DM Tipe 2
DM Tipe 2
PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan hematologi pasien tidak menunjukkan adanya anemia (Hb normal) dan
adanya infeksi (leukosit normal). Pemeriksaan urin, terdapat glukosa +4, artinya pasien
mengalami glukosuria (salah satu gejala diabetes). Selain itu, pada urin tampak adanya
leukosit dan eritrosit yang masih dalam jumlah normal. Albumin/ protein urin negatif yang
menandakan belum terdapat gangguan fungsi ginjal. Namun, sekitar 20-40% penyandang
diabetes dapat mengalami komplikasi nefropati diabetik sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan microalbuminuria. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan
kadar albumin > 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu
3- 6 bulan. Pemeriksaan kreatinin juga disarankan untuk melihat gangguan fungsi ginjal.
(PERKENI, 2011)
Profil lipid pasien yaitu LDL, trigliserid, dan total kolesterol meningkat sedangkan
HDL menurun. Hal ini menunjukkan pasien mengalami dislipidemia. Dislipidemia pada
penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular
(PERKENI, 2011). Dislipidemia juga dapat dikaitkan dengan fatty liver yang terlihat dari
pemeriksaan USG pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan EKG dan foto thorax
pada pasien. Pemeriksaan EKG dan foto thorax dilakukan untuk menilai apakah sudah
terdapat kelainan jantung yang berkaitan dengan kelainan kardiovaskular (Kariadi SHKS,
2009). Selain itu, foto thorax dimaksudkan untuk melihat apakah ada infeksi paru (khususnya
TBC) (Kariadi SHKS, 2009). Hal ini dikarenakan penyandang diabetes lebih rentan
terjangkit TBC paru. (PERKENI, 2011)
Pemeriksaan GDP dan GDPP, atau GDS dilakukan untuk mengontrol kadar glukosa.
Pemeriksaan ini dapat dialakukan di laboratorium atau di rumah. Pemantuan glukosa darah
yang dapat dilakukan secara mandiri dengan alat pengukur glukosa darah. Secara berkala,
hasil pemantauan dengan cara ini perlu dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.
(PERKENI, 2011)
Tes A1C merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan ikatan glukosa
dengan hemoglobin dalam 3 bulan. Tes ini juga merupakan suatu kriteria diagnosis DM
menurut ADA, 2013. Selain itu, pasien ini diharapkan melakukan tes ini dalam 3-6 bulan
sekali untuk menilai efek perubahan terapi. (PERKENI, 2011)
Tujuan penatalaksanaan : (1) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah, (2) Jangka
panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyuli mikroangiopati, makroangiopati,
dan neuropati, dan (3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM. (PERKENI, 2011)
Latihan Jasmani. Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, sama dengan prinsip latihan
jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti frekuensi (3-5 kali per minggu),
intensitas (60-70 % Maximum Heart Rate), durasi (30-60 menit) dan jenis (latihan jasmani
endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi).
Kombinasi Metformin dan SU merupakan kombinasi yang paling ideal (Prof. Dr.
Harsinen Sanusi, SpPD-KE, 2011).
Konsensus ADA dan EASD menganjurkan pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan serta
penambahan obat kedua jika target terapi HbA1C <7% tidak tercapai dengan modifikasi gaya
hidup dan metformin. Untuk dapat mencapai target HbA1c, diperlukan target kadar gula
darah puasa 70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180 mg/dL.
Jika target kontrol gula darah tidak tercapai dengan pemberian OHO dan modifikasi
gaya hidup maka dapat di pikirkan untuk memulai penggunaan terapi insulin pada pasien.
Terapi insulin :
Tabel
Personal Predrug
Nilai
Metformin 8 7 6 6
Glibenklamid 8 6 6 7
Akarbose 7 6 6 4