Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum

Ilmu Gulma dan Pengelolaannya

ALELOPATI

Nama : Nurwamayasari
NIM : G011171546
Kelas : Ilmu Gulma - C
Kelompok : 2 (Dua)
Asisten : Alfa Maijesesary Turu’ Allo

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam kegiatan budidaya
atau dalam ilmu pertanian, karena dapat merugikan dalam hal menurunkan hasil
produksi yang bisa dicapai oleh tanaman budidaya disebut gulma. Keberadaan
gulma pada areal pertanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian baik dari
segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma
diantaranya penurunan hasil pertanian akibat persaingan atau kompetisi dalam
perolehan sumber daya (air, udara, unsur hara, dan ruang hidup), menjadi inang
hama dan penyakit, dan dalam pengolahan hasil serta dapat merusak atau
menghambat penggunaan alat pertanian. Kerugian–kerugian tersebut merupakan
alasan kuat mengapa gulma harus dikendalikan.
Kurun waktu yang panjang, kerugian akibat gulma dapat lebih besar
daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Untuk menangani masalah gulma,
maka perlu dilakukan identifikasi gulma yang dimaksudkan untuk membantu para
petani dalam usaha menentukan program pengendalian gulma secara terarah
sehingga produksi dapat ditingkatkan sebagaimana yang diharapkan. Adapun
pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
cara preventif (pencegahan), secara fisik, pengendalian gulma dengan sistem
budidaya, secara biologis, secara kimiawi dan secara terpadu.
Penekanan populasi gulma yang terdapat pada suatu areal lahan budidaya
dapat dilakukan dengan tepat diawali dengan melakukan identifikasi terhadap
jenis gulma yang terdapat pada areal tersebut. Identifikasi adalah usaha yang
dilakukan untuk mengenali ataupun mengetahui informasi mengenai suatu materi
yang sedang diamati dimana materi yang dimaksud adalah gulma.
Mengidentifikasi gulma dapat memberi solusi penanganan yang tepat tanpa
mengalami kerugian. Kerugian dapat dihindari dengan mengenali terlebih dahulu
gulma yang akan diberantas.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum identifikasi
gulma yang berguna untuk membedakan berbagai macam gulma yang ditemukan
di lahan pertanian.
1.2 Tujuan dan Kegunaam
Praktikum identifikasi gulma bertujuan untuk mengetahui cara
pengidentifikasian berbagai macam gulma yang ada di lahan pertanian
berdasarkan berbagai macam penggolongan.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan rujukan dan menambah
wawasan bagi para praktikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gulma
Gulma ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh manusia.
Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman utama
dengan gulma. Gulma mempunyai kemampuan bersaing yang kuat dalam
memperebutkan CO2, air, cahaya matahari dan nutrisi. Pertumbuhan gulma dapat
memperlambat pertumbuhan tanaman. Gulma berpengaruh langsung pada
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Penurunan hasil akibat gulma pada
tanaman kedelai dapat mencapai 18% - 76% (Prayogo dkk., 2017).
Menurut Solahuddin dkk, (2010), sifat-sifat khusus gulma antara lain,
1. Kecepatan berkembangbiak cukup besar, baik melalui cara vegetatif dan
generatif. Gulma jenis rumputan dapat berkembangbiak dengan cepat melalui
rhizoma. Sedang pada gulma berdaun lebar, tejadi pembentukan daun
pemanjangan batang yang cepat.
2. Mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) yang tinggi dan
tetap hidup pada keadaan lingkungan yang tidak mengntungkan
3. Mempunyai sifat dormansi yang baik, sehingga berkemampuan untuk dapat
tumbuh dan berkembang sangat besar.
4. Mempunyai daya kompetisi yang tinggi.
Gulma dapat merugikan karena menyebabkan penurunan kuantitas dan
kualitas hasil panen. Penurunan kuantitas hasil panen yaitu pengurangan jumlah
hasil yang dapat dipanen dan penurunan jumlah individu tanaman yang dipanen.
Gulma juga dapat menurunkan kualitas hasil pertanian akibat tercampurnya biji-
biji gulma dengan hasil panen pada saat panen maupun akibat tercampurnya biji-
biji gulma sewaktu pengolahan hasil (Kilkoda dkk., 2015).
Gulma memiliki peranan yaitu sebagai alelopati, alelomediasi dan alelopoli.
Alelopati, karena gulma dapat mengeluarkan bahan kimia untuk menekan bahkan
mematikan tumbuhan atau tanaman lain sedangkan alelomediasi, karena gulma
merupakan tempat tinggal bagi beberapa jenis hama tertentu atau gulma sebagai
penghubung antara hama dengan tanaman budidaya, dan alelopoli, karena gulma
selalu bersifat monopoli atas air, hara, CO2, O2 dan sinar matahari. Secara umum
persaingan antara tanaman dan gulma dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman
budidaya tertekan, menghambat kelancaran aktifitas pertanian, estetika
lingkungan tidak nyaman dan meningkatkan biaya pemeliharaan (Riry, 2008).
2.2 Identifikasi Gulma
Identifikasi sangat penting terutama dalam memahami tanda-tanda
karakteristik seperti yang berkenaan dengan morfologi (terutama morfologi luar)
gulma. Dengan memahami karakteristik tersebut, dalam melakukan upaya
pengendalian gulma akan lebih mudah. Disamping itu juga harus memperhatikan
faktor-faktor lain, seperti misalnya iklim, jenis tanah, biaya yang diperlukan, dan
pengaruh-pengaruh negatif yang ditimbulkannya (Tjitrosoedirjdjo, 1984).
Cara identifikasi dengan membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar
adalah cara paling praktis dan dapat dikerjakan sendiri di tempat. Oleh karena itu,
telah banyak publikasi gambar dan foto-foto mengenai gulma. Identifikasi yang
dilakukan dengan membandingkan determinasi dari spesies gulma kemudian
mencari dengan kunci identifikasi sedikit banyak harus memahami istilah biologi
yang berkenaan dengan morfologi (Sastroutomo, 1990).
Tanda-tanda yang dipakai dalam identifikasi dan penelaahan spesies gulma
terbagi atas sifat-sifat vegetatif yang bisa berubah sesuai dengan lingkungan dan
sifat-sifat generatif yang cenderung tetap. Sifat vegetatif gulma antara lain
perakaran, bagian batang dan cabangnya, kedudukan daun, bentuk daun, tepi daun
dan permukaan daun, terdapat alat-alat tambahan misalnya daun penumpu atau
selaput bumbung, beragam dan berbeda-beda untuk tiap spesies gulma. Bagian
generatif yang digunakan sebagai kriteria tanaman adalah jumlah dan duduknya
bunga, bagian-bagian bunga, warna kelopak bunga, warna mahkota bunga, jumlah
benang sari, serta bentuk ukuran jumlah buah/biji (Steenis, 1981).
2.3 Klasifikasi Gulma
Gulma diklasifikasikan berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk
kehidupan, botani dan lain-lain. Dalam prakteknya terutama untuk kepentingan
pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasannya digunakan. Menurut
klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi rumput, teki, dan gulma daun lebar.
Berdasarkan bentuk masa pertumbuhanmya terdiri atas gulma berkayu, gulma air,
gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya
dikenal sebagai gulma semusim, dua musim, dan tahunan. Beberapa jenis gulma
mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik tersebut (Hamid, 2010).
Menurut Sukman dan Yakup (2002), berdasarkan sifat morfologinya, gulma
dibedakan menjadi lima bagian yaitu
1. Gulma Berdaun Sempit atau Rumput (Grasses)
Gulma berdaun sempit memiliki ciri khas, yaitu memiliki daun meyerupai
pita, memiliki batang tumbuhana yang beruas-ruas, tumbuh tegak atau menjalar
dan memiliki pelepah serta helaian. Contoh gulma berdaun sempit, antara lain
lalang (Imperata cylindrical) dan pasapalum (Pasapalum conjugatum).
2. Gulma Teki-Tekian (Sedges)
Teki mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat dan tidak
berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai
sistem rhizome dan umbi sangat luas. Sifat yang menonjol adalah cepatnya
membentuk umbi baru yang dapat bersifat dormansi pada lingkungan tertentu.
Contoh gulma teki-tekian antara lain teki (Cyperus rotundus) dan kerisan (Scleria
sumantrensis .
3. Gulma Berdaun Lebar (Broad Leves)
Gulma ini biasanya tumbuh diakhir masa budidaya kelapa sawit. Kompetisi
(persingan) terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya.Pada umumnya
gulma ini merupakan tumbuhan berkeping dua, meskipun ada juga yang
berkeping satu. Gulma ini memiliki ciri-ciri yaitu memiliki bentuk daun yang
melebar.dan tumbuh tegak atau menjalar. Contoh gulma berdaun lebar antara lain
Mikania micrantha dan senduduk (Melastoma malabathricum)
Menurut Sembodo (2010), gulma berdasarkan siklus hidupnya yaitu,
1. Gulma Setahun (Annual Weeds)
Siklus hidup gulma ini mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai
akhirnya mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya gulma ini mudah
dikendalikan, tetapi pertumbuhannya sangat cepat karena produksi bijnya sangat
banyak. Oleh karena itu, biaya pengendalian gulma semusim lebih besar. Contoh
gulma semusim, antara lain rumput setaria (Setaria sp.).
2. Gulma Dua Tahun (Biannual Weeds)
Siklus hidup gulma ini lebih dari satu tahun, tetapi tidak lebih dari dua
tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan roset, sedangkan pada tahun
kedua gulma ini berbunga, menghasilkan biji, dan paa akhirnya mati. Pada
periode roset, gulma ini umumnya sensitif tehadap herbisida. Contoh gulma dua
musim antara lain Verbascum thapsus dan Cirsium vulgare.
3. Gulma Tahunan atau Musiman (Perennial Weeds)
Gulma yang menghasilkan organ vegetatif secara terus menerus sehingga
memungkinkannya hidup lebih dari dua musim atau dua tahun disebut gulma
musiman atau gulma tahunan. Gulma yang memiliki organ perkembangbiakan
ganda, yaitu secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan rizobium/
rimpang, umbi, daun, atau stolon, umumnya termasuk dalam gulma musiman.
Contoh gulma tahunan antara lain alanglang (Imperata cylindrical) dan teki
(Cyperus rotundus).
Menurut Sembodo (2010), gulma dapat dikelompokkan Berdasarkan
habitatnya yaitu
1. Gulma Air (Aquatic Weeds)
Gulma ini tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun setengah
tenggelam. Gulma air dapat berupa gulma berdaun sempit, berdaun lebar, ataupun
teki-tekian. Contoh gulma air yaitu Cyperus iria dan Leptochloa chinensis.
2. Gulma Darat (Terrestrial Weeds)
Gulma ini tumbuh di darat. Jenis gulma daratan yang tumbuh di perkebunan
sangat tergantung pada jenis tanaman utama, jenis tanah, iklim, dan pola tanam.
Contoh gulma daratan antara lain alang-alang (Imperata cylindrica) dan Mikania
micrantha.
3. Gulma Menumpang pada Tumbuhan Lain (Aerial Weeds)
Gulma golongan ini bersifat epifit atau parasit dengan cara tumbuh
menempel pada tumbuhanlain. Contoh gulma yang tergolong dalam aerial weeds
adalah tali putri (Cuscuta sp.), duduwitan (Desmodium sp.), benalu dan
sebagainya.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum identifikasi gulma dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari Selasa, 01 Oktober 2019
mulai pukul 16.30 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu patok, meteran, gunting dan
smartphone. Adapun bahan yang digunakan yaitu tali rafiah.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Plot
Prosedur kerja pembuatan plot dalam praktikum identifikasi gulma
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan.
2. Memotong tali rafiah sepanjang 4 meter dengan gunting.
3. Mengikat patok disetiap sudut tali rafia, hingga membentuk segi empat.
4. Memilih lahan yang hendak diidentifikasi gulmanya.
5. Mematok lahan yang telah dipilih.
3.3.2 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara, yaitu
1. Mengamati jenis gulma yang tumbuh.
2. Menghitung populasi gulma yang tumbuh.
3. Mengabadikan gambar setiap plot gulma dengan smartphone.
4. Mencabut setiap jenis gulma dan melakukan pengambilan gambar bagian
gulma secara lengkap
5. Melakukan identifikasi
3.3.3 Paramater
Paramater pada praktikum ini adalah
1. Morfologi
2. Siklus hidup
3. Habitat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Gulma Darat
1. Bandotan (Ageratum conyzoides)
a. Taksonomi
Bandotan merupakan sejenis tanaman pengganggu yang banyak ditemukan
di pinggir jalan, hutan, ladang dan tanah terbuka. Berdasarkan Natural Resources
Conservative Service (Kartesz, 2012) bandotan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum Linn
Spesies : Ageratum conyzoides Linn
b. Morfologi
Bandotan memiliki ketinggian mencapai 1 meter dengan ciri daun yang
mempunyai bulu berwarna putih halus. Bunga berukuran kecil, berwarna putih
keunguan pucat, berbentuk seperti bunga matahari dengan diameter 5-8 mm.
Batang dan daun ditutup oleh bulu halus berwarna putih dan daunnya mencapai
panjang 7.5 cm. Buahnya mudah tersebar sedangkan bijinya ringan dan mudah
terhembus angin (Prasad, 2011).
c. Daur Hidupnya
Bandotan merupakan gulma semusim berdasarkan daur hidupnya. Hal ini
sesuai pendapat Retno (2009), yang menyatakan bahwa gulma semusim (Annual
Weeds) adalah gulma yang hanya berumur kurang dari satu tahun. Umumnya
berkembang biak dengan biji, pertumbuhannya cepat, dengan kemampuan
bereproduksi yang amat tinggi. Setelah biji masak, biasanya gulma akan mati. Biji
yang dihasilkan pada tahun pertama umumnya akan mengalami dormansi, dan
tumbuh kembali pada tahun berikutnya. Bandotan adalah salah satu contoh gulma
semusim (Annual Weeds).
d. Habitat
Bandotan (Ageratum conyzoides) termasuk gulma darat. Gulma darat
(terrestial weeds), yaitu gulma yang tumbuh pada habitat tanah atau darat. Hal ini
didukung oleh Prasad (2011), yang menyatakan bandotan merupakan sejenis
tanaman pengganggu yang banyak ditemukan di pinggir jalan, hutan, ladang dan
tanah terbuka.
e. Pemanfaatan
Bandotan telah digunakan di Afrika sebagai tanaman obat untuk berbagai
macam penyakit. Daun bandotan biasanya digunakan untuk pengobatan luka,
selain itu juga sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik (Adebayo, et al.,
2010). Kandungan fitokimia pada tanaman bandotan menunjukkan adanya 10
senyawa sebagai berikut : steroid, terpenoid, fenol, saponin, asam lemak dan
alkaloid (Kamboj dan Saluja, 2010).
Daun bandotan mengandung minyak atsiri, asam organik, kumarin,
ageratochromene, friedelin, ß-sitosterol, stigmasterol, potassium chlorida, tanin
sulfur, dan a-siatosterol. Daun dan bunga mengandung saponin, flavanoid dan
polifenol. Manfaat Bandotan digunakan sebagai obat radang telinga, radang
tenggorok, rematik, keseleo, pendarahan rahim, sariawan, tumor rahim, malaria,
perut kembung, mulas, muntah, perawatan rambut (Kusuma dan Zaky, 2005).
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) merupakan salah satu gulma yang
dapat berpotensi sebagai bioherbisida karena mempunyai senyawa alelopat.
Potensi ini dapat dilihat dari indikasi dominannya babadotan dibandingkan gulma
lain dalam suatu lahan (Sukamto, 2007).
f. Kerugian yang Diakibatkan
Bandotan merupakan tanaman liar di Indonesia dan lebih dikenal sebagai
tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan ladang (Retno, 2009).

2. Alang-alang (Imperata cylindrica)


a. Taksonomi
Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tumbuhan yang dikenal
sebagai gulma, tumbuh merumput dengan tunas yang merayap di dalam tanah.
Menurut Hembing (2008), klasifikasi alang-alang yaitu sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrica
b. Morfologi
Alang-alang tumbuh berumpun, tunas batang (yang membawa bunga) tidak
akan tumbuh memanjang hingga menjelang berbunga. Bagian pangkal tunas
batang alang-alang terdiri atas beberapa ruas pendek, sedangkan tunas yang
membawa bunga beruas panjang terdiri atas satu sampai tiga ruas, tumbuh vertikal
dan terbungkus di dalam daun. Batang alang-alang yang membawa bunga
memiliki tinggi 20-30cm. Bagian batang alang-alang di atas tanah berwarna
keunguan. Rimpang (rizoma) alang-alang tumbuh memanjang dan bercabang-
cabang di tanah pada kedalaman 0-20cm, namun dapat juga ditemukan hingga
kedalaman 40cm. Rimpang alang-alang berwarna keputihan dengan panjang
mencapai 1 meter atau lebih dan beruas-ruas. Alang-alang berakar serabut yang
tumbuh dari pangkal batang dan ruas-ruas pada rimpang (Damaru, 2011).
c. Daur Hidupnya
Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah jenis rumput tahunan yang
menyukai sinar matahari dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan
akar rimpang yang menyebar luas di bawah permukaan tanah (Friday et al., 2000).
d. Habitat
Alang-alang sering ditemukan pada tempat-tempat yang menerima curah
hujan lebih dari 1000 mm, atau pada kisaran sebesar 500-5000 mm. Di beberapa
negara, spesies ini tumbuh pada ketinggian dari batas permukaan air laut hingga
2000 m, 9 dan tercatat tumbuh pada ketinggian hingga 2700 m dpl di Indonesia.
Rumput ini dijumpai pada kisaran habitat yang luas mencakup perbukitan pasir
kering di lepas pantai dan gurun, juga rawa dan tepi sungai di lembah. Tumbuhan
ini tumbuh di padang-padang rumput, daerah-daerah pertanian, dan perkebunan.
Selain itu juga pada kawasan-kawasan hutan gundul (Damaru, 2011).
e. Pemanfaatan
Sejauh ini, alang-alang dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan,
bahan baku kertas, pupuk, selebihnya dipotong dan dibuang karena menghambat
pertumbuhan tanaman utama. Dilihat dari kandungan kimianya, gulma tersebut
mengandung bahan lignoselulosa yang cukup tinggi, yang terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Komposisi kandungan kimia tersebut antara lain α-
selulosa 40,22%, holoselulosa 59,62%, hemiselulosa (pentosan) 18,40%, dan
lignin 31,29% (Sutiya et al., 2012).
Rimpang digunakan untuk pelembut kulit, peluruh air seni, pembersih
darah, penambah nafsu makan, penghenti perdarahan, di samping itu dapat
digunakan pula dalam upaya pengobatan penyakit kelamin (kencing nanah,
kencing darah, raja singa), penyakit ginjal, luka, demam, tekanan darah tinggi,
dan penyakit syaraf (Sudarsono et al., 2002). Daun ilalang digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit atau sebagai suplemen herbal, selain itu dapat juga
digunakan sebagai diuretik dan obat anti inflamasi (Ismail, 2011).
f. Kerugian yang Diakibatkan
Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan gulma berumpun. Alang-
alang merupakan jenis tumbuhan pionir yang banyak tumbuh pada lahan yang
habis terbakar, sangat toleran terhadap faktor lingkungan yang ekstrim.
3. Cyperus difformis L.
a. Taksonomi
Menurut Steeins (2008), klasifikasi Cyperus difformis yaitu sebagai berikut ,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaccae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus difformis
b. Morfologi
Cyperus difformis memiliki akar serabut. Akar serabut adalah akar yang
timbul dari pangkalpangkal batang, rimpang yang merayap atau badan-badan
seperti umbi atau geragih; batang segitiga tidak berongga, di bawah rangkaian
bunga tidak bercabang; daun bangun pita, bertulang sejajar, upi yang tertutup;
bunga kecil; rangkaian biasanya berbentuk payung, terdapat diketiak suatu daun
pelindung dalam dua deretan atau mengikuti sutu garis.
c. Daur Hidupnya
Cyperus difformis termasuk jenis gulma tahunan berdasarkan siklus
hidupnya (Caton et. all., 2011).
d. Habitat
Cyperus difformis termasuk jenis gulma air yang dapat tumbuh sampai
ketinggian 1300 mdpl. Cyperus difformis termasuk gulma yang menyukai tempat
basah sampai lembab (Caton et. all., 2011)..
4. Cyperus iria L.
a. Taksonomi
Menurut Steeins (2008), klasifikasi Cyperus iria yaitu sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales

Famili : Cyperaccae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus iria L.
b. Morfologi
Cyperus difformis memiliki memiliki ciri morfologi yaitu akar serabut
tumbuh menyamping berwarna merah kecoklatan. Batang tumbuh tegak bersegi,
agak lunak, berwarna hijau sampaing kekuningan, berbentuk payung, anak bulir
berbentuk garis atau lanset, tertekan dan meruncing, panjang 10 mm, lebar 0.8-1.0
mm, daun pembalut 23, sering lebih panjang dari cabang karangan bunganya.
Tinggi dapat mencapai 50 cm.
c. Daur Hidupnya
Cyperus iria termasuk jenis gulma tahunan (Caton et. all., 2011).
d. Habitat
Cyperus iria termasuk jenis gulma darat yang dapat tumbuh sampai
ketinggian 1200 mdpl (Caton et. all., 2011).
e. Pemanfaatan
f. Kerugian yang Diakibatkan
5. Echinochloa colona (L.)
Menurut Caton et. all., (2011), identifikasi gulma
Echinochloa colona yaitu,
a. Taksonomi
Klasifikasi Echinochloa colona yaitu sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Echinochloa
Spesies : Echinochloa colona
b. Morfologi
Echinochloa colona tumbuh dalam rumpun dan tegak. Echinochloa colona
memiliki tinggi mencapai 0.6 m. Gulma ini dapat tumbuh di lokasi tanpa olah
tanah.
c. Daur Hidupnya
Echinochloa colona memiliki siklus hidup sepanjang tahun.
d. Habitat
Echinochloa colona termasuk jenis gulma darat
e. Pemanfaatan
Gulma Echinochloa colona dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak
yang baik.
f. Kerugian yang Diakibatkan
Gulma Echinochloa colona merupakan jenis gulma terburuk di dunia.
Gulma ini sangat responsif terhadap hara dan dapat memproduksi akar yang
berlimpah/banyak.
6. Fimbristylis miliacea (L.) Vahl.
Menurut Caton et. all., (2011), Fimbristylis miliacea yaitu,
a. Taksonomi
Klasifikasi Fimbristylis miliacea yaitu sebagai
berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Cyperaceae
Genus : Fimbristylis
Spesies : Fimbristylis miliacea
b. Morfologi
Fimbristylis miliacea tumbuh tegak dan anakan kuat. Fimbristylis miliacea
memiliki tinggi mencapai 0.6 m dan tumbuh sampai ketinggian 1000 m.
c. Daur Hidupnya
Fimbristylis miliacea memiliki siklus hidup sepanjang tahun.
d. Habitat
Echinochloa colona termasuk jenis gulma darat yang dapat tumbuh di
tempat lembab sampai basah.
e. Pemanfaatan
Gulma Fimbristylis miliacea berguna dalam pembuatan tikar.
f. Kerugian yang Diakibatkan
Gulma Echinochloa colona merupakan jenis gulma yang toleran kegaraman
dan mucul sepanjang musim dengan beberapa generasi.
7. Portulaca olaraceae
Menurut Caton et. all., (2011), Portulaca olaraceae yaitu,
a. Taksonomi
Klasifikasi Portulaca olaraceae yaitu sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas :
Ordo : Caryophyllsles
Famili : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca olaraceae
b. Morfologi
Portulaca olaraceae merupakan tanaman terna sukulen yang bercabang
menyebar. Tinggi tanaman mencapai 0,4 m.
c. Daur Hidupnya
Portulaca olaraceae memiliki siklus hidup tahunan.
d. Habitat
Portulaca olaraceae termasuk jenis gulma darat yang dapat tumbuh di
tempat kering smapai lembab.
e. Pemanfaatan
Gulma Portulaca olaraceae dapatt dijadakan pakan ternak babi dan dapat
dikonsumsi oleh manusia.
f. Kerugian yang Diakibatkan
4.2 Hasil Identifikasi Gulma Air
5.1 Eceng Gondok (Eichornia crassipes)
a. Taksonomi
Menurut Foundation (2011), klasifikasi Eichornia crassipes yaitu sebagai
berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Embryyophytasi Phonogama
Kelas : Monocotyledon
Ordo : Ferinosae
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes
b. Morfologi
Enceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tanaman yang hidup
mengapung di air dan kadang – kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar
0,4 – 0,8 meter. Tidak mempunyai batang, daunnya tunggal, dan berbentuk oval.
Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung.
Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga
majemuk berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat
dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya
merupakan akar serabut.
c. Daur Hidupnya
Portulaca olaraceae memiliki siklus hidup tahunan.
d. Habitat
Enceng gondok tumbuh di kolam – kolam dangkal, tanah basah dan rawa,
aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air, dan sungai. Tumbuhan ini
dapat (Invasive Species Specialist Group (ISSG), 2006)
e. Pemanfaatan
Eceng gondok dapat dimanfatkan pakan ternak. Pemanfaatan enceng
gondok yang telah dilakukan adalah pemanfaatan sebagai pejernih air, karena
sifatnya yang mampu mengabsorpsi logam berbahaya yang terkandung dalam air.
Selain itu, protein yang terdapat pada enceng gondok mampu dijadikan sebagai
pakan ternak. Kandungan serat pada enceng gondok mencapai 20 % dari berat
keringnya. Dengan kondisi seperti itu, maka serat enceng gondok berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan komposit tekstil. Pertumbuhan tekstil di
Indonesia sangat baik, bahkan industri tekstil merupakan komoditi ekspor terbesar
non 6 migas. Dengan teknologi sederhana, tumbuhan ini dapat digunakan untuk
pembuatan karton kasar. Sejak tahun 1981, Kota San Diego telah memanfaatkan
kemampuan enceng gondok yang mampu mengabsorpsi logam–logam berbahaya
yang terdapat pada air. Selain itu, enceng gondok telah dimanfaatkan di Tegal
sebagai bahan kerajinan seperti tas.
f. Kerugiaan yang Diakibatkan
Eceng gongok memiliki kecepatan tumbuh yang cepat dan menyebar
dengan mudah sehingga tingkat kerusakan terhadap lingkungan air tinggi.
5.2 Kangkung Air
a. Taksonomi
Klasifikasi Kangkung air yaitu sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisio :Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo :Convolvulales
Famili :Convolvulacae
Genus :Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica
b. Morfologi
Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-
cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai
kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm
atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Batang kangkung bulat dan
berlubang, berbuku-buku. Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-
buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh
menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul,.
Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan daun mahkota
bunga berwarna putih atau merah lembayung. Buah kangkung berbentuk bulat.
Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Bentuk biji kangkung
bersegi-segi atau tegak bulat.
c. Daur Hidupnya
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu
tahun.
d. Habitat
Kangkung air berhabitat di air.
e. Pemanfaatan
Tanaman kangkung adalah tanaman syausayuran yang sering dikonsumsi
5.3 Apu-apu (Pistia stratiotes L.)
a. Taksonomi
Menurut Ulvin (2001), klasifikasi Apu-apu (Pistia stratiotes L.) yaitu
sebagai berikut,
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Filicinae
Ordo : Hydropterides
Famili : Salviniaceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes L.
b. Morfologi
Kayu apu (Pistia stratiotes L.) merupakan salviniaceae dari genus Pistia.
Kayu apu memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun yang tumbuh
dipermukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil sehingga berwarna
hijau, dan dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak transparan.
Rambt-rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu kayu apu
mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat menyirip
seperti akar, tidak berkrlorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar.
c. Daur Hidupnya
Pistia stratiotes L. merupakan tanaman musiman.
d. Habitat
Tanaman kayu apu adalah salah satu jenis tanaman air (Ulfin, 2001).
e. Pemanfaatan
Secara fisiologis tumbuhan kayu apu (Pistia stratiotes L.) memiliki
kemampuan untuk menyerap bahan radioaktif sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi limbah akibat pencemaran radioaktif di lingkungan karena
kemampuannya tersebut, maka tumbuhan ini dapat digunakan sebagai
fitoremidiasi. Bahan radioaktif tersebut diserap oleh akar, kemudian mengalami
translokasi di dalam tumbuhan dan dilokasikan padan jaringan.
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam
kegiatan budidaya atau dalam ilmu pertanian, karena dapat merugikan dalam hal
menurunkan hasil produksi yang bisa dicapai oleh tanaman budidaya. Menurut
morfologinya gulma dibedakan menjadi rumput, teki, dan gulma daun lebar.
Berdasarkan bentuk masa pertumbuhanmya terdiri atas gulma berkayu, gulma air,
gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya
dikenal sebagai gulma semusim, dua musim, dan tahunan. Selain merugikan
untuk tanaman budidaya, gulma dapat dimanfaatkan menjadi bahan makanan
ternak, bahan industri sampai bahan obatan tradisional.
5.2 Saran
Sebaiknya tanaman yang diindetifkasi untuk pratikum ini maksimal untuk
gulma darat.
DAFTAR PUSTAKA

Coton Bp, Mortimer M, Hill JE,, Johnson DE. 2010. A Practical Field Guide to
Weeds of Rice In Asia. Los Banos Philippines :International Rice Research
Institute

Hamid, Iskandar. 2010. Identifikasi Gulma pada Areal Pertanaman Cengkeh


(Eugenia aromatica) di Desa Nalbessy Kecamatan Leksula Kabupaten Buru
Selatan. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan, 3 (1):62-7.

Kilkoda, A. K., T. Nurmala, D. Widayat. 2015. Pengaruh Keberadaan Gulma


(Ageratum conyzoides aan Boreria alata) terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tiga Ukuran Varietas Kedelai (Glycine Max (L.) Merr) pada Percobaan Pot
Bertingkat. Jurnal Kultivasi, 14 (2) : 1-9.

Prayogo, D. P., H. T. Sebayang dan A. Nugroho. 2017. Pengaruh Pengendalian


Gulma pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merrill) pada Berbagai Sistem Olah Tanah. Jurnal Produksi Tanaman, 5 (1)
: 24-32.

Prsaad, Kb. 2011. Evaluation of World Healing Activity of Leaaves Ageratum


conyzoides L. Inj J of Pharm Pract Drug res. India. Advance in Biodcience
and Biotechnology, 2, (1) : 8 – 12.

Riry, J. 2008. Mengenal Gulma dan Pengelolaannya di Indonesia. Bogor : CV


D’sainku Advertising.

Sasfroutomo, s.s. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Solahuddin, M., K. B. Seminar., I. W. Astika dan A. Buono. 2010. Pendeteksian


Kerapatan dan Jenis Gulma dengan Metode Beyes dan Analisis Dimensi
Fraktal untuk Pengendalian Gulma Secara Selektif. Jurnal Keteknikan
Pertanian, 24 (2) : 129 – 135.

Steenis, C.G.G.J. 1978. Flora. Jakarta : P.T. Pradnya Paramita.

Sukman, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta : PT.
Grafindo Raja Persada.

Tjitrosoedirdjo, Soekisman.. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Jakarta :


PT. Gramedia .

Anda mungkin juga menyukai