Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan

Ada berbagai macam terapi yang bisa kita berikan pada skizofrenia. Hal ini diberikan dengan kombinasi
satu sama lain dan dengan jangka waktu yang relatif cukup lama. Terapi skizofrenia terdiri dari
pemberian obat-obatan, psikoterapi, dan rehabilitasi. Terapi psikososial pada skizofrenia meliputi:
terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan ketrampilan sosial dan
manajemen kasus (Hawari, 2009).
Terapi skizofrenia
1.Farmakologi
Obat-obat antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik dan juga sebagai trankuiliser mayor. Obat
antipsikotik pada umumnya membuat tenang dengan mengganggu kesadaran dan tanpa
menyebabkan eksitasi paradoksikal (Anonim, 2000).
Antipsikotik pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting
obat antipsikotik adalah:
1. Berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikotik.
2. Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia.
3. Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel.
4. Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis (Gunawan,
2007).
Mekanisme Kerja Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor dopamine (D2) di sistem limbis otak
dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D2 ,α1 (dan α2) adrenerg, serotonin, muskarin dan
histamin. Akan tetapi pada pasien yang kebal bagi obat-obat klasik telah ditemukan pula blokade
tuntas dari reseptor D2 tersebut. Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blokade-D2
saja tidak selalu cukup untuk menanggulangi skizofrenia secara efektif. Untuk ini neurohormon lainnya
seperti serotonin ( 5HT2), glutamate dan GABA (gamma-butyric acid) perlu dipengaruhi (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Golongan obat antipsikotik ada 2 macam yaitu:
1. Golongan antipsikotik tipikal : chlorpromazine, fluperidol, haloperidol, loxapine, molindone,
mesoridazine, perphenazine, thioridazine, thiothixene, trifluperezine.
2. Golongan antipsikotik atipikal : aripiprazole, clozapin, olanzapine, quetiapine, risperidone,
ziprasidone (Gunawan, 2007).
Obat dimulai dengan awal sesuai dengan dosis anjuran. dinaikkan dosisnya setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan gejala). Evaluasi dilakukan tiap dua minggu dan bila
perlu dosis dinaikkan, sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilitas), kemudian diturunkan setiap dua minggu, sampai mencapai dosis pemeliharaan.
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi masa bebas obat 1-2 hari/minggu). Kemudian
tapering off, dosis diturunkan tiap 2-4 minggu dan dihentikan (Mansjoer dkk, 1999).
2.Terapi Kejut dan Psychosurgery
Diawal tahun 1930-an praktik menimbulkan koma dengan memberika insulin dalam dosis
tinggi diperkenalkan oleh Sakel (1938), yang mengklaim bahwa ¾ dari para pasien skizofrenia
yang ditanganinya menunjukkan perbaikan signifikan. Berbagai temuan terkemudian oleh para
peneliti lain kurang mendukung hal tersebut, dan terapi koma-insulin –yang beresiko serius
terhadap kesehatan, termasuk koma yang tidak dapat disadarkan dan kematian– secara bertahap
ditinggalkan. Pada tahun 1935, Moniz, seorang psikiater memperkealkan lobotomy
prefrontalis, suatu proses pembedahan yang membuang bagian-bagian yang menghubungkan
lobus frontalis dengan pusat otak bagian bawah.
3.Penanganan psikologis
a. Terapi Psikodinamika
Psikoanalisis seperti Harry Stack Sullivan dan Frieda Fromm-Reichmann,
mengadaptasi teknik psikoanalisis secara spesifik untuk perawatan skizofrenia. Namun,
penelitian gagal menunjukan efektivitas terapi psikoanalisis maupun psikodinamika
untuk skizofrenia. Dengan keterangan tentang penemuan-penemuan negatif, beberapa
kritik mengemukakan bahwa penggunaan terapi psikodinamika untuk menangani
skizofrenia tidaklah terjamin. Namun hasil yang menjanjikan dilaporkan untuk sebuah
bentuk terapi individual yang disebut terapi personal yang berpijak pada model diatesis-
stres. Tetapi personal membantu pasien beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres
dan membantu mereka membangun keterampilan sosial, seperti mempelajari
bagaimana menghadapi kritik dari orang lain. Bukti-bukti awal menjelaskan bahwa
terapi personal mungkin mengurangi rata-rata kambuh dan meningkatkan fungsi sosial,
setidaknya di antara pasien skizofrenia yang tinggal dengan keluarga (Bustillo dkk.,
2001; Hogarty dkk., 1997a, 1997b).
b. Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis,
dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas
jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang
seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh
dapat diturunkan.
Meskipun sedikit terapis perilaku yang meyakini bahwa yang salah menyebabkan
skizofrenia, intervensi berdasarkan pembelajaran telah menunjukan efektivitas dalam
memodifikasi perilaku skizofrenia dan membantu orang-orang yang mengalami
gangguan ini untuk mengembangkan perilaku yang lebih adaptif yang dapat membantu
mereka menyesuaikan diri secara lebih efektif untuk hidup dalam komunitas. Metode
terapi meliputi teknik-teknik seperti (1) reinforcement selektif terhadap perilaku
(seperti memberikan perhatian terhadap perilaku yang sesuai dan menghilangkan
verbalisasi yang aneh dengan tidak lagi memberi perhatian); (2) token ekonomi, dimana
individu padaunit-unit perawatan di rumah sakit diberi hadiah untuk perilaku yang
sesuai dengan token, seperti kepingan plastik, yang dapat ditukar dengan imbalan yang
nyata seperti barang-barang atau hak-hak istimewa yang diinginkan; dan (3) pelatihan
keterampilan sosial, di amna klien diajarkan keterampilan untuk melakukan
pembicaraan dan perilaku sosial lain yang sesuai melalui coaching (latihan), modeling,
latihan perilaku, dan umpan balik.
c. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
d. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia
e. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek
terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia
adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan
kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak
tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
f. Terapi psikoreligius
Terapi keagaman terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat misalnya,
gejala-gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang. Terapi keagamaan yang
dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci.

4.Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)


Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan
dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas
hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk
mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan
kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Ringkasnya, tidak ada pendekatan penanganan tunggal yang memenuhi semua
kebutuhan orang yang menderita skizofrenia. Konseptualisasi skizofrenia sebagai disabilitas
sepanjang hidup menggaris bawahi kebutuhan untuk perawatan intervensi jangka panjang
yang menggabungkan pengobatan antipsikotik, terapi keluarga, bentuk-bentuk terapi suportif
atau kognitif-behavioral, pelatihan vokasional, dan penyediaan perumahan yang layak serta
pelayanan dukungan sosial lainnya (Bustillo dkk., 2001; Huxley, Rendall, & Sedere, 2000;
Sensky dkk., 2000; Tarrier dkk., 2000).

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai