Efusi Pleura
Efusi Pleura
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
• pH 7,60-7,64
• Hipoalbuminemia
• Sindroma nefrotik
• Dialisis peritoneal
• Miksedema
• Perikarditis konstriktif
• Fistulasi duropleura
Universitas Sumatera
Utara
• Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular
2.3.2. Eksudat
• Parapneumonia
• Emboli paru
• Tuberkulosis
• Pankreatitis
• Trauma
• Sindroma injuri paska-kardiak
Universitas Sumatera
Utara
• Perforasi esofageal
• Sarkoidosis
• Infeksi jamur
• Pseudokista pankreas
• Abses intraabdominal
• Penyakit perikardial
• Sindrom Meig (neoplasma jinak pelvis disertai asites dan efusi pleura)
• Uremia
Universitas Sumatera
Utara
rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi
memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja.
Namun begitupun, jika efusi parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat,
biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani
dengan tepat, dapat berlanjut menjadi empiema, fibrosis konstriktiva hingga
sepsis.14
Universitas Sumatera
Utara
gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat
menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada
efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni : nafas terasa pendek hingga sesak
nafas yang nyata dan progresif, kemudian dapat timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada
meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesotelioma
atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika
cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk yang lebih
berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit
dasarnya seperti pneumonia atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga
perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis
hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan,
dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos dimana hal ini
dapat meningkatkan resiko mesotelioma. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-
obat yang selama ini dikonsumsi pasien.14,18
Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi.
Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300 mL.
Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi toraks,
egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya dapat
ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi yang
masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral. Efusi
yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan pneumonia
lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien
Universitas Sumatera
Utara
dalam pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi
dapat bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,
distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat
muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin
menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau
massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.14,18
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini
masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya efusi pleura
pada awal diagnosa. Pada posisi tegak, akan terlihat akumulasi cairan yang
menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi, kubah diafragma tampak lebih ke
lateral, serta sudut kostofrenikus yang menjadi tumpul. Untuk foto toraks PA
setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang terkumpul sebelumnya agar dapat
terlihat di foto toraks PA. Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat
mendeteksi efusi pleura dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 mL. jika pada foto
lateral dekubitus ditemukan ketebalan efusi 1 cm maka jumlah cairan telah
melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan
Universitas Sumatera
Utara
torakosentesis. Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak
dijumpai. Pada posisi supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat
memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang homogen yang menyebar pada
bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma, disposisi
kubah diafragma pada daerah lateral.7,14
dilakukan.14
Ada beberapa paramater yang saat ini dapat dipakai untuk membedakan
antara transudat dan eksudat, namun dari keseluruhan parameter tersebut tidak ada
yang memiliki akurasi 100%. Pada awalnya, kadar total protein dalam cairan
pleura dipakai untuk membedakan jenis cairan pleura dimana jika kadar protein
cairan pleura > 3 g/dL maka cairan tersebut merupakan eksudat sedangkan < 3
g/dL merupakan transudat. Namun menurut Meslom (1979), metode ini salah
mengklasifikasikan baik transudat maupun eksudat sebesar 30%. Sementara itu,
Light dkk. (1972) menyatakan bahwa cairan eksudat harus memenuhi 1 atau lebih
kriteria berikut ini : (1) rasio protein cairan pleura dan serum > 0,5 ; (2) Rasio
LDH cairan pleura dan serum > 0,6 ; (3) LDH cairan pleura lebih besar dari dua
pertiga batas atas nilai normal LDH serum. Sensitivitas dan spesifisitas dari
paramater ini pada awalnya dilaporkan cukup tinggi yakni 99% dan 98%. Namun
belakangan angka ini ternyata berubah khususnya pada spesifisitasnya yakni
hanya berkisar 70-86% saja. Hal ini juga sejalan dengan beberapa penelitian yang
terkait (Peterman, 1984 ; Burges,, 1995 ; Assi, 1998 ; Gasquez, 1998). Pada tahun
1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan
kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan
hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99% dan 98% (sedangkan dalam penelitian
ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82% saja). Namun dalam
penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah > 200 IU.
Sementara Heffner dkk (1996) melaporkan bahwa cut off LDH > 0,45 dari batas
atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva ROC daripada cut off
sebelumnya yakni LDH > 200 IU ataupun LDH > 2/3 (0,6) dari batas atas nilai
LDH serum normal. Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa
spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat
dan eksudat adalah sebesar 100%. Penelitian oleh Hamal dkk. (2012) melaporkan
pemeriksaan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) berturut-turut 97,7% ;
100% ; 100% dan 95% dalam membedakan eksudat dan transudat. Sementara itu,
pemeriksaan LDH cairan pleura (LDH-P) memiliki nilai berdasarkan urutan
sebelumnya yakni sebesar 100% ; 57,8% ; 84,3% ; serta 100%. Kedua
pemeriksaan ini (LDH-P dan K-P) memiliki kelebihan yakni tidak perlu
pengambilan darah dan cairan pleura secara simultan. Terdapat pula parameter-
parameter lain yang dapat digunakan dalam penilaian efusi pleura seperti rasio
albumin pleura/serum, rasio kolesterol pleura/serum serta rasio bilirubin
pleura/serum, namun parameter-parameter yang disebutkan terakhir tidak
memberi hasil yang lebih memuaskan.5,8,10,21
Universitas Sumatera
Utara
hitung jumlah dan jenis sel, pengecatan dan pembiakan kuman, pemeriksaan
kadar gula dan kadar LDH, analisa sitologi, serta uji diagnostik tuberkulosis pada
cairan pleura.20
Jika pada pemeriksaan hitung jumlah dan jenis sel pada cairan pleura
ditemukan predominasi sel netrofil ( > 50% dari seluruh sel) maka kemungkinan
sedang terjadi proses akut pada pleura. Hal ini dapat terjadi pada keadaan : efusi
parapneumonia, emboli paru serta pankreatitis. Namun hal yang sama tidak
ditemukan pada efusi maligna dan efusi akibat tuberkulosis. Sementara jika sel
didominasi oleh jenis mononuklear, maka hal tersebut menandakan adanya proses
kronis. Jika dijumpai sel limfosit ( > 85%) dalam jumlah yang besar maka
keganasan atau tuberkulosis mungkin saja menjadi penyebab. Namun hal ini dapat
terjadi juga pada efusi pleura paska pembedahan pintas jantung. Jika dominasinya
selnya adalah eosinofil (pleural fluid eosinophilia/PFE) ( > 10%) maka
kemungkinannya terdapat darah atau udara dalam rongga pleura. Namun dapat
pula berkaitan dengan reaksi terhadap obat, infeksi parasit, jamur, kriptokokus
atau efusi akibat keganasan dan tuberkulosis yang mengalami torasentesis
berulang. Jika ditemukan mesotelioma > 5% dari seluruh sel berinti, maka
kemungkinan tuberkulosis menjadi semakin kecil. Dan Jika jumlah sel mesotelial
sangat banyak dijumpai maka kemungkinannya adalah emboli paru.14,20
Pengecatan Gram dan kultur cairan pleura terhadap bakteri aerob dan
anaerob akan memberikan hasil identifikasi kuman terhadap efusi pleura akibat
infeksi. Secara umum tingkat keberhasilan kultur kuman dari cairan pleura adalah
sebesar 60%. Hasil ini akan lebih sedikit lagi dijumpai pada infeksi kuman
Universitas Sumatera
Utara
anaerob. Untuk meningkatkan keberhasilan kultur, khususnya patogen anaerob,
maka inokulasi dilakukan sesegera mungkin (sesaat setelah sampel diambil) pada
media agar darah. Pemeriksaan lain yang spesifik untuk evaluasi terhadap efusi
pleura eksudatif dapat dilihat pada gambar 2.3.14,19,20
2.7. Penatalaksanaan
rekurensi. Beberapa obat-obatan diketahui dapat menyebabkan efusi pleura yang bersifat
transudatif. Hal ini perlu diketahui secara dini untuk menghindari prosedur diagnostik lain
yang tidak perlu.14
Efusi pleura merupakan suatu pertanda kondisi yang berat dengan harapan
hidup kurang dari 1 tahun. Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi pleura
dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi gejala yang disebabkan oleh distorsi
diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi. Jenis efusi ini biasanya sering
berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang, pleurodesis atau
pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan cairan
efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Pada pasien yang mengalami efusi
masif sehingga jaringan paru mengalami pendesakan, maka pemasangan kateter yang
menetap merupakan pilihan utama. Namun jika tidak ada pendesakan terhadap paru, maka
pilihan lain yang dapat digunakan adalah pleurodesis (pleural sklerosis). Dari sebuah
penelitian non-randomized oleh Fysh ET dkk (2012) didapati bahwa 34 pasien yang
memilih menggunakan kateter menetap secara signifikan lebih cepat pulang dari rumah
sakit, lebih jarang mengalami rekurensi efusi, dan lebih cepat memperoleh perbaikan
kualitas hidup dibanding 31 pasien lainnya yang memilih tindakan pleurodesis.14
Hal yang khas dari efusi yang disebabkan oleh tuberkulosa adalah sifatnya
yang dapat sembuh sendiri. Namun demikian, 65% pasien dengan pleuritis
tuberkulosa primer mengalami reaktivasi dalam 5 tahun. Oleh karena itu
pemberian obat antituberkulosis biasanya akan dimulai sebelum hasil kultur
diperoleh jika keadaan klinis mendukung, dan hasil analisa cairan pleura
menunjukkan suatu eksudat yang tidak dapat dijelaskan atau dengan cairan efusi
limfositik serta tes tuberkulin positif.14