PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya : bersifat ketiduran acaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensori terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensori yang di interpretasikan oleh stimulus yang di
terima. Jika diliputi rasa kecemasan yang mengacu pada respon reseptor sensori terhadap
stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang
dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti : Skizofrenia, Depresi, Delirium, dan kondisi yang berhubungan
penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.
2. Tujuan
Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami konsep teori keperawatan jiwa “Halusinasi Pendengaran”.
1) Pengertian halusinasi pendengaran
2) Rentang respon halusinasi
3) Penyebab halusinasi
4) Jenis-jenis halusinasi
5) Fase-fase halusinasi
6) Tanda dan gejala halusinasi
7) Pohon masalah halusinasi
2. Mahasiswa dapat memahami konsep Asuhan Keperawatan Jiwa “Gangguan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran”
1) Diagnosa Keperawatan
2) Rencana Keperawatan
3) SPTK
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
A. Definisi Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu
dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir
tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,
excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau
perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang
pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
2. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
3. Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini
klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
4. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b.Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penciuman:
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)
B. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
- Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
- Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun
di luar dirinya.
- Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
- Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
- Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
- Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
- Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
- Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang
berlaku.
- Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
- Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
- Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
D. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart,
2007).
d. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.
e. Faktor Pemicu
1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam
bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan
mendapat pekerjaan.
3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri
(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi
kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a). Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,
jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi
visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b). Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c). Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
d). Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1). Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4). Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6). Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7). Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9). Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10). Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11). Memori
a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang
yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar
ruangan.
Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
- Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
- Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
- Isolasi sosial : menarik diri.
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
- Intoleransi aktifitas.
- Defisit perawatan diri.
III. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
- Isolasi Sosial : Menarik Diri
- Resti Perilaku Kekerasan
- Resti Mencederai diri (BD)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif : Bagaimana perasaan Tn. “S” setelah kita kita bercakap-
cakap? Jadi suara-suara itu menyuruh Tn. “S” untuk mengejek, terus menerus terjadi dan
terutama kalau sendiri dan Tn. “S” merasa kesal. Seperti yang telah kita perlajari bila suara-
suara itu muncul Tn. “S” bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dengar kamu suara
palsu”
b. RTL : Tn. “S” lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali
sehari yaitu jam 90:00, 14:00 dan jam 20:00 cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai
dengan jadwal keegiatan harian yang telah kita buat tadi ya Tn. “S”? . Jika Tn. “S”
melakukanya secara mandiri makan Tn. “S” menuliskan M, jika Tn. melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka Tn. “S” buat Tn. “S”, Jika Tn. “S” tidak
melakukanya maka Tn. “S” tulis T. apakah Tn. “S” mengerti? Coba Tn. “S” ulangi? Naah
bagus Tn. “S”
c. Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah Tn. “S” bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara yang
kedua yaitu denganminum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah Tn. “S”
bersedia?
Waktu : Tn. “S” mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00 ?
Tempat : Tn. “S” maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Baiklah Tn. “S” besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok Tn. “S” saya permisi
Assalamualaikum WR,WB.
c. Kontrak :
i. Topik : Baiklah Tn. “S”, bagaimana kalau hari ini melanjutkan SP 1 (menghardik
halusinasi)?
ii. Waktu : Berapa lama Tn. “S” mau berapa berlatih cara menghardik halusinasi? Bagaimana
kalau 10 menit?
iii. Tempat : Tn. “S” mau berlatih dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Baiklah Tn. “S”.
2. Fase Kerja .
“mengingat yang kemarin saya tawarkan, gimana Tn. “S” mau saya ajarkan cara menghardik
halusinasi?” “syukurlah kalau Tn. “S” mau, nanti jika bisikan itu datang lagi Tn. “S” harus
bisa mengusirnya dengan cara mengatakan [pergi... pergi... saya tidak mau dengar... kamu
suara palsu] coba Tn. “S” ulangi” “iya benar seperti itu, di coba sekali lagi bapak” “jadi nanti
jika suara itu datang lagi Tn. “S” harus bilang seperti itu”
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan Tn. “S” setelah belajar cara menghardik halusinasi? Seperti yang telah
kita perlajari bila suara-suara itu muncul Tn. “S” bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak
mau dengar kamu suara palsu”
b. RTL :
Tn. “S” lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, jadi jangan lakukan itu jika suara-
suara itu muncul kembali.
c. Kontrak yang akan datang :
i. Topik : Baik lah Tn. “S” bagaimana kalau besok kita berlatih cara kedua untuk mengontrol
suara-suara atau halusinasi Tn. “S” yaitu dengan cara berbincang-bincang, apakah Tn. “S”
bersedia?
ii. Waktu : Tn. “S” mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00 ? Berapa lama Tn. “S” mau
berlatih cara mengontrol halusinasi dengan berbincang-bincang?
iii. Tempat : Tn. “S” maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah Tn. “S” besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok Tn. “S”. saya
permisi Assalamualaikum WR,WB.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. “S”
Umur : 38 tahun
Alamat : Mojokerto
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
JenisKel. : Laki-laki
No RM : 105388
2.ALASAN MASUK
- Data Primer
Klien mengatakan di bawah kesini karena mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk
membenturkan kepalanya ke tembok.
- Data Sekunder
Klien diantarkan oleh keluarga ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang karena
beberapa kali mencoba menabrakkan diri ke mobil.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, tapi klien
mengatakan dulu pernah mendengar suara-suara namun tidak separah yang dialami saat ini.
Menurut status klien baru pertama masuk rumah sakit jiwa.
2. Pengobatan sebelumnya
Klien mengatankan pernah berobat ke Kiai, namun Kiai bilang tidak ada apa-apa dan klien
mengatakan tidak pernah berobat kerumah sakit sebelumnya.
Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif : kurang pengetahuan
3. Riwayat Trauma
a. Pernah mengalami penyakit fisik
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit fisik hanya pusing-pusing saja
b. Riwayat NAPZA
Klien mengatakan tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang atau minum-minuman
keras
c. Riwayat Trauma
Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga, tindakan
kriminal, dan aniaya fisik baik sebagai pelaku, korban maupun saksi. Klien mengatakan pernah
membenturkan kepalanya ke tembok dan mencoba menabrakkan diri ke mobil.
DiagnosaKeperawatan : Resiko tinggi kekerasan
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan.
DiagnosaKeperawatan : -
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Anggota keluarga yang gangguan jiwa.
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan seperti klien.
Diagnosa Keperawatan : -
5. PEMERIKSAAAN FISIK
Tanggal : 10 Februari 2015
1. Keadaan umum :
- Rambut rapi dan tidak berketombe
- Mulut bersih
- Badan tidak bau
- Kuku pendek dan bersih
2. Tanda vital:
TD : 110/80 mm/Hg
N : 72 x/m
S : 36,7 C
P : 20 x/m
3. Ukur:
BB : 45 kg
TB : 158 cm
4. Keluhan fisik:
Klien mengatakan pusing namun dari pemeriksaan fisik dan cara berjalan klien tidak
menunjukkan adanya pusing.
Diagnosa Keperawatan :-
6. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
= Perempuan
= Meninggal
= Tinggal serumah
= Pasien
= Garis pernikahan
= Garis keturunan
= Orang terdekat
Penjelasan :
Klien adalah anak kedua dari empat bersaudara, klien telah menikah dan memiliki dua orang
anak. Klien tinggal serumah dengan ibu, istri dan kedua anaknya, pola komunikasi dalam
keluarga cukup baik jika ada masalah selalu dibicarakan dengan istri. Pola asuh yang
diberikan orang tua klien cukup baik karena kedua orang tua cukup sabar. Pengambilan
keputusan dalam keluarga biasanya dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan istrinya
Diagnosa Keperawatan : -
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh :
Klien mengatakan mensyukuri akan tubuhnya karena sudah tidak ada kekurangan pada
anggota tubuhnya dan Klien menyukai semua anggota tubuhnya.
b. Identitas :
Klien mengatakan adalah kepala rumah tangga, bekerja senbagai kukli bangunan, klien
mengatakan puas walaupun bekerja sebagai kuli bangunan karena sekolahnya hanya sebata
SD dan klien mengatakan sudah merasa puas sebagai lelaki karena bisa mengatur dan
memnuhi kebutuhan rumah tangga.
c. Peran :
Klien mengatakan sebagai kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dengan bekerja sebagi kuli bangunan. Klien mengatakan saat di rumah juga mengikuti
kegiatan kelompok misal, tahlilan rutin tiap hari kamis, klien juga mengatakan dulu pernah
akatif didalam lingkungan masyarakat, misal pernah menjadi bendahara RT
d. Ideal diri :
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang agar bisa berkumpul bersama keluarga dan
agar bisa bekerja lagi untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi.
e. Harga diri :
Klien mengatakan bahwa klien merasa malu berada di RSJ Lawang karena klien mengetahui
bahwa tempat ini adalah tempat bagi orang yang memiliki sakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah Istrinya karena menurut klien jika ada
masalah selalu dibicarakan dengan istri, istrinya adalah orang yang paling mengerti
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Klien mengatakan saat di rumah juga mengikuti kegiatan kelompok misal, tahlilan rutin tiap
hari kamis, klien juga mengatakan dulu pernah aktif didalam lingkungan masyarakat, misal
pernah menjadi bendahara RT, di RSJ Lawang klien hanya duduk-duduk, tiduran mau
mengikuti giatan misal, menyapu jika diajak perawat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien mengatakan jarang bercakap-cakap dengan orang lain dan lebih suka menyendiri
karena susah untuk memulai pembicaraan.
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa beragama Islam dan percaya kepada Allah SWT dengan
menjalankan sholat, pada saat ditanya penyebab sakit jiwa dipandang dari segi agamanya
tidak dapat menjelaskan, pada saat ditanya gangguan jiwa menurut pandangan klien tinggal
karena stres.
b. Kegiatan ibadah
Klien Mengatakan bahwa klien mengikuti Tahlilan rutin setiap hari Kamis malam Jum’at, di
rumah kadang sholatnya tidak teratur. Pada saat ditanya tentang pentingnya kegiatan ibadah
klien menjawab sebagai hamba untuk mendektkan diri pada Tuhan, hidup supaya tenang
Diagnosa Keperawatan : -
7. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan cukup rapi menggunakan baju yang sesuai, tidak terbalik, rambut potong pendek
ada ketomber, gigi hitam-hitam bekas rokok, kuku pendek dan bersih.
Diagnosa Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Nada bicara pelan, seperlunya, jawaban singkat sesuai dengan pertanyaan perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
3. Aktifitas motorik/Psikomotor
Klien terlihat lesu, kurang bersemangat, dan sering duduk menyendiri, klien mengatakan
malas untuk melakukan kegiatan di ruangan
Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas
4. Afek dan Emosi
Afek emosi klien sesuai, terbukti saat klien mengatakan sedih dan ingin cepat pulang bertemu
dengan Istri, Anak dan Keluarga tetapi keinginannya belum bisa terwujud klien menceritakan
masalahnya dengan wajah yang sedih.
Diagnosa Keperawatan : -
5. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, kontak mata kurang karena klien lebih banyak menunduk dan klien mau
menjawab pertanyaan dari perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
6. Persepsi – Sensorik
Klien mengatakan sering mendangar suara bisikan seorang lelaki yang menyuruhnya untuk
membentur-benturkan kepalanya, suara itu muncul terutama pada saat sendiri jika suara itu
muncul klien tidak menghiraukannya.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensori :Halusinasi Pendengaran
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir dan bentuk pikir:
Pembicaraan klien lancar, dapat di pahami, dan jawaban sesuai dengan pertanyaan perawat.
b. Isi Pikir
Klien selalu mengatakan ingin cepat pulang untuk bertemu dengan anak dan istrinya
c. Bentuk pikir:
Realistik, Karena klien jauh dari anak istrinya
Diagnosa Keperawatan : -
8. Kesadaran
Kesadaran klien komposmentis GCS : 4-5-6, terbukti klien mampu melakukan kegiatan
sehari-hari dengan mandiri namun kesadaran klien berubah terbukti suka menyendiri dan
berdiam diri.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir
9. Orientasi
Klien tidak mengalami gangguan orientasi baik waktu, tempat dan orang terbukti pada saat
diatanya sekarang jam berapa? Klien menjawab Jam 11.00, termasuk pagi, siang, sore apa
malam? Klien menjawab Siang Mas. Pada saat ditanya sekarang bapak berada dimana klien
menjawab di RSJ Lawang, bapak ngerti RSJ Lawang tempatnya orang apa? Ya Mas,
tempatnya orang dengan sakit jiwa dan pada saat ditanya siapa yang pakai kaos hijau klien
menjawab pasien dan pada saat ditanya siapa yang memakai seragam putih-putih, klien
menjawab mahasiswa perawat.
Diagnosa Keperawatan : -
10. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori baik jangka panjang, jangka pendek dan
saat ini, terbukti klien mampu bercerita pernah kerja di Irian Jaya pada tahun
2007, klien juga bercerita bahwa diantar ke RSJ Lawang oleh keluarga, pak Sugeng
dan pak Mulyono dan pada saat ditanya apa kegiatan yang barusan dilakukan klien
menjawab baru selesai mengikuti senam.
Diagnosa Keperawatan : -
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi klien baik terbukti pada saat disuruh menghitung mundur dari angka 27
– 15 klien mampu melakukannya, klien juga mampu berhitung secara sederhanan
baik penjumlahan, pengurangan pembagian dan perkalian, misal 13 + 8 = 21, 13 – 8
= 5, 12 : 4 = 3,
4 x 4 = 16
Diagnosa Keperawatan : -
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan penilaian, terbukti pada waktu klien ditanya
ngepel dulu apa nyapu dulu? klien menjawab disapu dulu agar lantai bersih dan
klau dipel tidak kotor lagi.
Diagnosa Keperawatan : -
13. Daya tilik diri
Klien mengatakan tau kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien
mengatakaan bahwa dirinya merasa tidak sakit jiwa.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir
MEKANISME KOPING
Klien mengatakan jika ada masalah klien langsung membicarakan dengan isrtinya.
Diagnosa Keperawatan : -
PENGETAHUAN KURANGTENTANG
Klien mengatakan tidak tau penyebab sakit jiwa tetapi mengerti bagaimana tanda orang sakit
jiwa, tidak seperti orang biasanya, jalan terus, berbicara sendiri, suka menyendiri dan orang
sakit jiwa itu harus diobati supaya sembuh.
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetauan : tentang gangguan jiwa.
ASPEK MEDIS
1. Diagnosis medik :
Psikotik akut
2. Diagnosa multi axis
Axis 1 : Psikotik akut
Axis 2 : C.K Pendiam dan tertutup
Axis 3 : Riwayat Hemorhoid dan obeservasi hiperglikemia
Axis 4 : tidak jelas
Axis 5 : GAF MRS : 20-11
3. Terapi medik :
Risperidon 2mg 1 - 0- 1
ANALISA DATA
DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
1. DS: Koping keluarga inefektif :
- Klien mengatakan hanya berobat ke pak kurang pengetahuan
kyai.
- Klien mengatakan tidak pernah berobat
kerumah sakit sebelumnya.
DO:
- Baru pertama kali di bawak ke rumah sakit
2. DS: Resiko tinggi kekerasan
- Klien mengatakan saat di rumah pernah
membenturkan kepalanya ke tembok dan
mencoba menabrakkan diri ke mobil.
DO:
-
3. DS: Gangguan konsep diri :
- Klien mengatakan merasa malu berada Harga diri rendah
di RSJ Lawang karena klien mengetahui
bahwa tempat ini adalah tempat bagi orang
yang memiliki sakit jiwa.
DO:
- Klien sering menyendiri
- Kontak mata kurang
- Bicara pelan
4. DS: Kerusakan interaksi sosial
- Klien mengatakan jarang bercakap-cakap
dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri karena susah untuk memulai
pembicaraan
- Klien mengatakan sulit untuk memulai
pembicaraan
DO:
- Sering menyendiri
- Kontak mata kurang
- Bicara pelan
POHON MASALAH
TUK 2 :
Klien dapat Setelah 1x interaksi klien 2.1 Adakan kontak sering dan singkat
mengenal dapat menyebutkan : secara bertahap.
halusinasinya a. Isi
Observasi tingkah laku klien
b. Waktu terkait halusinasinya(dengar /lihat
/penghidu /raba /kecap), jika
c. Frekunsi menemukan klien yang sedang
halusinasi: bicara dan tertawa tanpa
d. Situasi dan kondisi yang
stimulus, memandang ke kanan /
menimbulkan halusinasi
kekiri / kedepan seolah-olah ada
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi
teman bicara.
Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Jika menemukan klien sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada
bisikan yang didengar/melihat
bayangan yang tanpa wujud atau
merasakan sesuatu yang tidak ada
wujudnya
TUK 5 :
Klien dapat 1. Setelah 1x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien tentang
memanfaatkan menyebutkan; manfaat dan kerugian tidak minum
obat dengan obat, nama , warna, dosis, cara , efek
baik a. Manfaat minum obat terapi dan efek samping penggunan
obat
b. Kerugian tidak minum obat
c. Nama,warna,dosis, efek
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi
terapi dan efek samping obat5.2 Pantau klien saat penggunaan obat
Beri pujian jika klien menggunakan
2. Setelah 1x interaksi klien obat dengan benar
mendemontrasikan 5.3 Diskusikan akibat berhenti minum
penggunaan obat dengan benar obat tanpa konsultasi dengan dokter
Anjurkan klien untuk konsultasi
3. Setelah 1x interaksi klien
kepada dokter/perawat jika terjadi
menyebutkan akibat berhenti
hal – hal yang tidak di inginkan
minum obat tanpa konsultasi
dokter
5. Mengidentifikasi
Frekuensi halusinasinya
“Bisikannya sering ya
bapak?” “biasanya pada saat
saya lagi sendiri”
A:
Pasien mampu
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
mengidentifikasi
jenis, waktu, isi,
frekwensi, situasi
dan respon terhadap
halusinasinya
Pasien belum mau
memperagakan cara
menghardik
halusinasi
P:
Pasien :
Anjurkan pasien
latihan mengontrol
halusinasi dengan
cara menghardik
bila halusinasi
muncul
Perawat :
Ulangi SP 1 cara
mengontrol
halusinasi dengan
menghardik
11/2/2015 Gangguan SP 1 : S:
persepsi 1. Bina hubungan saling
sensori : percaya “pagi mas”
Halusinasi “salamat pagi bapak”
Pendengaran “lupa mas”
“Masih ingat nama saya
siapa?” “iya mas Arik”
A:
Pasien mampu
memperagakan cara
menghardik
halusinasi
P:
Pasien :
Anjurkan pasien
menghardik
halusinasi bila
halusinasi muncul
Perawat :
Lanjutkan SP 2
12/2/2015 Gangguan SP 2 S:
persepsi Mengevaluasi kegiatan
sensori : yang lalu (SP 1) “pagi mas,
Halusinasi 1. Bina hubungan saling alhamdulillah”
Pendengaran percaya
“pagi bapak, gimana sudah “iya mas, saya
membaik pak?” masih mendengar
“setalah saya mengajari suara-suara itu
cara menghardik meski jarang”
halusinasi, apa bisikan itu
masih terdengar?”
2. Melatih mengendalikan
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan “gimana cara mas?”
orang lain.
“kalau begitu sekarang
saya akan mengajari bapak “iya mas akan saya
cara mengendalikan coba tapi saya susah
halusinasi” kalau harus
“bapak harus sering memulai
bercakap-cakap dengan pembicaraan dengan
pasien lain agar suara- orang lain”
suara itu tidak terdengar
lagi”
“iya mas”
A:
Pasien mampu
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
dengan pasien lain
P:
Pasien :
Anjurkan pasien
menggunakan cara
menghardik dan
bercakap-cakap saat
suara itu muncul
Perawat :
Lanjutkan SP3
13/2/2015 Gangguan SP3 : S:
persepsi Mengevaluasi kegiatan
sensori : yang lalu (SP 1, SP 2) “sudah mas,
Halusinasi 1. Mengevaluasi kegiatan sepertinya bisikan
Pendengaran pasien itu sudah mulai
“gimana bapak? Apa berkurang”
bapak sudah mencoba cara
yang saya ajarkan?”
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi “iya mas, saya akan
dengan cara melakukan lakukan yang
kegiatan penting semua itu
“syukurlah kalau begitu, untuk mempercepat
jadi bapak harus lebih kesembuhan saya”
menyibukkan diri supaya
halusinasi itu benar-benar
hilang dengan cara O:
melakukan kegiatan- Pasien mau
kegiatan yang ada” membantu
membersihkan
ruangan seperti
mengepel dan
menyapu
A:
Pasien mampu
mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
aktivitas
P:
Pasien :
Anjurkan sering
aktivitas di ruangan
Perawat :
Lanjutkan SP4
16/2/2015 Gangguan SP 4 : S:
persepsi 1. Mengevaluasi semua yang
sensori : telah di ajarkan ke pasien
Halusinasi “gimana? Apa bapak “alhamdulillah
Pendengaran sudah terbiasa dengan semua itu sangat
semua yang sudah saya membantu saya”
ajarkan?”
“iya mas”
“bapak harus terus
melakukannya”
2. Memberikan pendidikan
kesehatan mengenai “saya tidak tau mas”
penggunaan obat secara
teratur “begitu ya mas?
Tanggal/ Diagnosa
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Ttd
Jam Keperawatan
“apa bapak mengerti Tapi selama ini saya
akibat dari tidak teratur tidak pernah tidak
minum obat?” meminum obat”
“jika bapak tidak
meminum obat dengan “iya mas”
teratur maka sakit yang
bapak alami akan O:
kambuh” Pasien meminum
“bagus kalau begitu, bapak obat yang telah di
harus berikan pada pasien
mempertahankannya”
A:
Pasien dapat
memanfaatkan obat
dengan baik
P:
Pasien :
Anjurkan pasien
untuk meminum
obat sesuai jadwal
minum obat secara
teratur dan rutin
Perawat :
Pertahankan SP4,
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1- SP
3)
Libatkan untuk
mengikuti TAK
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Saat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Halusinasi ditemukan
adanya perilaku menarik diri sehingga perlu melakukan pendekatan secara terus menerus,
membina hubungan saling percaya yang menciptakan suasana yang terapiutik dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien khususnya dengan halusinasi,
pasien dapat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti
keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat atau petugas kesehatan juga
membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina
kerjasama memberi Asuhan Keperawatan pada pasien.
2. Saran
Dalam memberikan Asuhan Keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-
langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar
tindakan berhasil dan optimal.
Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara
bertahap dan terus-menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien sehingga tercipta suasana terapiutik dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang
diberikan.
Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien di rumah sakit, sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat
bekerjasama dalam pemberian Asuhan Keperawatan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi, Anna, Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa, EGC, 1995
Maramis, W.F, ilmu kedokteran jiwa, erlangga universitas press, 1999
Residen bagian psikiatri UCLA, buku saku psikiatri, EGC, 1997
Stuart, GW.2002. buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah.2000. kebutuhan dasar manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan pada perawatan psikiatri. Edisi
3. Jakarta.EGC.