Prognosis
Prognosis
Prognosis penyakit jatung koroner akan sangat tergatung pada jumlah plak koroner,
keparahan obstruksi, fungsi ventrikel kiri dan adanya aritmia kompleks. Buruk jika penderita
penyakit jantung korner telah mengalami gejala klinis berupa infark miokard hingga terjadi
mati mendadak akibat aritmia vntrikel. Setelah itu penderita berisiko tinggi jika sudah terjadi
kerusakan pada pangkal arteri koroner kiri. Tetapi baik jika fungsi ventrikel masih normal.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien miokardium akut merupakan salah satu aspek penting dalam
proses keperawatan. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang berhubungan
dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan
(sinkop), dan keringat dingin (diaporasis). Masing-masing gejala harus dievaluasi waktu
dan durasinya serta faktor yang mencetus dan meringankan. (Mutakin, 2009)
Anamnesa penyakit ini terdiri dari :
a. Keluhan utama
Biasanya nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan
keringat dingin (diaporasis).
d. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila
ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang pada usia muda merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan b1-b6
g. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien IMAbiasanya di dapat kan kesadaran baik
atau compos metis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat.
1. B1 (breathing)
Terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal, dan keluhan nafas seperti
tercekik, biasanya juga terdapat dispnea cardia. Sesak napas ini terjadi akibat
pengerahan tenaga yang disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik dari
vertikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena
terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu
melakukan kegiatan fisik. Dipsnea cardia dapat timbul pada waktu beristirahat
bila keadaannya sudah parah.
2. B2 (bleeding)
Pemeriksaan b2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Inspeksi adanya parut, palpasi denyut nadi perifer melemah, thrill
pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak didapatkan, auskultasi tekanan darah
biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup pada IMA, bunyi jantung
tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak didapatkan pada IMA tanpa
komplikasi, perkusi tidak ada pergeseran batang jantung.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer. Pengkajian objektif
klien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
4. B4 (bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, oleh
karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria pada klien IMA, merupakan
tanda awal dari syok kardiogenic
5. B5 (bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan konsumsi garam
dan lemak adanya nyeri akan memberikan respon mual dan muntah. Palpasi
abdomen didapatkan nyeri tekan pada keempat kuadran. Penurunan peristaltik
usus merupakan tanda kardia pada IMA.
6. B6 (bone)
Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan b6 adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas, gejala : kelemahan, keletihan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan
jadwal olahraga tidak teratur.
b. Tanda : takikardi, dispnea pada saat istirahat atau aktivitas, dan kesulitan
melakukan tugas perawatan diri. (Mutakin, 2009)
h. Pemeriksaan dignostik
1. EKG
Memberi informasi mengenai elekrofisiologi jantung.
2. Pemeriksaan laboratorium
Analistik enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diasntik
yang meliputi : riwayat,gejalah, dan elektrokardiogram untuk mendiagnostik
infark miokardium.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologi (iskemia, inflamasi,
neoplasma)
C. ITERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai darah,oksigen dengan
kebutuhan mikardium sekunder dari penurunan suplai darahke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
1. 1. Monitor nyeri dada (awal
2. 1-2 data tersebut bermanfaat
tindakan selama 1 x 24 serangan, sifat, lokasi, dalam mencantumkan penyebab
jam, diharapkan klien penjalaran, lamanya, faktor dan efek nyeri dada, serta menjadi
mampu: pencetus dan paliatif), tanda dasar perbandingan dengan gejala
1) Subyektif : sesak napas, diaphoresis, dan tanda pasca terapi. Nyeri dada
2) Klien menyatakan rasa kelelahan disertai tanda/gejala tersebut
nyeri dada berkurang atau
2. 2. Anjurkan kepada klien mengidentifikasikan iskemik dan
hilang untuk segera minta bantuan injury miokard.
3) Objektif : didapatkan perawat atau dokter bila
3. 3-5 lingkungan tenang
tanda vital dalam batas merasakan serangan nyeri mendukung istirahat dan tidur
normal, wajah rileks, kembali. nyaman sehingga mengurangi
tidak terjadi penurunan
3. 3. Upayakan lingkungan konsumsi okesigen miokard
perfusi perifer, mampu tenang. Batasi aktivitas
beraktivitas sesuai selama serangan nyeri dada,
kemampuan sebelum dan sesudah makan
atau aktivitas. Bantu
mengubah posisi klien.
4. 4. Upayakan rencana
tindakan atau latihan
aktivitas yang tidak
mengganggu periode tidur
dan istirahat klien.
5. 5. Berikan latihan rentang
gerak sendi Range Of
Motion (ROM) pada lengan
kiri setelah fase akut mereda
(pada minggu 1).
Tabel 1.1. Intervensi Keperawatan
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan infark miokardium tanpa
komplikasi menurut Muttaqin (2009: 191) adalah sebagai berikut : Commented [s2]: Bukan pada infarknya mbak, tapi pada
Nyerinya. Indikasi masalah keperawatan nyeri teratsi pada pasien
PJK seperti apa?
1. Bebas dari nyeri
2. Menunjukkan peningkatan curah jantung
3. Tanda-tanda vital kembali normal
4. Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer
5. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
DAFTAR PUSTAKA
Hurst, M., 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Indrawati, L. (2012). Analisis faktor yang berhubungan dengan kemampuan pasien PJK
melakukan pencegahan sekunder faktor risiko di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Jakarta:
Universitas Indonesia.
McLaughlin MA. 2014. Cardiovascular care made incredibly easy (3 th ed.). Philadelphia :
Wolters Kluwer. MedicineNet
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman Tata
Laksana Sindrom Koroer Akut Ed. 3. Penerbit : CEntra COmmunications.
Pricila LeMone, K. M. B. G. B., 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed.5, Vol.3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Sholeh, S. N., 2013. Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA Press.
Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Kandas media
(Imprint agromedia pustaka).