Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Molekul chaperon, salah satunya yaitu heat shock protein (Hsps) yang secara luas
telah dikenal sebagai mediator penting dalam konformasi protein seluler dan
pergantian protein (sebagai penyeimbang antara sintesis protein dan degradasi
protein). Struktur protein memiliki sifat yang fleksibel dan labil sehingga strukturnya
mudah berubah-ubah. Pada molekul chaperon dengan struktur rumit yang kompleks
dan dinamis dapat digunakan sebagai kontrol kualitas protein (PQC) dengan
melindungi proteom seluler di bawah kondisi normal dan tekanan. Protein yang
mengalami pelipatan dan/atau terdenaturasi rentan terhadap perilaku menyimpang,
seperti pembentukan agregat yang ireversibel sehingga merusak sel. Dalam hal ini,
molekul chaperon akan membantu dalam pelipatan dan perbaikan ulang protein secara
benar, serta berfungsi untuk mencegah protein dari pelipatan yang menyimpang dan
mengalami agregasi. Dalam beberapa kasus, molekul chaperone juga dikaitkan
dengan penghapusan protein misfold ireversibel secara tepat waktu. Dengan
demikian, molekul chaperon berperan penting dalam memastikan proteostasis seluler
(yaitu homeostasis proteom) yang juga membutuhkan proses pengaturan pergantian
protein. Oleh karena itu, berbagai aktivitas molekuler termasuk aktivitas foldase,
refoldase, unfoldase, holding, disaggregase, translokase, dan targetase berkaitan erat
dengan fungsi chaperon. Diantara berbagai aktivitas tersebut, aktivitas unfoldase
molekul chaperone menyimpang dengan fungsi keseluruhannya dalam pembentukan
konformasi, umumnya mengkatalisasi unfoldase pada protein misfold yang stabil
untuk mengubahnya menjadi keadaan yang dapat dilipat kembali secara alami atau
dapat dibelah. Oleh karena itu aktivitas unfoldase ini secara langsung terkait dengan
aktivitas chaperon yang saling berhubungan dengan yang lainnya, seperti reaksi
berurutan untuk disagregasi-unfolding-refolding dari agregat atau dalam kasus
protease AAA+ yang membuka protein substrat yang salah lipatan untuk degradasi
selanjutnya. Dalam kedua kasus tersebut, molekul chaperon dengan reaksi unfoldase
sementara pada dasarnya menggunakan ATP untuk optimalisasi fungsi chaperon.
Penelitian ini melaporkan jenis baru dari aktivitas unfoldase yang diidentifikasi dalam
ATP-independen molekul chaperon, Hsp33 yang menginduksi agregasi yang
ireversibel dari protein substrat.
Molekul chaperon prokariotik Hsp33 pada awalnya ditemukan sebagai induksi
panas tetapi setelah translasi mengaktivasi chaperon. Protein membutuhkan kedua
stresor panas dan oksidasi atau tegangan sinyal oksidatif yang sangat kuat untuk
menampilkan aktivitas pembentukan ATP independen, yang menghasilkan pengikatan
pada intermediate unfolding protein klien untuk mencegah denaturasi ireversibel.
Bentuk tereduksi dari Hsp33 (RHsp33), merupakan bentuk tidak aktif secara
fungsional dan memiliki lipatan unik dari redox-switch domain (RSD; residu 232–
294) yang mengikat ion seng melalui empat sistein yang mirip (C232, C234, C265,
dan C268). Sedangkan pada kondisi oksidatif secara panas dan kinetika akan
membentuk oksida Hsp33 (OHsp33) yang aktif secara fungsional melalui pelepasan
seng dengan adanya pembentukan ikatan disulfida (terhubung pada C232-C234 dan

1
C265-C268) antara sistein. Dalam konformasi holding-aktif ini, middle linker domain
(MLD; residu 179-231) dan RSD menjadi tidak teratur dalam menyediakan daerah
pengikatan klien. Terjadinya oksidasi yang tidak terlalu besar dari RHsp33 pada suhu
yang tidak terlalu tinggi secara dominan menghasilkan bentuk protein setengah
teroksidasi (hOHsp33) dengan hanya satu ikatan disulfida (C265-C268) di mana RSD
terbuka tetapi MLD tetap terlipat, dimana protein menunjukkan adanya sedikit atau
tanpa aktivitas. Studi selanjutnya mengungkapkan bahwa pembukaan RSD bukanlah
penentu struktural untuk aktivasi fungsional Hsp33, meskipun berfungsi sebagai
ruang deteksi redoks. Hasil ini juga ditunjukkan bahwa Hsp33 diekspresikan pada
tingkat dasar bahkan di bawah kondisi tanpa tekanan dan sengatan panas tidak
memberikan stimulus yang memadai untuk Hsp33 yang diekspresikan secara termal
untuk mencapai aktivitas chaperon, membuat peneliti berspekulasi bahwa RHsp33
memiliki fungsi spesifik sendiri melalui lipatan unik RSD. Dalam hal ini,
dipertimbangkan hasil penelitian mengenai efek Hsp33 pada EF-Tu, dimana translasi
GTPase memainkan peran penting dalam perpanjangan translasi dengan mengirimkan
aminoasil-tRNA ke daerah ribosomal A. Sebagai contoh, Wholey dan Jakob (2012)
mengamati bahwa Hsp33 melindungi EF-Tu terhadap degradasi oksidatif pada Vibrio
cholerae, sedangkan Bruel (2012) menunjukkan bahwa ekspresi Hsp33 berlebih
menargetkan EF-Tu untuk degradasi pada strain E. coli yang kekurangan trigger
faktor (TF) dan DnaK. Akan tetapi pada kedua kasus tersebut, interaksi molekul
Hsp33 dengan EF-Tu tidak diselidiki pada tingkat struktural molekul.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap
fungsionalitas Hsp33 baru dan mendukung dasar struktural dari fungsinya. Selain
memverifikasi interaksi molekul langsung, kami bertujuan untuk mengidentifikasi
yang mana dari beberapa konformasi Hsp33 (RHsp33, hOHsp33, dan OHsp33) yang
berkaitan dengan interaksi EF-Tu, untuk menentukan apakah konformasi ini
melindungi atau merusak EF- Tu, dan untuk mengidentifikasi konsekuensi struktural
dan fungsional dari interaksi. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa RHsp33
secara spesifik menampilkan aktivitas unfoldase/aggregase yang unik terhadap EF-
Tu, yang dapat memiliki beberapa implikasi biologis, termasuk kemungkinan
keterlibatan Hsp33 dalam mesin PQC dan sistem pengaturan pergantian protein.

2
BAB 2
METODE PENELITIAN

2.1 Konstruksi DNA dan Persiapan Protein


Semua urutan primer yang digunakan untuk subkloning dan mutagenesis
yang dapat dilihat pada Tabel Tambahan 1. Protein Hsp33 rekombinan disiapkan.
Plasmid pUJ30 (pET11a-hslO) digunakan sebagai templat untuk amplifikasi PCR gen
hslO (E. coli Hsp33) sebagai pengenalan lanjutan mutasi single-site. Fragmen DNA
yang telah diamplifikasi dimasukkan ke dalam vektor pET21a antara daerah restriksi
NdeI dan XhoI. Primer reverse diberi kodon stop untuk menghasilkan protein tanpa
tag histidin buatan. Plasmid yang terbentuk ditransformasikan ke dalam strain E. coli,
JH13 (BL21, ΔhslO), untuk mutan, sedangkan sel E. coli BL21 (DE3) pLysS
ditransformasikan dengan bentuk pada wild type Hsp33. Prosedur pada wild type
Hsp33 dilanjutkan dengan ekspresi dan pemurnian mutan protein. Oksidasi pemurnian
pemurnian protein dilakukan dengan menginkubasi pada suhu 43°C selama 3 jam
dengan adanya H2O2 (2 mM) sebagai oksidan, dilanjutkan dengan pemisahan spesies
teroksidasi.

3
Table S1. Primer sequences employed for subcloning and mutagenesis.

Construct Forward primer Reverse primer

Hsp33

Wild-type, full-length 5’-GGAATTCCATATGCCGCAACAT 5’-CCGCTCGAGTTAATGAACTTG


(residues 1-294)
GACCAATTACAT-3’ CGGATCTGC-3’

S235A mutation 5’-GTGGAGTTCAAATGCACCTGC 5’-ATCGGCGCAACGTTCACGCGC


GCGCGTGAACGTTGCGCCGAT -3’ GCAGGTGCATTTGAACTCCAC-3’

R236E mutation 5’- GTGGAGTTCAAATGCACCTGC 5’-CAGCGCATCGGCGCAACGTTC


TCGGAAGAACGTTGCGCCGATGCG TTCCGAGCAGGTGCATTTGAACTC
CTG-3’ CAC-3’

D265A mutation 5’-CTGGCGGAAGATGGCGAAATT 5’-CAGATAGTGGTTACCGCAGTA


GACATGCATTGTGCTTACTGCGGT AGCACAATGCATGTCAATTTCGCC
AACCACTATCTG-3’ ATCTTCCGCCAG-3’

EF-Tu

Wild-type, full-length 5’-GGAATTCCATATGTCTAAAGAA 5’-CCGCTCGAGTTAGCCCAGAAC


(residues 1-393)
AAGTTTGAACG-3’ TTTAGCAAC-3’

G-domain (GD) 5’-GGAATTCCATATGTCTAAAGAA 5’-CCGCTCGAGTCAACGCTCTGG


AAGTTTGAACG-3’ TTCCGGAATAT-3’

Domain-II (D2) 5’-GGAATTCCATATGCGTGCGATT 5’-CCGCTCGAGTCAAGCCAGTAC


GACAAGCCGT-3’ CTGACCACGTT-3’

Domain-III (D3) 5’-GGAATTCCATATGTGGCTAAGC 5’-CCGCTCGAGTTAGCCCAGAAC


CGGGCACCATC-3’ TTTAGCAAC-3’

GD-deleted variant 5’-GGAATTCCATATGCGTGCGATT 5’-CCGCTCGAGTTAGCCCAGAAC


GACAAGCCGT-3’ TTTAGCAAC-3’

D3-deleted variant 5’-GAATTCCATATGTCTAAAGAA 5’-CCGCTCGAGTCAAGCCAGTAC


AAGTTTGAACG-3’ CTGACCACGTT-3’

Restriction-enzyme cleavage sites (NdeI and XhoI for forward and reverse primers, respectively) for
subcloning are shown in bold and underlined, whereas mutation positions are in bold and italic.

Pembentukan E. coli EF-Tu, diamplifikasi dengan PCR menggunakan DNA


genom dari strain E. coli BL21 (DE3) pLysS sebagai templat dan selanjutnya
dimasukkan ke dalam vektor pCold-I (Takara) antara daerah restriksi NdeI dan XhoI,
dengan penambahan N-terminal tag hexahistidine pada ekspresi protein. Plasmid yang
dibentuk pada wild type EF-Tu digunakan sebagai templat untuk urutan varian
subkloning EF-Tu. Setelah diverifikasi dengan sekuensing DNA, plasmid rekombinan
ditransformasikan ke dalam strain E. coli BL21 (DE3) pLysS untuk ekspresi protein.
Sel-sel yang ditransformasi ditumbuhkan dalam media Luria-Bertani pada suhu 37°C
hingga densitas optik pada 600 nm mencapai sekitar 0,7 dilanjutkan dengan induksi
ekspresi dengan menambahkan IPTG (1 mM) dan MgSO4 (1 mM) pada suhu 17°C
selama 18 jam. Buffer sel lisis mengandung 50 mM Tris-HCl (pH 7,4), 1 mM DTT, 5
mM MgSO4, 70 mM imidazole, dan 100 mM NaCl. Pemurnian protein dilakukan
melalui aplikasi urutan afinitas Ni2+, pertukaran anion, dan kromatografi permeasi gel
dalam buffer standar yang mengandung 1 mM DTT dan 5 mM MgSO4. Untuk

4
oligomerisasi EF-Tu, sisa DTT dan ion magnesium dikeluarkan dari larutan MonoEF-
Tu yang dimurnikan menggunakan kolom PD-10 (GE Healthcare), dilanjutkan
dengan perlakuan larutan dengan 1 mM EDTA. OligoEF-Tu kemudian diambil dari
supernatan larutan EDTA untuk analisis spektroskopi (CD dan fluoresensi).

2.2 Analisis Filtrasi Gel


Filtrasi gel dilakukan pada kolom HiLoad 16/600 Superdex TM 75 atau
SuperdexTM 200 (GE Healthcare) yang terhubung ke sistem Fast Protein Liquid
Chromatography (FPLC) dengan laju alir 1 mL/menit dalam 50 mM buffer HEPES-
OH (pH 7,4) mengandung 150 mM NaCl, 5 mM MgSO4, 100 μM ZnSO4, dan 5 mM
DTT. Volume injeksi setiap analit adalah sekitar 2 mL, dan protein elusi dideteksi
dengan mengukur absorbansi pada 280 nm. Ukuran hidrodinamik dari masing-masing
protein ditunjukkan dengan massa molekul (kDa), yang dikurangi dari volume elusi,
dibandingkan dengan standar massa molekul kit kalibrasi filtrasi gel (GE Healthcare),
LMW (untuk Superdex 75) dan HMW (untuk Superdex 200).

2.3 Uji Pull-down


Tiga puluh mikroliter suspensi Resin Agarose His-Bind dengan muatan Ni2+
(ELPisBio, Korea) pre-equilibrated dalam buffer standar (50 mM HEPES-OH, pH
7,4; 50 mM NaCl, 5 mM MgSO4, 100 μM ZnSO4, dan 1,3 mM β-mercaptoethanol)
dicampur dengan bait larutan protein (hexahistidine tagged EF-Tu) dalam buffer yang
sama hingga volume akhir 100 μL dan konsentrasi akhir bait 30 μM, dilanjutkan
dengan inkubasi 4°C selama 15 menit. Setelah melakukan tiga kali pencucian (ulangi
dengan menambahkan buffer dan menurunkan resin) dengan buffer standar yang
mengandung 70 mM imidazole, 100 μL larutan target (60 μM RHsp33) ditambahkan
ke resin bait-bound, dilanjutkan dengan pencampuran dari ujung ke ujung dan
selanjutnya inkubasi pada 4°C selama 1 jam. Suspensi resin kemudian dicuci tiga kali
dengan 100 μL buffer standar yang mengandung 70 mM imidazole dan 0,4% (v/v)
NP-40. Bahan yang berikatan kemudian dielusi dengan 100 μL buffer standar yang
mengandung 600 mM imidazole. Setelah penghilangan resin spin-down, supernatan
(larutan terelusi) ditentukan dengan gel elektroforesis sodium dodecyl sulfate-
polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Ketika spesies teroksidasi dari
Hsp33 (80 μM dari hOHsp33 atau OHsp33) diuji sebagai target, ZnSO4 dan β-
mercaptoethanol dikeluarkan dalam semua larutan buffer yang digunakan.

2.4 Uji Lonolololisis


Seratus mikroliter larutan protein substrat (EF-Tu dan/atau Hsp33) (10 μM)
dalam 20 mM buffer natrium fosfat (pH 7,4) yang mengandung 50 mM NaCl, 100
μM MgSO4, 50 μM ZnSO4, 100 μM ATP, dan 5 μM pyruvate kinase (Merck)
direaksikan dengan 0,26 nM dari Lon protease E. coli rekombinan (Sino Biological)
pada suhu 30°C. Untuk menghentikan reaksi Lon, 1 μL EDTA stock (100 mM) dan 5
μL larutan Protease Inhibitor Cocktail (Merck) (1 mg/mL) ditambahkan pada setiap

5
pengambilan sampel (10 μL) pada waktu sampling yang ditentukan, dilanjutkan
dengan pemanasan dengan buffer sampel SDS-PAGE (10 μL) dan selanjutnya
penyimpanan dalam freezer sampai akan digunakan pada SDS-PAGE. Ketika spesies
teroksidasi dari Hsp33 (hOHsp33 atau OHsp33) diuji sebagai substrat, ZnSO4
dikeluarkan dalam semua larutan buffer yang digunakan.

2.5 Light scattering analysis


Larutan OligoEF-Tu (100 μM) dalam 50 mM buffer HEPES-OH (pH 7,4) yang
mengandung 150 mM NaCl dan 5 mM DTT disaring secara menyeluruh
menggunakan filter membran (Advantec) dengan diameter pori 0,2 μm. Data
hamburan cahaya dinamis dari larutan diperoleh dengan instrumen Viscotek 802 DLS
(Malvern Instruments), dilanjutkan dengan penentuan berat molekul menggunakan
perangkat lunak OmniSIZE (Malvern Instruments). Agregasi MonoEF-Tu (100 μM)
pada suhu 30°C dengan ada dan tidaknya setengah equimolar RHsp33 dilihat dengan
merekam jejak kinetik hamburan cahaya dari larutan protein pada 400 nm (lebar celah
5-nm untuk eksitasi dan emisi), menggunakan Varian Cary Eclipse
Spektrofluorofotometer dengan pengadukan yang terus menerus. Pelarut buffer (pH
7,4) mengandung 50 mM HEPES-OH, 50 mM NaCl, 5 mM MgSO4, 100 μM ZnSO4,
dan 5 mM DTT.

2.6 Analisis ITC


Termodinamika pengikatan diukur pada 25°C menggunakan kalorimeter
MicroCal Auto-iTC200. Larutan MonoEF-Tu (70 μM) dalam 50 mM buffer HEPES-
OH (pH 7,4) yang mengandung 50 mM NaCl, 5 mM MgSO4, 50 μM ZnSO4, dan 5
mM DTT dimasukkan dalam sel reaksi (200 μL), sedangkan larutan RHsp33 (210 μM)
dalam buffer yang sama dititrasi dari jarum suntik (40 μL). Ketika OligoEF-Tu
dimasukkan dalam sel reaksi, MgSO4 dikeluarkan pada semua larutan buffer yang
digunakan. Eksperimen titrasi dilakukan dengan 20 kali injeksi: 0,4 μL dari injeksi
pertama dilanjutkan dengan 19 injeksi (masing-masing 2 μL) dengan rentang injeksi
150 detik. Termogram yang diperoleh dianalisis dengan pemasangan data pada model
pengikatan satu situs, yang terbentuk dianalisis dengan data fitting pada single-site
binding model menggunakan perangkat lunak ORIGIN 7. Ketika spesies teroksidasi
dari Hsp33 (hOHsp33 atau OHsp33) dititrasi, ZnSO4 dan DTT dikeluarkan dalam
semua larutan buffer yang digunakan.

2.7 Spektroskopi CD
Sel dengan panjang jalur 0,1 cm digunakan untuk pengukuran CD sampel
protein individu (5-20 μM) dengan melarutkan dalam 15 mM buffer natrium fosfat
(pH 7,4) yang mengandung 15 mM NaCl, 20 μM ZnSO4, dan 20 μM MgSO4. Pada
kondisi buffer ini, larutan monoEF-Tu stock yang mengandung 5 mM MgSO4
dilakukan penggantian buffer dengan 1 mM MgSO4, dilanjutkan dengan pengenceran
hingga konsentrasi yang ditentukan (20 μM MgSO4) sebelum pengukuran. Spektrum

6
standar far-UV CD dicatat dengan spektrofolarimeter Jasco J-710 pada suhu kamar
(sekitar 22°C) dengan bandwidth 1 nm dan waktu reaksi 1 detik. Tiga pemindaian
individu yang diambil dari 260 nm hingga 190 nm dengan bandwidth 0,1 atau 1 nm
dijumlahkan dan dirata-rata, dilanjutkan dengan pengurangan sinyal CD buffer
kosong. Perubahan waktu CD dilihat pada 220 nm dengan suhu 30°C menggunakan
Applied Photophysics Chirascan CD spektrometer yang dilengkapi dengan pengontrol
suhu. Sinyal direkam setiap 0,1 detik dengan bandwidth 1 nm.

2.8 Spektroskopi Fluoresensi


Larutan protein (5 μM) tanpa atau memiliki kandungan 11 μM probe
fluorescent ANS (Merck) disiapkan dalam 50 mM HEPES-OH buffer (pH 7,4) yang
mengandung 50 mM NaCl, 5 mM DTT, 5 mM MgSO4, dan 100 μM ZnSO4.
Spektrum fluoresensi dicatat dengan spektrofluorofotometer Varian Cary Eclipse pada
30°C dengan pengadukan secara kontinu. Panjang gelombang eksitasi ditetapkan pada
370 nm (lebar celah 1 nm), sementara emisi fluoresensi dipindai dari 400 hingga 600
nm (lebar celah 1 nm).

2.9 Spektroskopi NMR


Protein yang kaya isotop [15N] untuk pengukuran NMR diproduksi dengan
membiakkan sel-sel ekspresi protein dalam media minimal M9 yang ditambah dengan
15
NH4Cl sebagai sumber nitrogen. Sampel NMR yang mengandung 0,3 mM dari
protein target berlabel [15N] dan konsentrasi yang bervariasi dari padanannya yang
tidak berlabel, dilarutkan dalam 50 mM buffer HEPES-OH (pH 7,4) mengandung 50
mM NaCl, 5 mM MgSO4, 1 mM ZnSO4, 5 mM DTT, dan 7% (v/v) D2O. Spektrum
TROSY [1H/15N] konvensional diukur pada suhu 298 K dengan spektrometer Bruker
Biospin Avance 900 yang dilengkapi dengan cryoprobe. Nilai pergeseran kimia yang
ditentukan sebelumnya digunakan untuk analisis residu spesifik dari spektrum
R
Hsp33.

7
BAB 3
HASIL PENELITIAN

3.1 Kecenderungan Oligomerasi dan Agregasi EF-Tu


Persiapan awal EF-Tu rekombinan tanpa menggunakan aditif khusus
menghasilkan sebuah campuran protein yang heterogen, menunjukkan berbagai
keadaan oligomer (garis merah pada Gambar. S1a). Secara khusus, profil penyaringan
gel EF-Tu yang dimurnikan (secara teoritis 46 kDa termasuk hexahistidine)
menunjukkan tiga eluat/hasil elusi yang berbeda dari monomer (yang terakhir eluat
dengan perkiraan ukuran hidrodinamik 45 kDa), dimer (middle: 81 kDa) dan jenis
oligomer tingkat tinggi (colom void-volume eluate). Ukuran partikel disimpulkan
untuk dua yang pertama eluat oleh hamburan cahaya dinamis juga mendukung
keberadaan dimer (81 kDa dengan 4-jari-jari nm) dan spesies 20-mer oligomer (883
kDa dengan radius 11-nm) (Gambar Tambahan. S1b). Selain itu, EF-Tu yang
dimurnikan menunjukkan kecenderungan kuat agregasi tergantung waktu
menyebabkan presipitasi bertahap selama beberapa hari penyimpanan pada suhu
kamar. Penyimpanan di a suhu rendah (4 °C) selama lebih dari 4 hari juga
menghasilkan konversi hampir lengkap ke keadaan oligomer, dengan demikian
menghasilkan sebagian besar eluat tunggal pada volume kolom yang kosong (garis
biru di Gambar Tambahan. S1a).

8
Gambar. S1. Produksi dan karakterisasi spesies EF-Tu oligomer. (a) Efek Mg2+ dan
panas pada oligomerisasi EF-Tu. Uji filtrasi gel analitik dilakukan pada suhu kamar
menggunakan kolom Superdex 75. Larutan EF-Tu (50 μM) disiapkan tanpa
menggunakan Mg2+ (garis merah dan biru) dan menggunakan (garis hitam, abu-abu,
dan hijau) Mg2+ dianalisis masing-masing larutan secara langsung setelah pemurnian
(garis merah dan hitam), setelah empat hari penyimpanan pada 4 °C (garis biru dan
abu-abu) dan setelah inkubasi 1 jam pada 30 °C (garis hijau). Gambar SDS-PAGE
(12% Tricine gel) untuk fraksi individual (dikumpulkan setiap 5 menit) dari
profil/gambar hijau yang ditampilkan di panel bawah. (B) Pemantauan DLS oligomer
EF-Tu. Fraksi oligomer dari EF-Tu yang dimurnikan, kemudian disiapkan tanpa
adanya Mg2+ (garis merah dalam (A)) diukur sebelum percobaan ITC (Gambar. 1c).
Parameter yang dianalisis disajikan dalam bentuk tabel inset.
Sebaliknya, hasil filtrasi gel untuk persiapan yang berbeda dengan penggunaan
+2
Mg secara terus menerus pada semua langkah ekspresi dan pemurnian protein
menunjukkan satu spesies tunggal elusi sesuai dengan ukuran monomernya (garis
hitam pada Gambar Tambahan. S1a), yang dipertahankan selama penyimpanan pada
suhu 4 °C selama lebih dari 4 hari (garis abu-abu pada Gambar Tambahan. S1a).
Namun, dilakukan penambah agen chelating (EDTA) ke dalam larutan EF-Tu yang
mengandung Mg+2 dengan pengendapan protein yang buruk dengan indikasi bahwa
ion Mg+2 yang terikat dengan EF-Tu sangat berperan penting untuk stabilitas protein.
Selain itu, oligomerisasi Mg+2-bound EF-Tu juga dilanjutkan sampai pada perlakuan
suhu tinggi (garis hijau di Gambar Tambahan. S1a) dan terdapat akselerasi pada suhu
yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan bahwa sifatnya yang secara intrinsik tidak
stabil.
Reduksi Ikatan Pembentukan Spesifik Hsp33 ke EF-Tu

9
Gambar. 1. Interaksi molekul antara RHsp33 dan EF-Tu. (a) Pull-Down assay
menggunakan tagfused-nya MonoEF-Tu sebagai molekul umpan yang berikatan dengan
resin, sementara menggunakan RHsp33 sebagai molekul sasaran/target. Larutan
protein dicampur dengan resin, berdasarkan dengan pencucian dan elusi selanjutnya.
Setiap larutan diselesaikan dengan SDS-PAGE (M, ukuran marker). (b) NMR
([1H/15N] TROSY) spektrum [15N] RHsp33 (0,3 mM) jika tidak ada (kiri) dan
keberadaan 0,5 (tengah) dan 1 (kanan) equimolar EF-Tu. (c) Pengukuran ITC untuk
R
Hsp33 mengikat MonoEF-Tu (kiri) dan OligoEF-Tu (kanan). Setiap titik dalam isoterm
mengikat (panel bawah) mewakili panas terintegrasi terkait puncak dalam termogram
(panel atas).
Pengujian pull-down dilakukan untuk memeriksa ikatan antara Hsp33 dengan
EF-Tu dengan menggunakan bentuk EF-Tu monomer-tag hexahistidine (MonoEF-Tu)
sebagai umpan untuk mengikat Ni2+-affinity resin, bersama dengan tiga persiapan
Hsp33 pada keadaan redoks yang berbeda (RHsp33, hOHsp33, dan OHsp33) sebagai
target. RHsp33 terikat pada EF-Tu yang terikat resin (Gambar. 1a), sedangkan
hO
Hsp33 dan OHsp33 tidak menunjukkan pengikatan yang signifikan (Tambahan
Gambar. S2a). Pengikatan EF-Tu ke RHsp33 kemudian diperiksa dengan spektroskopi
NMR (Gbr. 1b). Spektrum TROSY [1H / 15N] dari RHsp33 menunjukkan perluasan
garis signifikan pada penambahan MonoEF-Tu, menunjukkan pembentukan sebuah
kompleks dengan protein. Selanjutnya, dilakukan pengujuian untuk mengukur afinitas
pengikatan menggunakan ITC.
Konsisten dengan hasil uji pull-down, hasil menunjukan tidak ada pengikatan
signifikan dari hOHsp33 dan OHsp33 MonoEF-Tu yang teramati (Gambar Tambahan
S2b). Tanpa diduga, termogram ITC untuk pengikatan RHsp33 ke MonoEF-Tu
menunjukkan jejak yang tidak biasa yang ditandai oleh reaksi kontiniu endotermik
mengikuti reaksi eksotermik (Gambar. 1c). Termogram abnormal ini pada akhirnya
dijelaskan oleh perubahan konformasi EF-Tu setelah RHsp33 berikatan (lihat

10
Diskusi). Namun, jejak eksotermis dengan gangguan endotermis tak terhindarkan
dalam menghambat kemampuannya dalam melakukan analisis yang dapat digunakan
untuk memperkirakan parameter termodinamika. Sebagai alternatif, dilakukan
pengukuran RHsp33 dalam mengikat fraksi volume oligomer EF-Tu (OligoEF-Tu;
seperti yang ditunjukkan pada Gambar tambahan. S1a), yang memungkinkan estimasi
yang sesuai (Gambar 1c): Kd 0,58 ± 0,13 μM (ΔH = −78,6 ± 3,47 kJ · mol-1; ΔG =
−35,7 kJ · mol-1) dengan stoikiometri sekitar dua (N = 2,37 ± 0,06) molekul RHsp33
ke satu oligomer EF-Tu, menggunakan 20-mer yang disebutkan diatas mengenai
pengukuran oligomer (Gambar Tambahan. S1b) untuk EF-Tu. Jadi, charapone yang
tidak aktif, mereduksi bentuk Hsp33, tetapi bukan bentuk teroksidasi diman,
dinyatakan secara relevan untuk MonoEF-Tu dan Ikatan OligoEF-Tu.

Gambar. S2. Tidak ada interaksi yang jelas antara MonoEF-Tu dan spesies Hsp33
teroksidasi. (a) Uji Pull-Down menggunakan MonoEF-Tu His-Tag-Fused sebagai
molekul umpan yang berikatan dengan resin, sambil menggunakan hOHsp33 (panel
atas) atau OHsp33 (panel bawah) sebagai molekul target/sasaran. Larutan protein
dicampur dengan resin, diikuti dengan pencucian dan elusi berikutnya. Setiap solusi

11
diselesaikan dengan SDS-PAGE (M, ukuran marker). (b) Pengukuran ITC untuk
titrasi hOHsp33 (kiri) dan OHsp33 (kanan) ke MonoEF-Tu. Setiap titik dalam isoterm
yang mengikat (panel bawah) mewakili panas terintegrasi dari puncak terkait dalam
termogram (panel atas).

3.2 Oligomerisasi dan Agregasi EF-Tu oleh RHsp33


Hasil analisis instrumental NMR, terdapat garis yang cukup parah memperluas
R
spektrum Hsp33 NMR di hadapan monoEF-Tu adalah tidak biasa dan menyinggung
pembentukan kompleks masif di luar ikatan satu-ke-satu dari dua protein. Oleh karena itu,
mengingat kecenderungan intrinsik EF-Tu untuk oligomerisasi, maka peneliti menyatakan
bahwa sistem yang sangat kompleks dari dua protein dapat dibuat oleh oligomerisasi EF-
Tu yang diverifikasi oleh analisis filtrasi gel. Ketika larutan MonoEF-Tu diinkubasi
dengan RHsp33 pada 30°C selama 30 menit, profil filtrasi gel dari campuran menunjukkan
tiga puncak elusi yang berbeda yang biasanya mengandung kedua protein. Elusi terakhir
disebabkan oleh fraksi kecil protein non-kompleks. Elusi tengah dapat dijelaskan oleh
kompleks satu-ke-satu dari protein berdasarkan pada ukuran hidrodinamik yang
diperkirakan sekitar 80kDa. Elusi terbesar pada volume kolom batal menunjukkan adanya
oligomer tingkat tinggi kompleks. Inkubasi yang lebih lama 1 jam menyebabkan
pembesaran yang cukup besar dari fraksi oligomer dengan penurunan bersamaan spesies
monomer dan heterodimerik. Selain itu, dengan inkubasi kompleks yang lebih lama,
ukuran oligomer menjadi semakin membesar, sebagaimana tercermin oleh waktu retensi
fraksi oligomer yang diperpendek untuk sampel yang diinkubasi lebih lama. Ukuran yang
terus berkembang ini menunjukkan bahwa proses oligomerisasi pada akhirnya dapat
menghasilkan agregasi yang tidak dapat diubah.
Meskipun tidak jelas apakah EF-Tu, RHsp33, atau keduanya bertanggung
jawab, oligomerisasi/agregasi yang diamati lebih kuat dengan konsentrasi EF-Tu yang
lebih tinggi, serta pada suhu inkubasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, secara kolektif
mempertimbangkan oligomerisasi intrinsik tergantung panas dari EF-Tu dan kandungan
dominan EF-Tu dalam RHsp33: fraksi oligomer EF-Tu, kami mengasumsikan bahwa
pengikatan RHsp33 mempromotkan oligomerisasi EF-Tu yang cepat. Peneliti juga
memeriksa apakah oligomerisasi yang dimediasi-RHsp33 dari EF-Tu dipengaruhi oleh
nukleotida guanin (PDB dan GTP), yang ikatannya diketahui meningkatkan stabilitas EF-
Tu. Hal ini menunjukkan seperti yang diharapkan dari afinitas PDB yang lebih tinggi
daripada GTP, efisiensi oligomerisasi (proporsi relatif fraksi oligomer dan ukuran
oligomer) EF-Tu paling rendah dalam keadaan terikat-PDB, sedangkan bentuk bebas
nukleotida menunjukkan bahwa Oligomerisasi tercepat dimediasi oleh RHsp33. Namun,
tidak ada satupun nukleotida yang menghambat oligomerisasi EF-Tu yang dimediasi
R
Hsp33, menunjukkan pengaruh negatif yang berkinerja lebih baik dari RHsp33 pada
stabilitas EF-Tu. Akhirnya, agregasi EF-Tu dimonitor dari waktu ke waktu dengan
hamburan cahaya. Produksi intrinsik OligoEF-Tu dengan tidak adanya RHsp33
dicerminkan oleh peningkatan hamburan cahaya secara bertahap, meskipun sedikit,
terutama setelah 20 menit inkubasi MonoEF-Tu pada 30°C. Penambahan RHsp33 segera
mempercepat peningkatan hamburan cahaya, untuk mendukung agregasi kuat EF-Tu.

12
Uji filtrasi gel analitik dilakukan pada suhu kamar menggunakan kolom Superdex 75 (a)
atau Superdex 200 (b dan c), pada laju aliran 1 mL / menit dalam 50 mM buffer HEPES
(pH 7,4) yang mengandung 150 mM NaCl, 5 mM MgSO4, 100 μM ZnSO4, dan 5 mM
DTT. (a) Efek RHsp33. Campuran MonoEF-Tu (50 μM) dan RHsp33 (25 μM) diinkubasi
pada 30°C selama 30 menit (merah) atau selama 1 jam (biru) sebelum injeksi. Profil
standar untuk RHsp33 dan MonoEF-Tu yang terisolasi masing-masing disajikan oleh garis
hijau dan hitam. Semua eluen individu difraksinasi setiap 5 menit dan diselesaikan dengan
12% Tricine-SDS-PAGE (panel lebih rendah; M, penanda ukuran molekul).
(b) Peningkatan inkubasi tergantung waktu ukuran oligomer. Campuran MonoEF-Tu
(15μM) dan RHsp33 (15μM) disuntikkan setelah pencampuran (hitam) dan setelah inkubasi
pada 30°C selama 30 menit (abu-abu), 1 jam (garis merah), atau 3 jam (biru) (c) Efek
nukleotida guanidin. Campuran equimolar (15 μM) dari MonoEF-Tu dan RHsp33 tanpa
nukleotida (hitam) atau mengandung 60 μM GTP (biru) atau PDB (merah) bermigrasi
setelah 1 jam sebelum inkubasi pada suhu kamar (sekitar 22 ° C).
3.3 Degradasi Oligomer spesifik EF-Tu oleh Lon protease
Karena EF-Tu dikenal sebagai substrat Lon protease dalam sel, kerentanan EF-Tu
Mono
untuk Lon dibandingkan antara EF-Tu dan bentuk yang dikonversi secara
intrinsik, OligoEF-Tu (Gambar 4a).

Gambar 4a

13
Mono
Khususnya, EF-Tu tampaknya resisten terhadap proteolisis oleh Lon,
Oligo Mono
sedangkan EF-Tu diserap secara efisien. Sebagian kecil degradasi EF-Tu
terdeteksi setelah inkubasi 2 jam dengan Lon disebabkan oleh sebagian kecil dari
oligomer yang dibuat secara spontan selama inkubasi. Degradasi EF-Tu oleh Lon
juga menonjol dalam kehadiran RHsp33 (Gbr. 4b), menyiratkan bahwa Oligo
EF-Tu
R
yang diinduksi Hsp33 kompeten untuk pencernaan cepat oleh Lon. Selain itu,
degradasi EF-Tu sangat dipercepat ketika campuran tersebut dengan RHsp33 telah
diinkubasi sebelumnya untuk oligomerisasi yang efisien sebelum bereaksi dengan
Lon (Gbr. 4b).

Gambar 4b

Selain itu, nukleotida guanosin yang sedikit menekan oligomerisasi (Gbr. 2c)
juga mengakibatkan retardasi marginal degradasi (Gbr. 4c). Bersama-sama, hasil ini
Oligo
menunjukkan bahwa EF-Tu secara khusus mengalami Lon proteolisis, dan
R
mengikat Hsp33 bisa memfasilitasi degradasi EF-Tu yang dimediasi oleh Lon
dengan mendorong oligomasinya. Kami selanjutnya mengkonfirmasi bahwa Hsp33
hO
juga bisa rentan terhadap Lon tergantung pada keadaan unfolding; yaitu., Hsp33
O
yang terisolasi dengan unfolding parsial dan Hsp33 dengan unfolding yang
diperpanjang meminta penyerapan secara cepat, masing-masing. Namun, RHsp33,
serta piruvat kinase yang terkandung dalam campuran reaksi untuk pembuatan ATP,
tetap utuh selama degradasi EF-Tu (Gambar 4b dan 4c). Oleh karena itu, konformasi
tertentu untuk EF-Tu dapat diantisipasi di kompleks RHsp33: EF-Tu.

14
Gambar 2c Gambar 4c

Destabilisasi konformasional EF-Tu dikatalisasi oleh RHsp33


Mono
Penentu struktural yang membedakan kompetensi proteolitik antara EF-Tu
dan OligoEF-Tu diselidiki oleh eksperimen spektroskopi. Khususnya, spektrum CD far-
Oligo
UV dari EF-Tu, dibandingkan dengan MonoEF-Tu, dikarakteristikkan dengan
penguatan random-coil dan muatan β-sheet dengan tenaga yang signifikan dari konten
heliks α (Gbr. 5a), yang biasanya digambarkan sebagai unfolding parsial dan agregasi.
Perubahan spektral menit MonoEF-Tu setelah 30 menit pada 30°C (inset pada Gambar.
Oligo
5a) juga disebabkan oleh produksi bagian kecil dari EF-Tu secara spontan yang
Oligo
mungkin memerlukan unfolding parsial. Spektrum fluoresensi dari EF-Tu-bound
ANS (hijau pada Gambar. 5b) menunjukkan intensitas yang sangat tinggi dan
Mono
substansial (> 25 nm) pergeseran biru dibandingkan dengan emisi EF-Tu-bound
ANS (hitam pada Gambar. 5b), menunjukkan perubahan struktur tersier dengan
perluasan permukaan hidrofobik.

Gambar 5a Gambar 5b

Selanjutnya penulis memantau perubahan konformasi EF-Tu yang diinduksi


R R
Hsp33. Spektrum CD dari kompleks Hsp33:MonoEF-Tu hampir identik dengan
jumlah teoretis spektra individual protein (bandingkan jejak biru dan lingkaran
terbuka pada Gambar. 5c), yang menunjukkan tidak ada konformasi yang signifikan
berubah saat mengikat. Namun, inkubasi campuran selanjutnya menghasilkan
perubahan spektra yang signifikan (merah pada Gambar. 5c; penurunan dan
peningkatan sinyal pada sekitar 220 nm dan 200 nm, masing-masing) menunjukkan
unfolding parsial. Pembukaan MonoEF-Tu sendiri terjadi secara bertahap selama waktu
inkubasi (hitam di inset Gambar 5c), sedangkan kompleks RHsp33:MonoEF-Tu cepat
mengalami lipatan intens (merah pada inset Gambar 5c). Spektrum fluoresensi ANS
R
dari kompleks Hsp33:MonoEF-Tu (biru pada Gambar. 5b) juga menunjukkan

15
pergeseran biru yang signifikan dan intensifikasi setelah 30 menit inkubasi (merah
pada Gambar. 5b). Meskipun Hsp33 mengalami unfolding parsial pada oksidasi yang
mengekspos permukaan hidrofobik, seperti Hsp33 yang dibuka oleh oksidasi yang
tidak terduga tidak mungkin dalam kondisi percobaan kami karena RHsp33 terisolasi
tidak menunjukkan perubahan spektral yang signifikan selama inkubasi (abu-abu pada
R
inset Gambar 5c). Resistensi proteolitik Hsp33 dalam kompleks dengan EF-Tu
hO
(Gambar 4b), berbeda dengan penyerapan / OHsp33 yang efisien oleh Lon, juga
bisa mengecualikan kemungkinan Hsp33 unfolding selama inkubasi kompleks
R
Hsp33:MonoEF-Tu.

Gambar 5c Gambar 5d

Hasil NMR memberikan bukti yang lebih meyakinkan untuk perubahan


konformasi spesifik EF-Tu. Meskipun properti pemicu EF-Tu pada konsentrasi tinggi
untuk NMR tidak dapat mendapatkan spektrum berkualitas tinggi, spektrum NMR
terukur dari MonoEF-Tu menunjukkan banyak puncak yang mencerminkan konformasi
yang tersusun dengan baik (hitam pada Gambar. 5d). Sebaliknya, spektrum EF-Tu
yang dititrasi RHsp33 (merah pada Gambar. 5d) menunjukkan pelebaran garis secara
keseluruhan seperti yang diamati pada spektrum RHsp33 yang dititrasi EF-Tu (Gbr.
1b). Selanjutnya, setelah pembentukan kompleks, pergeseran kimia terganggu yang
relevan dengan unfolding terbukti untuk resonansi yang tersisa dari EF-Tu (merah
R
pada Gambar. 5d), sedangkan resonansi Hsp33 mempertahankan pergeseran
kimianya (Gambar 1b dan 6a). Secara kolektif, analisis spektroskopi mengungkapkan
bahwa RHsp33, tanpa perubahan konformasi pada RHsp33, mengkatalisasi perubahan
konformasi EF-Tu ke kondisi misfolded.

16
Gambar 1b

Gambar 6a

17
3.4 Keterlibatan RSD RHSP33 dalam interaksi EF-Tu

Adanya garis yang meluas pada spektrum NMR dari perbandingan equimolar
R
Hsp33:kompleks EF-Tu (Gbr. 1b), residu RHsp33 yang berinteraksi dengan EF-Tu
secara kualitatif dilacak dengan menggunakan sejumlah kecil (0,2 equimolar) EF -Tu
(Gbr. 6a). Spektrum ini membedakan beberapa residu representative RHsp33 dengan
resonansi yang hilang ketika penambahan EF-Tu. Mengingat bahwa residu ini
kemungkinan terlibat dalam interaksi molekul spesifik, situs pengikatan EF-Tu
dimungkinkan didistribusikan melalui ketiga domain RHsp33. Namun, sangat penting
bahwa banyak residu di RSD, termasuk sistein yang mengikat ligan seng C265,
diduga terlibat dalam situs kontak EF-Tu, karena lipatan RSD yang terikat seng
membedakan secara kritis RHsp33 dari bentuk cacatnya saat mengikat EF-Tu, yakni
hO/O
Hsp33. Oleh karena itu, di antara residu penghubung EF-Tu yang diduga dalam
RSD, dilakukan mutagenesis terarah untuk S235, R236, dan D266, karena residu ini
umumnya terpapar permukaan, berdekatan dengan kista koordinat seng C234 dan
C265 (Gambar 6b), dan menunjukkan tingkat konservasi yang tinggi pada ortolog
Hsp33 (Gambar Tambahan S5; serin pada posisi 235, asam amino bermuatan positif
pada 236, dan asam amino polar pada 266): S235A (gugus hidroksil dihilangkan ),
R236E (charge reversed), dan D266A (charge dihapus) mutan RHsp33.
Kompatibilitas RSD dengan lipatan yang terikat seng ditentukan secara pasto oleh
spektrum CD yang tidak berubah dari tiga varian yang dihasilkan (Gambar
Tambahan. S6). Kedua mutasi S235A dan R236E merusak kemampuan RHsp33 untuk
mengkatalisasi oligomerisasi EF-Tu, sementara D266A juga cukup mengganggu
aktivitas protein unfoldase / aggregase dari protein (Gbr. 6c). Cacat yang cukup besar
dalam mengagregasi EF-Tu karena mutagenesis terarah di ketiga lokasi ini
memverifikasi bahwa wilayah pengikatan seng dari RHsp33 berkontribusi secara kritis
terhadap pengikatan spesifiknya terhadap EF-Tu.

18
Gbr. 6. Kontribusi kritis dari daerah pengikatan seng di RHsp33 untuk pengikatan EF-
Tu. (a) NMR ([1H / 15N] TROSY) spektrum [15N] RHsp33 (0,3 mM) pada pH 6,5
dengan tidak adanya (hitam) dan ada (merah) dari 0,2 equimolar EF-Tu. Di daerah
yang diselesaikan dengan baik, puncak indikator (mis., Benar-benar menghilang saat
mengikat) untuk NCD, MLD, peregangan antar domain, dan RSD diberi label dengan
nomor residu yang sesuai masing-masing berwarna biru, merah muda, cokelat, dan
hijau; yang dipilih untuk mutagenesis adalah kotak. (B) deskripsi struktural dari
R
Hsp33. Angka tersebut dihasilkan dengan koordinat atom untuk struktur model semi-
empiris E. coli RHsp33 ditentukan sebelumnya [22]. Koordinasi warna untuk setiap
domain mengikuti bahwa pada panel a. Ion seng terikat (bola) dan rantai samping
sistein (model tongkat) yang dilestarikan digambarkan dengan warna kuning. Rantai
samping dari S235, R236, dan D266 residu untuk mutagenesis direpresentasikan
sebagai bola. (c) profil filtrasi-gel (kolom Superdex 200) dari MonoEF-Tu (30 μM;
hitam) dan campurannya dengan tipe liar equimolar (merah) atau mutan berarah situs
dari RHsp33: D266A- (abu-abu), R236E- (biru), atau S235A-RHsp33 (hijau). Semua
sampel mengandung 40 μM PDB dan pra-inkubasi pada 30 ° C selama 1 jam sebelum
injeksi.

3.5 Ikatan EF-Tu G-domain ke RHsp33 RSD

Untuk mengidentifikasi domain yang berinteraksi dengan RHsp33 RSD dari


EF-Tu, disiapkan lima protein rekombinan yang sesuai dengan domain individu EF-
Tu dan varian delesinya: G-domain (GD; juga disebut sebagai domain-I) ; residu 1–
205), domain-II (D2; residu 204–294), domain-III (D3; residu 294–393), varian GD-
deleted (ΔGD) (ΔGDEF-Tu; D2 + D3), dan D3 varian -deleted (dD3) (ΔD3EF-Tu;
GD + D2). Di antara D2 dan D3, keduanya benar-benar tidak larut, sedangkan protein
lain, yang cukup larut, menunjukkan stabilitas yang relatif buruk (mengalami
presipitasi lebih cepat selama penyimpanan) dibandingkan EF-Tu yang utuh.
Meskipun demikian, analisis NMR varian-titrasi EF-Tu untuk memantau beberapa
perubahan yang jelas dalam resonansi RHsp33 pada nilai pH yang berbeda yang relatif
lebih menguntungkan untuk setiap varian EF-Tu. Sebagai hasilnya, resonansi yang
diperluas secara signifikan dalam spektrum RHsp33 yang dititrasi EF-Tu GD (Gambar
7a) sebagian besar dipetakan ke RSD, termasuk posisi mutagenesis yang dipilih
(S235, R236, dan D266). Perubahan resonansi ini dalam RSD juga didefinisikan
dengan baik dalam spektrum titrasi 3D3EF-Tu (Gambar 7b), sedangkan tidak relevan
dalam spektrum titrasi ΔGDEF-Tu (Gambar 7c). Oleh karena itu, EF-Tu GD

19
diidentifikasi secara wajar sebagai domain spesifik yang bertanggung jawab untuk
mengikat RSD RHsp33. Spektrum yang dipatenkan ΔD3EF-Tu (GD + D2), yang
menunjukkan lebih banyak gangguan resonansi daripada spektrum yang dititrasi GD,
menunjukkan bahwa D2 juga berkontribusi pada pengikatan RHsp33 dari EF-Tu.
Selain itu, afinitas yang tampaknya melemah dengan menghapus D3 (bandingkan
Gambar. 7b untuk ΔD3EF-Tu dengan Gambar. 1b dan 6a untuk EF- utuh Tu)
menyiratkan bahwa D3 dalam EF-Tu yang utuh juga mungkin terlibat dalam
pengikatan RHsp33. Secara kolektif, hasil ini menunjukkan ikatan yang mengikat dari
ketiga domain dalam EF-Tu yang utuh untuk menyelesaikan ikatan kuat yang diamati
dengan RHsp33 dan / atau perubahan konformasi berikutnya. Namun, mengingat
kerusakan pada pengikatan RHsp33 dari ΔGDEF-Tu (Gambar 7c), juga masuk akal
bahwa pengikatan EF-Tu GD ke RHsp33 RSD dapat mendorong interaksi molekul
keseluruhan dari dua protein. Asumsi ini pada gilirannya sangat didukung oleh hasil
mutagenesis sebelumnya (Gambar 6c) yang mengkonfirmasi pengaruh kritis dari
mutasi di RSD RHsp33 pada kemampuan mengikat EF-Tu.

Gbr. 7. Pengikatan GD-EF-Tu ke wilayah pengikat seng di RHsp33. Spektrum


NMR ([1H / 15N] TROSY) dari [15N] RHsp33 (0,3 mM) pada pH 7,0 (a), 7,4 (b), dan
7,8 (c), dalam ketidakhadiran (hitam) dan ada (merah) dari equimolar EF-Tu GD (a),
ΔD3EF-Tu (b), dan ΔGDEF-Tu (c), masing-masing disupervisi. Pemberian label
untuk resonansi yang dipengaruhi secara signifikan oleh varian EF-Tu (berikut
penunjukan pewarnaan yang dijelaskan pada Gambar 6a).

20
BAB 4
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk memeriksa fungsi baru dari molekul chaperon
Hsp33, yang memiliki potensi berkaitan dengan regulasi EF-Tu yang terlibat dalam
sintesis protein di ribosom. Identifikasi awal pada redox-regulated holding chaperon,
dimana reduksi ikatan zink bentuk Hsp33 (RHsp33) telah lama dianggap sebagai sisi
tidak aktif secara fungsional yang digunakan untuk aktivasi induksi oksidasi. Selain
itu, tekanan termal sel dapat dengan mudah dapat menimbulkan tekanan oksidatif
sehingga dianggap bahwa ekspresi berlebih dari RHsp33 yang diinduksi oleh panas
merupakan respon cepat terhadap tekanan oksidatif setelah adanya tekanan panas.
Akan tetapi, penelitian ini memberikan interpretasi alternatif lain bahwa protein
dalam keadaan tereduksi dapat menampilkan fungsinya sendiri yang bisa dibedakan
dari bentuk teroksidasi. Fungsi spesifik molekuler RHsp33 ini juga tampak berbeda
dari aktivitas spesifik bentuk tereduksi (misal penargetan membran klien) dari
chaperon eukariotik, Get3, yang sistem redox-regulated molekulernya sangat mirip
dengan Hsp33.
Fungsi spesifik RHsp33 secara tidak langsung dapat dilihat pada ikatan zink
dengan RSD yang terstruktur baik dimana merupakan lipatan unik dari domain ikatan
zink. Hasil ini menunjukkan bahwa RSD secara spesifik merupakan perantara ikatan
yang kuat (submikromolar Kd) dari RHsp33 ke EF-Tu melalui interaksi dengan
domain G dari EF-Tu. Oleh karena itu, keterlibatan penting dari pelipatan RSD, yang
sepenuhnya terbuka pada oksidasi, dapat menjelaskan kerusakan ikatan Hsp33
teroksidasi dengan EF-Tu. Pengikatan spesifik yang dimediasi RSD dari RHsp33 ke
EF-Tu juga menunjukkan bahwa EF-Tu akan menjadi klien yang menguntungkan dari
R
Hsp33. Selanjutnya, pengikatan yang kuat dari RHsp33 kemudian menimbulkan
lipatan yang menyimpang dari EF-Tu, yang berlangsung secara intens setelah
pengikatan RHsp33. Oleh karena itu, termogram yang tidak biasa dari pengikatan
R
Hsp33 ke MonoEF-Tu (Gambar1c) merupakan hasil dari proses pembukaan EF-Tu,
yang umumnya dipostulatkan sebagai reaksi endotermik, yang terjadi kemungkinan
pengikatan eksotermik dari RHsp33. EF-Tu yang terbuka juga memunculkan
permukaan hidrofob yang tidak menghasilkan oligomerisasi agresif dan mengarah
pada agregasi irreversibel. Oleh karena itu, efek molekuler dari pengikatan RHsp33
dapat dianggap sebagai regulasi bawah yang efisien dari stabilitas konformasi
(unfolding) dan koloid (agregasi) EF-Tu. Kecenderungana unfolding/agregasi
intrinsik EF-Tu dengan tidak adanya Mg2+ (Gambar tambahan 1a), unfolding/agregasi
yang dimediasi RHsp33 dari MonoEF-Tu yang terhubung dengan Mg2+ memerlukan
pelepasan Mg2+ terikat dari domain G. Akan tetapi, terbukti bahwa RHsp33 juga dapat
mengikat Mg2+ bebas OligoEF-Tu (Gambar1c). Selain itu, dalam sel, Mg2+ bebas EF-
Tu, yang dibentuk oleh pengikatan EF-Ts untuk pertukaran GDP-GTP, distabilkan
oleh ikatan EF-Ts. Berbeda dengan interaksi EF-Ts, yang terjadi melalui domain G
dan domain III dari EF-Tu, domain G/ domain II atau ketiga domain EF-Tu terlihat
dapat berinteraksi secara kooperatif dengan RHsp33 (Gambar 7). Oleh karena itu,
hubungan antar domain adalah elemen penting dari stabilitas EF-Tu yang utuh,

21
sehingga dapat disimpulkan disimpulkan bahwa destabilisasi EF-Tu oleh RHsp33,
terlepas dari adanya pelepasan Mg2+, dapat dicapai dengan modulasi yang berlawanan
dari interaksi antar domain di EF- Tu.
Secara konklusif, hasil ini menunjukkan bahwa pengikatan spesifik RHsp33
menaikkan reaksi unfolding/agregasi protein substrat, EF-Tu, dimana ikatan RHsp33
tidak bergantung pada perubahannya. Meskipun begitu, penelitian ini hanya
memberikan contoh aktivitas agregasi yang ditampilkan oleh chaperon maka masih
diperlukan juga penjelasan lebih lanjut mengenai apakah RHsp33 aktif membuka EF-
Tu atau apakah ikatan RHsp33 yang siap unfolding EF-Tu dapat menggeser
keseimbangan menuju keadaan rawan agregasi yang tidak dilipat. Selain itu, aktivitas
unfoldase dari RHsp33, yang menargetkan fungsional native fold dari substrat spesifik
EF-Tu untuk menyebabkan lipatan menyimpang, yang juga membedakan dari
aktivitas unfoldase dari chaperon lain yang diketahui, seperti cincin protease GroEL
dan AAA+, yang berperan pada polipeptida misfolding. Selain itu, cincin protease
AAA+, termasuk Lon, membutuhkan ATP untuk aktivitas unfoldase, yang
digabungkan dengan aktivitas proteolitik berikutnya, sedangkan tindakan unfoldase
dari Hsp33 tidak membutuhkan ATP. Pada chaperon, GroEL, aktivitas unfoldase ATP
independen dapat diberikan terkait dengan reaksi konsumsi ATP berikutnya untuk
pemuatan ulang klien, sedangkan aktivitas unfoldase dari RHsp33 menghasilkan
agregasi ATP independen dari substrat. Dalam konteks ini, Hsp33 dapat dianggap
sebagai contoh unik dari molekul chaperon dimana ATP independen dapat
memainkan fungsi ganda yang berbeda sebagai unfoldase/aggregase (yaitu, RHsp33)
dan sebagai holding chaperon (yaitu, OHsp33) tergantung pada status redoks.
Dalam sel, EF-Tu yang terikat RHsp33 akan kehilangan fungsinya untuk
perpanjangan translasi sebagai akibat dari perubahan konformasi yang menyimpang.
Selain itu, mengingat bahwa Lon protease adalah komponen penting dari jaringan
proteostasis seluler yang mengenali dan menurunkan protein misfolding, aktivitas
unfoldase/aggregase dari RHsp33 pada EF-Tu dalam sel akan membuat EF-Tu
dikenali oleh Lon. Meskipun EF-Tu diidentifikasi sebagai substrat menguntungkan
dari Lon protease dalam sel, hasil penelitian mengungkapkan bahwa MonoEF-Tu yang
terlipat secara alami tidak rentan terhadap degradasi proteolitik oleh Lon (Gambar
4a). Sebaliknya, perusakan spontan OligoEF-Tu oleh Lon (Gambar 4a) disebabkan oleh
meningkatnya permukaan hidrofobik (Gbr. 5b), karena protease Lon secara istimewa
mengenali bagian hidrofobik dalam misfold protein.
Demikian juga, pelipatan menyimpang dan agregasi dari EF-Tu yang terikat
R
Hsp33 dapat dengan mudah dikenali oleh Lon untuk efisiensi degradasi, sedangkan
R
Hsp33 yang terikat resisten terhadap proteolisis. Oleh karena itu, degradasi spesifik
EF-Tu oleh Lon dalam sel akan memungkinkan RHsp33 diubah lagi untuk selanjutnya
mengatur perpanjangan terjemahan melalui disregulasi EF-Tu. Proses yang mungkin
dapat dilakukan yaitu untuk degradasi EF-Tu dalam sel oleh aktivitas kolaboratif
R
Hsp33 dan Lon yang dapat berbahaya bagi pertumbuhan sel, kecuali dicegah
dan/atau diimbangi oleh sistem regulasi lain. Bruel et al. mengamati bahwa produksi
berlebih Hsp33 dalam galur E. coli yang kekurangan DnaK menunjukkan toksisitas
kuat terhadap pertumbuhan bakteri dalam kondisi normal dengan mengatur degradasi
Lon-mediated EF-Tu. Sebaliknya, pertumbuhan sel yang kekurangan DnaK pada suhu

22
non-permisif dibantu oleh Hsp33 yang diekspresikan secara berlebihan, yang
menyiratkan bahwa degradasi EF-Tu oleh RHsp33 dan Lon dapat bermanfaat bagi
kelangsungan hidup bakteri dalam kondisi tertekan. Khususnya pada heat shock, jeda
pemanjangan global merupakan mekanisme regulasi penerjemahan seluler yang
meluas untuk kelangsungan hidup sel, karena tekanan panas memicu terjadinya
misfolding dan agregasi protein yang disintesis dalam ribosom. Dalam hal ini,
disregulasi EF-Tu akan berkontribusi pada kelangsungan hidup sel-sel yang tertekan
oleh panas dengan mengurangi perpanjangan translasi dari protein yang salah lipatan
yang dapat merusak sel. Oleh karena itu, adanya RHsp33 berlebih oleh sengatan panas
menunjukkan degradasi yang dikatalisasi RHsp33 dari EF-Tu oleh Lon dapat
melibatkan RHsp33 dalam mesin pemanjangan untuk kelangsungan hidup sel dalam
menanggapi stresor termal, yang juga dapat berperan pada proteostasis seluler dengan
mengatur tingkat turnover proteome-wide dalam sel.

23
BAB 5
PENUTUP

24
Kesimpulan penelitian ini pada intinya untuk melihat aktivitas unfoldase dari
molekul chaperon, Hsp33, yang mengkatalisasi konversi struktural EF-Tu menjadi
cenderung berada dalam keadaan agregasi dan proteolisis. Aktivitas
unfoldase/aggregase dari RHsp33 yang bertentangan dengan fungsionalitas holding
O
Hsp33 dapat mencegah agregasi klien dengan menghentikan proses unfolding,
dicapai melalui interaksi spesifiknya dengan EF-Tu yang terlipat secara alami,
O
sebaliknya urutan non-spesifik interaksi acak Hsp33 dengan perantara universal
unfolding. Kinetika (Gambar 5c) dan termodinamika (Gambar 1c) dari
unfolding/agregasi EF-Tu pada ikatan RHsp33 menunjukkan bahwa contoh ini dapat
berfungsi sebagai sistem pemodelan yang sangat baik untuk analisis lebih lanjut dari
jalur protein unfolding dan/atau misfolding. Selain itu, penelitian ini sangat
bermanfaat untuk mencari substrat khusus RHsp33 selain EF-Tu untuk memvalidasi
fungsionalitas khusus klien dari RHsp33. Sebagai analisis proteomik baru-baru ini dari
Hsp33 mengidentifikasi puluhan pasangan yang menjanjikan pada pengikatan Hsp33,
R
interaksi molekul dengan Hsp33 dan struktur yang dihasilkan masih harus
dieksplorasi secara lebih lanjut. Hsp33 yang dapat diekspresikan pada level basal
bahkan di bawah kondisi tanpa tekanan, membuat fungsionalitas seluler spesifik dari
R
Hsp33 diharapkan akan semakin terungkap melalui studi lebih lanjut tentang
interaksi molekuler individual dari RHsp33 dengan klien yang diharapkan.

25

Anda mungkin juga menyukai