net/publication/329092186
CITATIONS READS
0 250
1 author:
Robby Dwikojuliardi
Bandung Institute of Technology
2 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Strategy Towards the Green Building Rating Tools on Existing Building in Indonesia View project
All content following this page was uploaded by Robby Dwikojuliardi on 21 November 2018.
Kode Etik dan Tata Laku Profesi akan menjadi penting dalam Organisasi Profesi, Arsitek
khususnya. Dalam praktiknya tidak serta merta mudah dalam penyelenggaraannya. Banyak hal
yang bersifat kompromi yang rentan bagi etika menjadi ‘pudar’. Pemahaman terhadap Profesi
Arsitek Dalam Peraturan Negara dan Peran Arsitek Dalam Industri Konstruksi berikut ini
diharapkan dapat menjadi pengantar bagi Arsitek agar dapat menjadi evaluasi diri dalam
berpraktik.
Praktik dalam bidang arsitektur dilaksanakan oleh seorang yang berprofesi sebagai Arsitek.
Sesuai makna yang tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia no. 6 tahun 2017
tentang Arsitek. Seluruh penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya arsitektur yang
meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/ atau pengkajian untuk bangunan gedung
Arsitek memiliki pengakuan atas kompetensinya melalui capaian penilaian uji kompetensi
profesi yang terukur dan objektif dibidang arsitektur. Sedangkan bukti tertulisnya berupa Surat
Tanda Registrasi Arsitek (STRA), serta surat Lisensi menjadi bentuk tanggung jawab praktik
profesi Arsitek dalam penyelenggaraan perizinan terkait bangunan gedung dan lingkungan
(ART IAI 2018: Bab I Pasal 1). Khusus untuk bangunan gedung sederhana dan bangunan
gedung adat memiliki pengecualian tanpa diperlukan STRA (UURI no. 6/2017: Bab IV Pasal
6 Ayat 2). Sebagai bentuk dokumentasi (logbook) kinerja profesi Arsitek harus memelihara
1 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
kompetensinya secara berkesinambungan melalui kegiatan – kegiatan Pengembangan
Azas – azas dalam praktik Arsitek berupa profesionalitas; integritas; etika; keadilan;
keselarasan; kemanfaatan; keamanan & keselamatan; kelestarian dan keberlanjutan (UURI no.
6/2017: Bab II Pasal 2). Sedangkan lingkup layanan yang juga dapat diselenggarakan bersama
dengan profesi lain berupa studi/ pengkajian arsitektur; perancangan, pelestarian dan penataan
bangunan gedung dan lingkungannya; penyusunan dokumen rencana teknis; serta pengawasan
dalam tahap konstruksi. Untuk layanan praktiknya berupa rencana kota & tata guna lahan;
manajemen proyek & konstruksi; pendampingan masyarakat; dan/ atau konstruksi lain (UURI
no. 6/2017: Bab III Pasal 4 ayat 2 & 4). Arsitekpun memiliki standar kinerja kemampuan dalam
menghasilkan produk berupa dokumen gambar perancangan; rencana kerja & syarat;
perhitungan volume pekerjaan; serta pengawasan berkala (UURI no. 6/2017: Bab III Pasal 5).
Dalam hal perlindungan hukum, UURI no. 6/ 2017 Bab VI Pasal 21 menyebutkan bahwa
informasi, data & dokumen terkait dari Pengguna Jasa; mendaftarkan hak kekayaan intelektual
atas karyanya; menerima imbal jasa sesuai perjanjian kerja; serta mendapat pembinaan dan
Sedangkan terkait kewajiban, dalam UURI no. 6/ 2017 Bab VI Pasal 22, praktik Arsitek harus
sesuai dengan keahlian, kode etik profesi, kualifikasi dan baku kinerja; menyelesaikan
pekerjaan sesuai perjanjian; menjalankan profesi tanpa SARA; menjunjung tinggi nilai budaya;
kesehatan & kelestarian lingkungan; mengupayakan inovasi & nilai tambah dalam berpraktik;
2 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
sosial tanpa biaya; melakukan rekam kerja profesi; berpraktik sesuai ketentuan & perundangan;
dan mengikuti baku kinerja profesi dan patuh pada ketetapan organisasi.
Dalam UURI no. 6/ 2017 Bab VII Pasal 28, disebutkan bahwa Organisasi Profesi memiliki
tugas pembinaan; menetapkan dan menegakkan kode etik profesi; menyelenggarakan &
memantau pelaksanaan PKB/ CPD; melakukan komunikasi, pengaturan, & promosi kegiatan
praktik profesi; memberi masukan kepada Pendidikan Tinggi Arsitektur tentang praktik
arsitektur & pelestarian nilai – nilai budaya; serta melindungi Pengguna Jasa Arsitek.
Sedangkan kewenangan organisasi sesuai UURI no.6/ 2017 Bab VII Pasal 29, disebutkan harus
anggotanya; memberi penghargaan kepada anggota; mengenakan sanksi kepada anggota atas
pelanggaran kode etik profesi arsitek; serta menyiapkan basis data untuk proses registrasi
Arsitek.
Secara umum bahwa UURI no. 6/ 2017 menekankan bahwa dari sekian banyak bidang keahlian
di bidang jasa konstruksi adalah keahlian Arsitek yang dapat memberikan manfaat dalam
perancangan bangunan gedung dan lingkungan, pemanfaatan fungsi penataan ruang, dan
pelestarian sumber daya alam serta seni budaya dalam peningkatan kualitas hidup yang dapat
keahlian keprofesian (UUJK no. 18/ 1999 Bab III Bag. Kedua Pasal 9, UUJK no. 2/ 2017 Bab
VII Bag. Ketiga dan Keempat, serta PPRI no. 28/ 2000 Bab I Pasal 1 ayat 4 – 6 dan Bab III
UUJK no. 18 tahun 1999 Bab I Pasal 1, menjadi acuan bagi pelaksanaan penyelenggaraan
3 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
pelaksanaan dan pengawasan menjadi sebuah mekanisme rantai layanan pekerjaan dan jasa
konstruksi. Selanjutnya adalah penyelenggaraan dokumen yang akan mengatur hubungan kerja
secara hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang melengkapi pengaturan hukum
Penyedia jasa dimaksud adalah ahli profesional yang dinyatakan melalui Surat Registrasi
berdasarkan kompetensi profesi keahlian dan ketrampilan, baik perorangan maupun badan
usaha sesuai kualifikasi dan klasifikasi yang diterbitkan. Dalam hal dampak penyimpangan
Dalam UUJK no. 18/ 1999 Bab III Bag. Kedua Pasal 9, UUJK no. 2/ 2017 Bab VII Bag. Ketiga
dan Keempat, PPRI no. 28/ 2000 Bab I Pasal 1 ayat 4 – 6 serta ART IAI 2018 Bab I Pasal1,
harus memiliki sertifikat Keahlian, sehingga akan menghasilkan hasil kerja yang dapat
dipertanggungjawabkan (UUJK no. 18/ 1999 Bab III Bag. Ketiga Pasal 11). Sedangkan dalam
UUJK no. 2/ 2017 Bab I Pasal 1 menegaskan kembali bahwa Jasa Konsultansi merupakan
layanan Jasa Konsultansi Konstruksi dan atau Pekerjaan Konstruksi, dan Konsultansi
layanan Praktik Arsitek dalam ART IAI 2018 Bab I Pasal 1 berupa penyusunan studi awal
Arsitektur, perancangan bangunan gedung & lingkungannya, pelestarian bangunan gedung dan
perencanaan teknis, dan atau pengawasan aspek Arsitektur pada pelaksanaan konstruksi
4 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
Dalam UUJK no. 2/ 2017 Bab IV Bag. Kesatu, dijelaskan bahwa kerja Konsultansi Konstruksi
dengan klasifikasi usaha yang bersifat umum adalah arsitektur, rekayasa, rekayasa terpadu serta
arsitektur lansekap & perencanaan wilayah, sedangkan yang bersifat spesialis adalah
konsultansi ilmiah & teknis, serta pengujian & analisis teknis. Kemudian bentuk layanan yang
manajemen penyelenggaraan konstruksi. Dan untuk yang bersifat spesialis adalah survei,
pengujian teknis, dan analisis. Dan dalam PPRI no. 28/ 2000 Bab II Pasal 5 ayat 1, lingkup
Jasa Perencanaan kerja konstruksi adalah survei, perencanaan umum studio makro dan mikro,
studi kelayakan proyek, industri & produksi, perencanaan teknik, operasi & pemeliharaan, serta
penelitian. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat 1 menjelaskan Bidang Usaha Arsitektural meliputi
Lebih lanjut dalam UUJK no. 18/ 1999 Bab IV Bag. Kedua Pasal 17 dan UUJK no. 2/ 2017
Bab V Bag. Kedua, tentang pengikatan antar pihak (Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa)
dapat dilakukan penetapannya melalui pelelangan, atau penunjukan langsung. Kedua pihak
akan menindaklanjuti penetapan tersebut dengan sebuah Kontrak Kerja. Sedangkan bila terjadi
pengubahan atau pembatalan penetapan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa atau Pengguna Jasa
yang membuat kerugian bagi salah satu pihak maka yang mengubah atau membatalkan wajib
dikenai ganti rugi atau dituntut secara hukum (Bab IV Bag. Kedua Pasal 19).
Dalam hal Kegagalan Bangunan, UUJK no. 18/ 1999 Bab VI Pasal 25 – 27 dan UUJK no. 2/
2017 Bab VI Bag. Kedua, menjelaskan bahwa hasil pekerjaan konstruksi terhitung selambatnya
10 tahun usai serah terima akan menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa (Perencana, Pelaksana
& Pengawas) yang ditetapkan oleh pihak Ketiga selaku Penilai Ahli. Hal tersebut akan
berdampak pada masalah Penyelesaian Sengketa (UUJK no. 18/ 1999 Bab IX) diranah
5 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
pengadilan maupun di luar pengadilan melalui kompromi/ kesepakatan dan atau musyawarah.
Dalam bentuk Gugatanpun masyarakat berhak melakukannya (UUJK no. 18/ 1999 Bab IX Bag.
Ketiga dan UUJK no. 2/ 2017 Bab X Pasal 86) akibat dari penyelenggaraan pekerjaan
Penjelasan – penjelasan diatas menjadi dasar penguatan pemahaman terhadap posisi dan
kinerja Arsitek yang berpraktik secara profesional, walau tidak semua peraturan – peraturan
negara tersebut dapat diselenggarakan dengan sebagaimanamestinya. Masih banyak hal yang
Bahwa Arsitek telah memiliki tanggungjawab dan berada diposisi kerja konstruksi dalam tahap
perencanaan dan pengawasan. Bahkan sangat rentan terhadap pelanggaran etika profesi,
- (2015) Arsitek ‘Rb’ oleh pak ‘Ha’ (masyarakat) diminta membantu sebagai Saksi Ahli
tersebut sudah melalui prosedur, dan ini menjadi wujud perhatian & pengawasan oleh
masyarakat yang disampaikan kepada Organisasi Profesi (IAI Jabar). Arsitek ‘Rb’ ikut
konstruksi maupun mekanisme perizinan yang berlaku. Ini menjadi kasus pertama yang
- Implikasi :
Dalam bentuk Gugatanpun masyarakat berhak melakukannya (UUJK no. 18/ 1999 Bab
IX Bag. Ketiga dan UUJK no. 2/ 2017 Bab X Pasal 86) akibat dari penyelenggaraan
6 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
pekerjaan konstruksi yang mengganggu. Bahwa disini benar pengakuan oleh
bangunan gedung, maka perlu sekiranya Organisasi Profesi (IAI) memiliki lembaga
formal yang menangani kasus – kasus dengan pelaporan sejenis, baik berskala nasional
maupun daerah.
menyelesaikan pekerjaan RTBL di kota Bandung. Yang berlanjut kepada tahap DED.
Kontrak selesai hanya dalam tahap pekerjaan RTBL, tidak sampai pada tahap DED.
DED yang dimaksud adalah pekerjaan Revitalisasi Alun – Alun Ujung Berung.
Berakhir tanpa kejelasan pengikatan (kontrak kerja) serta jasa bagi Penyedia Jasa.
Sedangkan Pengguna Jasa adalah Kepala Daerah (Walikota). Bisa saja ini menjadi
kegiatan pro-bono. Apakah dibenarkan ? Jelas tidak sesuai dengan peraturan UUJK no.
18/ 1999, UUJK no. 2/ 2017, PPRI no. 28/ 2000, serta UURI no. 2/ 2017.
Ballroom di Batam yang ditandatangani kedua belah pihak (Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa). Jelas tertera waktu, lingkup pekerjaan dan nilai jasa perencanaan. Serta
Dokumen Kontrak sudah didaftarkan ke Notaris setempat oleh Arsitek ‘Rb’ sebagai
bentuk pengakuan dan penguatan kontrak jika timbul permasalahan dikemudian hari.
Waktu dalam kontrak disebut selama 6 bulan (2016), dan pekerjaan sudah berjalan
tahun ketiga saat ini (September 2018). Dalam keadaan progress 75% (produk dan jasa)
- Implikasi :
7 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
Arsitek seolah tidak memiliki kekuatan dalam kerja profesionalismenya. Hubungan
kerja yang diselenggarakan sudah mengikuti prosedur namun disisi lain mekanisme
pengikatan bukan menjadi hal yang bersifat menguatkan di kategori pekerjaan swasta/
privat, bahkan pemerintah sekalipun. Lebih lanjut dalam UUJK no. 18/ 1999 Bab IV
Bag. Kedua Pasal 17 dan UUJK no. 2/ 2017 Bab V Bag. Kedua, tentang pengikatan
antar pihak (Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa) kedua belah pihak menindaklanjuti
kesepakatan dengan sebuah Kontrak Kerja. Sedangkan bila terjadi pengubahan atau
pembatalan penetapan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa atau Pengguna Jasa yang
membuat kerugian bagi salah satu pihak maka yang mengubah atau membatalkan wajib
dikenai ganti rugi atau dituntut secara hukum (Bab IV Bag. Kedua Pasal 19).
Kewenangan organisasi sesuai UURI no.6/ 2017 Bab VII Pasal 29, disebutkan harus
memberikan advokasi bagi anggotanya, dan dalam hal perlindungan hukum, UURI no.
3. Sertifikasi Profesi :
- (2015) Pemahaman bersama bahwa Arsitek sebagai manajer (Team Leader) Bangunan
Gedung sudah diakui melalui sertifikasi dan kompetensinya. Lintas disiplin ilmu
konstruksi menjadi sebuah tim kerja yang saling melengkapi. Namun dikesempatan lain
sampai saat ini masih banyak dalam proyek pemerintah sebagai Team Leader diberikan
kepada Ahli Teknik Sipil Bangunan Gedung, bukan Arsitek. Sehingga posisi Arsitek
sebagai anggota Team, bukan sebagai manajer/ Team Leader. Pengakuan Arsitek
sebagai ahli dalam tata kelola dan penyelenggaraan bangunan gedung menjadi
diabaikan. Dan Arsitek ‘Rb’ mendapatkan penugasan dalam kondisi tersebut sebagai
anggota tim.
8 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
- (2012) Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit menjadi sesuatu yang
masih lemah, masih bisa berpraktik tanpa pengakuan kerja profesional. Sampai saat ini
(2018) Arsitek ‘Rb’ masih dimintakan bantuan pinjam-pakai sertifikat dengan dibayar
tanpa harus terlibat. Bahkan hanya sekedar untuk membantu berhadapan dengan TABG
atas pekerjaan yang dihasilkan oleh Arsitek yang tidak bersertifikat. Tentu saja diakhiri
membuktikan bahwa masih banyak Arsitek yang tidak bersertifikat yang berpraktik
- Implikasi :
dengan profesi lain (UURI no. 6/2017: Bab III Pasal 4 ayat 2 & 4). Arsitek memiliki
no. 6/2017: Bab III Pasal 5). Secara umum bahwa UURI no. 6/ 2017 menekankan
bahwa dari sekian banyak bidang keahlian di bidang jasa konstruksi adalah keahlian
Arsitek yang dapat memberikan manfaat dalam perancangan bangunan gedung dan
ini disertakan dengan pangakuan melalui sertifikasi keahlian keprofesian (UUJK no.
18/ 1999 Bab III Bag. Kedua Pasal 9, UUJK no. 2/ 2017 Bab VII Bag. Ketiga dan
Keempat, serta PPRI no. 28/ 2000 Bab I Pasal 1 ayat 4 – 6 dan Bab III Bag. Pertama
Pasal 15). Dalam UUJK no. 18/ 1999 Bab III Bag. Kedua Pasal 9, UUJK no. 2/ 2017
Bab VII Bag. Ketiga dan Keempat, serta PPRI no. 28/ 2000 Bab I Pasal 1 ayat 4 – 6,
dipertanggungjawabkan (UUJK no. 18/ 1999 Bab III Bag. Ketiga Pasal 11).
4. Kekuasaan :
9 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.
- (2016) TABG seharusnya menjadi pihak yang berwenang untuk memberikan
team adalah Arsitek ‘Wr’ dan Kepala Daerah adalah rekan sejawat yakni Arsitek ‘Rk’
membuat team ini menjadi dilemahkan. Ada sebuah bangunan yang sudah terlanjur
sebagai ikon kota Bandung (gedung BCH), banyak hal pelanggaran secara teknis
maupun syarat keruangan (building codes), khususnya kajian struktur, sempadan dan
selesai dibangun dan sudah beroperasi saat ini. Semua terwujud atas kekuasaan Arsitek
‘Rk’ diposisi Kepala Daerah sebagai pemilik Bangunan Gedung Negara tersebut.
- Implikasi :
Keputusan sepihak menjadi penekanan dalam hal ini. Sehingga penerbitan diskresi
sebagai sebuah aturan yang melemahkan keputusan formal bersama menjadi proses
yang harus dilakukan walau akan menimbulkan masalah, khususnya building codes.
Azas – azas dalam praktik Arsitek harus profesional; integritas; etika; keadilan;
(UURI no. 6/2017: Bab II Pasal 2). Dalam hal Kegagalan Bangunan, UUJK no. 18/
1999 Bab VI Pasal 25 – 27 dan UUJK no. 2/ 2017 Bab VI Bag. Kedua, menjelaskan
bahwa hasil pekerjaan konstruksi terhitung selambatnya 10 tahun usai serah terima akan
menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa (Perencana, Pelaksana & Pengawas) yang
ditetapkan oleh pihak Ketiga selaku Penilai Ahli. Hal tersebut akan berdampak pada
masalah Penyelesaian Sengketa (UUJK no. 18/ 1999 Bab IX) diranah pengadilan
Sumber :
UUJK no. 18 tahun 1999, UUJK no. 2 tahun 2017, UURI no. 6 tahun 2017, PPRI no. 28 tahun 2000, dan AD-ART IAI 2018
10 | 10
*Diserahkan sebagai bentuk Tugas Makalah ‘Training of Trainer’ Penatar Kode Etik dan Tata Laku Profesi IAI,
yang dilaksanakan pada 20 September 2018 dalam rangkaian acara Munas IAI XV di Bandung.