Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Relationship Marketing


Cockalo, Dordevic & Sajfert (2011) mendefinisikan relationship marketing
sebagai konsep yang menggambarkan hubungan longlasting berdasarkan
kepentingan bersama antara perusahaan dan pelanggan, seperti kedua belah pihak
(penjual dan pembeli) yang berfokus pada tujuan bersama. Menurut Aburoub, Hers
& Aladwan (2011) dalam jurnal Hadiyati (2014) relationship marketing merupakan
strategi dan usaha untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dan memberikan
pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan. Sedangkan dalam jurnal Cheng & Lee
(2011), relationship marketing didefinisikan sebagai suatu strategi untuk menarik,
mengenal, membentuk, mempertahankan, dan memperbanyak hubungan pelanggan
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan melalui kegiatan pemasaran dan serangkaian
dari pertukaran relasional yang memiliki riwayat dan masa depan. Berdasarkan
beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa relationship marketing
merupakan suatu strategi menjalin hubungan dengan pelanggan untuk jangka waktu
yang lama melalui kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan.
Tujuan utama relationship marketing adalah untuk membangun dan
mempertahankan konsumen setia yang menguntungkan perusahaan. Pencapaian
tujuan dari relationship marketing dapat diwujudkan melalui:
a. memahami kebutuhan,
b. memperlakukan pelanggan sebagai mitra,
c. memberikan kepuasan semua kebutuhan pelanggan oleh karyawan; ini mungkin
inisiatif permintaan dan upaya pada bagian dari karyawan yang melebihi norma
perusahaan,
d. memberikan kualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan individu pelanggan.
Relationship marketing akan menghasilkan beberapa output positif, yaitu:
a. persentase yang tinggi dari pelanggan yang puas,
b. loyalitas tinggi
c. persepsi pelanggan pelanggan pada produk / jasa kualitas yang lebih tinggi dan
d. meningkatkan keuntungan perusahaan penjual.

15
16

Menurut Yu & Tung (2013), ada 3 tipe ikatan dari relationship marketing:
1. Financial bonds
ikatan keuangan merujuk ke insentif keuangan perusahaan, seperti diskon dan
produk bunga, untuk menjaga dan menarik pelanggan dalam jangka pendek.
2. Social bonds
ikatan sosial merujuk ke tindakan perusahaan untuk memperkuat kontak pribadi
dengan pelanggan dan memahami kebutuhan mereka, untuk menawarkan layanan
yang disesuaikan, sehingga meningkatkan tingkat retensi pelanggan
3. Structure bonds
ikatan struktur mengacu pada hubungan antara perusahaan dan pelanggan
didirikan dengan nilai tambah.
Rincian tersebut adalah sebagai berikut:
a. trust
kepercayaan mengacu pada tingkat kepercayaan pelanggan, untuk
meningkatkan kepentingan jangka panjang pelanggan dalam hubungan
transaksi;
b. satisfaction
kepuasan mengacu pada tingkat kepuasan pelanggan dengan perangkat lunak
dan perangkat keras lingkungan yang ditawarkan oleh perusahaan; dan
c. commitment
mengacu pada status penyelesaian sesuatu yang dijanjikan oleh perusahaan
untuk pelanggan.

Dimensi customer relationship marketing menurut Ndubisi (2007) dalam


Hadiyati (2014) adalah kepercayaan, komitmen, komunikasi dan penanganan
keluhan, yang dijelaskan oleh Hadiyati (2014) sebagai berikut:

1. Kepercayaan
Menurut Sunarto (2006) dalam Hadiyati (2014) kepercayaan konsumen adalah
semua pengetahuan yang dimiliki konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya. Dalam konsep relationship
marketing, kepercayaan merupakan salah satu dimensi dari relationship marketing
untuk menentukan sejauh mana yang dirasakan suatu pihak mengenai integritas
dan janji yang ditawarkan pihak lain. Suatu pengalaman konsumsi dapat
17

didefinisikan sebagai kesadaran dan perasaan yang dialami konsumen selama


pemakaian produk atau jasa
2. Komitmen
Menurut Fullerton (2000) dalam Hadiyati (2014), bentuk komitmen konsumen
dibedakan atas :
a. Continuance commitment dalam hubungan pemasaran adalah komitmen yang
timbul karena konsumen terikat pada suatu perusahaan dan akan membutuhkan
biaya dan waktu apabila ia pindah ke perusahaan lain.
b. Normative commitment adalah komitmen yang timbul karena konsumen merasa
wajib menjalankan suatu usaha bisnis dengan perusahaan tertentu.
c. Affective commitment merupakan komitmen yang muncul karena masing-
masing pihak yang berhubungan merasa yakin bahwa di antara mereka terdapat
nilai-nilai yang sejalan dan timbulnya komitmen berdasarkan kesepakatan
bahwa hubungan saling menguntungkan ini perlu dilanjutkan.
3. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi yang diberikan kepada
penerima pesan, dengan harapan penerima pesan menggunakan informasi tersebut
untuk mengubah sikap dan perilaku. Komunikasi akan memudahkan
pelanggan/calon pelanggan dalam memperoleh informasi dan memilih produk
(pelayanan jasa) yang ditawarkan oleh penyedia jasa yang paling sesuai dengan
kebutuhan mereka. Ini berarti pihak penyedia jasa tidak lepas dari peran sebagai
komunikator dan promotor yang berusaha untuk mempengaruhi pelanggan agar
menggunakan produk bahkan menambah tingkat konsumsi produk (pelayanan
jasa) yang ditawarkan. Oleh karena itu pihak penyedia jasa harus menguasai
komunikasi pemasaran dengan baik agar dapat berkomunikasi dengan pelanggan,
sehingga dapat mengambil keputusan penting mengenai pemenuhan keinginan
dan kebutuhan pelanggan.
4. Penanganan keluhan
Penanganan keluhan secara baik dan efektif tentunya memberikan peluang untuk
mengubah seorang pelanggan yang tidak puas, menjadi pelanggan yang puas atau
bahkan menjadi pelanggan setia. Tjiptono (2007) dalam Hadiyati (2014)
menyatakan sedikitnya terdapat empat aspek penanganan keluhan yang penting, di
antaranya:
18

a. Empati terhadap pelanggan yang marah. Luangkan waktu untuk mendengarkan


keluhan pelanggan dan usahakan untuk memahami keadaan yang dirasakan
oleh pelanggan tersebut, maka permasalahan yang dikeluhkan menjadi jelas
dan dapat diambil solusi yang optimal.
b. Kecepatan dalam penanganan keluhan. Apabila perusahaan terkesan lambat
dalam menangani keluhan pelanggan, maka pelanggan akan menjadi semakin
tidak puas terhadap kinerja perusahaan, sedangkan apabila keluhan dapat
ditangani dengan cepat, maka besar kemungkinan pelanggan yang tidak puas
tersebut akan menjadi pelanggan perusahaan kembali.
c. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau keluhan.
Solusi yang diharapkan atas permasalahan yang dikeluhkan oleh pelanggan
tentu adalah yang seadilnya, tidak ada yang dirugikan, atau disebut “win-win”
dimana pelanggan dan perusahaan sama-sama diuntungkan.
d. Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahaan. Perlu diperhatikan
bagi perusahaan bahwa komentar, saran, kritik, pertanyaan maupun keluhan
dari para pelanggan sangatlah penting bagi kelangsungan perusahaan, maka
dibutuhkan sarana atau metode dimana pelanggan dapat menyampaikan
keluhannya dengan mudah. Penanganan keluhan dapat mempengaruhi loyalitas
pelanggan.

2.2 Corporate Image

Menurut Kotler dan Keller (2012:274), corporate image merupakan


serangkaian keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu
objek. Sia & Subagio (2013) menjelaskan corporate image sebagai kesan-kesan
yang muncul dalam pemikiran seseorang ketika mereka mendengar nama dari sebuah
hotel, tempat, restoran, atau institusi bisnis lainnya. Begitu juga Tjokroaminoto &
Kunto (2014) menggambarkan citra perusahaan sebagai suatu persepsi yang ada
dalam benak seseorang ketika mereka mendengar nama dari suatu institusi bisnis di
mana persepsi yang muncul dipengaruhi oleh berbagai aktivitas yang dilakukan oleh
institusi bisnis tersebut. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
corporate image adalah kesan atau persepsi yang muncul dalam benak seseorang
ketika mendengar nama suatu institusi bisnis.
19

Menurut Gronroos (2001) dalam Roche (2014), pentingnya corporate image


ditekankan dalam pengalaman kualitas layanan, Dalam studinya corporate image
memiliki potensi masa depan untuk membuat kualitas pelayanan sebagai kontribusi
kunci dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Image dipahami sebagai faktor
penting di sektor keuangan, yaitu sebagai image yang dapat membuat suatu rasa
keandalan dan kepercayaan diri untuk pelanggan. Tujuan dari citra perusahaan
adalah untuk mengaktifkan, pemahaman yang akurat jelas tentang perusahaan. Citra
perusahaan adalah tentang persepsi dan karena itu, citra mengenai korporasi berbeda
dari orang ke orang. Citra perusahaan terdiri dari empat elemen kunci di mana citra
perusahaan memiliki pengaruh terhadap karyawan, kelompok sasaran (pelanggan,
mitra) dan masyarakat. Ini adalah pikiran tentang korporasi, pengakuan korporasi,
reputasi perusahaan dan perbandingan perusahaan dengan pesaingnya. Citra
perusahaan adalah berharga, entitas nyata yang sulit untuk ditiru dan dapat
membantu untuk mendapatkan keunggulan, kinerja keuangan berkelanjutan
(Marteson, 2007 dalam jurnal Ene & Ozkaya, 2014).
Menurut Tjokroaminoto & Kunto (2014) dimensi citra perusahaan terdiri dari
4 bagian, yaitu:
1. Moralitas, berkaitan dengan bagaimana suatu perusahaan memiliki moral terhadap
lingkungan dan sosialnya. Moralitas meliputi kepedulian terhadap:
a. kegiatan sosial, yaitu melalui perusahaan memberikan ucapan kepada
pelanggan pada tanggal tertentu.
b. lingkungan, yaitu apakah perusahaan menjual produk yang ramah lingkungan
2. Manajemen, berkaitan dengan bagaimana manajemen suatu perusahaan tersebut
dikelola dengan baik, yang meliputi:
a. keahlian staf, yaitu salesman yang mampu mengerti apa yang diinginkan dan
dibutuhkan oleh pelanggan.
b. kerjasama antara pekerja di perusahaan, dimana perusahaan mampu mengirim
barang yang sesuai dengan permintaan pelanggan secara tepat waktu yang
dijanjikan.
3. Performa, berkaitan dengan kinerja dari perusahaan dalam melakukan kegiatan
bisnisnya, yang meliputi:
a. kesesuaian harga, yaitu harga produk yang sebanding dengan kualitas barang
yang dijual perusahaan.
20

b. kegiatan promosi, yaitu kegiatan promosi yang dilakukan perusahaan mampu


menarik perhatian pelanggan.
c. kemudahan transaksi , yaitu perusahaan memberikan fasilitas memadai dalam
hal bertransaksi, misalnya dengan memberikan jatuh tempo dan potongan
harga.
4. Pelayanan, yang meliputi:
a. kecepatan pelayanan, yaitu perusahaan dapat menyediakan produk yang
diinginkan pelanggan dengan cepat.
b. penanganan keluhan, yaitu perusahaan dapat memberikan solusi yang baik dan
cepat atas keluhan yang timbul.
c. fokus terhadap kebutuhan pelanggan, yaitu perusahaan dapat mengerti
kebutuhan pelanggan

2.3 Kepuasan Pelanggan

Menurut Stank et al. (1999) yang dikutip Alireza, Ali & Aram (2011),
kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai reaksi global secara keseluruhan pada
pengalaman konsumsi. Tsai, Tsai, & Chang (2010) mendefinisikan kepuasan
pelanggan adalah ekspresi kesenangan atau kekecewaan yang dihasilkan dari
perbandingan antara persepsi dan harapan. Kepuasan pelanggan adalah perasaan
subyektif positif atau negatif yang timbul dari perbandingan antara harapan dan
persepsi preconsumption dan postconsumption. Sedangkan menurut Kotler dan
Keller (2009) yang dikutip oleh Sia & Subagio (2013), kepuasan pelanggan adalah
perasaan pelanggan yang puas atau kecewa yang dihasilkan dari membandingkan
kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) dengan ekspektasi pelanggan. Jika
kinerja gagal memenuhi ekspektasi, maka pelanggan tidak akan puas. Hal sebaliknya
akan terjadi, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, maka pelanggan akan puas. Dari
beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan
ekspresi perasaan seseorang yang dihasilkan dari perbandingan antara kinerja yang
dipersepsikan pelanggan dengan harapan pelanggan.
Kepuasan konsumen sangat tergantung pada perasaan dan harapan konsumen
itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan dan harapan konsumen ketika
melakukan pembelian suatu barang atau jasa adalah kebutuhan dan keinginan yang
dirasakan oleh konsumen tersebut pada saat melakukan pembelian suatu barang atau
21

jasa, pengalaman masa lalu ketika mengonsumsi barang atau jasa tersebut serta
pengalaman rekan-rekan yang telah mengonsumsi barang atau jasa tersebut dan
periklanan. Di dalam lingkungan yang kompetitif, perilaku yang dapat menunjukkan
kepuasan konsumen adalah apakah konsumen tersebut akan membeli kembali dan
menggunakan produk tersebut diwaktu yang akan datang.
Menurut Schannars dalam Tjiptono (2011:201) kepuasan konsumen akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Hubungan perusahaan dengan konsumen menjadi harmonis
b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan
d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
menguntungkan perusahaan
e. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan
f. Laba yang di peroleh dapat meningkat.

Alireza, Ali & Aram (2011) mengukur kepuasan pelanggan melalui dua
indikator, yaitu kepuasan terhadap pelayanan yang diterima dari perusahaan, dan
kepuasan pelanggan tersebut terhadap perusahaan itu secara keseluruhan.
Dengan demikian kepuasan pelanggan sangat penting untuk senantiasa dijaga
dan dipantau oleh perusahaan. Menurut Kotler dan Keller yang dikutip oleh Tjiptono
(2011:315), ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan, yaitu :
a. Sistem keluhan dan saran (suggestion and recommended), yaitu dengan
menempatkan kotak-kotak saran di tempat yang sering dilewati pelanggan dan
menyediakan lembar kartu komentar atau saran yang dapat diisi langsung
kemudian dapat dimasukkan ke kotak saran tersebut, atau juga bisa menyediakan
sarana lain yang mendukung pelanggan dapat menyampaikan saran atau
keluhannya pada perusahaan. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi
pelanggan perusahaan untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka.
b. Survei periodik, yaitu menggunakan metode survey, baik melalui pos, telepon,
maupun wawancara pribadi. Melalui survey, perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelannggan dan sekaligus juga
memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
para pelanggan.
22

c. Mystery shoppers, yaitu dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost


shopper) untuk berperan atau bersikap seolah seperti pelanggan/pembeli potensial
produk perusahaan dan pesaing.
d. Analisa konsumen yang hilang (customer loss rate), yaitu dengan berusaha
menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih
pemasok.

2.4 Loyalitas Pelanggan


Definisi loyalitas menurut Tjiptono (2011:481) adalah perilaku pembelian
ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang
kali (bisa dikarenakan memang hanya satu-satunya merek yang tersedia, merek
termurah, dan sebagainya). Yu & Tung (2013) mendefinisikan loyalitas pelanggan
sebagai niat pelanggan untuk membeli produk di masa depan dan untuk memberikan
word of mouth positif. Sedangkan menurut Gremler & Brown (1997) yang dikutip
oleh Tjokroaminoto & Kunto (2014), loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang
tidak hanya membeli ulang barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan
sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan
orang lain untuk membeli. Pada pengertian ini ada ikatan yang kuat antara kepuasan
dan loyalitas pelanggan. Ketika perasaan kepuasan berlanjut, maka loyalitas
pelanggan tercipta. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
loyalitas pelanggan adalah niat pelanggan untuk melakukan pembelian berulang pada
suatu produk atau perusahaan yang sama dan merekomendasikannya kepada orang
lain.
Tsai, Tsai & Chang (2010) menjelaskan ada dua jenis loyalitas pelanggan,
yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Pelanggan dengan loyalitas jangka panjang,
artinya bahwa pelanggan tidak akan mudah berpaling ke operator bisnis lain.
Pelanggan dengan loyalitas jangka pendek cenderung beralih ke operator bisnis yang
berbeda. Ikatan loyalitas pelanggan terutama dalam hal apakah konsumen akan terus
membeli produk dari operator bisnis yang sama.
Loyalitas konsumen atau pelanggan dapat diukur melalui respon dan sikap
terhadap perusahaan yang bersangkutan. Alireza, Ali & Aram (2011) mengukur
loyalitas pelanggan dengan indikator adanya kesediaan untuk membeli lagi
(pembelian ulang), dan merekomendasikan kepada orang lain. Begitu juga Yu &
23

Tung (2013), dalam penelitiannya di bidang asuransi jiwa, loyalitas pelanggan


ditunjukkan dengan:
1. Behavioural loyalty, mengacu pada niat pelanggan untuk membeli produk
asuransi perusahaan lagi di masa depan; dan
2. Word of mouth, mengacu pada niat pelanggan untuk merekomendasikan
perusahaan kepada orang lain.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan dapat
diukur melalui dua dimensi, yaitu behavioral loyalty, dengan indikator niat
pelanggan untuk membeli kembali di waktu yang akan datang pada perusahaan yang
sama (pembelian ulang), dan word of mouth, dengan indikator niat pelanggan untuk
merekomendasikan kepada orang lain.

2.5 Pengaruh antar Variabel


Berikut adalah penjelasan pengaruh antar variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini:
2.5.1 Pengaruh Relationship Marketing terhadap Kepuasan Pelanggan
Kegiatan pemasaran saat ini lebih mengarah kepada sebuah hubungan antara
perusahaan dengan pelanggannya, salah satunya melalui upaya relationship
marketing. Hubungan antara perusahaan dan pelanggan yang dekat dan terjalin baik
akan dapat memuaskan pelanggannya, karena pelanggan merasa diperhatikan dan
perusahaan mengenal pelanggannya dengan baik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Cockalo, Dordevic & Sajfert (2011)
yang berjudul “Customer Satisfaction and Acceptance of Relationship Marketing
Concept: An Exploratory Study in QM Certified”, menunjukkan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan output utama dari relationship marketing. Perusahaan dari
daerah Serbia memiliki masalah dengan kualitas praktik bisnis mereka dan
produktivitas, dimana sedikit perusahaan yang menerapkan system quality dan
relationship marketing walaupun telah diterapkan, namun hanya pada tingkat dasar,
dan hanya di sejumlah kecil perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan kepuasan pelanggan dari sudut pandang konsep relationship marketing,
serta untuk menunjukkan bahwa konsep relationship marketing dapat diterima dan
diterapkan di perusahaan-perusahaan Quality Management bersertifikat di Serbia,
dalam rangka mengintegrasikan kepuasan pelanggan dan relationship marketing
24

dalam konsep Quality Management. Relationship Marketing akan memimpin menuju


output positif:
1. persentase yang tinggi dari pelanggan yang puas,
2. loyalitas tinggi,
3. persepsi pelanggan pada kualitas produk/jasa yang lebih tinggi
4. meningkatkan keuntungan perusahaan penjualHasil penelitian titik pada kenyataan
Dengan menggunakan metode analisis pareto, hasil dari penelitian ini adalah bahwa
dengan membuat penawaran yang melampaui harapan konsumen
menciptakan interaksi positif antara konsumen dan produk. Hasil akhir dari interaksi
ini adalah kepuasan dan positif, konsumen menjadi tercengang. Relationship
Marketing adalah konsep yang menyiratkan sebuah hubungan longlasting
berdasarkan kepentingan bersama perusahaan dan pelanggan, serta bahwa kedua
belah pihak (penjual dan pembeli) berfokus pada tujuan bersama. Kepuasan
pelanggan merupakan output utama dari relationship marketing.
Untuk itu perusahaan dapat membenahi manajemen sumber daya manusia
mereka, baik dalam melakukan pemilihan, melibatkan, memberikan pelatihan dan
memotivasi karyawan, terutama yang bersentuhan langsung dengan pelanggan, yaitu
dengan mengutamakan kriteria kemampuan komunikatif dan pengalaman, ketika
memilih staf di bagian yang berhubungan langsung dengan para pelanggan.
Khusnandar (2014) melalui penelitiannya di bidang industri grafika yang
sedang mengahadapi rendahnya konsumen yang loyal, meneliti pengaruh proses jasa,
relationship marketing terhadap customer satisfaction dan customer loyalty. Data
yang dianalisis menggunakan SPSS 20.0, juga menunjukkan bahwa relationship
marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel customer
satisfaction, dimana hubungan antar variabel bersifat kuat dan searah sehingga setiap
peningkatan pada nilai variabel relationship marketing, maka nilai pada variabel
customer satisfaction juga akan meningkat. Begitu pula sebaliknya, setiap penurunan
pada nilai variabel relationship marketing, maka nilai pada variabel customer
satisfaction juga akan menurun.
Sedangkan menurut Andersen (2002) dalam jurnal penelitian Cheng & Lee
(2011), tidak ada jaminan bahwa hubungan pemasaran akan memiliki pengaruh
positif dan langsung pada loyalitas pelanggan, kecuali pelanggan puas dengan
strategi hubungan pemasaran perusahaan. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan perlu
ditingkatkan oleh variabel lain. Penelitian Cheng & Lee (2011) ini mengeksplorasi
25

pengaruh dari relationship marketing dan biaya transaksi pada kepuasan konsumen,
risiko yang dirasakan, terhadap loyalitas konsumen dalam hal konteks pusat
perbelanjaan (shopping mall). Dengan mengukur dimensi utama relationship
marketing, yaitu kepercayaan, komitmen, komunikasi, dan manajemen konflik,
berdasarkan Ndubisi (2007), dan data yang diolah menggunakan Structural Equation
Model (SEM), hasilnya menunjukkan bahwa relationship marketing berpengaruh
positif dan signifikan terhadap customer satisfaction. Hasil ini menunjukkan bahwa
bisnis ini strategi relationship marketing memang membantu meningkatkan
kepuasan pelanggan dan mengurangi biaya transaksi pelanggan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa relationship
marketing merupakan komponen penting dalam memuaskan pelanggan. Karena di
dalam relationship marketing terdapat unsur adanya kepercayaan, komitmen,
komunikasi, manajemen konflik atau penanganan keluhan, yang terbangun antara
perusahaan dan konsumennya, yang membuat perusahaan memiliki hubungan yang
baik dengan customer dan juga menguntungkan kedua belah pihak, sehingga
customer akan merasa puas dengan pengalaman baiknya bersama perusahaan yang
bersangkutan.

2.5.2 Pengaruh Corporate Image terhadap Kepuasan Pelanggan


Citra merupakan pandangan yang dibentuk berdasarkan impresi atau
pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap sesuatu, sehingga pada akhirnya
membangun suatu sikap mental, sikap mental ini nantinya akan dipakai sebagai
pertimbangan untuk mengambil keputusan karena citra dianggap mewakili totalitas
pengetahuan seseorang terhadap sesuatu.
Menurut Roche (2014), yang melakukan penelitian pada sektor perbankan di
Sri Lanka, yaitu penggunaan internet banking, corporate image merupakan indikator
yang paling signifikan dari kepuasan pelanggan. Kemudian indikator berikutnya
yang mengikuti adalah jaminan, penanganan masalah, empati, keandalan dan
keamanan atau privasi. Corporate Image memiliki dampak langsung dan positif pada
kepuasan pelanggan internet banking. Implikasinya terhadap manajemen bank,
adalah bank harus memperhatikan dan berkonsentrasi pada tiga dimensi utama yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu berkonsentrasi pada corporate image,
jaminan, dan penanganan masalah, yang pada gilirannya akan melengkapi tiga
dimensi lain, yaitu empati, keandalan dan keamanan atau privasi. Jika corporate
26

image dan jaminan dapat ditingkatkan, maka keamanan, kepuasan pelanggan dapat
ditingkatkan secara signifikan.
Begitu juga menurut Ene & Ozkaya (2014) dalam studinya di bidang toko
ritel, mensurvei pelanggan yang berbelanja dari toko ritel di Istanbul untuk
mengukur persepsi pelanggan terhadap corporate image pada bisnis ritel makanan
dan garment di Istanbul, dan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan, serta
pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggannya. Data yang diolah
menggunakan analisis regresi, menggambarkan hasil bahwa citra perusahaan
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Retailer corporate image memiliki efek positif
pada kepuasan pelanggan. Dalam lingkungan yang kompetitif , agar toko ritel bisa
mendapatkan kekuatan dan keunggulan kompetitif, maka toko ritel perlu untuk
memiliki citra perusahaan yang kuat, untuk menjaga dan memuaskan pelanggan.
Toko ritel akan menciptakan loyalitas merek yang sukses karena kemampuannya
yang dilengkapi dengan citra perusahaan yang kuat dan meningkatnya kepuasan
pelanggan. Elemen-elemen kunci yang efektif dalam menciptakan loyalitas merek
yang memungkinkan toko ritel untuk memiliki keunggulan kompetitif, memiliki
urutan citra perusahaan bisnis, kepuasan pelanggan, harapan pelanggan, produk atau
kualitas layanan yang dirasakan dan nilai yang dirasakan.
Sedangkan menurut Alireza, Ali & Aram (2011) yang melakukan studi pada
bidang telekomunikasi di Iran, menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan memediasi
dampak kualitas layanan, nilai, dan citra perusahaan terhadap loyalitas pelanggan.
Kualitas layanan yang lebih tinggi secara signifikan meningkatkan citra perusahaan,
yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan pelanggan dan nilai yang dirasakan.
Corporate image memiliki efek tidak langsung pada kepuasan melalui nilai. Citra
perusahaan juga memprediksi loyalitas pelanggan secara langsung. Secara
keseluruhan, image memainkan peran penting dalam meningkatkan nilai pelanggan,
kepuasan dan loyalitas. Citra perusahaan (corporate image) yang dirasakan baik atau
positif oleh pelanggannya, maka akan meningkatkan kepuasan pelanggannya. Citra
perusahaan berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan dalam kualitas layanan
yang disajikan perusahaan, sedangkan pengaruh tidak langsung dari corporate image
terhadap kepuasan pelanggan adalah melalui nilai perusahaan yang dirasakan
pelanggannya. Pengaruh citra perusahaan yang signifikan terhadap kepuasan
pelanggan ini juga didukung oleh Sia & Subagio (2013) yang melakukan penelitian
di bidang restoran di Surabaya.
27

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa corporate


image mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selain itu corporate image juga memiliki
efek tidak langsung pada kepuasan melalui nilai. Secara keseluruhan, image
memainkan peran penting dalam meningkatkan nilai pelanggan, kepuasan dan
loyalitas.

2.5.3 Pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan


Kepuasan pelanggan erat hubungannya dengan loyalitas pelanggan. Semakin
terpuaskan konsumen terhadap keinginannya, atau terpuaskan antara harapan dengan
kenyataannya, akan menyebabkan konsumen kembali lagi membeli produk tersebut
dan menjadi konsumen yang loyal terhadap produk penjual. Sedangkan kepuasan
pelanggan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti pelayanan yang baik, adanya reputasi
dari penjual atau produsen dan adanya kualitas produk yang sesuai dengan harapan-
harapan konsumen, dan lain sebagainya.
Pada penelitian Cheng & Lee (2011) di bidang shopping mall, dan pada
penelitian Alireza, Ali, & Aram (2011) di bidang mobile telecomunication,
menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap loyalitas pelanggan, yang berarti kepuasan pelanggan yang lebih tinggi akan
lebih membantu meningkatkan loyalitas pelanggan yang tidak lain merupakan tujuan
utama suatu layanan.
Selanjutnya, Tsai, Tsai & Chang (2010) mensurvei di pelanggan hypermarket
di Taiwan, dengan menggunakan biaya beralih sebagai variabel, untuk
mengeksplorasi hubungan antara nilai pelanggan, kepuasan pelanggan, dan loyalitas
pelanggan. Mereka melakukan survei ini karena melihat bahwa industri hypermarket
semakin penting di Taiwan. Dengan menggunakan skala Likert dalam penilaian
kuesioner, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggan dengan persepsi
yang lebih tinggi dari produk atau nilai layanan, memiliki kepuasan pelanggan
hypermarket dan loyalitas pelanggan yang lebih besar. Dalam hal nilai pelanggan,
pelanggan membayar lebih dalam memperhatikan layanan dari produk. Ketika
produk membuat sedikit perbedaan, kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan
akan meningkatkan peringkat kepuasan keseluruhan. Dengan demikian, terlepas dari
perbedaan harga, pelanggan akan bersedia untuk kembali ke pemasok yang memiliki
peringkat kepuasan yang tinggi. Maka, operator hypermarket harus memanfaatkan
nilai pelanggan untuk meningkatkan daya saing. Dalam penelitian ini juga ditemukan
28

bahwa peningkatan kepuasan pelanggan juga memiliki efek positif yang signifikan
terhadap loyalitas pelanggan, dimana kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh nilai
layanan (service value). Nilai layanan memiliki dampak yang lebih besar terutama
pada kepuasan pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai layanan atau kualitas
yang tepat waktu dan benar diberikan oleh tenaga pelayanan akan meningkatkan
kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya akan berdampak pada loyalitas pelanggan.
Begitu juga menurut Sia & Subagio (2013) dan Khusnandar (2014),
menyatakan bahwa customer satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap customer loyalty pada perusahaan, dimana hubungan antar variabel bersifat
kuat dan searah sehingga setiap peningkatan pada nilai variabel customer
satisfaction, maka nilai pada variabel customer loyalty juga akan meningkat. Begitu
pula sebaliknya, setiap penurunan pada nilai variabel customer satisfaction, maka
nilai pada variabel customer loyalty juga akan menurun.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan yang
lebih tinggi akan lebih membantu meningkatkan loyalitas pelanggan. Banyak sekali
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, seperti kualitas layanan
atau nilai layanan, image perusahaan, atau dari relationship antara perusahaan
dengan pelanggannya, atau faktor lain yang dirasakan positif oleh pelanggannya,
pada akhirnya akan membuat customer tersebut menjadi setia atau loyal. Pelanggan
yang merasa dipuaskan sesuai atau bahkan melebihi harapannya, maka pelanggan
tersebut cenderung akan menjadi pelanggan yang loyal.

2.5.4 Pengaruh Relationship Marketing terhadap Loyalitas Pelanggan Secara


Tidak Langsung Melalui Kepuasan Pelanggan
Relationship marketing dapat memberikan kepuasan pada pelanggan, dan
melalui pelanggan yang merasa puas, maka akan berdampak pada loyalitas
pelanggan. Cheng & Lee (2011) dalam penelitiannya yang meneliti relationship
marketing strategy dan transaction cost pada customer satisfaction, perceived risk,
and customer loyalty, menemukan bahwa relationship marketing memiliki pengaruh
terhadap loyalitas pelanggan melalui customer satisfaction dan juga perceived risk.
Khusnandar (2014) dalam penelitiannya yang dilakukan pada pelanggan di bidang
industri percetakan, dijelaskan bahwa relationship marketing memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap customer satisfaction, dimana hubungan antar variabel
29

bersifat kuat dan searah. Selanjutnya customer satisfaction memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap customer loyalty, dimana hubungan antar variabel bersifat kuat
dan searah. Selain itu relationship marketing secara tidak langsung memiliki
pengaruh terhadap variabel customer loyalty melalui customer satisfaction. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa relationship marketing secara tidak langsung memiliki
pengaruh terhadap customer loyalty melalui customer satisfaction. Begitu juga
menurut Cockalo, Dordevic & Sajfert (2011) relationship marketing adalah konsep
yang menggambarkan hubungan longlasting berdasarkan kepentingan bersama
antara perusahaan dan pelanggan, seperti kedua belah pihak (penjual dan pembeli)
yang berfokus pada tujuan bersama. Pencapaian tujuan dari relationship marketing
salah satunya dapat diwujudkan dengan memberikan kepuasan semua kebutuhan
pelanggan oleh karyawan. Selain itu relationship marketing akan memimpin pada
output positif berikut:
a. persentase yang tinggi dari pelanggan yang puas,
b. loyalitas tinggi
c. persepsi pelanggan pelanggan pada produk / jasa kualitas yang lebih tinggi dan
d. meningkatkan keuntungan perusahaan penjual.
Hal ini berarti kepuasan pelanggan tinggi yang dihasilkan dari relationship
marketing mampu mempengaruhi loyalitas pelanggan menjadi tinggi juga.
Sedangkan menurut pendapat Andersen (2002) dalam jurnal penelitian Cheng
& Lee (2011), dijelaskan bahwa tidak ada jaminan bahwa hubungan pemasaran akan
memiliki pengaruh positif dan langsung pada loyalitas pelanggan, kecuali pelanggan
puas dengan strategi hubungan pemasaran perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa relationship
marketing berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan secara tidak langsung melalui
kepuasan pelanggan.

2.5.5 Pengaruh Corporate Image terhadap Loyalitas Pelanggan Secara Tidak


Langsung Melalui Kepuasan Pelanggan
Ene & Ozkaya (2014) dalam studinya di bidang toko ritel, mensurvei
pelanggan yang berbelanja dari toko ritel di Istanbul untuk mengukur persepsi
pelanggan terhadap corporate image pada bisnis ritel makanan dan garment di
Istanbul, dan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan, serta pengaruh kepuasan
pelanggan terhadap loyalitas pelanggannya. Data yang diolah menggunakan analisis
30

regresi, menggambarkan hasil bahwa citra perusahaan mempengaruhi kepuasan


pelanggan, dan kepuasan pelanggan mempengaruhi loyalitas pelanggan. Sehingga
citra perusahaan secara tidak langsung mempengaruhi loyalitas pelanggan melalui
kepuasan pelanggan yang tercipta. Begitu juga Alireza, Ali & Aram (2011) dalam
penelitiannya di bidang telekomunikasi di Iran, menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan memediasi dampak kualitas layanan, nilai, dan citra perusahaan terhadap
loyalitas pelanggan. Namun nilai yang dirasakan juga memainkan peran mediasi,
yaitu memediasi antara kualitas layanan dengann kepuasan, serta citra perusahaan
dengan kepuasan. Sehingga citra perusahaan (corporate image) juga dapat
mempengaruhi kepuasan secara tidak langsung melalui mediasi dari nilai yang
dirasakan pelanggan. Begitu juga pada penelitian yang dilakukan Sia & Subagio
(2013) pada bidang cafe dan restaurant, hasilnya juga mendukung bahwa corporate image
berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Customer satisfaction sebagai
variabel intervening juga berpengaruh signifikan terhadap customer loyalty. Selain
itu ada pengaruh yang positif antara customer satisfaction dan customer loyalty,
dengan faktor terbesar kedua yang berkontribusi pada customer satisfaction adalah
corporate image.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan corporate image
mempengaruhi loyalitas pelanggan secara tidak langsung melalui kepuasan
pelanggan.

2.6 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan landasan dan penelitian terdahulu yang disesuaikan dengan
formulasi permasalahan, maka model kerangka berpikir dari penelitian ini dapat
digambarkan seperti Gambar 2.1, yaitu seperti berikut:
31

Relationship
Marketing

Kepuasan Loyalitas
Pelanggan Pelanggan

Corporate
Image

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber: adaptasi dari Tsai, Tsai & Chang (2010) ; Cockalo, Dordevic & Sajfert
(2011) ; Cheng & Lee (2011) ; Alireza, Ali & Aram (2011) ; Sia & Subagio
(2013) ; Roche (2014) ; Khusnandar (2014) ; Selda & Betul (2014)

2.7 Hipotesis
Berdasarkan uraian landasan teori, pengaruh antar variabel dan kerangka
pemikiran yang telah dijelaskan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk Tujuan 1

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara relationship marketing terhadap


kepuasan pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara relationship marketing terhadap
kepuasan pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia

2. Untuk Tujuan 2

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara corporate image terhadap


kepuasan pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara corporate image terhadap kepuasan
pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia
32

3. Untuk Tujuan 3

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan pelanggan terhadap


loyalitas pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan pelanggan terhadap loyalitas
pelanggan pada PT Bukit Permata Indonesia

4. Untuk Tujuan 4

H0 : Tidak ada pengaruh tidak langsung yang signifikan antara relationship


marketing terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan pada PT
Bukit Permata Indonesia
Ha : Ada pengaruh tidak langsung yang signifikan antara relationship marketing
terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan pada PT Bukit
Permata Indonesia

5. Untuk Tujuan 5

H0 : Tidak ada pengaruh tidak langsung yang signifikan antara corporate image
terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan pada PT Bukit
Permata Indonesia
Ha : Ada pengaruh tidak langsung yang signifikan antara corporate image
terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan pada PT Bukit
Permata Indonesia

Anda mungkin juga menyukai