang lebih antara anak dan orang tua dalam
mendidik buah hatinya.
Manfaat: menciptakan keterpaduan antara layanan pembinaan orang tua melalui
Bina Keluarga Balita (BKB) dan layanan kesehatan serta gizi melalui Posyandu. Selain
itu, menimbulkan keterpaduan pemberian rangsangan pendidikan yang dilakukan di Pos
PAUD (center base) dan yang dilakukan pada rumah masing-masing (home base).
Dengan demikian anak menerima layanan secara utuh dan terpadu yang mencakup
aspek kesehatn, gizi, pengasuhan, dan pendidikan; serta layanan yang berkelanjutan di
Pos PAUD dan rumah. Penambahan dalam pemanfaatan alam sekitar sebagai media
pembelajaran akan berkontribusi terhadap perkembangan dan daya pikir.
Penyelenggaraan Pos PAUD dilakukan kerja sama antara Puskesmas maupun
rumah sakit, dalam hal ini Puskesmas menekankan kepada pembinaan dan
pengembangan bayi maupun balita melalui berbagai interaksi antara teman sebayanya
maupun keluarga dan masyarakat. Sedangkan pada rumah sakit mengutamakan tes
kesehatan yang dilakukan pada bayi maupun balita untuk melihat kondisi mereka.

3. Anak sekolahan (SD)


Program: PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Permenkes RI no: 2269/MENKES/PER/XI/2011 dalam bukunya yang
“Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”, sebuah kebijakan atau
pelayanan kesehatan yang dapat diberikan pada tahap ini dan memungkinkan untuk
mempengaruhi kesehatan reproduksi anak adalah program PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat). PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok
atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011).
Program ini diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, atau
klinik). Sasaran primer salah satunya adalah anak sekolah diharapkan dapat
mempraktikkan perilaku yang menciptakan fasilitas pelayanan kesehatan ber-PHBS
mencakup mencuci tangan menggunakan sabun, menggosok gigi sebelum tidur,
kebersihan kuku, olahraga teratur, membuang sampah pada tempatnya, menggunakan
jamban yang sehat, tidak meludah disembarangan tempat, dan lain-lain. Pembinaan
PHBS diluncurkan oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan (sekarang Promosi Kesehatan)
pada tahun 1996 dengan menggunakan pendekatan tatanan yang ditetapkan sebagai
indikator guna mengukur pencapian pembinaan PHBS. Penerapan PHBS yang berada
dalam institusi pendidikan dilaksanakan melalui kegiatan Unit Kesehatan Sekolah
(UKS), sedangkan pembinaan PHBS di fasilitas kesehatan berkaitan dengan
pengembangan dan pembinaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Sasaran: berupa sasaran langsung seperti individu (anak-anak), kemudian
sasaran sekunder yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam pengambilan
keputusan seperti orang tua, kepala sekolah, tokoh pendidikan, tokoh kesehatan, dan
lain-lain.
Tujuan: meningkatkan kualitas kesehatn melalui proses pengetahuan dan
pemahaman PHBS yang menjadi awal bagi individu dalam menjalani perilaku
kehidupan sehari-hari yang bersih dan sehat bagi tatanan rumah tangga yang di
dalamnya ada beberapa struktur anggota seperti anak-anak, ayah dan Ibu. Selain itu juga
tatanan institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan guna memberikan akses informasi
dan edukasi kepada anak-anak maupun khalayak umum.
Manfaat: meningkatkan kesadaran anak-anak maupun masyarakat untuk mau
menjalankan hidup bersih dan sehat yang memenuhi standar kesehatan. Hal tersebut
agar anak-anak membiasakan dirinya dalam mencegah dan menanggulangi masalah
kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan PHBS anak-anak maupun masyarakat mampu
menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup.
Program PHBS yang ada pada Puskesmas mengupayakan upaya promotif
maupun preventif melalui penyuluhan atau pemberian informasi kepada anak sekolahan
secara berkala terkait pentingnya PHBS, sedangkan pada rumah sakit lebih
mengutamakan pelayanan kesehatan perorangan yang menjadi rujukan tindakan medis
yang lebih akurat.

4. Remaja awal (SMP/ SMA)


Program: PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap remaja yang tertuang dalam
UU No. 36 Tahun 2009 pasal 136 ayat (1) menyatakan bahwa “upaya pemeliharaan
kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang
sehat dan produktif baik sosial maupun ekonomi”. Pelayanan kesehatan yang diberikan
pada program PKPR meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan
remaja dengan pendekatan PKPR termasuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja
(infeksi menular seksual/IMS, HIV/AIDS), pencegahan dan penanggulangan kehamilan
pada remaja, pelayanan gizi mencakup konseling dan edukasi, tumbuh kembang remaja,
skrining status TT pada remaja, pelayanan kesehatan jiwa remaja, deteksi dan
penanganan kekerasan pada remaja serta pencegahan dan penanggulangan NAPZA, dan
lain-lan. Kemudian ungkapan tersebut telah diperjelas dalam pasal 137 ayat (1) yang
berbunyi “pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi,
informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan
bertanggung jawab”. Pelayanan konseling dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok. Konseling kelompok melibatkan 6-12 orang yang memiliki kesamaan tema,
tujuan dan usia/kematangan.
Sasaran: remaja sekolah maupun di luar sekolah meliputi karang taruna, palang
merah remaja, runmah singgah, organisasi remaja, dan lain-lain. Selain itu ada remaja
putri sebagi calon Ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahan,
remaja yang rentan terhadap penenularan HIV maupun penyakit menular seksual, serta
remaja berkebutuhan khusus.
Tujuan: terselenggaranya PKPR berkualitas di Puskesmas dan tempat pelayanan
remaja lainnya yang mampu menghargai dan memenuhi hak-hak serta kebutuhan
remaja sebagai individu dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal bagi remaja sesuai dengan potensi yang dimiliki
Manfaat: remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga memahami
kebutuhan untuk hidup sehat dan lebih produktif, serta dapat memanfaatkan berbagai
jenis dan tempat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Terbentuknya jejaring antar
kelompok remaja maupun kelompok masyarakat.
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) pada Puskesmas yang
mengedepankan pembangunan berwawasan kesehatan dan menjangkau masyarakat
sampai wilayah terpencil. Sedangkan PKPR pada rumah sakit sebagai rujukan media
penyembuhan dan pemulihan penyakit yang diderita oleh remaja maupun masyarakat.
5. Dewasa atau pasangan usia subur
Program: KB (Keluarga Berencana)
Pelayanan KB merupakan salah satu strategi untuk mendukung penurunan
Angka Kematian Ibu melalui mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan,
memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil mengalami komplikasi yang
membahayakan nyawa Ibu atau janin selama kehamilan, persalinan dan nifas,
memperkecil risiko terjadinya kematian akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan
dan nifas. Pelayanan keberlanjutan (continum of care) dalam pelayanan KB meliputi
konseling WUS/ calon pengantin, konseling KB pada Ibu hamil/ promosi KB pasca
persalinan, pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan KB interval. Salah satu
strategi yang digunakan dalam program ini adalah peningkatan ketersediaan,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan KB melalui pelayanan Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) dan konseling secara sistematis deangan salah satu program utama
memastikan seluruh penduduk menjangkau dan mendapatkkan pelayanan KB. Melalui
konseling pemberian pelayanan mmbantu klien memilih cara KB yang cocok dan
membantunya untuk menggunakan KB secara benar. Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Permenkes Nomor 28
Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional menyatakan
bahwa Pelayanan KB merupakan salah satu pelayanan promotif dan preventif. Selama
masa transisi universal health coverage pada tahun 2019, maka pelayanan KB bagi
penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta JKN dapat dibiayai dengan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pelayanan yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi
dasar, vasektomi, tubektomi, termasuk komplikasi KB yang bekerjasama dengan
lembaga yang membidangi KB.
Sasaran: meningkatnya peserta KB pria, penundaan usia perkawianan pertama
perempuan menjadi 21 tahun, memasyarakatkan Persiapan Kehidupan Berkeluarga.
Tujuan: meningkatkan kesejahteraan Ibu, anak dalam rangka mewujudkan
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya
masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertumbuhan penduduk. Selain itu, mampu meningkatkan kemampuan
dalam program KIA/KB melalui pelayanan yang diberikan sebagai upaya penurunan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Melakukan pembinaan peserta KB baik menggunakan kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) maupun Non metode kontrasepsi jangka panjang (Non MKJP).
Manfaat: menurunkan risiko kehamilan pada Ibu, menurunkan risiko kanker
pada wanita, dengan adanya KB maka tidak mengganggu tumbuh kembang anak karena
orang tua akan lebih memerhatikan anaknya, menjaga kesehatan mental sebab mampu
mengatur jarak kehamilan sehingga membutuhkan perencanaan yang matang,
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pada Puskesmas mengedepankan
pemberian informasi selengkap-lengkapnya mengenai berbagai dampak yang akan
terjadi dari penggunaan KB tanpa ada yang disembunyikan serta manfaat dari KB itu
sendiri. Pelayanan tersebut berupa konseling kepada tenaga kesehatan secara bertahap.
Sedangkan pada rumah sakit lebih spesifik pada penanganan khusus akibat dari
penggunaan KB atau pengobatan dan penyembuhan yang diberikan setelah penggunaan
KB.
6. Lansia
Program: Pelayanan Geriatri
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Seorang warga lanjut usia harus dipandang sebagai manusia
seutuhnya, meliputi lingkungan kejiwaan (psikologis) dan sosial ekonomi. Pelayanan
kesehatan warga lanjut usia di masyarakat mengupayakan dalam menangani kesehatan
para warga lanjut usia, setelah diberikan pelatihan dan penambahan pengetahuan
secukupnya dengan berbagai cara antara lain ceramah, lokakarya, penyuluhan, maupun
simposium. Penyelenggara kesehatan termasuk Puskesmas dan rumah sakit merupakan
tulang punggung layanan pada tingkat ini. Masyarakat memantau kondisi warga lanjut
usia di lingkungannya dan menyampaikan permasalahan yang ada pada Puskesmas
maupun rumah sakit. Kegiatan pelayanan kesehatan pada warga lanjut usia diberikan di
dalam gedung maupun di luar gedung. Bentuk kegiatan pelayanan kesehatan di luar
gedung sebagai bentuk pelayanan proaktif dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan
kelompok lanjut usia (Posyandu/ Posbindu Lanjut Usia); program perawatan warga
lanjut usia di rumah (home care); pelayanan kesehatan di panti sosial. Pembinaan dan
pengawasan dilakukan dalam pelayanan Geriatri secara berkesinambungan.
Sasaran: melayani masyarakat lanjut usia yang memiliki usia rata-rata 60 tahun.
Tujuan: meningkatkan kualitas hidup, pelayanan, dan keselamatan pasien Geriatri di
Rumah Sakit maupun Puskesmas, pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh masyarakat, pengembangan jangkauan pelayanan, serta berorientasi
kepada keselamatan pasien Geriatri.
Manfaat: upaya meningkatkan kesejahteraan pada lanjut usia yang diarahkan untuk
memperpanjang usia harapan hidup dan meningkatkan masa produktif agar terwujudnya
kemandirian dan kesejahteraan. Pelayanan Geriatri bersifat kontinuitas dan berorientasi
kepada pembinaan dan pengembangan lanjut usia.
Penyelenggaraan pelayanan Geriatri biasanya dilakukan pada tingkat Puskesmas
maupun rumah sakit. Pada tingkat Puskesmas dengan cara memberikan informasi yang
baik dan benar pada lansia, selain itu juga memberdayakan lansia. Sedangkan pada
tingkat rumah sakit lebih proaktif terhadap pengobatan dan kesembuhan lansia, karena
pada tahap ini lansia sering menderita gejala penyakit tertentu seperti hipertensi, atau
penyakit organ dalam.
Daftar Pustaka

Kemenkes, 2014. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil


Kemenkes, 2014. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana
Kemenkes, 2014. Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
Kemenkes, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat

Anda mungkin juga menyukai