Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................................... ii
Abstraksi ......................................................................................................................... iii
Daftar Isi………………………………………………………………............................1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 2
1.2 Tujuan....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II ISI
2.1 Identifikasi Istilah Sulit .............................................................................. 4
2.2 Identifikasi Maslah .................................................................................... 4-5
2.3 Analisa Masalah ....................................................................................... 5-6
2.4 Strukturisasi Konsep ................................................................................. 6
2.5 Learning Objective ................................................................................... 7
2.6 Belajar Mandiri ......................................................................................... 7
2.7 Sintesis .................................................................................................... 7-21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….......22
3.2 Saran ....................................................................................................... 22

Daftar Pustaka 23

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari pengetahuan tentang sejarah, sifat
kimia dan fisika, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi,
distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat. Farmakologi merupakan sub
bidang ilmu yang dipelajari dalam bidang farmasi maupun kedokteran. Dalam bidang
kedokteran, ilmu ini dibatasi tujuannya agar obat dapat digunakan secara rasional untuk
maksud pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit demi keamanan dan khasiat
terapi yang diharapkan. Penggunaan obat secara rasional yang dimaksudkan adalah
pemberian obat terhadap seorang pasien suatu penyakit dengan jenis penyakit dan dosis
serta cara penggunaannya, karena kesalahan pemberian obat dapat berakibat fatal dan
membahayakan jiwa seorang pasien.
Kesalahan pemberian obat yang sering terjadi mungkin disebabkan oleh kesalahan
diagnosis atau karena kurang diperhatikanya dosis dan cara pemakaian obat yang sesuai
dengan kondisi pasien. Hal ini disebabkan karena banyaknya obat yang beredar sekarang
ini khususnya di Indonesia, sementara daya ingat manusia khususnya seorang dokter atau
paramedis non dokter mempunyai kapasitas yang terbatas untuk mengingat semua jenis
obat yang beredar, sehingga penggunaan obat kadang hanya bersifat uji coba. Sifat uji
coba ini justru akan menimbulkan efek samping negatif yang merugikan baik bagi pasien
maupun bagi dokter atau paramedis non dokter itu sendiri.
Untuk alasan tersebut di atas, maka perlu dibuat sebuah sistem yang dapat membantu
mendiagnosa penyakit dan menentukan obat yang akan diberikan kepada pasien sebagai
tindakan medis yang akan ditempuh. Penentuan obat yang dimaksud di sini meliputi
penentuan jenis obat yang disesuaikan dengan kondisi pasien

1.2 Tujuan
Berdasarkan skenario yang diberikan pada modul ini, kami mengidentifikasi tujuan
pembelajaran pada modul ini yaitu: Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan
menjelaskan mengenai:
1) Apa saja bentuk sediaan obat?
2) Cara pemakaian obat?
3) Apa itu bioavailabilitas obat?
4) Bagaimana obat berinteraksi dengan tubuh (farmakokinetik dan farmakodinamik)?

2
5) Bagaimana cara menulis resep obat yang baik dan benar?

1.3 Manfaat
Setelah melewati modul ini mahasiswa diharapkan mengetahui dan dapat menjelaskan
hal-hal yang berhubungan dengan farmakologi dasar serta cara menulis obat dan
sediaanya secara baik dan benar. Mahasiswa juga diharapkan agar dapat menerapkan
hal-hal yang sudah didapatkan.

3
BAB II
ISI

Skenario

Putri merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran yang sedang mempelajari matakuliah


farmasi kedokteran gigi. Pada mata kuliah ini putri belajar tentang farmakologi. Putri
diajarkan mengenai bentuk-bentuk sediaan obat dan dia baru mengetahui cara pemakaian
obat itu berbeda untuk setiap golongan obat. Dibuku dijelaskan bahwa obat harus diminum
sesuai dengan dosis dan aturan karena setiap obat mempunyai bioavailabilitas yang
berbeda. Obat yang diberikan kepada pasien pun harus mempertimbangkan interaksi antara
satu obat dengan obat yang lain. Dosis obat yang diberikan untuk setiap pasien berbeda
dengan pasien yang lainnya. Putri juga baru mengetahui bahwa ternyata setiap obat
memiliki efek samping, indikasi dan kontraindikasi yang berbeda-beda. Salah satu
kontraindikasi yang umum terdapat pada golongan obat adalah pasien dengan riwayat
penyakit sistemik tertentu. Hal lain yang juga penting adalah farmakokinetik dan
farmakodinamik obat.Untuk itu, jika Putri ingin menjadi seorang dokter gigi perlu memiliki
pemahaman yang baik tentang obat dan mampu membuat resep obat secara rasional.

2.1 Identifikasi Istilah Sulit

1) Bioavailabilitas: Tingkat sejauh mana obat diserap oleh tubuh, laju dan jumlah obat
yang sampai ke sistem sirkulasi.
2) Farmasi: Bidang kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia untuk memastikan
efektivitas obat.
3) Farmakologi: Ilmu yang mempelajari tentang obat.
4) Farmakodinamik: Cara kerja obat terhadap fungsi berbagai organ didalam tubuh.
5) Farmakokinetik: Farmako : obat, kinetik : jalannya.
6) Sediaan obat: Bentuk yang berisikan substansi aktif biasanya dicampur dengan
sejumlah medium.
7) Obat: Senyawa yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit pasien.

2.2 Identifikasi Masalah

1) Apa saja bentuk-bentuk sediaan obat ?


2) Bagaimana cara pemakaian obat ?
3) Bagaimana menentukan dosis obat ?
4) Apa manfaat dari bioavailabilitas pada obat dan faktor apa saja yang
mempengaruhinya ?
4
5) Bagaimana proses farmakokinetik dan farmakodinamik pada suatu obat ?
6) Bagaimana interaksi obat satu dengan yang lain didalam tubuh ?
7) Bagaimana cara menulis resep obat ?

2.3 Analisa Masalah


1) BSO

 Cair/larutan : sirup, obat tetes


 Inhalasi (gas) : masuk ke sediaan cair
 Setengah padat : gel, cream
 Padat : pil, kapsul, tablet (tablet kunyah dan tablet berbuih)
 Padat berbentuk serbuk : purvis, pulveres

2) Cara pemakaian obat

 Entral : oral dan sublingual (ditempatkan dibawah lidah)


 Parentral (disuntik)
 Inhalasi (melalui membran mukosa)
 Intranasal (dimasukkan langsung dalam hidung)
 Topikal
 Transdermal
 Rektal

3) Menentukan dosis
Tergantung pada usia pasien, berat badan, dan jenis kelamin. Jenis dosis: dosis lazim,
dosis maksimal (dosis terbesar), dosis toksik (dosis racun).
4) Manfaat bioavailibilitas
Fungsinya untuk mengetahui seberapa laju obat masuk ke tubuh. Faktor yang
mempengaruhi : faktor fisikokimia, faktor subjek, rute pemberian obat, interaksi makanan
yang dimakan dan interaksi antara obat dan obat.
5) Farmkokinetik
Absorbsi (tergantung dari obat), distribusi, metabolisme (proses bekerjanya obat didalam
tubuh), ekskresi (dibuang melalui urine/keringat)

Farmakodinamik
Lebih ke tipe-tipe obatnya contohnya :

 Tetrasiklin (kerjanya dihati)

5
 Interaksi adaptif (2 obat memberi efek farmakologi yang sama), memberikan efek
toksis. Interaksi antagonis (saling berlawanan)
 Contohnya : kafein (mempercepat distribusi obat)

6) Sudah terjawab
7) Penulisan resep

 Inskripsio: harus ada nama dokter, alamat, dll


 Pro: nama pasien, jenis kelamin, dll
 Preskipsio: nama obat, bentuk sediaan obat
 Signatura: cara pemakaian obat, jumlah obat
 Subskripsio: tanda tangan dari dokter

Catatan penting dalam penulisan resep:


Sebaiknya tidak ditulis dalam penulisan kimia, tidak perlu ditulis satuannya, bentuk
sediannya ditulis, menuliskan cara pemberian, menuliskan apakah obat mengandung
bahan narkotika.

2.4 Peta Konsep

FARMAKOLOGI

BENTUK SEDIAAN OBAT

CARA PEMAKAIAN OBAT

DOSIS OBAT

BIOVAILABILITAS
FARMAKOKINETIK

INTERAKSI
OBAT FARMAKODINAMIK

CARA PENULISAN RESEP OBAT

2.5 Learning Objective

Mahasiswa mampu menjelaskan:


6
1. Bentuk sediaan obat
2. Cara pemberian obat
3. Dosis obat
4. Bioavailabilitas obat
5. Interaksi obat: farmakokinetik, farmakodinamik
6. Penulisan resep obat

2.6 Belajar Mandiri

Masing-masing anggota diskusi secara mandiri dengan tujuan belajar yang telah
dirumuskan pada LO untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas
pada diskusi kempok kecil (DKK) dengan mempergunakan refrensi yang telah tersedia dan
mengembangkan apa yang anggota kelompok pahami dari pembelajaran tersebut.

2.7 Sintesis
1. Bentuk Sediaan Obat
a. BSO Solid (Padat)
1) Serbuk adalah obat-obat baik tunggal ataupun merupakan campuran obat-obat
yang halus, terbagi rata, kering dan digunakan baik untuk pemakaian dalam
maupun pemakaian luar. Penggunaan Serbuk harus halus, homogen dan kering.
Serbuk terdiri atas :
• Pulvis adalah serbuk yang tidak dibagi-bagi digunakan untuk pemakaian luar,
biasa digunakan untuk pasien yang mengalami alergi dan gatal-gatal pada
kuliat contohnya bedak salicyl.
• Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bungkus-bungkus sebagai dosis
pemakaiannya dan hanya digunakan untuk pemakaian dalam. Serbuk terbagi
dibungkus dengan kertas perkamen, biasanya digunakan untuk anak-anak
atau orang yang sukar untuk menelan tetapi rasa dan baunya tidak dapat
ditutupi.

7
2) Kapsul adalah sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak,
mempunyai ukuran berbeda-beda, dan mengandung bahan obat padat
(berbentuk serbuk, granul, pellet) atau cairan yang dikentalkan. Jenis kapsul:
• Kapsul pati: tidak digunakan lagi
• Kapsul gelatin: kapsul lunak (35% gelatin dan 65% gliserol) dan kapsul keras
(gelatin, gula dan air)
Pengisian kapsul: Pencampuran serbuk = pulveres. Bedanya pada tahap
pengemasan pulveres dibagi kemudian dibungkus, sedangkan pada kapsul
setelah dibagi serbuk dimasukkan ke dalam cangkang kapsul.

3) Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi, dibuat secara kempa atau cetak berbentuk rata atau cembung rangkap.
Dalam pembuatannya dosis obat diteliti dan rasa dan iritasi pada lambung dapat
dihindari juga praktis dalam penggunaan dan penyimpanan. Contohnya adalah
Tablet Kunyah yang memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut,
mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet ini
digunakan dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi multivitamin
dan antasida. Tablet Berbuih (Tablet Efervesen) adalah kombinasi antara
senyawa asam yakni asam sifrat atau asam tartat ataupun kombinasi dari
keduanya dengan senyawa basa yakni Natrium Bikarbonat. Tablet efervesen
sebelum ditelan dilarutkan dalam air, sehingga menghasilkan gas karbondioksida
(CO2) contohnya adalah Vitamin CDR.

8
4) Tablet Bersalut terdiri dari suatu inti, diselimuti oleh suatu lapisan yang teratur
sempurna, dan umumnya berwarna. Salah satu tujuan dibuatnya adalah
Menutupi rasa atau bau yang tidak enak, melindungi obat terhadap pengaruh luar
(oksigen dan kelembaban udara).
• Tablet bersalut gula: sering disebut dragee. Penyalutan dilakukan dengan
larutan gula dalam panci. Untuk mengkilapkan tablet diputar dengan motor
penggerak yang dilengkapi dengan alat penghisap dan sistem penghembus
dengan udara panas (blower).
• Tablet salut kempa: sering disebut tablet dalam tablet. Cepat pembuatannya
dan lebih ekonomis, proses pembuatannya harus bebas lembab (tidak
terjadi incompabilitas). Proses pembuatan, granul halus dan kering dikempa
di sekitar tablet inti.
• Tablet salut selaput: yang dilapisi selaput tipis dengan zat penyalut yang
disemprotkan pada tablet. Sebagai zat penyalut digunakan CMC Na,
selulosa asetat ftalat, hidroksietilselulosa dengan beberapa perbandingan
dalam campuran Polietilenglikol& polivinilpirolidon dalam pelarut alkohol.
• Tablet salut enterik: Disalut dengan zat penyalut yang relatif tidak larut
dalam suasana asam di lambung, hancur / larut dalam suasana basa di usus
dan membebaskan bahan obat yang terkandung dalam tablet. Bahan salut :
campuran serbuk lilin karnauba atau asam stearat dan serabut tumbuh-
tumbuhan dari agar-agar.

5) Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina (ovula) atau uretra (bacilla). Umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai
pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal
atau sistematik contohnya pada penyakit hemoroid yang obatnya dapat langsung
diserap oleh membran mukosa dalam rektum yang terdapat banyak pembuluh
kapiler dan dapat langsung masuk dalam saluran darah dan berefek lebih cepat
daripada penggunaan peroral.

9
b. BSO Cair
1) Solutiones (Larutan) adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih
bahan obat yang larut, terdapat zat kimia yang terlarut seperti solud (zat yang
terlarut) dan solvent (pelarut) biasanya dilarutkan dalam air. Sediaan ini dapat
digunakan untuk pemakaian dalam dan pemakaian luar. Contoh larutan obat luar
adalah Collutoria = kolutorium = obat cuci mulut, dan Gargarisma = Gargle =
Obat kumur dan betadine. Contoh Obat dalam adalah Sirup yang merupakan
sediaan cair berupa Larutan yang mengandun sakarosa. Kecuali dinyatakan lain
kadar sakarosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
2) Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi
harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan,
endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan
untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin
sediaan mudah digojog dan dituang Pada etiket harus tertera “kocok dahulu”
dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat sejuk.
• Sirup dan suspensi kering adalah sediaan obat yang dalam perdagangan
berada dalam keadaan kering (powder), bila hendak diberikan kepada pasien
harus ditambahkan aquadest sampai garis tanda kalibrasi yang diinginkan.
• Setelah menjadi sirup atau suspensi cair, waktu penggunaan amat terbatas
yaitu 7-10 hari. Kalau waktu pemakaian lebih lama potensi obat menurun
atau hilang.

c. BSO Semi Padat


1) Unguentum (Salep) adalah gel dengan perubahan bentuk plastis yang
digunakan untuk kulit sehat, sakit, atau terluka, atau pada selaput lendir hidung
dan mata (Farmakope Indonesia). Menurut efek terapi ada beberapa jenis:
• Salep epidermik (salap pelindung) melindungi kulit atau mengobati
epithelium, sebagai vehikulum sering dipakai vaselin atau campuran
hidrokarbon.
• Salep endodermik (salap penetrasi) bahan obat berpenetrasi melalui kulit
sehingga bekerja lebih dalam dari permukaan kulit. Vehikulum berupa lemak.
Contoh: adeps lanae/lanolin atau campuran kolesterol, stearil alkohol, cera
alba, dan vaselin album.

10
• Salep diadermik (salap resorpsi) pelepasan bahan obat menembus kulit dan
menimbulkan efek tetap. Obat ini tidak lazim hanya untuk senyawa tertentu,
misalnya obat senyawa raksa, iodida, dan belladonna. Vehikulum yang
digunakan lanolin, adeps lanae, dan oleum cacao.
2) Creamor (krim): sediaan yang banyak mengandung air tidak kurang dari 60%,
mempunyai konsistensi lebih lembut dan halus dari salep asli, mudah dicuci
dengan air dan biasanya digunakan pada daerah yang terangsang dan sensitif.
3) Pasta: sediaan kental kaku, biasanya tidak meleleh pada suhu tubuh,
membentuk lapisan pelindung didaerah yang dioleskan dan mengandung zat
padat lebih besar dari 50%. Tujuan penggunaan mengurangi atau
menghilangkan rasa gatal pada kulit juga dapat memberikan rasa sejuk karena
mengandung air.
4) Gel: Berbentuk seperti jelly, mencair ketika terkena suhu tubuh, dipergunakan
terutama pada membran mukosa sebagai pelicin.

2. Cara Pemberian Obat


Cara pemberian obat atau rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan
dari penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute
pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral.

a. Enteral: rute pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna.
1) Oral: memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang
paling umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit
untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun,
duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena
permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari
saluran cerna dan masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak
obat ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat
mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat
waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya
penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat
yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat
melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal
ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga
menghasilkan preparat lepas lambat.

11
2) Sublingual: penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi
kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai beberapa
keuntungan yaitu absorpsinya cepat, kenyamanan dalam pemberiannya,
kejadian infeksi yang rendah, terhindar dari lingkungan pencernaan yang kasar,
dan terhindar dari metabolisme lintas pertama sehingga efektivitas kerja obat
dapat bekerja dengan baik.

b. Parenteral: Rute ini mengahantarkan obat langsung ke sistem sirkulasi


sistemik.Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk
melalui salurancerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran
cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak
sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian
parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya
dimasukkan kedalam tubuh. Keuntungan dari pemberian lewat cara ini adalah
bioavailabilitasnya yang tinggi, tidak terkena metabolisme lintas pertama, namun
kekurangannya adalah bersifat irreversibel dan dapat menyebabkan efek nyeri serta
mudahnya terkontaminasi agen infeksi. Berikut cara pemberian obat secara
parenteral:

1) Intravena (IV): Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang
sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena
itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu
efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi.
Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang
disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan
activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan
bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena
pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-
jaringan. Oleh karena itu, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati.
Perhatian yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan
secara intra-arteri.

2) Intramuskular (IM): Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa


larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam
vehikulum non aqua seperti etilen glikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat

12
sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah
vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat
suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis
sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang
panjang.

3) Subkutan: Rute pemberian ini, seperti halnya suntikkan pada intramuskular,


memerlukan absorbsi dan agak lebih lambat dibanding rute intravena. Rute ini
dengan menginjeksikkan obat ke daerah subkutan, cara ini dapat mengurangi
resiko yang berhubungan dengan suntikan intravaskular. Contohnya pada
sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat
untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal
dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian.
Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat
seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang
diimplantasi unutk jangka yang sangat panjang.

c. Lain-lain

1) Inhalasi: inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan


luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir
sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Rute
ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan keluhan pernafasan
seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan
langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.

2) Intranasal: Ini merupakan cara pemberian obat yang diberikan langsung ke


dalam hidung. Obat-obatan tersebut meliputi dekongestan nasal, seperti
kortikosteroid anti-inflamasi mometasone furoate. Desmopressin diberikan
secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus; kalsitonin insipidus;
kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam pengobtana
osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain,
biasanya digunakan dengan cara mengisap.

3) Intratekal/intraventrikular: Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat


secara langsung ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada
leukemia limfostik akut.

13
4) Topikal: Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk
krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin
atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan
memudahkan pengukuran kelainan refraksi.

5) Transdermal: Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian


obat pada kulit, biasanya melalui suatu koyok transdermal. Kecepatan absorbsi
sangat bervariasi tergantung pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian.
Cara pemberian obat ini paling sering digunakan untuk pemberian tertentu,
seperti obat antiangina, nitrogliserin, antiemetik scloropolamine, dan koyok
kontraseptif sekali seminggu (Ortho Evra) yang memiliki efek serupa dengan pil
pencegah kehamilan yang diberikan secara per oral.

6) Rektal: 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai
keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus
atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat
menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering
muntah-muntah. Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal umumnya adalah
suppositoria dan

3. Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek
tertentu terhadap suatu penyakit. Jika dosis terlalu rendah, maka efek terapi tidak tercapai.
Sebaliknya jika berlebih, bisa menimbulkan efek toksik atau keracunan bahkan
kematian.Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis obat adalah sebagai berikut:

a. Umur
Umur pasien merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan dosis obat. Dosis
yang diperuntukan bagi pediatrik merupakan pecahan dari dosis orang
dewasa. Kebanyakan fungsi fisiologis tubuh mulai berkurang pada usia dewasa.
Penurunan fungsi ginjal dan hati dapat memperlambat hilangnya obat dari tubuh
bahkan meningkatkan kemungkinan akumulasi dari obat dalam tubuh dan
menimbulkan keracunan.

b. Berat badan
14
Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran tubuh mempengaruhi
konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Rasio antara jumlah obat yang digunakan
dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Untuk itu
dosis obat memerlukan penyesuaian dari dosis biasa untuk orang dewasa ke dosis
yang tidak lazim, pasien kurus atau gemuk, penentuan dosis obat untuk pasien yang
lebih muda, berdasarkan berat badan lebih tepat diandalkan dari pada yang
mendasarkan kepada umur sepenuhnya. Dosis obat berdasarkan kepada berat badan,
dinyatakan dalam milligram (obat) perkilogram (berat badan).

c. Status Patologi
Efek obat-obatan tertentu dapat dimodifikasikan oleh kondidi patologi pasien dan
harus dipertimbangkan dalam penentuan obat yang akan digunakan dan juga
dosisnya yang tepat. Obat-obat yang memiliki potensi berbahaya tinggi pada suatu
situasi terapentik tertentu hanya boleh dipakai apabila kemungkinan manfaatnya
melebihi kemungkinan resikonya terhadap pasien, dan bila sudah tidak ada lainnya
yang cocok dan kemungkinan keracunannya lebih rendah.

d. Terapi dengan obat yang diberikan secara bersamaan.


Efek-efek suatu obat dapat dimodifikasikan dengan pemberian obat lainnya secara
bersamaan atau sebelumnya. Keterlibatan semacam ini antara obat-
obatan dihubungkan atau dirujuk pada interaksi obat-obatan dan merupakan akibat
interaksi obat-obatan secara fisik, kimiawi, atau karena terjadinya perubahan pada
pola absorpsi, distribusi, metabolisme atau eksresi salah satu obat tersebut.. Efek
dari interaksi obat dapat bermanfaat dan mengganggu terapi.

 Cara perhitungan dosis anak-anak didasarkan pada perhitungan perbandingan


dengan dosis dewasa
a. Berdasarkan umur
- Rumus Young
𝑛
𝐷𝑎 = × 𝐷𝑑 (𝑚𝑔)(𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐚𝐧𝐚𝐤 < 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
𝑛 + 12

- Rumus Dilling
𝑛
𝐷𝑎 = × 𝐷𝑑 (𝑚𝑔)(𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒂𝒏𝒂𝒌 > 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
20

15
Keterangan :
Da : Dosis obat untuk anak
Dd : Dosis obat untuk dewasa
n : umur anak dalam tahun

b. Berdasarkan berat badan


- Rumus Thremich – Fier (Jerman)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑔


× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
70

 Untuk orang lanjut usia


4
 Usia 60-70 tahun : × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
5
3
 Usia 70-80 tahun : × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
4
2
 Usia 80-90 tahun : × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
3
1
 Usia > 90 tahun : × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
2

4. Bioavailabilitas Obat
Bioavailabilitas adalah fraksi obat yang diberikan dan mencapai sirkulasi sistemis. Faktor
yang mempengaruhi bioavailabilitas :
1) Metabolisme lintas pertama hati
2) Bila suatu obat di absorbsi memalui saluran cerna obat menuju sirkulasi portam
sebelum mencapai sirkulasi sistemis. Jika obat teraebut cepat di metabolisme oleh
hati jumlah obat yang tidak berubah yang masuk sirkulasi sistemik berkurang.
3) Kelarutan obat
4) obat-obat yang sangat hidrofilik kurang di absorbsi karena ketidakmampuannya
menembus membran sel yang kaya lipid. Sebaliknya, obat-obat yang sangat
hidrofobik juga kurang di absorbsi karena tidak terlalut dalam cairan tubuh sehingga
tidak dapat meraih permukaan sel-sel. Agar suatu obat mudah di absorbsi, obat
harus bersifat hidrofobik tetapi memiliki kelarutan tertentu dalam larutan berair.
5) Ketidakstabilan kimiawi
6) Beberapa obat seperti penicilin G, tidak stabil terhadap pH lambung
7) Sifat formulasi obat
8) Absorbsi obat dapat terganggu oleh faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan
16
sifat kimiawi obat.

5. Interaksi Obat
• Farmakokinetik
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya
mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi
dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika.
1) Absorpsi dan Bioavailabilitas: Kedua istilah tersebut tidak sama artinya.
Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian,
menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan
dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara
klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah
obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sistemik dalam bentuk
utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang
diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik.
Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian
oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut.
Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian
mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi
oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas
menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus
metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas
pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral
(misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau
memberikannya bersama makanan.
2) Distribusi: setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi
segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua
jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di
atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru
mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang

17
interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu
melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah
larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam
otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus
membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat
bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat
dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar
obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan
berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3) Biotransformasi / Metabolisme: proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang
larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,
pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya
sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat
(prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan
mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya
berakhir. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam
retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk
mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain
misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi: Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam
bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau
metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada
ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting.
Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian
diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam
menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi
melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang

18
relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur
dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik,
misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

• Farmakodinamik
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai
organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat
ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan
mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi.
1) Mekanisme Kerja Obat: efek obat umumnya timbul karena interaksi obat
dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya
ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons
khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak
menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah
ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih
berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat
berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga
berperan sebagai reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor).
Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis.
Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi
menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis
(agonist binding site) disebut antagonis.
2) Reseptor Obat: struktur kimia suatu obat berhubungan dengan afinitasnya
terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam
molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan
perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai
hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat
baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang
selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor
berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem
reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
3) Transmisi Sinyal Biologis: penghantaran sinyal biologis ialah proses yang
menyebabkan suatu substansi ekstraseluler (extracellular chemical

19
messenger) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis yang spesifik.
Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di
membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan
messenger ini bersifat polar. Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat
di membran sel ialah katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang
terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.
4) Interaksi Obat-Reseptor: Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan
substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion,
hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen.

6. Penulisan Resep Obat


Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :
1) Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi.
Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah
sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2) Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya
ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di
apotek.
3) Prescriptio/ Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang
diinginkan.
4) Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
Universitas Sumatera Utara
5) Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6) Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat
narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes
setempat).

20
Tanda-tanda pada resep
1) Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda
segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep,
yaitu: Cito! = segera Urgent = penting Statim = penting sekali PIM (Periculum in
mora) = berbahaya bila ditunda Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan
Cito!.
2) Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang,
dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan
berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2
x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep
narkotika, harus resep baru.
3) Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar
resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48
WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh
diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat
keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
4) Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika
dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui.
5) Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh
ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti
untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti
pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah
dengan resep obat lainnya (Jas, 2009).

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan. Dalam farmakologi
ada yang dinamakan sediaan obat, dimana sediaan obat adalah bentuk dari obat itu
sendiri. Ada yang cair, padat, dan semi-padat yang memiliki cara pengkonsumsian yang
berbeda pula. Dalam farmakologi ada yang namanya farmakodinamika dan farmakokinetik.
Farmakodinamik adalah apa yang dilakukan obat kepada tubuh atau efek obat tersebut
kepada tubuh, sedangkan farmakokinetik adalah apa yang dilakukan tubuh terhadap obat
tersebut. Mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sampai ekskresi.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangan baik
dalam hal penjelasan materi, keterbatasan penulisan, penggunaan ejaan-ejaan, serta
penyuntingan. Maka dari itu kritik serta saran yang sifatnya membangun dapat diberikan
agar makalah ini tercipta lebih baik dan bagus dari sebelumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya
Baru.
Stockley, I.H. (2008). Stockley’s Drug Interaction. Eight Edition. Great Britain:
Pharmaceutical Press.
Harvey A Richard, Champe Pamela C. 2016. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 4.
Jakarta:EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai