Anda di halaman 1dari 10

PENUGASAN BLOK KEHAMILAN DAN MASALAH

REPRODUKSI (3.1)

LAPORAN PPK

Disusun oleh:

Kaniaka Vashti Nindita 17711134

Muhammad Joddy Malfica 17711185

Tutorial 14

PRODI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019

0
Wanita Usia 29 Tahun, Primigravida Hamil 31 Minggu dengan Hipertensi
Kronik dan Dermatitis Atopik

Muhammad Joddy Malfica, Kaniaka Vashti Nindita


Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

Abstrak

Hipertensi atau peningkatan tekanan darah dalam kehamilan adalah keadaan


yang umum dijumpai. Keadaan ini berpotensi menimbulkan komplikasi yang
berbahaya dan dapat berkaitan dengan peningkatan mortalitas ibu dan janin.
Normalnya, tekanan darah ibu hamil saat dalam kondisi istirahat hampir tidak
pernah diatas 120/80 mmHg, sedangkan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
umumnya dianggap sebagai kondisi yang abnormal. Kondisi kehamilan
menyebabkan terjadinya kenaikan volume plasma rata-rata sekitar 1.200 mL dan
tubuh ibu akan melakukan kompensasi melalui mekanisme vasodilatasi arteri
spiralis, hal ini memberi dampak pada penurunan tekanan darah, resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Kegagalan distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis dipercayai menjadi penyebab utama terjadinya hipertensi
pada masa kehamilan. Hipertensi pada kehamilan diklasifikasikan menjadi
hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia, hipertensi kronis, dan
preeklampsia superimposed. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan perburukan prognosis pada pasien. Oleh karena itu, pengelolaan
hipertensi pada kehamilan harus benar-benar dimaksimalkan oleh semua tenaga
medis baik di pusat maupun di daerah agar mendapatkan prognosis yang baik.
Laporan ini menggambarkan pasien yang memiliki tekanan darah tinggi sebelum
kehamilan karena memiliki riwayat keturunan hipertensi, disebut sebagai hipertensi
kronis. Selain itu, pasien mengeluh gatal pada perut. Pasien telah diberikan obat
antihipertensi dan dianjurkan untuk makan dengan nutrisi dan minuman yang
memadai.

Kata kunci: Hipertensi kronis, Kehamilan, Hipertensi, Dermatitis atopik

1
29 Years Old Primigravid Woman, 31 Weeks of Gestation with Chronic
Hypertension and Atopic Dermatitis

Abstract

Hypertension or increased blood pressure in pregnancy is a common


condition. This situation has the potential to cause dangerous complications and can
be related to increased maternal and fetal mortality. Normally, the blood pressure
of a pregnant woman at rest is almost never above 120/80 mmHg, whereas blood
pressure 140/90 mmHg or more is generally considered an abnormal condition. The
condition of pregnancy causes an increase in plasma volume of an average of about
1,200 mL and the mother's body will compensate through the mechanism of
vasodilation of the spiral arteries, this has an impact on decreasing blood pressure,
vascular resistance, and increasing blood flow to the utero placenta. Failure of
distension and vasodilation of the spiral arteries is believed to be a major cause of
hypertension during pregnancy. Hypertension in pregnancy is classified into
gestational hypertension, preeclampsia and eclampsia, chronic hypertension, and
superimposed preeclampsia. Hypertension that is not treated properly can result in
worsening prognosis in patients. Therefore, the management of hypertension in
pregnancy must be really maximized by all medical staff both at central and
regional levels in order to get a good prognosis. This report describes patients who
have high blood pressure before pregnancy because they have a history of
hereditary hypertension, referred to as chronic hypertension. In addition, patients
complain of itching in the stomach. Patients have been given antihypertensive drugs
and are encouraged to eat with adequate nutrition and drinks.

Keywords: Chronic hypertension, pregnancy, hypertension, atopic dermatitis

2
Pendahuluan

Hipertensi merupakan salah satu masalah yang sering menyertai kehamilan,


yaitu sebanyak 5-10% komplikasi dalam kehamilan. Hal ini menjadikan hipertensi
sebagai salah satu penyebab kematian tersering pada kehamilan selain perdarahan
dan infeksi. Indonesia memiliki mortalitas dan morbiditas yang yang tinggi dalam
hipertensi pada kehamilan. Hal ini dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus
benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah
(Sarwono, 2008).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan pada tahun 2007 ditemukan


sebanyak 8.341 ibu hamil dari semua sampel perempuan yang berusia 15–54 tahun.
Didapatkan prevalensi hipertensi pada ibu hamil sebesar 1.062 kasus. Ibu hamil
dengan hipertensi paling banyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan rendahnya kesadaran ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan. Hal ini dapat terjadi akibat
kurangnya pengetahuan mengenai tujuan pemeriksaan kehamilan, kurangnya
peranan institusi (puskesmas) dalam mempromosikan pelayanan antenatal,
kurangnya dukungan masyarakat (suami, orang tua, dan lain-lain) atau kurangnya
kualitas pelayanan antenatal (Sirait, 2012).

Dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian


hipertensi pada kehamilan, diantaranya usia, pendidikan, status sosial-ekonomi,
serta tempat tinggal. Dari segi usia, didapati sebanyak 36,6% ibu hamil dengan
hipertensi berusia lebih dari 35 tahun. Dari segi status sosial-ekonomi, jumlah
responden yang tergolong miskin lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak
miskin, namun persentase ibu hamil dengan hipertensi lebih banyak pada responden
yang tergolong miskin. Dari segi tempat tinggal, didapati bahwa responden yang
bermukim di pedesaan memiliki risiko 1,6 kali lebih besar dibandingkan dengan
yang bermukim di daerah perkotaan (Sirait, 2012). Kurang asupan buah dan sayur,
kebiasaan aktivitas fisik yang rendah, dan kurang konsumsi makanan asin (garam)
diyakini juga berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada kehamilan (Sari et al.,
2016).

Dari segi pendidikan, didapati sebagian besar responden (66,5%) memiliki


tingkat pendidikan rendah. Pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
ke bawah sebanyak 66,5%, diantaranya ada yang tidak pernah sekolah dan tidak
tamat SD. Keadaan ini mencerminkan bahwa pendidikan perempuan pada
umumnya di negara kita masih rendah. Jumlah kasus hipertensi pada ibu hamil yang
berpendidikan rendah adalah 14,5%. Pada mereka ditemukan yang tidak bekerja
sebanyak 59,4% dan buruh/tani 26,3%. Persentase ibu hamil yang tinggal di desa
dan berpendidikan rendah sebanyak 56,1%. Dari sini tampak bahwa ibu hamil
dengan hipertensi memiliki pengetahuan yang kurang mengenai perawatan
antenatal. Jadi kemungkinan ibu- ibu ini jarang atau tidak melakukan pemeriksaan
kehamilan (Sirait, 2012).

3
Hipertensi pada kehamilan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :
hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia, hipertensi kronis, dan
preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis. Hipertensi kronis perlu
dibedakan dari komplikasi hipertensi awal kehamilan baru seperti preeklampsia
(tekanan darah tinggi dengan ditemukannya proteinuria), preeklampsia
superimposed, eklampsia (preeklampsia disertai kejang) dan hipertensi gestasional
(peningkatan tekanan darah setelah 20 minggu kehamilan dan menurun setelah 12
minggu kehamilan) (Hanretty, 2014). Patogenesis terjadinya hipertensi ini
berkaitan dengan meningkatnya resistensi yang menyebabkan penyempitan pada
pembuluh darah. Hal ini diiringi dengan kerusakan pada sel endotel, yang nantinya
menyebabkan kebocoran interstisial. Dengan semakin berkurangnya aliran darah,
maka iskemia dan nekrosis jaringan akan semakin mungkin terjadi dan parahnya
dapat menyebabkan berbagai kerusakan organ (Seely, 2014).

Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah ketika tekanan darah ≥140/90


mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Ibu
hamil yang menderita hipertensi sebelum hamil atau hipertensi kronik memiliki
kemungkinan komplikasi lebih besar pada kehamilannya dibandingkan dengan ibu
hamil yang menderita hipertensi ketika sudah hamil. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Pada
hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik, terjadi
90-95% dari semua kasus hipertensi. Sedangkan pada hipertensi sekunder,
penyebabnya diketahui secara spesifik dimana hal ini berhubungan dengan
penyakit tertentu (Guedes & Martins, 2016).

Terdapat juga salah satu kasus yang bisa terjadi saat kehamilan, yaitu
dermatitis atopik. Dermatitis atopik (AD) atau disebut juga sebagai eksim,
merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering diamati pada pasien
kehamilan. Presentasi dan tampilan histopatologi pada ibu hamil sangat khas
dibandingkan ibu tidak hamil. Manajemen dermatitis atopik selama kehamilan
sangat penting demi mencegah gangguan pada janin (Babalola & Strober, 2013).

Kasus Obstetri
Pasien bernama Ny. N usia 29 tahun G1P0A0, usia kehamilan 31 minggu 4
hari datang ke Puskesmas tanggal 26 Februari 2019. Ny. N lahir tanggal 23 Februari
1990, beralamat di Jetis, beragama Islam, pekerjaan swasta, nama suami Bapak T.
Pasien datang dengan keluhan gatal pada bagian perut atas saat malam hari,
berupa papul hiperpigmentasi. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering pusing
dikarenakan riwayat hipertensi yang dimiliki. Diketahui bahwa pasien memiliki
hipertensi sejak sebelum kehamilan. Pasien tidak mengalami keluhan mual,
perdarahan, bengkak pada kaki, nyeri punggung, maupun leukorrhea. Riwayat
menstruasi pasien meliputi umur menarche saat umur sekitar umur 13 tahun. Siklus
haid tidak teratur, lama haid biasanya 3-5 hari, kuantitas banyak, terdapat nyeri saat
menstruasi.
Riwayat pernikahan pasien meliputi usia pasien saat menikah yaitu saat
berumur 22 tahun, jumlah pernikahan 1 kali, usia pasangan saat menikah 24 tahun,

4
dan lama pernikahan 7 tahun. Riwayat kehamilan sekarang merupakan kehamilan
pertama G1P0A0 dengan usia kehamilan 31 minggu 4 hari. Diketahui HPMT
pasien 15 Februari 2019 sehingga HPL diperkirakan pada tanggal 22 November
2019. Sebelumnya pasien baru sekali melakukan ANC di puskesmas lain dan telah
diberi imunisasi TT sebanyak 1 kali.
Pasien memiliki riwayat hipertensi di keluarganya, yaitu ibu pasien. Selama
hamil nutrisi pasien cukup terpenuhi dari segi kuantitas dan kualitas. Jenis makanan
yang dimakan biasanya berupa sayur dan lauk-pauk dengan frekuensi 3 kali sehari,
makan terakhir pada hari pemeriksaan pada pukul 07.30 WIB. Untuk minuman
pasien minum air putih sebanyak 5-8 gelas perhari dan pada awal kehamilan jarang
minum air putih karena mual. Selama kehamilan pasien mengkonsumsi obat
hipertensi yakni Methyldopa. BAK dan BAB pasien normal, akan tetapi semakin
lama semakin susah untuk buang air besar.
Tidak didapatkan adanya kebiasaan merokok pada pasien maupun keluarga.
Adapun pantangan makanan pasien yakni daging kambing dan makanan yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan dan tidak
mengkonsumsi alkohol maupun jamu-jamuan.
Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Pasien mengalami
kenaikan berat badan sebesar 10 kg setelah hamil, yakni dari 80 kg menjadi 90 kg.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan hasil pengukuran tanda vital yakni
tekanan darah 133/84 mmHg, nadi 89 x/menit, laju respirasi 24 x/menit, dan suhu
36.4 C.
Dari hasil inspeksi terlihat wajah tidak pucat dan tidak didapati adanya
edema. Terlihat mata pasien simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, bibir
dan lidah kemerahan, gigi terlihat adanya karies. Pasien juga menyatakan gusi
pernah bengkak sebelumnya. Saat dipalpasi di bagian leher tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tiroid. Pada abdomen bagian atas didapatkan papul-papul
dengan hiperpigmentasi. Pada ekstremitas simetris dan tidak didapatkan adanya
edema.
Pada pemeriksaan obstetri Leopold I ditemukan TFU 30 cm, TBJ 2790 gram
dan ditemukan bokong pada fundus uteri, leopold II ditemukan punggung janin
pada sisi kanan ibu dan DJJ 134x/menit, leopold III ditemukan kepala pada segmen
bawah rahim (presentasi kepala) dan leopold IV ditemukan konvergen (belum
masuk PAP). Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan urin.
Pasien memiliki riwayat keturunan penyakit hipertensi dan mengalami gatal-gatal
dibagian perut berwarna kehitaman. Pasien sudah diberi obat antihipertensi di
puskesmas lain dan dianjurkan untuk makan dengan nutrisi dan minuman yang
cukup.

Pembahasan
Penegakkan diagnosis pada pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan. Dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa pasien
menderita hipertensi sejak sebelum hamil. Pada pemeriksaan tanda vital pasien
hipertensi pada kehamilan akan dijumpai nilai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg,

5
adapun apabila nilai tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89
mmHg masih dikategorikan prehipertensi (Cunningham et al., 2014)). Pada kasus
ini tekanan darah pasien 133/84 mmHg, belum dapat dikategorikan hipertensi
apabila melihat dari nilai tekanan darah. Akan tetapi dari hasil anamnesis pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak sebelum kehamilan dan mengkonsumsi obat
antihipertensi. Kami memperkirakan tekanan darah pasien sudah turun saat
pemeriksaan dikarenakan obat antihipertensi yang dikonsumsi. Sehingga diagnosis
pada Ny. N mengarah pada hipertensi. Jadi diagnosis Ny. S ini sudaj tepat G1P0A0
UK31 minggu 4 hari dengan penyulit hipertensi kronis.
Diagnosis banding pada kasus ini diantaranya preeklampsia, hipertensi
gestasional, dan hipertensi sekunder, oleh karena itu untuk menyingkirkan
diagnosis banding tersebut perlu dilakukan anamnesis tentang riwayat hipertensi
sebelum kehamilan dan hipertensi pada keluarga. Disamping itu, anamnesis tentang
riwayat penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder juga perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti pasien. Menurut Sudoyo et al.
preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria yang terjadi setelah kehamilan 20
minggu pada wanita yang sebelumnya normotensi. Sedangkan hipertensi
gestasional adalah hipertensi yang terjadi pada saat usia kehamilan 20 minggu
tetapi tanpa proteinuria. Pada perkembangannya dapat terjadi proteinuria sehingga
dianggap sebagai preeklampsia.
Dari hasil pemeriksaan pasien belum bisa didiagnosis preeklampsia dan
hipertensi gestasional karena hipertensi yang dialami pasien sudah sejak sebelum
hamil. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah inspeksi untuk melihat tanda klinis
yang biasa ditemukan pada penderita cushing syndrome dan hipertiroidisme.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi
sekunder (Cunningham et al., 2014). Umumnya mayoritas wanita dengan hipertensi
kronik tidak diketahui asal penyebab hipertensi yang diderita oleh karena itu
evaluasi hipertensi sekunder perlu dilakukan untuk memastikan penyebab dari
hipertensi (Seely & Ecker, 2014). Selain itu pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan fungsi ginjal untuk melihat ada tidaknya kerusakan
fungsi ginjal.
Pada kasus yang kami terima, pasien tidak mendapatkan obat antihipertensi
sebagai tatalaksana. Adapun obat antihipertensi yang biasa digunakan di Puskesmas
Pandak 1 adalah Methyldopa dan Nifedipine. Penatalaksanaan pada pasien dengan
hipertensi kronik seharusnya sudah dimulai sejak sebelum kehamilan dengan
prenatal care untuk menyediakan konseling terkait kehamilan dan untuk
mengoptimasi pemberian regimen antihipertensi sebelum hamil. Selain itu
perbaikan gaya hidup sebelum hamil juga perlu dilakukan dengan pembatasan
konsumsi sodium, penurunan berat badan dan implementasi DASH diet (Fulay et
a.l, 2018). Adapun selama kehamilan modifikasi gaya hidup disarankan untuk

6
pasien dengan berat badan berlebih dan obesitas. Pembatasan sodium selama
kehamilan dilakukan setelah usia kehamilan > 12 minggu (Seely & Ecker, 2014).
Target penurunan tekanan darah saat kehamilan belum ada ketetapan yang pasti.
Beberapa ahli menyarankan untuk menghentikan obat antihipertensi ketika tekanan
darah mencapai bawah batas yakni < 140/90 mmHg. Canadian guidelines
menyarankan untuk menghentikan antihipertensi dengan cara tapering dose saat
tekanan darah < 130/80 mmHg dan berhenti total saat tekanan darah konsisten di
bawah batas (Lowe et al., 2009).
Obat antihipertensi yang digunakan aman untuk ibu hamil menurut Food
and Drug Administration (FDA) adalah α-Methyldopa 2x250 mg per oral dan
Labetalol 2x100-1200 mg per oral sebagai first line; Nifedipine sebagai alternatif
first line; kemudian β-Blockers dan Thiazide sebagai second line (Brown &
Garovic, 2014).
Selain hipertensi yang diderita pasien juga mengeluhkan adanya gatal pada
abdomen bagian atas, dari hasil pemeriksaan ditemukan papul hiperpigmentasi
terlihat seperti pelebaran folikel rambut. Pasien tidak melakukan pemeriksaan
penunjang baik laboratorium maupun pemeriksaan histopatologi. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik (status internus dan status dermatologis) menurut dokter
puskesmas pasien mengalami dermatitis atopik yang merupakan dermatosis umum
pada kehamilan.
Dari hasil inspeksi kondisi kulit yang terlihat adanya bentol-bentol
kecoklatan. Ujud kelainan kulit berupa papul kecoklatan (hiperpigmentasi).
Keluhan dirasakan sejak hamil dan gatal saat malam hari. Tidak ada riwayat alergi
atau konsumsi obat yang menyebabkan keluhan.
Umumnya pruritus atau gatal-gatal pada saat kehamilan disebabkan oleh
dermatosis spesifik diantaranya erupsi atopi (AEP), herpes (pemphigoid)
gestasionis, intrahepatic cholestasis of pregnancy (ICP), polymorphic eruption of
pregnancy (PEP) (dikenal juga sebagai pruritic urticarial papules and plaques of
pregnancy (PUPPP), prurigo of pregnancy (PP), dan pruritic folliculitis of
pregnancy (PFP) (Koutrolis et al., 2011).
Pada kasus dengan keluhan pruritus pada kehamilan, diagnosis penyebab
pertama kali harus menyingkirkan kemungkinan urtikaria, erupsi obat, dermatitis
kontak, pityriasis rosea, miliaria dan scabies. PEP dan PG biasanya muncul pada
trimester lanjut, sedangkan AEP biasanya pada trimester awal (Ambros-Rudolph,
2011).
ICP merupakan pruritus tanpa lesi primer pada kulit setelah 30 minggu
gestasi. PP merupakan lesi pruritus pada ekstremitas ekstensi dengan onset 25-30
minggu gestasi. PEP biasanya terjadi pada primigravida pada usia kehamilan 35
minggu. PFP berupa erupsi folikular pada trunkus dalam bentuk papul atau seperti
jerawat pada semua usia kehamilan (Koutrolis et al., 2011).

7
Gambar 1. Algoritma tatalaksana pruritus pada kehamilan
(Sumber: Ambros-Rudolph, (2011, p. 9)

Pasien tidak mendapatkan tatalaksana untuk keluhan gatalnya, tatalaksana


yang biasa diberikan di puskesmas berupa salep steroid hidrokortison. Lesi kulit
dan keluhan umumnya dapat sembuh sendiri dan tidak mempengaruhi janin.
Tatalaksana simptomatik yang dapat diberikan diantaranya hidrasi kulit,
kortikosteroid topikal (misalnya hidrokortison butirat 0,1% atau klobetasin butirat
0,05%), antihistamin, dan fototerapi (Babalola & Strober, 2013).

KESIMPULAN
Pasien wanita primigravida berusia 29 tahun G1P0A0 Ah0 UK31+4
didiagnosis kehamilan dengan hipertensi kronis. Pasien didiagnosis hipertensi
kronis karena terdapat riwayat hipertensi sejak sebelum kehamilan dan sedang
mengkonsumsi obat antihipertensi. Gatal pada pasien diduga merupakan dermatitis
atopik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ambros-Rudolph, C. M. (2011). Dermatoses of Pregnancy - Clues to Diagnosis,


Fetal Risk and Therapy. Annals of Dermatology, 23(3), 265.
doi:10.5021/ad.2011.23.3.265

Babalola, O., & Strober, B. E. (2013). Treatment of atopic dermatitis in pregnancy.


Dermatologic Therapy, 26(4), 293–301. doi:10.1111/dth.12074

Brown, C. M., & Garovic, V. D. (2014). Drug Treatment of Hypertension in


Pregnancy. Drugs, 74(3), 283–296. doi:10.1007/s40265-014-0187-7

Cunningham FG et al. (2014). William Obstetrics 23rd Ed. McGraw-Hill


Companies Inc. : New York.

Fulay, A. P., Rifas-Shiman, S. L., Oken, E., & Perng, W. (2018). Associations of
the dietary approaches to stop hypertension (DASH) diet with pregnancy
complications in Project Viva. European Journal of Clinical Nutrition.
doi:10.1038/s41430-017-0068-8

Kevin P. Hanretty. (2014). Ilustrasi Obstetri (7th ed.; Budi Iman Santoso, ed.).
Singapore: Elsevier Ltd.

Lowe, S. A., Brown, M. A., Dekker, G. A., Gatt, S., McLintock, C. K., McMahon,
L. P., … Walters, B. (2009). Guidelines for the management of hypertensive
disorders of pregnancy 2008. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics
and Gynaecology, 49(3), 242–246. doi:10.1111/j.1479-828x.2009.01003.x

Lu, G. (2016). Chronic Hypertension and Pregnancy. https://doi.org/10.1007/5584

Prawirohardo, S. (2008). Ilmu Kebidanan (4th ed.). Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Sari, N. K., Hakimi, M. and Rahayujati, T. B. (2016) ‘Determinan gangguan


hipertensi kehamilan di Indonesia’, pp. 295–302.

Seely, E. W., Ecker, J., Seely, E. W., & Ecker, J. (2014). Cardiovascular
Management in Pregnancy Chronic Hypertension in Pregnancy. 1254–1261.
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.113.003904

Sirait, A. M. (2012) ‘Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia dan


Berbagai Faktor Yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007)’, Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 15(2 April 2012), pp. 103–109. Available at:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2983/2216.

Anda mungkin juga menyukai