Polisitemia Vera
(Diajukan sebagai prasyarat tugas pada Mata Kuliah Biomedik 1 yang diampuh oleh Ibu
dr. Irmawati, M.Kes)
OLEH:
KELAS C
KELOMPOK 3
1. Indeks S. Keku 811418029
2. Oktaviana Panigoro 811418108
3. Novriyanti Adam 811418099
4. Sofyan Abdullah 811418102
5. Sartika Nusi 811418107
6. Mutiyah S. Lamunte 811418023
7. Sabna Hipi 811418027
8. Nurdiana L. Papeo 811418103
9. Siti Khairun Nimah Ishak 811418032
10. Chairunnisa Mbata 811418172
11. Fitria Nur 811418113
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena ridha dan
rahmat-nya, kami dapat mengerjakan tugas tugas karya illmiah dengan judul ” Polisitemia
Vera”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Biomedik.
Semoga dengan ditulisnya makalah ini, kami serta khalayak ramai bisa mengetahui
segala sejarah dari kependudukan itu sendiri.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu kami
bersedia di beri saran dan kritik untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Demikianlah makalah ini, kami harap para pembaca makalah ini akan mendapatkan
banyak informasi dan pengetahuan yang baru dari makalah ini.
Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
A. Definisi........................................................................................................................................ 6
B. Epidemiologi ............................................................................................................................... 7
C. Etiologi........................................................................................................................................ 7
D. Patogenesis.................................................................................................................................. 7
E. Manifestasi Klinis ....................................................................................................................... 9
F. Diagnosis................................................................................................................................... 11
G. Diagnosis banding ..................................................................................................................... 13
H. Penatalaksanaan ........................................................................................................................ 14
I. Komplikasi dan Faktor Risiko .................................................................................................. 18
J. Prognosis ................................................................................................................................... 19
BAB III ................................................................................................................................................. 21
PENUTUP ............................................................................................................................................ 21
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polisitemia vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk hematopoetik
dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan volume darah total, biasanya
disertai leukositosis, trombositosis dan splenomegali.
Polisitemia vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60
tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2 : 1, di Amerika Serikat angka
kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun. Sejarah polisitemia vera dimulai
tahun 1982 ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali menjelaskan polisitemia vera pada
pasien dengan eritrositosis dan hepatosplenomegali. Kemudian tahun 1951 William
Dameshek mengklasifikasikan polisitemia vera, trombositosis esensial dan mielofibrosis
idiopatik sebagai penyakit mieloproliferatif.
Manifestasi klinis polisitemia vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit
yang akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan
kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport
oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai
gejala dapat timbul yaitu iskemia/infark di otak, jantung, paru dan ekstremitas.
Polisitemia vera sering menimbulkan keluhan yang tidak spesifik seperti sakit kepala,
kelelahan, vertigo, gangguan penglihatan, dan rasa terbakar di epigastrium. Keluhan lain juga
ditemukan seperti nyeri perut, pruritus, demam, dan melena.4 Komplikasi penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada pasien penderita polisitemia vera adalah timbulnya
komplikasi kardiovaskular akibat trombosis. Pada trombosis, mutasi Jak2 menyebabkan
aktivasi dan interaksi leukosit dan trombosit yang menyebabkan inflamasi sehingga
menyebabkan disfungsi endotel pembuluh darah. Sedangkan eritrositosis menyebabkan
hiperviskositas darah yang memicu thrombosis.
Komplikasi lain yaitu perdarahan dan risiko berkembangnya penyakit menjadi
keganasan mieloid akut (AML/Acute Myeloid Leukemia).
B. Rumusan Masalah
A. Definisi
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani dimana poly berarti banyak, cyt berarti sel dan
hemia berarti darah sedangkan vera berarti benar. Polisitemia vera adalah kelainan pada
sistem mieloproliferatif di mana terjadi klon abnormal pada hemopoetik sel induk
(hemopoetic stem cells) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda
untuk terjadinya maturasi yang berakibat terjadi peningkatan banyak sel. Peningkatan sel
darah merah pada polisitemia vera lebih mengarah pada jumlah sel, bukan pada peningkatan
masa kehidupan dari sel.
Polisitemia rubra vera atau polisitemia vera dikenal juga dengan istilah polisitemia
primer, Vaquez disease, Osler disease, Osler-Vaquez disease, dan eritremia.
Meningkatnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi darah, menaikkan viskositas
darah total, suatu peristiwa yang menyebabkan melambatnya aliran darah dan merupakan
penyebab dari banyak manifestasi patofisiologi penyakit ini. Meningkatnya viskositas darah
mengakibatkan peningkatan volume darah dan selanjutnya diikuti dengan meningkatnya
beban kerja jantung, vasodilatasi serta meningkatnya suplai oksigen ke jaringan.
Penyakit ini melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang yang awalnya
diam-diam tetapi progresif. Polisitemia vera tidak membutuhkan eritripoetin untuk proses
pematangannya, hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder
dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan
oksigen yang meningkat atau secara non fisiologis sebagai sindrom paraneoplastik yang
dijumpai daripada manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Kadar
eritropoetin pada polisitemia vera biasanya rendah atau tidak ada dan produksi normalnya
ditekan oleh naiknya hematokrit dan saturasi oksigen pada hakekatnya normal.
Polisitemia vera berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit yang
bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju kearah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis
sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.
B. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berusia 40-60 tahun, rasio perbandingan
antara pria dan perempuan antara 2:1 dan dilaporkan insiden polisitemia vera adalah 2,3 per
100.000 populasi dalam setahun. Keseriusan penyakit polisitemia vera ditegaskan bahwa
faktanya survival median pasien sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang
dengan pengobatan lebih dari 10 tahun.
C. Etiologi
Terdapat penelitian yang menyebutkan kelainan molekul mungkin bisa menjadi salah
satu penyebab. Salah satu penelitian sitogenetika menunjukkan adanya kariotipe abnormal di
sel induk hemopoisis pada pasien dengan polisitemia vera dimana tergantung dari stadium
penyakit, rata-rata 20% pada pasien polisitemia vera saat terdiagnosis sedang meningkat 80%
setelah diikuti lebih dari 10 tahun. Beberapa kelainan tersebut sama dengan penyakit
mielodisplasia sindrom, yaitu deletion 20q (8,4%), deletion 13q (3%), trisomi 8 (7%), trisomi
9 (7%), trisomi 1q (4%), deletion 5q atau monosomi 5 (3%), deletion 7q atau monosomi 7
(1%).
D. Patogenesis
Adanya reaktivitas berlebihan pada sinyal Janus Kinase yaitu tirosin kinase yang berperan
dalam proses hematopoetik menyebabkan proliferasi berlebih pada sel-sel hematopoetik dan juga
menstimulasi proses inflamasi pembuluh darah.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada polisitemia vera terbagi dalam 3 fase, yaitu :
1. Gejala awal (early symptom)
Gejala awal dari polisitemia vera minimal dan tidak selalu ditemukan kelainan
walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal yang terjadi biasanya sakit
kepala (48%), telinga berdenging (43%), mudah lelah(47%), gangguan daya ingat , susah
bernapas (26%), darah tinggi (72%), gangguan penglihatan (3l%), rasa panas pada tangan
atau kaki (29%), gatal (pruritus) (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung
(stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang (26%).
3. Fase splenomegali
Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada tase ini terjadi
kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat,
liver dan limpa membesar.
5. Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 70% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini
terjadi sebagai akibat sekunder dari hiperaktif hemopoesis ekstra medular.
6. Hepatomegali.
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira sejumlah 40% polisitemia vera. Sebagaimana
halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder dari hiperaktif
hemopoesis ekstra medular.
F. Diagnosis
1) Manifestasi Klinis
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada saat perjalanan penyakit ini,
peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan. Hitung sel jumlah eritrosit dijumpai >6
juta/ml pada pria dan >5,5 juta/ml pada perempuan, dan sediaan apus eritrosit biasanya
normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis
menunjukkan adanya transisi ke arah metaplasia mieloid di akhir perjalanan penyakit.
b) Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus PV, berkisar antara 12-25
ribu/ml tetapi dapat sampai 60 ribu/mL. Pada dua perliga kasus ini juga terdapat basofilia.
c) Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat >1 juta/ml.
Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
d) B12 Serum
B12 serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 35% kasus dan dapat pula menurun
hal ini dijumpai pada 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkatpada >15% kasus polisitemia
vera.
f) Pemeriksaan Sitogenetika
Pada pasien polisitemia vera yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi
sitostatika dapat dijumpai karyotip (lihat etiologi). Variasi abnormalitas sitogenetika dapat
dijumpai selain tersebut di atas terutama jika telah mendapatkan pengobatan P53, atau
kemoterapi sitostatika sebelumnya.
Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat memberikan kesulitan
dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan berbagai keadaan polisitemia lainnya
(polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study
Group menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera dari 2
kategori diagnostik, diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria:
1. Dari kategori: A1,+A2+A3, atau
2. Dari kategori: A1+A2+ 2 kategori B.
1. Kategori A
Meningkatnya massa sel darah merah, hal ini diukur dengan krom-radioaktif Cr5r. Pada
pria > 36 ml/kg, dan pada perempuan > 32 ml/kg.
Saturasi oksigen arterial > 92%. Eitrositosis yang terjadi sekunder terhadap penyakit
atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang meningkat. Salah satu
pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial, di mana pada
polisitemia vera tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut
berada dalam keadaan:
Alkalosis respiratorik, di mana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan
Hemoglobinopati, di mana afinitas oksigen meningkat sehingga kurva pO, juga akan
bergeser kekiri.
Spenomegali.
2. Kategori B
1) Trombositosis: trornbosit > 400,000/mL,
2) Leukositosis: leukosit > 12.000/mL (tidak ada infeksi).
3) Neutrophil alkaline phosphatase (NAP) score meningkat lebih dari 100 (tanpa adanya
panas atau infeksi).
4) Kadar vitamin B12 >900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum> 2200 pg/ml.
Dalam beberapa literatur disebutkan usulan modifikasi kriteria diagnostik PV sebagai
berikut:
1. Kategori A
1) Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25% di atas rata-rata angka normal atau Packed
Cell Volume pada laki-laki >0,6 atau pada perempuan 0,56
2) Tidak ada penyebab polisitemia sekunder
3) Splenomegali yang teraba
4) Petanda klon abnormal (kariotipe abnormal)
2. Kategori B
1) Trombositosis >400000 per mm3
2) Jumlah neutropil >10 x 10 9/ L dan bagi perokok >12,5 x 109/L
3) Spleenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
4) Penurunan serum ertropoietin atau BFU-E growth yang karakteristik
G. Diagnosis banding
Mutasi Jak2 tidak hanya terjadi pada penyakit polisitemia vera, namun juga terjadi
pada keganasan mieloproliferatif lain seperti Esensial Trombositemia (ET)6 dan
Mielofibrosis (MF). Sehingga ketiga penyakit ini mempunyai keterkaitan yang unik. Mutasi
Jak2 positif pada penderita polisitemia vera sekitar 95%-100% sementara pada keganasan
lain ET dan MF ± 50-60%. Meskipun erirositosis bisa membedakan PV dari ET dan MF,
namun tidak semua pasien dengan gejala eritrositosis dengan mutasi Jak2 akan berkembang
menjadi PV.
Untuk membedakan polisitemia vera dan penyakit mieloproliferatif lain bisa dinilai
dari proporsi manifestasi klinis dan komplikasi yang ditimbulkan, seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 6. Proporsi manifestasi klinis dan komplikasi pada keganasan mieloproliferatif
positif Jak2
H. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada polisitemia vera adalah
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengontrol
eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum terkontrol.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment).
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radioaktif atau kemoterapi sitostatika
pada pasien diatas 40 tahun bila didapatkan:
Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala trombosis.
Leukositosis progresif.
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.
Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan
berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Diagnosis PV
Tanpa mielosupresi
Pertimbangkan kembali jika
ada komplikasi
Aspirin sebagai profilaksis
Jenis pengobatan polisitemia vera adalah sebagai berikut :
1. Flebotomi.
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang pasien polisitemia
selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
adalah
Polisitemia sekunder fisiologis hanyaa dilakukan jika Ht >55% (target Ht ≤55%).
Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang
ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan,shear rate, atau sebagai
penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Prosedur flebotomi :
1. Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood donor collection set
standard setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia >55 tahun atau dengan penyakit vaskular
aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik
yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma
(coloid/plasma expander) setiap kali, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral
atau jantung karena hipovolemik
2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron ± 5 g)
Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala
defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan astenia dapat cepat hilang dengan
pemberian preparat besi.
Dengan cara ini panmielosis dapat dikontrol pada sekitar 80% pasien untuk jangka
waktu sekitar l-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang
serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah
keadaan stabil. Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau
terbukti menimbulkan thrombosis masih dapat terjadi meskipun eritrositosis dan lekositosis
dapat terkontrol.
3. Kemoterapi sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatika adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan
menggunakan Hidroksiures salah satu sitostatika golongan obat anti metabolik, sedangkan
penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi
karena efek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian FDA masih
membenarkan Chlorambucil dan Busulfon digunakan pada polisitemia vera
Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatika:
hanya untuk Polisitemia rubra primer,
flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebulan.
trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis,
urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin,
splenomegali simptomatik/mengancam rupture limpa.
4. Pengobatan Suportif
Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan
penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin, jika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)
Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
Antiaggregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga dapat
menekan trombopoesis.
5. Pembedahan Darurat
Pembedahan segera sedapat-dapatnya ditunda atau dihindarkan. Dalam keadaan
darurat dapat dilakukan flebotomi agresif dengan prinsip isovolemik dengan mengganti
plasma yang terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma ekspander lainnya bukan
cairan isotonis atau garam fisiologis, suatu prosedur yang dapat digolongkan sebagai tindakan
penyelamatan hidup (life-saving). Tindakan splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan
pada semua fase polisitemia, dan harus dihindarkan karena dalam perjalanan penyakitnya jika
terjadi fibrosis sumsum tulang organ inilah yang masih diharapkan sebagai pengganti
hemopoesrsnya.
6. Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkontrol dengan baik. Lebih
dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkontrol atau belum diobati akan mengalami
perdarahan atau komplikasi trombosis pada pembedahan, kira-kira sepertiga dari jumiah
pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun jauh jika eritrositosis sudah
di kontrol dengan adekuat sebelum pembedahan. Makin lama telah terkontrol, makin kecil
kemungkinan terjadinya komplikasi pada pembedahan. Darah yang di dapat dari flebotomi
dapat disimpan untuk transfuse autologus pada saat pembedahan.
Stratifikasi faktor risiko dari penyakit ini bertujuan untuk memperkirakan akan
terjadinya komplikasi thrombosis. Penilaian risiko terdiri dari dua kategori yaitu risiko rendah
tanpa trombositosis ( usia <60 tahun tanpa riwayat thrombosis, risiko rendah dengan
trombosit yang tinggi (>1.000 x 109/L). Risiko tinggi yaitu usia >60 tahun dengan riwayat
thrombosis. Risiko tinggi dengan PV yang refrakter atau intoleran terhadap hydroxyurea.8
J. Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dengan survival median pasien sesudah
terdiagnosa tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang dengan pengobatan lebih dari 10 tahun.
Penyebab utama morbiditi dan mortaliti adalah:
1) Trombosis dilaporkan pada 15-60% pasien, tergantung pada pengendalian penyakit
tersebut dan 10-40% penyebab utama kematian.
2) Komplikasi perdarahan timbul 15-35% pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
menyebabkan kematian
3) Terdapat 3-10% pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia
4) Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom
mielodisplasia pada 1,5% pasien dengan pengobatan hanya phlebotomy. Peningkatan
risiko transformasi 13,5% dalam 5 tahun dengan pengobatan klorambusil dan 10,2%
dalam 6-10 tahun pada pasien dengan pengobatan 32P. Terdapat juga 5,9% dalam l5
tahun risiko terjadinya transformasi pada pasien dengan pengobatan hydroxyurea.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel
darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer)
dan polisitemia sekunder. a.Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai
"polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa
polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia
primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses
produksi sel darah merah. b. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi
sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan,
seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.