Anda di halaman 1dari 24

Pengertian Sediaan Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang, jernih, tembus
cahaya, dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase
terdispersi (Ansel, 1989).

Zat zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid
pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis
supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat
obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada
kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan
pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak


terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel
terdiri dari kelompok kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini
dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).

Polimer polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik


meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta
bahan bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa,
hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, clan karbopol yang merupakan
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat
dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus
berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus


cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase
terdispersi (Ansel, 1989). Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil.

Senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing masing


terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal
315). Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat
dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik,
masing masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium
Nasional, hal 315)

Sediaan gel (dari bahasa Latin gelu = membeku, dingin, es atau gelatus =
membeku) adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase: padat
dan cair. Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti
jelly), namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida
(mengalir). Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat
cair, namun mereka juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel
adalah gelatin, agar agar, dan gel rambut.
Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy) : menjadi cairan
ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang.
Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis.
Dengan mengganti cairan dengan gas dimungkinkan pula untuk
membentuk aerogel (‘gel udara’), yang merupakan bahan dengan sifat-sifat
yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas permukaan yang sangat
besar, dan isolator panas yang sangat baik.

Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi,


perkembangan di dunia farmasi pun tak mau ketinggalan. Semakin hari
semakin banyak kebutuhan, terutama untuk menunjang penampilan.
Berbagai macam bentuk sediaan farmasi, baik itu liquid, solid dan
semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.

Pernahkah kamu merasa bahwa sediaan krim dan lotion lebih banyak di
pasaran daripada sediaan gel?

Salah satu sediaan yang dikembangkan oleh para ahli saat ini adalah gel,
berikut merupakan definisi gel menurut beberapa sumber :

 Farmakope Indonesia edisi IV : Gel kadang kadang disebut jeli,


merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.
 Formularium Nasional : Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan.
 Ansel : Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil
atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Kegunaan Sediaan Gel
1. Untuk kosmetik, gel digunakan pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit
dan sediaan perawatan rambut.
2. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan kedalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)
3. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet bahan pelindung koloid dan suspensi, bahan pengental ada sediaan
cairan oral dan basis suppositoria.
Kegunaan (Lachman,1989. Pharmaceuitical Dosage System. Dysperse
system. Volume 2, hal 495 496)

Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat
dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang diinjeksikan
secara intramuskular.
Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.

Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,


termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan
perawatan rambut.

Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (Fl IV, hal 8).

Keuntungan, Kerugian, dan Kekurangan Sediaan


Gel
Keuntungan sediaan gel
Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994). Adalah sebagai berikut:

 Kemampuan penyebarannya baik pada kulit


 Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
 Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
 Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
Untuk Hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, eiastic, daya lekat tinggi yang tidak
menyumbat pori sehingga pernafasan pori tidak terganggu, mudah dicuci
dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada
kulit baik.

Kerugian sediaan gel


Untuk hidrogei : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

Kekurangan sediaan gel


Untuk hidroalkaholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada mata, penampilan yang buruk pada kulit bila
terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat
dan meninggalkan film yang berpori atau pecah pecah sehingga tidak
semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

Pengolongan Berdasarkan Sifat Fase Koloid


 Gel anorganik, contoh : bentonit magma
 Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
Berdasarkan sifat pelarut :
 Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang
saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti
interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik.

Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel


mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan
jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel;
hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan
dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga
meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya.

Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang


rendah setelah mengembang. Contoh: bentonit magma, gelatin

Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh: plastibase (suatu


polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan
didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam
minyak.

 Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui
sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut,
sehingga sisa sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat
dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang
mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel.

Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa
kering dan polystyrene.

Berdasarkan bentuk struktur gel :


 Kumparan acak
 Heliks
 Batang
 Bangunan kartu
Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel) :
Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba
sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan
antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat
dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam
(misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.

Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel
kecil yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, masa gel kadang kadang dinyatakan sebagai
magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan
terdispersi pada fasa kontinu.

1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal. Karakteristik gel
harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
3. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan).
4. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.
5. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelationl anorganik tidak larut, hampir secara
keseluruhan terdispersi pada fasa kontiniu.
Sifat dan Karakteristik Gel
Sifat dan karakteristik gel (disperse system) adalah sebagai berikut :

1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel.

Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar


polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.

2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada
waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk
massa gel yang tegar.

Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat


adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan
pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah,
sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis
dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut
hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental.

Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena


pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut), Gel yang tidak terlalu
hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel
dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan
geser.

Gel Na alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah


konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan
parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas


Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk 501 menjadi gel terjadi peningkatan
elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.

Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan


mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam macam
tergantung dari komponen pembentuk gel.

6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran.
Teori Pembentukan Gel
Menurut Fardiaz (1989) sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis
hidrokoloid ke hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya. Gel
mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti
padatan, khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity).
Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan
sangat kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal hal yang belum
diketahui tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel
hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga
dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang
terbentuk dengan merangkap sejumlah air di dalamnya.

Terjadi ikatan silang pada polimer polimer yang terdiri dari molekul rantai
panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga
dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya,
terjadi immobilisasimolekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan
tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu.
Gelasi merupakan fenomena yang melibatkan penggabungan,atau
terjadinya ikatan silang antar arantai rantai polimer. Ada tiga teori yang
dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan gel dan mendapat
banyak dukungan dari para ahli kimia koloid, yaitu :

a. Teori adsorpsi pelarut


Teori ini menyatakan bahwa gel terjadi sebagai akibat adsorpsi molekul
pelarut oleh partikel terlarut selama pendinginan yaitu dalam bentuk
pembesaran molekul akibat pelapisan zat terlarut oleh molekul molekul
pelarut.

Pembesaran partikel terjadi terus menerus sehingga molekul zat telarut


yang telah membesar bersinggungan dan tumpang tindih melingkari satu
sama lain sehingga seluruh sistem menjadi tetap dan kaku. Adsorpsi zat
pelarut akan meningkat dengan makin rendahnya suhu.

b. Teori jaringan tiga dimensi


Teori ini hampir sama dengan teori yang dikemukakan oleh Oakenfull clan
Tobolsky. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa senyawa
untuk mengadakan gelasi disebabkan oleh terbentuknya struktur berserat
atau terjadinya reaksi di dalam molekul itu serat.

Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tiga dimensi.


Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan
merupakan ikatan primer dari gugusan fungsional dan ikatan sekunder
yang terdiri dari ikatan hidrogen atau dapat juga terjadi antara gugus alkil.

Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensi akan menentukan
tipe gel yang dihasilkan.

c. Teori orientasi partikel


Teori ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan
bagi partikel terlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang
tertentu melalui pengaruh gaya dengan jangkauan yang panjang, seperti
yang terjadi pada kristal.

Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda beda tergantung pada jenis


bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis
dan sifat sifatnya adalah gel yang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein
dan gel yang dibentuk oleh polisakarida.
Kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida. Polisakarida yang memiliki
empat tipe struktur yang berbeda yaitu linear, bercabang tunggal, linier
berselang, dan tipe semak akan menghasilkan viskositas larutan yang
tergantung pada ukuran molekul, bentuk molekul, dan muatannya.

Jika molekul memiliki muatan yang dihasilkan dari ionisasi gugus tertentu
seperti karboksil, maka pengaruh muatan sangat besar. Gaya tolak
menolak Coulomb dari muatan muatan negatif yang tersebar sepanjang
molekul polisakarida cenderung meluruskan molekul (polimer), yang
menghasilkan larutan dengan viskositas tinggi.

Polisakarida linier dengan berat molekul yang sama dengan polisakarida


tipe semak, akan mempunyai viskositas yang lebih besar dalam larutannya
sebab girasi atau perputar‘an gerak polimer struktur linier meliputi daerah
yang lebih luas dan volume yang lebih besar.

Hal ini akan menyebabkan gesekan antar molekul lebih mudah terjadi
sehingga lebih meningkatkan gaya gesek dan viskositas larutan,
dibandingkan dengan polimer yang memiliki tingkat percabangan yang
tinggi. Namun hal ini tidak terjadi pada polimer linier yang tidak bermuatan
yang cenderung membentuk larutan yang tidak stabil.

Dasar Gel
Dasar gel yang umum digunakan adalah :

1. Dasar gel hidrofobik


Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak
secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang
khusus (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik


Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik
menarik pada pelarut dari bahan bahan hidrofilik kebalikan dari tidak
adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik.
Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya
mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan
pengawet (Voigt, 1994).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan


Gel
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid,
faktor faktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain
sehingga memberikan pengaruh yang sangat kompleks.

Di antara faktor faktor tersebut yang paling menonjol adalah konsentrasi,


suhu, pH,dan adanya ion atau komponen aktif lainnya.

a. Pengaruh konsentrasi
Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan
larutannya. Pada konsentrasi yang rendah larutan hidrokoloid biasanya
akan bersifat sebagai aliran Newtonian dengan meningkatnya kosentrasi
maka sifat alirannya akan berubah menjadi non Newtonian.

Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada


konsentrasi yang sangat rendah antara 1 5% kecuali pada gum arab yang
sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan konsentrasi 40%.

b. Pengaruh suhu
Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan
kekentalan, karena itu kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang
semula non Newtonian menjadi Newtonian.

c. Pengaruh pH
Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada
kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan
kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan
kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan.
d. Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion ion logam tertentu untuk
membentuk gelnya, karena pembentukan gel tersebut melibatkan
pembentukan jembatan melalui ion ionselektif.

e. Pengaruh komponen aktif lainnya


Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya
hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat
fungsional makin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun
bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid
hidrokoloid yang bergabung.

Zat Tambahan pada Sediaan Gel


 Komponen gel
 Zat aktif/berkhasiat
 Gelling Agent
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur yaitu gum arab,
turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut
berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam
cairan nonpolar.

Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel


karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa
surfaktan nonionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di
dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.

1. Adalah substansi hidrokoloid yang memberi konsistensi tiksotropi pada gel


2. Dikenal juga sebagai ‘solidiflers’ atau ‘stabilizer’ dan ‘thickening agent’
3. > larut dalam air dingin daripada air panas
4. Metilselulose dan polaxamer kelarutan > air dingin, bentonit, gelatin, Na
CMC
5. > larut dalam air panas
6. Gelling agent perlu neutralizer setelah dibasahi dalam medium pendispersi
7. Digunakan dengan konsentrasi 0,5-10%
8. Kebanyakan perlu waktu 24 48 jam untuk terhidrasi sempurna serta
mencapai viskositas dan kejernihan maksimum
9. Obat dapat ditambahkan sebelum gel terbentuk jika adanya obat tidak
mempengaruhi pembentukan gel. Viskositas berkisar 1000-100.000 cps
Contoh:
Tragacanth
 Polisakarida komplek alami dengan variasi sifat reologi dan kualitas
mikrobiologinya
 Diperoleh dari getah tanaman genus Astragalus
 Viskos, tidak berbau, tidak berwarna
 Konsentrasi yang diperlukan 5%
 Perlu dibasahi dengan etanol atau gliserin sebelum didispersi dalam air
 Digunakan untuk treatmen luka bakar topikal
 Bersifat asam dan memiliki BM 840.000
 Berfungsi sebagai ‘demulscent’ dan ‘suspending agent’
Fenugreek Mucilage
 Diekstrakdengan multiple maserasi biji jinten hitam
 Mengandung polisakarida galaktomanan
 Larut lambat dalam air, cepat dalam air panas membentuk larutan koloidal
viskous
 Ceiling concentration 2,5-3,5
Turunan Selulosa
Hidroksi propil metilselulose (HPMC)
HPMC merupakan turunan dari metal selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk
atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam
eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan
segera menggumpal dan membentuk koloid.

Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan


dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Anonim, 2006; Rowe.,
dkk, 2005).

Metilselulosa
 Larut dalam air dingin tapi tidak larut dalam air panas
 Nonionik dan stabil dalam spektrum pH luas
 Non toksik
 Kompatibel dengan air, alkohol (70%), dan propilenglikol (50%)
 Kejernihan, hidrasi, dan viskositas maksimum tercapai jika gel didinginkan
0-I0° C selama 1 jam
 Merk pasarannya Methocel HG dan Methocel MC
Hidroksietilselulosa
 Membentuk lapisan oklusif ketika diaplikasikan ke kulit dan dibiarkan kering
 pH 5,5 8,5
 Larut dalam air dingin dan panas
 Pendispersian lebih mudah dengan bantuan pengadukan pada suhu 20-
25° C kemudian dipanaskan hingga 60-70°C
Hidroksipropilselulosa
 Terhidrasi dan swelling dalam air
 Gel yang terbentuk lebih encer
 pH 5,5 8,5
 Larut dalam air dingin< 38°C membentuk koloidal halus dan jernih, suhu
40-45°C presipitasi
 Larut dalam pelarut organic dingin maupun panas (exzetanol)
 Gel stabil pada pH 6 8, pada pH rendah dan asam akan terhidrolisis dan
viskositas menurun, demikian juga kenaikan suhu hingga 45 C juga
menurunkan viskositas
Hidroksipropilmetilselulosa = Hipromelose
 Membentuk gel kental tapi toleransi terhadap ion muatan positif rendah
 Terdispersi dalam air dingin praktis tidak larut dalam air panas
 Penggunaan sebagai ‘thickening agent 0,25 5%
 Bersifat nonionic sehingga tidak bereaksi dengan garam metal membentuk
presipitat
 Inkompatibel dengan senyawa pengoksidasi
Cmc
 Umum digunakan dalam bentuk garam sodium, dikenal sebagai carmellose
sodium
 Membentuk gel kental
 Stabilitas maksimum pH 7-9
 Konsentrasi untuk gel 3-6%
 Larut dalam air di segala temperatur
 Presipitasi terjadi pada pH < 2 dan bila dicampur dengan ethanol 95%
 Inkompatibel dengan senyawa sangat asam, garam besi, logam aluminium,
merkuri, seng dan presipitasi dengan protein bermuatan positif.
Carbopol=carbomer
 Membentuk larutan asam pH 3,0
 Penetralisir ditambahkan untuk menaikan pH dan menyebabkan disperse
mengental membentuk gel (KOH, NaOH, TEA)
Zat tambahan
Polietilen (gelling oil)
Zat digunakan dalam gel hidrofobik menghasilkan gel yang lembut, mudah
tersebar, dan apisan/film yang tahan air pada permukaan kulit.

Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada


suhu tinggi (di atas 800C) kemudian langsung didinginkan dengan cepat
untuk mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.
Koloid padat terdispersi
Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara
pembentukan jaringan karena gaya tarik menarik antar partikel seperti
ikatan hidrogen

Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air,
dan konsentrasi yang tinggi (20 40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi
tersebut membentuk mikroemulsi. Bentuk komersial yang paling banyak
untuk jenis gel ini adalah produk pembersih rambut.

Wax
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti
beeswax, carnauba wax, setil ester wax.

Polivinil alkohol
Untuk membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Film yang
terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang baik
antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang berbeda dalam
viskositas dan angka penyabunan.

Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet
sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan
inkompatibilitasnya dengan gelling agent.

Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent

1. Tragakan: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat
0,05 % w/v
2. Na alginate: metil hidroksi benzoat 0,1 0,2 % w/v, atau klorokresol 0,1 %
w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
3. Pektin: asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % w/v
atau klorokresol 0,1 0,2 % w/v
4. Starch glyserin: metil hidroksi benzoat 0,1 0,2 % w/v atau asam benzoat
0,2 % w/v
5. MC: fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium klorida 0,02% w/v
6. Na CMC: metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02
% w/v
7. Polivinil alkohol: klorheksidin asetat 0,02 % w/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air.
Biasanya digunakan pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075%
dan propilparaben 0,025% sebagai pengawet.

Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA

Penambahan bahan higroskopis


Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %

Penyimpanan Gel
Cara penyimpanan sediaan gel :

1. Gel Lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan.


2. Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
3. Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot
salep.
4. Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah
penguapan.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Formulasi
Penampilan gel :
1. Transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi,
dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid
yang mempunyai struktur tiga dimensi.
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat
kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan
pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan
zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi
dengan komponen lain dalam formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab
polisakarida bersifat rentan terhadap mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid
tapi sifat soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga
mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan
perubahan viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak
terkontrol.
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat
penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat
menimbulkan syneresis (air mengambang diatas permukaan gel).
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya
adhesi antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka
sistem gel akan rusak.
Metode Pembuatan Gel
Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya metode pembuatan sediaan
semisolid dibagi menjadi dua :

1. Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan
bersamadan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini
perlu diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada
saat pelelehan.
2. Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan
dengan penambahan basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk
melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya,kemudian baru dicampur dengan
basis yang akan digunakan.
Evaluasi Sediaan Gel
A. Evaluasi Fisik
1. Penampilan
Yang dilihat penampilan, warna dan bau.
2. Homogenitas
Caranya: Oleskan sedikit gel di atas kaca objek dan diamati susunan
partikel yang terbentuk atau ketidak homogenan.
3. Viskositas/rheologi
Menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield
4. Distribusi ukuran partikel
Prosedur:
• Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide
mikroskop
• Lihat di bawah mikroskop
• Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber
cahaya
• Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4-
0,5 mm. Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah
dapat diperluas sampai 0,1
5. Uji Kebocoran
6. Isi minimum
7. Penetapan pH
8. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Ivantina
“Pelepasan Diklofenak dari Sediaan Salep”)
Prinsip: mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel
dengan cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada
waktu-waktu tertentu
9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan
Difusi Kloramfenikol dari Sediaan Salep”)
Prinsip: Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel
difusi dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan
penerima pada selang waktu tertentu)
10. Stabilitas gel (Dosage Form, Disperse System vol.2 hal 507) 1 tube
a. Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan
menggunakan penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau jarum.
Dalamnya penetrasi yang dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan
sediaan di bawah suatu tekanan.Yield value ini dapat dihitung dengan
rumus :
So = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2Yield value antara 100 1000 dines/cm²
menunjukkan kemampuan untuk mudah tersebar. Nilai di bawah ini
menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir, di atas nilai ini
menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar.
11. Dilakukan uji dipercepat dengan :
– Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM).
Amati apakah terjadi pemisahan atau tidak (Lachman hal 1081)
– Manipulasi suhu
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60,
70 ° Amati dengan bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu
berapa terjadi pemisahan, makin tinggi suhu bearti makin stabil)
B. Evaluasi kimia
 Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
 Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendialain)
C. Evaluasi biologi
 Uji penetapan potensi antibiuotik (lihat lampiran F1 IV hal 891)
 Uji sterilitas (lihat Lampiran FI IV Hal 855)
Syarat-syarat Sediaan Gel
1. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada
permukaan kulit
2. Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan Memiliki derajat
kejernihan tinggi (efek estetika)
3. Tidak meninggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti film saat
pemakaian
4. Mudah tercucikan dengan air
5. Daya lubrikasi tinggi
6. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan (Formularium
Nasional, hal 315).
Mekanisme Kerja Sediaan Topical (Gel)
Penetrasi sel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak
digunakan pada kondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel
analgetik.

Rute difusi jalur transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel
membentuk lapisan absorbi

PENGERTIAN KRIM

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, terdiri dari emulsi mengandng udara
tidak kurang dari 60% dan dikelola untuk penggunaan luar.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Menurut Formularian Nasional

Krim mengandung sediaan setengah padat, mengandung emulsi mengandung air


tidak lebih dari 60% dan mengandung untuk penggunaan luar.

Krim adalah sediaan semi padat, umumnya terdiri dari emulsi m / a (krim berair)
atau emulsi a / m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)

II PENGGOLONGAN KRIM
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam udara yang dapat diisi dengan udara
dan lebih sesuai untuk penggunaan kosmetika dan estetika.

Ada dua jenis krim , yaitu:

1. Tipe M / A atau O / W

Krim m / a (krim vanishing) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim m / a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang merupakan rantai panjang alkohol
Sementara untuk beberapa sediaan kosmetik penggunaan asam lemak lebih
populer.

Contoh: krim lenyap

Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan,


melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing creamsebagai pelembab (lapisan
atas ) tertarik lapisan / film pada kulit.

2. Tipe A / M atau W / O

Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A / M yang spesifik seperti adeps


lane, wol alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak
dengan logam bervalensi 2, missal Ca.

Krim A / M dan M / A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika


emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.

Contoh: krim dingin

Krim dingin adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberikan rasa
dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih putih dan bebas dari
butiran. Krim dingin mengandung minyak mineral dalam jumlah besar.

AKU AKU AKU. KELEBIHAN & KEKURANGAN SEDIAAN KRIM


Kelebihan sediaan krim, yaitu :

1. Mudah menyebar rata


2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dioperasikan
4. Cara kerja berkelanjutan pada jaringan lokal
5. Tidak lengket Terutama tipe m / a
6. Memberikan rasa Dingin ( krim dingin ) Berupa tipe a / m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian jumlah topikal yang diabsorpsi tidak cukup dialihkan.

Kekurangan sediaan krim, yaitu:

1. Membuat pekerjaan karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas


2. Mudah pecah dalam pembuatan formula tidak pas
3. Mudah kering dan mudah rusak khusus a / m karena sistem terhambat
campuran terutama karena perubahan suhu dan perubahan komposisi
tergantung salah satu fase secara berlebihan.

IV. BAHAN-BAHAN PENYUSUN KRIM

Formula dasar krim, antara lain:

1. Minyak, yaitu bahan obat dalam minyak, bersifat asam

Contoh: asam asetat, parafin liq, octaceum, cera, vaselin, dan lain-lain.

2. Fase udara, yaitu bahan obat yang larut dalam udara, rusak basa.

Contoh: Natr, Tetraborat (boraks, Na. Biborat), TEA, NAOH, KOH,


gliserin, dll

Bahan - bahan penyusun krim , antara lain:

- Zat berkhasiat

- Minyak

- Udara

- Pengemulsi
 Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang akan dibuat / dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat
digunakan emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol,
trietanolalamin stearat, polisorbat, PEG.

Bahan - bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain:

 Zat pengawet ===> Untuk meningkatkan lean sediaan

Bahan pengawer yang sering digunakan adalah metal paraben 0,12 - 0,18% propel
paraben 0,02 - 0,05%.

 Pendapur ===> untuk mempertahankan PH sediaan


 Pelembab
 Antioksidan ===> untuk mencegah ketengikan oksidasi oleh cahaya pada
minyak tak jenuh.

V. CARA ABSORPSI

Absorpsi Perkutan

Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena peniru dari lingkungan luar ke


bagian kulit dalam dan fenomena kombinasi dari struktur kulit ke dalam peredaran
darah getah bening. Istilah perkutan terjadi pada lapisan epidermisdan lapisan
dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Aiache, 1993).

Fenomena absorpsi perkutan (permeasi pada kulit) dapat digambarkan dalam tiga
lapisan yaitu pada permukaan stratum korneum , difusi melalui stratum
korneum , epidermis dan dermis , masuknya molekul ke dalam sirkulasi
sistemik. Penetrasi melalui stratum korneum dapat terjadi melalui
penetrasi transepidermal dan penetrasi transappendageal . Pada kulit normal, jalur
penetrasi obat melalui epidermis ( transepidermal) , dibandingkan penetrasi
melalui folikel rambut atau melalui komplikasi keringat ( transappendageal ).

Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal berdasarkan luas

Permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang aktif
secara metabolik dan dapat digunakan sebagai obat setelah digunakan
topikal. Biotransformasi yang terjadi ini dapat dilakukan sebagai faktor penentu
kecepatan (langkah pembatas laju) pada proses absorpsi perkutan (Swarbrick dan
Boylan, 1995).
Difusi obat melalui membran

Difusi melalui lapisan tanduk ( stratum korneum ) merupakan suatu proses yang
pasif. Difusi pasif merupakan suatu proses masa transisi dari tempat yang disusun
tinggi ke tempat yang dikelola rendah. Membran dalam kajian formulasi dan
biofarmasi merupakan suatu fase padat, setengah padat atau padat dengan ukuran
tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan dengan lingkungan sekitar dan
melingkupi satu dan lainnya, umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran
padat digunakan sebagai model untuk membran biologis. Membran padat juga
digunakan sebagai model untuk rumit atau interaksi antara zat aktif dan bahan
tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan (Aiache, 1993).

Membran padat sintetik dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu membran


polimer berpori, membran polimer tidak berpori, dan membran lipida tidak berpori
(Aiache, 1993).

Dalam studio pelepasan zat aktif yang berada dalam bentuk sediaan yang
digunakan membran padat tiruan yang berfungsi sebagai sawar yang disiapkan
sediaan dengan cairan disekitarnya. Teknik pengukuran kecepatan pelepasan yang
tidak menggunakan membran akan mengubah kesulitan karena perubahan yang
cepat dari luas permukaan sediaan yang kontak dengan persyaratan uji.

Pengadukan pada reseptor media sangat cocok untuk mencegah kejenuhan lapisan
difusi yang berhubungan dengan membran (Aiache, 1993).

Perlintasan dalam membran. Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju
permukaan yang kontak dengan membran. Pada tahap ini daya difusi merupakan
transisi pertama untuk menembus daerah yang tidak diaduk, dari lapisan yang
kontak dengan membran. Tahap kedua adalah pengangkutan. Bagian ini dapat
dibagi atas dua bagian. Bagian yang pertama adalah penstabilan gradien molekul
yang melewati membran jadi yang berbeda homogen dan tetap. Bagian yang kedua
adalah difusi dalam cara dan jumlah yang tetap. Hal ini menyebabkan perbedaan
pendapat berubah karena fungsi waktu.

VI. METODE PEMBUATAN KRIM

Pembuatan proses peleburan dan proses emulsifikasi. Semua komponen yang tidak
bercampur dengan minyak seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama
dengan penangas air pada suhu 70-75 ° C, sementara itu semua adalah campuran
berair yang tahan panas, komponen yang dilepaskan dalam air yang dipanaskan
pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian, tambahkan selama 5-
10 menit untuk mengganti kristalisasi dari lilin / lemak. Selanjutnya campuran
pelan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran
mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak,
maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi perbedaan lemak dengan
fase cair (Munson, 1991).

VII. PENGEMASAN
Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep yaitu dalam botol atau tabung.

VIII. STABILITAS SEDIAAN KRIM

Sediaan krim dapat menjadi rusak jika digunakan sistem campuran sebagian besar
oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena salah satu fase pencampuran
dua jenis krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan pengencer yang
cocok. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

IX. EVALUASI MUTU SEDIAAN KRIM

Agar sistem pengawasan dapat bekerja dengan efektif, harus dibuatkan persetujuan
dan peraturan yang harus didasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan
pemeriksaan bebas-mata adalah demi melengkapi obat yang baik. Kedua, setia
pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus
meningkatkan standar dan spesifikasi yang telah ada.

1. Organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sedian, konsistensi menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu)
dengan mengkompensasi kriterianya menguji (macam dan item), menghitung
jumlah masing-masing masing-masing kriteria yang di peroleh, mencari jawaban
dengan mencari pembaruan .

2. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara mengganti 60 g: 200 ml


udara yang digunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan
diamkan agar mengendap, dan airnya yang diukur dengan pH meter, catat hasil
yang tertera pada alat pH meter.

3. Evaluasi daya sebar


Dengan cara menentukan zat tertentu di atas ditempatkan di atas kaca yang
berskala. Kemudian bagian atas di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya,
dan di beri rentang waktu 1 - 2 menit. kemudian diameter didistribusikan pada
setiap saat memuat, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).

4. Evaluasi pemilihan ukuran tetesan

Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim atau sediaan emulgel,
dengan cara menggunakan mikroskop sediaan ditempatkan pada objek kaca,
kemudian menyediakan tetesan - fase tetesan dalam ukuran dan penyebarannya.

5. Uji aseptabilitas sediaan.

Berkonsultasi dengan kulit, dengan berbagai orang yang ada di quisioner di buat di
mana, meminta dioleskan, kelembutan, kesenangan yang di timbulkan,
kenyamanan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing-
masing kriteria. Misal untuk kelembutan lembut, lembut, sangat lembut.

Anda mungkin juga menyukai