Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adinda Rizky Ifada

NIM : D1091171028

Mata Kuliah : Masalah Pembangunan Wilayah dan Kota

Dosen : Firsta Rekayasa H., ST, MT

Pandangan Terhadap Pemindahan Ibukota Negara

Ibukota dalam suatu negara memegang peranan yang sangat strategis. Hal ini disebabkan karena ibukota
dalam suatu negara bisa bersifat multifungsi yakni sebagai pusat politik dan pemerintahan, pusat kegiatan
bisnis dan ekonomi, serta pusat segala yang mencirikan karakter secara menyeluruh dari sebuah negara.
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran sebuah negara dapat dilihat dari bagaimana
ibukotanya.

Indonesia memiliki sebuah ibukota yang termasuk salah satu dari sekian banyak megacity di dunia yang
bernama Jakarta. Peran yang dimiliki oleh Jakarta dalam dinamika yang terjadi di Indonesia sangat sentral.
Hal ini dapat dilihat dengan jumlah uang yang beredar di Indonesia, hampir 70% di antaranya hanya
berkutat di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa Jakarta yang selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan,
juga merupakan pusat bisnis yang menggerakkan perekonomian di Indonesia. Melihat hal inilah kemudian
Jakarta menjelma menjadi magnet yang menggerakkan massa yang luar biasa dari seluruh penjuru
nusantara dengan satu tujuan yaitu memperbaiki kualitas penghidupan.

Adanya migrasi besar-besaran menuju Jakarta, baik yang berasal dari kalangan terdidik yang memiliki
keterampilan khusus dan siap kerja, ataupun sebaliknya yakni tidak memiliki persiapan untuk mengadu
nasib ke Jakarta menyebabkan Jakarta menjadi salah satu kota terpadat di Indonesia yang kemudian
menyebabkan banyak masalah yang berakibat sistemik pada aspek-aspek yang lain seperti degradasi
lingkungan, kemacetan, kejahatan dan tindak kriminal, bahkan korupsi yang merajalela di ranah
pemerintahan juga diduga akibat letak Jakarta yang terlalu dekat dengan pusat perekonomian. Di sisi lain,
letak Kota Jakarta yang cenderung berada lebih ke barat bagian Indonesia dituding menyebabkan tingginya
disparitas antar wilayah dalam skala nasional. Alasan-alasan di atas itulah kemudian menjadi alasan
dilontarkannya wacana untuk memindahkan Ibukota negara.
Pemindahan ibukota ini dianggap solusi yang tentunya akan berdampak strategis terhadap perbaikan
kualitas kehidupan bangsa. Akan tetapi fokus yang akan dikaji dan ditelaah di sini adalah dampak
pemindahan ibukota terhadap perbaikan ekonomi wilayah, baik dalam skala nasional, maupun lokal.
Pemindahan letak ibukota ini diprediksi mampu menstimulan pertumbuhan ekonomi wilayah, serta
mengurangi disparitas wilayah.

Dampak internal dari pemindahan ibukota akan terjadi di Pulau Jawa, yang khususnya di wilayah Jakarta
dan sekitarnya. Pemindahan ibukota dari Jakarta ke wilayah lain akan menyebabkan terjadinya pembatasan
pertumbuhan penduduk terutama karena migrasi menuju kota Jakarta khususnya dan Pulau Jawa pada
umumnya akan teralihkan, meskipun dalam jumlah yang belum dapat diperkirakan. Dengan kata lain,
pemindahan ibukota menuju wilayah yang baru akan menyebabkan berubahnya arah pergerakan urbanisasi
sehingga terjadi pembagian pusat konsentrasi arah pergerakan di Indonesia. Selain itu, pembangunan
ibukota baru akan diiringi dengan pembangunan infrastruktur wilayah sehingga kecenderungan masyarakat
untuk menjangkau infrastruktur yang selama ini hanya tersedia di Jakarta atau di Pulau Jawa akan teralihkan
ke wilayah yang baru. Dengan terbatasnya pertumbuhan yang ada di Pulau Jawa, maka tentunya
kesempatan untuk perbaikan kesejahteraan di masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa semakin meningkat
sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang menurun yang berujung pula pada peluang kesempatan kerja
yang meningkat.

Salah satu pemindahan Ibukota negara yang sukses adalah Malaysia. Pada 19 Oktober 1995 pemerintah
Malaysia memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Alasan
pemindahan adalah karena kepadatan penduduk dan kemacetan, serta meningkatkan efektivitas kerja
karena Kuala Lumpur sudah sangat penuh oleh kendaraan. Putrajaya dibangun di bekas lokasi perkebunan
karet dan kelapa sawit. Putrajaya dikembangkan sebagai “kota hijau”. Nama Putrajaya diambil dari nama
Perdana Menteri Malaysia yang pertama Tengku Abdul Rahman Putra. Seiring berjalannya waktu, Menteri
Keuangan Malaysia di tahun 2013 mengklaim perekonomian negeri jiran semakin maju.
Daftar Pustaka

Chaniago, A; Yustika ,AE ; Jehansyah, SM; Mustaya,T.2008. Visi Indonesia 2033 : Pemindahan Ibukota
ke Kalimantan, Lorong Keluar dari Berbagai Paradoks Pembangunan Menuju Indonesia yang
Tertata. Tim Visi Indonesia 2033. Jakarta.

Affiyah, Siti. 2019. Alasan Malaysia dan Tiga Negara Pindah Ibu Kota. Diakses di
https://www.tagar.id/alasan-malaysia-dan-tiga-negara-pindah-ibu-kota pada tanggal 29 Agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai