Anda di halaman 1dari 50

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN

Diktat

Oleh:

Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Januari 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmad dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Diktat
Matakuliah Evaluasi Program Pendidikan. Konteks program pembelajaran di
sekolah ialah keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar
yang dicapai siswa. Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar
mengajar. Secara sistemik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen-
komponen sistem pembelajaran.
Diktat ini terbagi menjadi lima bab, yakni Bab I Konsep Dasar Evaluasi
Program Pendidikan, membahas tentang pengertian pendidikan dan pembelajaran;
pengertian evaluasi pembelajaran; urgensi evaluasi program pembelajaran; sasaran
evaluasi pembelajaran; peranan evaluasi pembelajaran; peran guru dalam evaluasi
program pembelajaran; dan pengertian tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Bab
II Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik, membahas tentang pengertian evaluasi hasil
belajar peserta didik; pendekatan evaluasi hasil belajar peserta didik; dan teknik
evaluasi hasil belajar peserta didik. Bab III Model-Model Evaluasi Program
Pembelajaran, membahas tentang evaluasi model CIPP; evaluasi model Stake
(Couintenance Model); dan evaluasi model Kirkpatrick. Bab IV Cakupan Evaluasi
Program Pembelajaran, membahas tentang desain program pembelajaran;
implementasi program pembelajaran; dan hasil program pembelajaran. Bab V
Strategi Penilaian Kelas, membahas tentang belajar tuntas (mastery learning);
penilaian otentik (authentic assessment); penilaian yang berkesinambungan;
menggunakan berbagai cara dan alat penilaian; dan penilaian berdasarkan acuan
kriteria.
Akhirnya diktat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca dan
berkontribusi konstruktif bagi perkembangan ilmu evaluasi pendidikan dan
pembelajaran.

Malang, Januari 2016


Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I KONSEP DASAR EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN


A. Pengertian Pendidikan dan Pembelajaran ......................... 1
B. Pengertian Evaluasi Pembelajaran .................................... 4
C. Urgensi Evaluasi Program Pembelajaran .......................... 6
D. Sasaran Evaluasi Pembelajaran ......................................... 7
E. Peranan Evaluasi Pembelajaran ........................................ 8
F. Peran Guru dalam Evaluasi Program Pembelajaran .......... 9
G. Pengertian Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi ....... 12

BAB II EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK


A. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik ............... 16
B. Pendekatan Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik .............. 19
C. Teknik Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik ..................... 20

BAB III MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM


PEMBELAJARAN
A. Evaluasi Model CIPP ....................................................... 25
B. Evaluasi Model Stake (Couintenance Model) ................... 27
C. Evaluasi Model Kirkpatrick .............................................. 28

BAB IV CAKUPAN EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN


A. Desain Program Pembelajaran .......................................... 31
B. Implementasi Program Pembelajaran ................................ 32
C. Hasil Program Pembelajaran ............................................ 32

BAB V STRATEGI PENILAIAN KELAS


A. Belajar Tuntas (Mastery Learning) ................................... 34
B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment) ......................... 35
C. Penilaian yang Berkesinambungan ................................... 37
D. Menggunakan Berbagai Cara dan Alat Penilaian .............. 38
E. Penilaian Berdasarkan Acuan Kriteria .............................. 42

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................... 49

ii
BAB I
KONSEP DASAR EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN

Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan suatu


rencana kegiatan atau program. Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu
siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite sekolah),
lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah), kualitas pembelajaran, dan
kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal ini dipertegas oleh Mardapi (2003:8) yang
menyatakan bahwa usaha peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling
terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang
baik.

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN


Pendidikan berasal dari Bahasa Yunani yakni paedagogie dan peadagogiek.
Paedagogie berarti pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan.
Jika berdasarkan arti keduanya yang dijadikan sumber pengertian pendidikan, maka
paedos yang berarti anak dan agoge yang berarti membimbing, sehingga hampir
sama dengan ilmu pendidikan yang berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki
dan/atau merenung tentang gejala-gejala perbuatan mendidik (Soebahar, 2002).
Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapatkan awalan me sehingga
menjadi mendidik yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Bahasa Indonesia, 2008:352).
Pendidikan merupakan suatu proses sosial budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Secara lebih luas pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
(Pidarta, 2009). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

1
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hakikat pendidikan adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat, memiliki ilmu dan
bermanfaat.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menjaga keberlangsungan
pembangunan bangsa, baik pendidikan formal maupun nonformal. Peran pendidikan
tidak sebatas memberikan pengetahuan dan keahlian pada tiap individu untuk dapat
bekerja sebagai agen perubahan ekonomi yang baik bagi masyarakat. Pendidikan
juga menanamkan tata nilai yang serba luhur atau akhlak mulia, norma-norma, cita-
cita, tingkah laku, dan aspirasi, selalu berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan kepentingan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan
SDM. Melihat urgensi dan kompleksnya masalah pendidikan, maka maju
mundurnya suatu pendidikan tidak bisa hanya diletakkan pada pundak pemerintah
semata.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjadi instrumen penting dalam paradigma baru sistem pendidikan nasional, baik
dari sisi penyelenggaraan maupun tenaga pendidik. Implementasi Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam
sejumlah peraturan, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arah tentang perlunya
disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dengan tegas telah mengamanatkan bahwa paradigma baru pendidikan nasional,
antara lain bahwa tujuan dasar pendidikan tidak lagi sebatas mencerdaskan
kehidupan bangsa, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan secara demokratis,
yang menempatkan peran serta masyarakat dalam proses pendidikan di Indonesia.
Pendidikan dengan demikian diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat serta dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam

2
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Berdasarkan uraian
tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan dipengaruhi oleh aspek-
aspek lain. Aspek-aspek tersebut juga saling pengaruh mempengaruhi antara satu
dengan aspek yang lainnya.
Jadi pendidikan itu merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak di dalam
lingkungan keluarga belajar berbicara, mencintai, berpikir, merasakan, bermain, dan
menghormati, tanpa campur tangan guru. Peran serta masyarakat dapat diwujudkan
dengan upayakan pengawasan, penciptaan suasana yang kondusif bagi pendidikan.
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi langsung memberikan pemikiran tentang
bagaimana seharusnya dan ke mana anak didik akan dibawa. Ruh dari pendidikan
adalah pembelajaran.
Pembelajaran yang sering juga disebut dengan belajar mengajar, sebagai
terjemahan dari istilah instructional terdiri dari dua kata, belajar dan mengajar.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk dan Nicolich (1984:159) yang
mengatakan bahwa learning is a change in a person that comes about as a result of
experience. Belajar adalah perubahan dalam diri seseorang yang berasal dari hasil
pengalaman. Hal ini dipertegas oleh Sujana dan Ibrahim (2004:28) yang berpendapat
bahwa perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan, daya reaksi, dan
daya penerimaan yang ada pada individu.
Menurut aliran behavioristik, kegiatan belajar terjadi karena adanya
kondisi/stimulus dari lingkungan. Kegiatan belajar merupakan respons/reaksi
terhadap kondisi/stimulus lingkungannya. Belajar tidaknya seseorang tergantung
kepada faktor kondisional dari lingkungan. Lingkungan dapat berupa lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah terdiri dari
guru, media pembelajaran, buku teks, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah,
maupun sumber-sumber belajar lainnya.
Salah seorang tokoh aliran behavioristik, Gagne dalam Gredeer dan Margaret
(1986:121) mengemukakan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu:
(1) kondisi internal (internal conditions of learning); (2) kondisi eksternal (external

3
conditions of learning); dan (3) hasil belajar (outcomes of learning). Sama halnya
dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses
mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Hal ini dipertegas
oleh Sudjana (2002:29) yang menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses
mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan tinjauan proses, pembelajaran terdapat dua kegiatan yang terjadi
dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pelaku belajar adalah
siswa, sedangkan pelaku pengajar (pembelajar) adalah guru. Kegiatan siswa dan
kegiatan guru berlangsung dalam proses yang bersamaan untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu. Jadi dalam proses pembelajaran terjadi hubungan yang
interaktif antara guru dan siswa dalam ikatan tujuan instruksional. Karena pelaku
dalam proses pembelajaran adalah guru dengan siswa, maka keberhasilan proses
pembelajaran tidak terlepas dari faktor guru dan siswa.

B. PENGERTIAN EVALUASI PEMBELAJARAN


Evaluasi berasal dari kata evaluation artinya nilai atau penilaian. Evaluasi
adalah suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Evaluasi mencakup
sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru. Evaluasi bukanlah
sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik.
Evaluasi merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan nilai kepada
sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek.
Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Suchman menyatakan evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang
telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan (Arikunto dan Jabar, 2008). Stufflebeam menjelaskan pengertian evaluasi
adalah proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat
bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan
(Arikunto dan Jabar, 2008). Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan
sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu

4
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Pengertian evaluasi mengalami perkembangan
sesuai dengan masanya.
Pada masa awal, evaluasi sering diartikan sebagai upaya untuk menilai hasil
belajar, berdasarkan bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan suatu
perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. Namun, seiring perkembangannya
pengertian evaluasi bukan hanya menilai hasil belajar saja melainkan penilaian
terhadap proses dan hasil belajar karena terdapat faktor-faktor lain yang mendukung
keberhasilan pencapaian hasil belajar siswa, seperti kondisi fisik dan psikis siswa,
kapasitas guru, sarana prasarana pendukung di sekolah, serta lingkungan pembentuk
sekitarnya. Istilah program diartikan sebagai rencana, dalam pengertian yang lebih
praktis program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan
sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi
berkesinambungan.
Evaluasi sebagai investigasi yang sistematis untuk menilai kegunaan sebuah
objek. Objek yang dimaksud di sini adalah suatu program pendidikan, di mana
program adalah aktivitas yang terus berlangsung tanpa ada batas waktu yang
ditentukan sebelumnya. Evaluasi suatu program dilakukan untuk memutuskan
apakah program itu sudah memenuhi tujuannya, apakah apa bagian dari program
yang dapat ditingkatkan, dan/atau apakah sebaiknya program tersebut dihentikan
saja. Evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk
menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,
maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi dalam rangka kegiatan
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Ada dua kegiatan dalam evaluasi, yaitu
mengukur dan menilai. Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka
terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu. Sedangkan
penilaian sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja
(performance) individu atau kelompok. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat
hierarkis. Evaluasi didahului dengan penilaian, sedangkan penilaian didahului
dengan pengukuran.

5
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru
melalui sejumlah bukti untuk membuat keputusan tentang pencapaian hasil belajar /
kompetensi siswa. Fungsi penilaian kelas, adalah: (1) fungsi motivasi, yakni
penilaian yang dilakukan guru mendorong siswa untuk terus belajar, meningkatkan
prestasi, belajar dengan menyenangkan dan menjadi kebutuhan; (2) fungsi belajar
tuntas, yakni penilaian diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa; (3)
fungsi sebagai indikator keefektifan pembelajaran: penilaian dilakukan untuk
mengetahui pencapaian dan keberhasilan pembelajaran; dan (4) fungsi umpan balik,
yakni hasil penilaian dianalisis oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan
guru itu sendiri.
Prinsip-prinsip penilaian adalah: (1) mengacu pada kemampuan (competency
referenced), yakni penilaian disusun dan dirancang untuk mengukur apakah siswa
telah menguasai kompetensi sesuai dengan target yang ditetapkan; (2) berkelanjutan
(continuous), yakni emantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus
dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas; (3) didaktis, yakni instrumen yang digunakan penilaian
berupa tes dan nontes (bervariasi) yang harus dirancang baik isi, format, tata letak
(layout), dan tampilannya; (4) menggali informasi, yakni penilaian memberikan
informasi yang cukup bagi guru untuk mengambil keputusan dan umpan balik; dan
(5) melihat yang benar dan yang salah, yakni guru melakukan analisis terhadap hasil
penilaian dan kerja siswa secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang
secara umum terjadi pada siswa sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan
siswa.

C. URGENSI EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN


Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk
menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang
lebih baik. Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan dengan
demikian adalah proses pembelajaran yang dilakukan, sedangkan salah satu faktor
penting untuk keefektifan pembelajaran adalah faktor evaluasi, baik terhadap

6
program, proses, maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong guru untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk
meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu
mengajar dengan baik, tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik.
Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih
dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi
juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu
sendiri. Optimalisasi sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua
makna, yaitu (1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal; dan (2)
manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan
kualitas pendidikan. Bidang evaluasi pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi
ada yang bersifat makro dan mikro.
Evaluasi makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang
direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering
digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar siswa.
Pencapaian belajar ini bukan hanya bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup
semua potensi yang ada pada siswa. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program
pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru
(Mardapi, 2000:2).
Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi (2003:8) ialah
keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai
siswa. Di sisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang
pelaksanaan pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan
program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar saja, sementara
implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu
berlangsung jarang tersentuh kegiatan penilaian.

D. SASARAN EVALUASI PEMBELAJARAN


Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar.
Secara sistemik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen-komponen sistem

7
pembelajaran, yang mencakup: (1) komponen input, yakni perilaku awal siswa; (2)
komponen input instrumental, yakni kemampuan profesional guru; (3) komponen
kurikulum (program studi, metode, media); (4) komponen administratif (alat, waktu,
dana); (5) komponen proses ialah prosedur pelaksanaan pembelajaran; dan (6)
komponen output ialah hasil pembelajaran yang menandai ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Evaluasi di sini hanya ditujukan pada evaluasi terhadap komponen proses
dalam kaitannya dengan komponen input instrumental. Dalam hal ini yang
dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur tertentu.
Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-mengajar
adalah: (1) tampilan siswa dalam bidang kognitif; (2) afektif; dan (3) psikomotorik.
Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, maupun perbuatan. Dengan
demikian mengevaluasi di sini adalah menentukan apakah tampilan siswa telah
sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum. Apabila lebih
lanjut dikaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh
pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum.
Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai
pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui: (1) kegiatan pengukuran,
pengukuran yang dimaksud adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan
pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan
secara kuantitatif; dan (2) penilaian pembelajaran, penilaian yang dimaksud adalah
proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.

E. PERANAN EVALUASI PEMBELAJARAN


Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa, untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu. Evaluasi tidak
mungkin dipisahkan dari belajar, maka harus diberikan secara wajar agar tidak
merugikan. Dalam menjalankan evaluasi, pelajar sendiri harus turut mempunyai
saham secara aktif. Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk:
1. Pengembangan. Untuk pengembangan sutau program pendidikan, yang meliputi
program studi, kurikulum, program pembelajaran, desain belajar mengajar, yang
pada hakikatnya adalah pengembangan dalam bidang perencanaan.

8
2. Akreditasi. Evaluasi juga berfungsi untuk menetapkan kedudukan suatu
program pembelajaran berdasarkan ukuran/kriteria tertentu, sehingga suatu
program dapat dipercaya, diyakini dan dapat dilaksanakan terus, atau sebaliknya
program itu harus diperbaiki/disempurnakan.

Evaluasi itu sendiri dalam kaitannya dengan pembelajaran akan berpengaruh


terhadap apakah tujuan pembelajaran itu tercapai atau tidak. Dengan demikian
kegiatan evaluasi sangat penting untuk mengukur sejauh mana keberhasilan siswa
maupun guru dalam proses belajar mengajar. Peranan evaluasi dalam pendidikan
adalah: (1) menjadi dasar pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan; (2)
mengukur prestasi siswa; (3) mengevaluasi kurikulum; (4) mengakreditasi sekolah;
(5) memantau pemanfaatan dana masyarakat; dan (6) memperbaiki materi dan
program pendidikan. Evaluasi pembelajaran berperan untuk mengetahui sampai
sejauh mana efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan dan keefektifan
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

F. PERAN GURU DALAM EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap
warga negara. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang
terus menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan
kualitas pendidikan memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran
(instructional quality) karena muara dari berbagai program pendidikan adalah pada
terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu, usaha
meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya peningkatan
kualitas pembelajaran.
Peningkatan kualitas pembelajaran memerlukan upaya peningkatan kualitas
program pembelajaran secara keseluruhan karena hakikat kualitas pembelajaran
adalah merupakan kualitas implementasi dari program pembelajaran yang telah
dirancang sebelumnya. Upaya peningkatan kualitas program pembelajaran
memerlukan informasi hasil evaluasi terhadap kualitas program pembelajaran

9
sebelumnya. Dengan demikian, untuk dapat melakukan pembaharuan program
pendidikan, termasuk di dalamnya adalah program pembelajaran kegiatan evaluasi
terhadap program yang sedang maupun telah berjalan sebelumnya perlu dilakukan
dengan baik. Untuk dapat menyusun program yang lebih baik, hasil evaluasi
program sebelumnya merupakan acuan yang tidak dapat diabaikan.
Arikunto dan Jabar (2008:3-4) menyatakan ada dua pengertian untuk istilah
program, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut pengertian secara
umum, program dapat diartikan sebagai rencana. Jika seorang siswa ditanya oleh
guru, apa programnya setelah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah
yang diikuti, maka arti program dalam kalimat tersebut adalah rencana atau
rancangan kegiatan yang akan dilakukan setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa
keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan,
membantu orang tua dalam membina usaha, atau mungkin juga belum menentukan
program apapun.
Apabila program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program, maka
program didefinisikan sebagai satu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam program yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang. Lebih lanjut Arikunto dan Jabar (2008:291) mendefinisikan program sebagai
suatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Sedangkan Tayibnabis (2000:9)
mengartikan program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan
harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dengan demikian dapat program
diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan
dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan
terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang. Dalam pengertian
tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu:
1. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal
rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang
cerdas dan cermat.
2. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke
kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar kegiatan sebelum
dengan kegiatan sesudahnya.

10
3. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal
maupun organisasi non formal bukan kegiatan individual.
4. Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaanya melibatkan banyak
orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa ada kaitannya
dengan kegiatan orang lain.

Evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat


membantu upaya-upaya dalam rangka menyempurnakan jalannya program
pembelajaran sehingga lebih efektif. Dengan instrumen yang ada, hasil yang dicapai
dapat diukur dan didiagnosis. Berbagai kelemahan dan kendala yang mungkin
timbul dapat ditemukan dan dikenali, kemudian dianalisis serta ditentukan alternatif
pemecahannya yang paling tepat. Komponen-komponen dalam sistem pembelajaran
yang memiliki kekurangan dan kelemahan dapat dipelajari dan dicari solusinya.
Berdasarkan hasil evaluasi akan dapat diperoleh informasi tentang dampak dari
berbagai aspek program terhadap siswa, dan berhasil juga teridentifikasi berbagai
faktor yang perlu diperhatikan atau perlu penyempurnaan, misalnya kinerja guru,
fasilitas pembelajaran, strategi pembelajaran yang digunakan, dan sebagainya.
Evaluasi program pembelajaran dapat berfungsi sebagai koreksi terhadap kesalahan
maupun kekurangan program pembelajaran.
Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan adanya peningkatan
kualitas program pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk
meningkatkan kualitas program pembelajaran membutuhkan informasi tentang
implementasi program pembelajaran sebelumnya. Hal dapat diperoleh dengan
dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran secara periodik. Untuk lebih
mengoptimalkan hasil evaluasi program pembelajaran maka peran guru perlu lebih
ditingkatkan. Kalau selama ini guru hanya sebagai perancang dan pelaksana
program, maka ke depan perlu dilibatkan sebagai evaluator terhadap program
pembelajaran.
Guru dalam evaluasi program pembelajaran tidak cukup hanya menilai hasil
belajar siswa saja, tetapi perlu mengevaluasi proses pembelajaran yang telah
berlangsung sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan peran sebagai evaluator
program pembelajaran dengan baik, guru perlu dibekali pengetahuan dan kecakapan

11
tentang evaluasi program pembelajaran (evaluation of instructional programs), mulai
dari konsep, pemilihan model-model evaluasi program, penyusunan instrumen
evaluasi sampai penyusunan laporan hasil evaluasi program pembelajaran.

G. PENGERTIAN TES, PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN


EVALUASI
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran,
dan penilaian (test, measurement, and assessment). Tes merupakan salah satu cara
untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui
respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Mardapi, 1999:2). Tes
merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu obyek. Obyek ini bisa berupa
kemampuan siswa, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap
sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes
merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai the process by which information
about the attributes or characteristics of thing are determined and differentiated
(Oriondo dan Antonio, 1998:2). Guilford mendefinisi pengukuran dengan assigning
numbers to, or quantifying, things according to a set of rules (Griffin dan Nix,
1991:3). Sementara itu Ebel dan Frisbie (1986:14) berpendapat pengukuran
dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya
menurut aturan tertentu. Hal senada dikemukakan Allen dan Yen yang
mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik
untuk menyatakan keadaan individu (Mardapi, 2000:1).
Esensi dari pengukuran dengan demikian adalah: (1) kegiatan kuantifikasi;
(2) penetapan angka tentang karakteristik; dan (3) keadaan individu menurut aturan-
aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Guru dapat
mengukur karakteristik suatu obyek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan
pengamatan, rating scale, atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk
kuantitatif.

12
Penilaian memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task Group
on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan penilaian sebagai semua cara
yang digunakan untuk menilai unjuk kerja (performance) individu atau kelompok
(Griffin dan Nix, 1991:3). Sementara itu Popham (1995:3) mendefinisikan penilaian
dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan
status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Hal senada
dikemukakan oleh Boyer dan Ewel yang berpendapat assessment is processes that
provide information about individual students, about curricula or programs, about
institutions, or about entire systems of institutions (Stark dan Thomas, 1994:46).
Asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu
siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang
berkaitan dengan sistem institusi. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa
asesmen (penilaian) merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes.
Stufflebeam (2003) mengemukakan bahwa:
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive
and judgmental information about the worth and merit of some object’s
goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making,
serve needs for accountability, and promote understanding of the involved
phenomena.

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat


dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and
merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu
membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban, dan meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah
penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan.
Sementara itu National Study Committee on Evaluation menyatakan bahwa
evaluation is the process of ascertaining the decision of concern, selecting
appropriate information, and collecting and analyzing information in order to
report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives
(Stark dan Thomas, 1994:12). Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan
pemilihan, pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat digunakan

13
sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Hal ini
dipertegas oleh Griffin dan Nix (1991:3) menyatakan:
Measurement, assessment, and evaluation are hierarchical. The comparison
of observation with the criteria is a measurement, the interpretation and
description of the evidence is an assessment and the judgments of the value
or implication of the behavior is an evaluation.

Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat hierarkis. Evaluasi didahului


dengan penilaian, sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran
diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria,
penilaian merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran,
sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku. Sementara
itu Brikerhoff menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan
sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Mardapi, 2000).
Lebih lanjut Brikerhoff dalam Mardapi (2000) mengemukakan bahwa
pelaksanaan evaluasi terdapat tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu: (1) focusing
the evaluation (penentuan fokus yang akan dievaluasi); (2) designing the evaluation
(penyusunan desain evaluasi); (3) collecting information (pengumpulan informasi);
(4) analyzing and interpreting (analisis dan interpretasi informasi); (5) reporting
information (pembuatan laporan); (6) managing evaluation (pengelolaan evaluasi);
dan (7) evaluating evaluation (evaluasi untuk evaluasi). Berdasarkan pengertian
tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal
harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan.
Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara
implisit menekankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana
melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan
membuat interpretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain
itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi
apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Hal ini
dipertegas oleh Weiss yang menyatakan the purpose of evaluation research is to
measure the effect of program against the goals it set out accomplish as a means of
contributing to subsequent decision making about the program and improving future
programming (Oriondo dan Antonio, 1998).

14
Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: (1) menunjuk
pada penggunaan metode penelitian; (2) menekankan pada hasil suatu program; (3)
penggunaan kriteria untuk menilai; dan (4) kontribusi terhadap pengambilan
keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Berdasarkan pendapat di atas
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan
untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan
informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun
kebijakan, maupun menyusun program selanjutnya.
Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan
obyektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan
program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi, serta pemanfaatan hasil evaluasi yang
difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah
dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk
kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang
terkait dengan program.

15
BAB II
EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

Evaluasi adalah proses penentuan seberapa jauh individu atau kelompok


telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi menurut
Arikunto (2006) adalah sebagai suatu tindakan mengukur dan menilai. Mengukur
artinya membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif,
sedangkan menilai adalah mengambil keputusan atas sesuatu dengan ukuran baik
buruk atau bersifat kualitatif. Evaluasi adalah proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan, dan
menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat penilaian.
Tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif.

A. PENGERTIAN EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK


Evaluasi hasil belajar peserta didik adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan, dan
menyajikan informasi terhadap hasil yang telah dicapai peserta didik dengan
menggunakan acuan atau kriteria penilaian. Tujuan diadakannya evaluasi hasil
belajar peserta didik adalah: (1) mendapatkan informasi yang akurat mengenai
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik sehingga dapat diupayakan
tindak lanjutnya; (2) mendiskripsikan kecakapan belajar peserta didik; (3)
mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran; (4) menentukan tindak
lanjut hasil penilaian dan melakukan perbaikan program; dan (5) sebagai bentuk
pertanggungjawaban pihak sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Alasan evaluasi belajar peserta didik dilakukan adalah untuk: (1) mengetahui
perkembangan peserta didik; (2) mengetahui seberapa tingkat performansi yang
ditampilkan peserta didik; (3) mengetahui apakah proses pembelajaran mencapai
sasaran atau tidak; (4) mengetahui kemampuan mengajar guru; (5) mengetahui
tingkat penguasaan materi pelajaran oleh peserta didik; (6) mengetahui kesukaran
dan kemudahan bahan ajar oleh peserta didik; (7) mengetahui termanfaatnya sarana
prasarana pendidikan; (8) mengetahui remidi apa yang dapat diberikan kepada
peserta didik yang mengalami kesulitan; (9) mengetahui tingkat pencapaian tujuan

16
pengajaran; (10) mengetahui peserta didik yang perlu mendapatkan prioritas dalam
bimbingan; dan (11) sebagai acuan dalam pengelompokkan peserta didik.
Evaluasi hasil belajar peserta didik mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar
oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Penilaian dalam
proses pendidikan merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari
komponen lainnya khususnya pembelajaran. Penilaian merupakan proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau
proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki peran antara lain untuk
membantu peserta didik mengetahui capaian pembelajaran (learning outcomes).
Berdasarkan penilaian hasil belajar oleh pendidik, pendidik dan peserta didik dapat
memperoleh informasi tentang kelemahan dan kekuatan pembelajaran dan belajar.
Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatannya, pendidik dan peserta didik
memiliki arah yang jelas mengenai apa yang harus diperbaiki dan dapat melakukan
refleksi mengenai apa yang dilakukannya dalam pembelajaran dan belajar. Selain itu
bagi peserta didik memungkinkan melakukan proses transfer cara belajar tadi untuk
mengatasi kelemahannya (transfer of learning). Sedangkan bagi guru, hasil
penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan alat untuk mewujudkan
akuntabilitas profesionalnya, dan dapat juga digunakan sebagai dasar dan arah
pengembangan pembelajaran remedial atau program pengayaan bagi peserta didik
yang membutuhkan, serta memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dan proses pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan wujud
pelaksanaan tugas profesional pendidik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik tidak
terlepas dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh
pendidik menunjukkan kemampuan guru sebagai pendidik profesional. Jika
mengacu pada konteks pendidikan berdasarkan standar (standard-based education),
kurikulum berdasarkan kompetensi (competency-based curriculum), dan pendekatan
belajar tuntas (mastery learning), maka penilaian proses dan hasil belajar merupakan

17
parameter tingkat pencapaian kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai pendekatan,
strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran perlu dikembangkan untuk
memfasilitasi peserta didik agar mudah dalam belajar dan mencapai keberhasilan
belajar secara optimal.
Kurikulum 2013 mempersyaratkan penggunaan penilaian autentik (authentic
assesment). Secara paradigmatik penilaian autentik memerlukan perwujudan
pembelajaran autentik (authentic instruction) dan belajar autentik (authentic
learning). Hal ini diyakini bahwa penilaian autentik lebih mampu memberikan
informasi kemampuan peserta didik secara holistik dan valid. Penilaian hasil belajar
peserta didik adalah proses pengumpulan informasi dan/atau bukti tentang capaian
pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara
terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau
kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Berdasarkan fungsinya,
penilaian hasil belajar peserta didik meliputi: (1) penilaian formatif yaitu
memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik dalam sikap, pengetahuan, dan
keterampilan pada setiap kegiatan penilaian selama proses pembelajaran dalam satu
semester, sesuai dengan prinsip Kurikulum 2013 agar peserta didik tahu, mampu,
dan mau. Hasil dari kajian terhadap kekurangan peserta didik digunakan untuk
memberikan pembelajaran remedial dan perbaikan RPP serta proses pembelajaran
yang dikembangkan guru untuk pertemuan berikutnya; dan (2) penilaian sumatif
yaitu menentukan keberhasilan belajar peserta didik pada akhir suatu semester, satu
tahun pembelajaran, atau masa pendidikan di satuan pendidikan. Hasil dari
penentuan keberhasilan ini digunakan untuk menentukan nilai rapor, kenaikan kelas,
dan keberhasilan belajar satuan pendidikan seorang peserta didik.
Lingkup penilaian hasil belajar peserta didik menurut Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar
oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, mencakup: (1)
kompetensi sikap (spiritual dan sosial); (2) pengetahuan; dan (3) keterampilan. Jika
mengacu kepada Taksonomi Bloom, maka ada tiga ranah yang harus dievaluasi,

18
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Anderson dan Krathwohl, 2001).
Guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar siswa harus mengetahui pendekatan
yang dapat digunakan dan juga teknik evaluasi yang digunakan. Hal yang perlu
diperhatikan oleh guru adalah jika akan melakukan evaluasi maka mengacu
indikator pembelajaran, sedangkan jika melaksanakan proses atau kegiatan apa yang
akan dilakukan dalam pembelajaran maka mengacu pada rumusan tujuan
pembelajaran.

B. PENDEKATAN EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK


Hasil belajar ataupun kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan
peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan patokan
yang ditetapkan. Prinsipnya semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama
dan bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kemampuan
tertentu berbeda. Kriteria ketuntasan harus ditentukan terlebih dahulu. Hasil
penilaian adalah lulus dan tidak lulus siswa. Selain jenis-jenis penilaian perlu juga
dijelaskan mengenai standar penilaian yakni cara yang digunakan dalam
menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga dapat diketahui
kedudukan siswa, apakah ia telah menguasai tujuan pembelajaran ataukah
belum.Pendekatan adalah acuan atau kriteria yang diberikan dalam memberikan
penilaian terhadap peserta didik. Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat
digunakan untuk menafsirkan skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki
tujuan, proses, standar, dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena
itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting.
Acuan penilaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu standar penilaian acuan norma
(PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
1. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Tujuan penilaian ini lebih umum dan komprehensif serta meliputi suatu
bidang isi dan tugas belajar yang besar. Penilaian ini dimaksudkan untuk
mengetahui status peserta didik dalam berhubungan dengan skor kelompok peserta
didik yang lain. Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan
pendekatan acuan patokan adalah pada standar skor yang digunakan. Penilaian ini
dalam menggunakan standar skor, bersifat relatif.

19
Hal ini berarti tingkat skor peserta didik ditetapkan berdasarkan pada posisi
relatif dalam kelompoknya, tinggi rendahnya skor peserta didik sangat bergantung
pada kondisi skor kelompoknya. Guru dalam menggunakan standar relatif, skor
peserta didik dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Sehingga
dari penggunaan standar ini, dianggap tidak adil dan terjadinya persaingan yang
kurang sehat di antara peserta didik. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk
memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor
rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan standard deviation).

2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Tujuan penilaian ini berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus.
Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang skor peserta tes dengan
tanpa memperhatikan bagaimana skor tersebut dibandingkan dengan skor yang lain.
Dengan kata lain penilaian ini digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status
individu berkenaan dengan skor perilaku yang ditetapkan atau dirumuskan dengan
baik. Standar skor yang digunakan dalam penilaian ini adalah standar absolut.
Standar ini penentuan tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam bentuk persentase.
Untuk mendapatkan nilai A, B, C, D, atau E seorang siswa harus
mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh skor yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Dalam
menggunakan standar absolut, skor peserta didik bergantung pada tingkat kesulitan
tes yang mereka terima. Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan
menggunakan pendekatan ini, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan
dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam
bentuk rentang skor.

C. TEKNIK EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK


Teknik evaluasi adalah suatu cara yang ditempuh oleh seseorang dalam
mengadakan evaluasi. Proses memperoleh data hasil belajar, pendidik dapat
menggunakan berbagai teknik penilaian secara komplementer sesuai dengan
indikator kompetensi yang dinilai. Teknik evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi

20
dua, yaitu teknik tes dan teknik nontes. Teknik tes merupakan teknik yang
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan
ujian, sedangkan teknik nontes untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik tidak
dengan menggunakan ujian, melainkan dengan produk yang dihasilkan oleh peserta
didik dalam proses pembelajaran.
1. Teknik Tes
Tes berarti ujian dan kata kerja transitifnya berarti menguji dan mencoba.
Pengerjaan tugas tersebut haruslah sesuai dengan aturan yang sudah dikehendaki
oleh pemberi tes. Instrumen tes cenderung cocok digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa pada ranah kognitif. Sehingga instrumen tes disusun untuk
mengetahui kemampuan abstraksi siswa. Imron (2011:121-125) mengemukakan
jenis-jenis tes yang ditinjau dari beberapa sudut pandang, yaitu: (1) tes dari segi
waktu pelaksanaannya; (2) tes dari segi bentuknya; (3) tes dari segi materi yang akan
diukur pada diri testee; (4) tes dari segi kebakuan tes; (5) tes dari segi cara
penyampaiannya; dan (6) tes dari segi jenis kemampuan yang hendak diukur.
Tes ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya, dibedakan atas tes formatif dan
tes sumatif. Tes formatif adalah suatu tes yang dilaksanakan setelah selesai materi
tertentu. Berdasarkan tes ini, guru dapat membandingkan hasil belajar peserta didik
telah sesuai dengan standar yang telah ditentukannya ataukah belum, mengingat tes
ini dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan berkaitan dengan
pembelajarannya, setelah mengetahui hasil tes ini. Tes sumatif adalah tes yang
dilaksanakan pada akhir periode tertentu. Peserta didik dalam tes ini dapat diketahui
tingkat pemahaman keseluruhan materi yang dipaketkan dalam satu periode tertentu.
Pemahaman peserta didik terhadap materi dibandingkan dengan standar yang dibuat
telah ditentukan oleh guru, serta dibandingkan dengan keseluruhan peserta didik
yang mengikuti tes. Dengan demikian, akan diketahui prestasi peserta didik secara
individual dan prestasi peserta didik setelah dibandingkan dengan kelompoknya.
Tes ditinjau dari segi bentuknya, dibedakan atas tes subjektif dan tes objektif.
Tes subjektif adalah tes yang peserta didik harus mengerjakan dengan memberi
uraian atas soal-soal yang diteskan. Tes subjektif terdiri atas tes uraian bebas, tes
uraian terbatas, dan tes isian. Tes bebas adalah suatu tes yang peserta tesnya boleh
menjawab dengan memberikan uraian bebas. Tes uraian terbatas adalah suatu tes

21
yang peserta tesnya hanya boleh memberikan uraian sesuai dengan batasan yang
diberikan oleh tester. Tes isian adalah suatu tes yang pesertanya memberikan
jawaban dengan cara mengisi titik-titik pada soal tes. Sedangkan tes objektif adalah
suatu tes yang jawaban atas soal-soal tesnya telah tersedia dan testee tinggal
memilih.
Tes ditinjau dari materi yang akan diukur pada diri testee, dibedakan atas
pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan
prasyarat mengenai apa yang akan diajarkan telah ada pada testee. Posttest adalah
tes yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan suatu materi yang diajarkan
kepada peserta didik dibandingkan dengan hasil pretest. Selain itu, tes dapat juga
dibedakan atas tes proses, tes hasil, dan tes dampak. Tes proses digunakan untuk
mengetahui proses suatu kegiatan. Tes hasil digunakan untuk mengukur hasil dari
suatu kegiatan yang telah didapatkan. Tes dampak digunakan mengukur dampak
suatu kegiatan terhadap orang yang dites di kemudian hari.
Tes ditinjau dari segi kebakuan tes, dapat dibedakan atas tes buatan guru dan
tes standar. Tes buatan guru adalah tes yang terlalu penting dipersoalkan validitas
dan reliabilitasnya, dan lazimnya disusun oleh guru tanpa bantuan para ahli di
bidang tes dan ahli dibidang studi tertentu. Sementara tes terstandar adalah tes yang
memenuhi prasyarat-prasyarat, yakni validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya
pembeda, dan kepraktisan.
Tes ditinjau dari cara penyampaiannya, dapat dibedakan atas tes tertulis, tes
lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes yang peserta tesnya diberi soal-soal
secara tertulis dan ia dituntut untuk memberikan jawaban secara tertulis. Tes lisan
adalah tes yang peserta tesnya diberikan soal-soal secara lisan dan diharapkan
memberikan jawaban secara lisan. Tes perbuatan adalah tes yang peserta tesnya
diberikan soal-soal dan diharuskan menampilkan performasi tertentu sesuai dengan
yang dikehendaki oleh tester.
Tes ditinjau dari jenis kemampuan yang hendak diukur, dapat dibedakan atas
tes intelegensi, tes bakat, tes minat, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian. Tes
intelegensi adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan umum atau
kecerdasan yang dimiliki oleh testee. Tes bakat adalah tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan khusus atau bakat testee. Tes minat adalah tes yang

22
digunakan untuk mengetahui minat peserta tes akan suatu pekerjaan tanpa
mempertimbangkan apakah pekerjaan tersebut menguntungkan secara finansial
ataukah tidak. Tes prestasi belajar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
peserta tes dengan perolehan belajar testee, setelah yang bersangkutan melaksanakan
aktivitas belajar yang dirancang oleh guru. Tes kepribadian digunakan untuk
mengukur integritas dan konsistensi peserta tes.

2. Teknik Nontes
Teknik nontes adalah teknik evaluasi selain bentuk ujian. Apa yang ada pada
peserta didik, dapat diteropong melaui alat tes dan alat nontes. Alat yang digunakan
dalam teknik nontes adalah observasi, wawancara, angket, sosiometri, catatan
berkala, dan skala penilaian. Observasi adalah suatu pengamatan dan memberikan
perhatian terhadap objek tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi tanpa
peran serta dan observasi dengan peran serta. Observasi tanpa peran serta adalah
observasi di mana observer menjaga jarak dengan yang diobservasi. Observasi
dengan peran serta adalah observasi yang dilakukan oleh observer melibatkan diri
pada kegiatan mereka yang diobservasikan.
Wawancara adalah pengajuan pertanyaan-pertanyaan oleh seseorang kepada
orang lain dengan digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai suatu hal.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara.
Sebaliknya wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang pewancaranya tidak
menyiapkan hal-hal yang akan dipertanyakan. Wawancara juga dapat dilakukan
secara tertulis dan lisan. Wawancara tertulis adalah wawancara yang pertanyaan-
pertanyaannya diajukan secara tertulis dan dijawab secara tertulis. Sebaliknya
wawancara secara lisan adalah pertanyaan yang diajukan secara lisan dan dijawab
secara lisan.
Angket adalah instumen yang berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada
responden. Angket dibedakan atas angket tertutup dan terbuka. Angket tertutup
adalah angket yang berisi daftar pertanyaan dan sudah disediakan jawabannya.
Sebaliknya angket terbuka adalah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
responden, agar responden memberikan jawaban secara bebas. Angket juga

23
dibedakan atas angket langsung dan tidak langsung. Angket langsung adalah angket
yang digunakan untuk menggali keterangan, informasi, dan pendapat dari responden
secara langsung. Sedangkan angket tidak langsung adalah angket yang digunakan
untuk menggali informasi dan keterangan mengenai diri responden tetapi melalui
orang lain.
Sosiometri adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kedudukan
responden di dalam kelompoknya. Pada teknik ini, ditanyakan kepada seseorang,
siapa saja secara berturut yang dipilih dalam banyak situasi. Urutan demikian,
berdasarkan yang disukai. Dengan demikian dapat diketahui kemungkinan baiknya
kerja sama yang baik di antara mereka.
Catatan berkala atau anecdotal record adalah instrumen pengumpul data
yang dapat melengkapi observasi. Pencatatan ini dilakukan oleh pengamat terhadap
masalah khusus yang diduga ada pada diri peserta didik. Hal ini digunakan untuk
mengambil keputusan-keputusan penting mengenai peserta didik. Dilihat dari
jenisnya, catatan berkala ini bisa berupa tiga bentuk. Pertama, catatan berkala
sifatnya deskriptif. Catatan demikian, sekedar memaparkan apa yang dilihat dan
diamati, tanpa memberi interprestasi atas kejadian yang dilihat. Kedua, catatan
anekdot interpretatif, berisi penjelasan dan penafsiran mengenai kejadian atau fakta
yang dilihat dijadikan sebagai pendukung belaka dari masalah yang sebenarnya.
Ketiga, catatan berkala evaluatif, ialah catatan mengenai penilaian pengamat
terhadap apa yang ia amati, dengan ukuran baik-buruk, layak-tidak layak, atau
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
Skala penilaian atau rating scale adalah daftar yang dipergunakan sebagai
pelengkap observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, dan menilai peserta didik
dalam suatu situasi. Apabila skala tersebut sekedar dipergunakan untuk menjelaskan
dan menggolongkan disebut sebagai inventory atau selt report form, akan tetapi jika
dipergunakan untuk menilai disebut dengan skala sikap.

24
BAB III
MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN

Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pembelajaran. Model yang populer dan sering
dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program
pembelajaran, yaitu: (1) Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, and
Product), (2) Evaluasi Model Stake (Model Couintenance), dan (3) Evaluasi Model
Kirkpatrick (Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model).

A. EVALUASI MODEL CIPP


Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Process, and Product) pertama
kali dikemukakan oleh Stufflebeam tahun 1965 sebagai hasil usahanya
mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary Education Act). Konsep
tersebut ditawarkan Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi
adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Hal ini dipertegas oleh
Madaus dkk. (1993) yang mengemukakan the CIPP approach is based on the view
that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve.
Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan,
manajemen, perusahaan serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program
maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan
sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan product,
sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan
singkatan ke empat dimensi tersebut.
Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menerjemahkan masing-masing dimensi
tersebut dengan makna: (1) Context, merupakan situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan
dalam sistem yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti
misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan
pandangan hidup masyarakat; (2) Input, menyangkut sarana, modal, bahan, dan
rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan, komponen input
meliputi siswa, guru, desain, saran, dan fasilitas; (3) Process, merupakan

25
pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana, modal, dan bahan di dalam kegiatan
nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan pembelajaran,
pembimbingan, dan pelatihan; dan (4) Product, merupakan hasil yang dicapai baik
selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan,
komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan
lulusan).
Aspek yang dievaluasi dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP
menurut Stufflebeam dalam Oliva (1992:491) seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Aspek dan Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Model CIPP


Process Product
Context Evaluation Input Evaluation
Evaluation Evaluation
Obyek Mendefinisikan Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi Menghubungkan
(sasaran) operasional context, memperkirakan dan informasi outcomes
mengidentifikasi dan kapabilitas sistem, memperkirakan dengan obyek dan
memperkirakan strategi input yang di dalam proses, informasi context,
kebutuhan dan sekarang tersedia, tentang input, dan process
mendiagnosa dan mendesain untuk kerusakan di
masalah, implementasi strategi dalam desain
memprediksi prosedur atau
kebutuhan dan implementasi,
peluang menyediakan
informasi
sebelum program
diputuskan dan
memperbaiki
dokumen even
prosedural dan
aktivitas
Metode Mendeskripsikan Mendeskripsikan dan Memonitoring Mendefinisikan
context, menganalisis SDM setiap aktivitas operasional dan
membandingkan dan sumber daya yang berpotensi mengukur kriteria
dengan yang material yang terdapat asosiasi dengan
sebenarnya dan tersedia, solusi tantangan secara obyektif dan
mengawasi input dan strategis, dan desain prosedural, dan membandingkan
output, prosedur untuk memberikan hasil pengukuran
membandingkan relevansi, tanda untuk dengan standar
kemungkinan dan kemungkinan antisipasi, untuk sebelum dilakukan
ketidakmungkinan kegiatan yang dapat memperoleh antisipasi, dan
sistem kerja, dan dilaksanakan, dan informasi yang menginterpretasi
menganalisa kebutuhan ekonomi spesifik untuk outcomes
penyebab dalam rangkaian memutuskan berdasarkan
ketidakmungkinan kegiatan suatu program, dokumen informasi
dan ketidaksesuaian dan context, input, dan
kenyataan dengan mendeskripsikan process
tujuan (harapan) proses yang
aktual

26
Process Product
Context Evaluation Input Evaluation
Evaluation Evaluation
Hubungan Memutuskan dalam Memilih SDM sebagai Untuk Untuk memutuskan
pengambilan hal menyajikan pendukung, solusi implementasi dan dalam kegiatan
keputusan perangkat, tujuan strategis, dan desain memperbaiki secara kontinu,
dengan asosiasi, dengan prosedural untuk desain program menghentikan
proses mendiskusikan perubahan struktur dan prosedur (mengakhiri),
perubahan kebutuhan dan kerja (aktivitas) untuk keefektifan modifikasi, mengatur
peluang, dan sasaran proses kontrol kembali fokus
asosiasi untuk perubahan aktivitas
perubahan dengan tahapan
perencanaan materi yang lain
kebutuhan dalam proses
perubahan untuk
mengatur kembali
aktivitas perubahan

Stufflebeam dalam naskah yang dipresentasikan pada Annual Conference of


the Oregon Program Evaluation Network (OPEN) Portland tahun 2003, memperluas
makna evaluasi product menjadi impact evaluation (evaluasi pengaruh),
effectiveness evaluation (evaluasi keefektifan), sustainability evaluation (evaluasi
keberlanjutan), dan transportability evaluation (evaluasi transformasi) (Stufflebeam,
2003:59-62).

B. EVALUASI MODEL STAKE (COUINTENANCE MODEL)


Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu
description (deskripsi) dan judgement (pertimbangan), serta membedakan adanya
tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu: (1) antecedent (program
pendahulu/masukan/context); (2) transaction (transaksi/kejadian/process); dan (3)
outcomes (hasil/result). Stake berpendapat menilai suatu program pendidikan harus
melakukan perbandingan yang relatif antara program satu dan program yang lain,
atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan
standar tertentu (Tayibnapis, 2000:19).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa
evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Lebih lanjut
Stake menyatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement di
lain pihak (Tayibnapis, 2000:20). Dalam model ini antecendent (masukan),
transaction (proses), dan outcomes (hasil), data dibandingkan tidak hanya untuk
menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dan keadaan yang sebenarnya,

27
tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat
program.

C. EVALUASI MODEL KIRKPATRICK


Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan
oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model.
Evaluasi terhadap keefektifan program pembelajaran menurut Kirkpatrick (1998)
mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction; level 2 learning; level 3
behavior; dan level 4 result.
1. Evaluasi Reaksi (Evaluating Reaction)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta didik (siswa) berarti mengukur
kepuasan siswa (customer satisfaction). Program pembelajaran dianggap efektif
apabila proses pembelajaran dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta
didik sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan
kata lain peserta didik akan termotivasi apabila proses pembelajaran berjalan secara
memuaskan bagi peserta didik yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari
peserta didik yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta didik tidak merasa
puas terhadap proses pembelajaran yang diikutinya maka mereka tidak akan
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran lebih lanjut.
Hal ini dipertegas oleh Partner (2009) mengemukakan the interest, attention
and motivation of the participants are critical to the success of any training
program, people learn better when they react positively to the learning environment.
Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
minat, perhatian, dan motivasi peserta didik dalam mengikuti jalannya kegiatan
pembelajaran. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi
positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta didik dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
guru, media pembelajaran yang tersedia, dan jadwal kegiatan pembelajaran.
Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket
sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

28
2. Evaluasi Belajar (Evaluating Learning)
Kirkpatrick (1998:20) mengemukakan learning can be defined as the extent
to which participants change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill
as a result of attending the program. Terdapat tiga hal yang dapat guru ajarkan
dalam program pembelajaran, yaitu pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
Peserta didik dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami
perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan.
Sehingga ketiga ranah tersebut menjadi acuan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajarannya.
Oleh karena itu, untuk mengukur keefektifan program pembelajaran, maka
ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap,
peningkatan pengetahuan, maupun perbaikan keterampilan pada peserta didik maka
program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang
menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran
hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut,
yakni: (1) pengetahuan yang telah dipelajari; (2) perubahan sikap; dan (3)
keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki.

3. Evaluasi Tingkah Laku (Evaluating Behavior)


Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi
terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan
pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan
sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada
perubahan tingkah laku setelah peserta didik berada di masyarakat. Apakah
perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pembelajaran juga akan
diimplementasikan setelah peserta didik kembali berada di tengah-tengah
masyarakat, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di masyarakat setelah peserta didik
mengikuti program pembelajaran. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah
peserta didik merasa senang setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali
ke masyarakat? Bagaimana peserta didik dapat mentransfer pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran untuk

29
diimplementasikan di masyarakat? Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku
setelah kembali ke masyarakat maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai
evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.

4. Evaluasi Hasil (Evaluating Result)


Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena peserta didik setelah mengikuti suatu program. Menurut
Kirkpatrick (2009) yang termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program
pembelajaran di antaranya adalah kenaikan produktivitas, peningkatan kualitas,
penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan
turnover (pergantian), dan kenaikan keuntungan.
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun
membangun teamwork (tim kerja) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi
terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah
program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena
itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level
sebelumnya.

30
BAB IV
CAKUPAN EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN

Evaluasi program pembelajaran adalah pemberian estimasi terhadap


pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan kemajuan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Soetopo, 2007:137).
Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang keefektifan program
pembelajaran, terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi, yaitu:
(1) desain program pembelajaran; (2) implementasi program pembelajaran; dan (3)
hasil program pembelajaran yang dicapai.

A. DESAIN PROGRAM PEMBELAJARAN


Desain program pembelajaran menurut Soetopo (2007) dinilai dari: (1) aspek
tujuan yang ingin dicapai ataupun kompetensi yang akan dikembangkan; (2) strategi
pembelajaran yang akan diterapkan, dan (3) isi program pembelajaran.
1. Kompetensi yang akan Dikembangkan
Salah satu aspek dari program pembelajaran yang dijadikan obyek evaluasi
adalah kompetensi yang akan dikembangkan, khususnya kompetensi dasar dari mata
pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menilai kompetensi dasar yang akan dikembangkan, yaitu: (1) menunjang
pencapaian kompetensi standar kompetensi maupun kompetensi lulusan; (2) jelas
rumusan yang digunakan (observable); (3) mampu menggambarkan dengan jelas
perubahan tingkah laku yang diharapkan diri siswa; dan (4) mempunyai kesesuaian
dengan tingkat perkembangan siswa.

2. Strategi Pembelajaran
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai strategi
pembelajaran yang direncanakan, yaitu: (1) kesesuaian dengan kompetensi yang
akan dikembangkan; (2) kesesuaian dengan kondisi belajar mengajar yang
diinginkan; (3) kejelasan rumusan, terutama mencakup aktivitas guru maupun siswa
dalam proses pembelajaran; dan (4) kemungkinan keterlaksanaan dalam kondisi dan
alokasi waktu yang ada.

31
3. Isi Program Pembelajaran
Isi program pembelajaran yang dimaksud adalah pengalaman belajar yang
akan disiapkan oleh guru maupun yang harus diikuti siswa. Ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan untuk menilai isi program pembelajaran, yaitu: (1) relevansi
dengan kompetensi yang akan dikembangkan; (2) relevansi dengan pengalaman
murid dan lingkungan; (3) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa, (4)
kesesuaian dengan alokasi waktu yang tersedia; dan (5) keautentikan pengalaman
dengan lingkungan hidup siswa.

B. IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN


Selain desain program pembelajaran, proses implementasi program atau
proses pelaksanaan pun perlu dijadikan obyek evaluasi, khususnya proses belajar
dan pembelajaran yang berlangsung di lapangan. National Council for the Social
Studies (2006:4) mengemukakan evaluation istrument should measure both content
and process. Disimpulkan bahwa evaluasi dalam social studies seharusnya
mengukur isi maupun proses pembelajaran.
Sedangkan mengenai standar evaluasi proses pembelajaran Sudjana dan
Ibrahim (2004:230-232) menampilkan sejumlah kriteria yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran yaitu: (1) konsistensi dengan kegiatan
yang terdapat dalam program pembelajaran; (2) keterlaksanaan oleh guru; (3)
keterlaksanaan dari segi siswa; (4) perhatian yang diperlihatkan para siswa terhadap
pembelajaran yang sedang berlangsung; (5) keaktifan para siswa dalam proses
belajar; (6) kesempatan yang diberikan untuk menerapkan hasil pembelajaran dalam
situasi yang nyata; (7) pola interaksi antara guru dan siswa; dan (8) kesempatan
untuk mendapatkan umpan balik secara kontinu.

C. HASIL PROGRAM PEMBELAJARAN


Selain desain program dan implementasi, komponen ketiga yang perlu
dievaluasi adalah hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Hasil yang
dicapai ini dapat mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek (ouput) maupun
mengacu pada pencapaian tujuan jangka panjang (outcome). Outcome program

32
pembelajaran tidak kalah pentingnya dengan output, karena dalam outcome ini akan
dinilai seberapa jauh siswa mampu mengimplementasikan kompetensi yang
dipelajari di kelas ke dalam dunia nyata (realworld) dalam memecahkan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan dalam masyarakat.

33
BAB V
STRATEGI PENILAIAN KELAS

Seorang guru harus mengetahui strategi penilaian kelas yang merupakan


acuan seorang guru yang akan melakukan evaluasi pembelajaran. Strategi penilaian
kelas merupakan penilaian yang dilakukan oleh seorang guru terhadap pembelajaran
yang dilaksanakannya dan tercermin pada hasil belajar siswanya di suatu kelas. Ciri-
ciri penilaian kelas adalah: (1) belajar tuntas; (2) otentik; (3) berkesinambungan; (4)
menggunakan berbagai cara dan alat penilaian; dan (5) berdasarkan acuan kriteria.

A. BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING)


Belajar tuntas (mastery learning) adalah peserta didik tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan
dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. Hal ini berangkat dari asumsi, jika
peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa
matapelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian
besar dari mereka akan mencapai ketuntasan. Guru harus mempertimbangkan antara
waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik peserta didik dan waktu yang
tersedia di bawah kontrol guru. Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih
lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka
terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang
berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka.
Perhatian harus difokuskan pada pengajaran unit-unit terkecil dan tes
menggunakan acuan kriteria guna menentukan apakah peserta didik telah memiliki
keterampilan yang dipersyaratkan pada setiap tingkatan keberhasilan belajarnya.
Tidak ada ukuran penentu misalnya 80%, yang penting bukan nilai pasti skor
kelulusan, melainkan level minimal yang harus dimiliki dan diperlukan oleh peserta
didik. Peserta didik harus mencapai skor 80% s.d. 90% sebelum beralih pada modul
/ topik berikutnya. Guru dapat menentukan skor / batas lulus untuk setiap target
belajar.
Patokan yang digunakan 80% atau yang mendekati. Guru dan sekolah dapat
menetapkan nilai ketuntasan minimum secara bertahap dan terencana agar

34
memperoleh nilai ideal. Dengan nilai ketuntasan ideal adalah 100%. Nilai
ketuntasan minimum tiap matapelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan
dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik (setiap
matapelajaran dapat berbeda batas minimal nilai ketuntasannya). Akan tetapi,
idealnya penentuan ketuntasan diberikan untuk setiap indikator. Peserta didik yang
belum tuntas harus mengikuti program remedial.

B. PENILAIAN OTENTIK (AUTHENTIC ASSESSMENT)


Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan peserta didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan
secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-
benar dikuasai dan dicapai. Penilaian otentik memandang bahwa: (1) penilaian dan
pembelajaran secara terpadu; (2) penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata
bukan dunia sekolah; (3) penilaian menggunakan berbagai cara dan kriteria; dan (4)
penilaian bersifat holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
Perubahan kurikulum menurut Hayat (2004:109) hendaknya dipahami tidak
hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum dengan tuntutan
perkembangan, tetapi pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan
pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan
pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based eduation). Secara lebih
sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang apa
yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang harus dikuasai
anak (standar kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu.
Diharapkan dengan pendekatan ini guru memiliki orientasi yang jelas tentang
apa yang harus dikuasi anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang
sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses
pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar
tersebut. Dengan demikian, guru didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip

35
pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian
target kurikulum semata.
Proses penilaian yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif
maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan
standar kompetensi, guru harus: (1) mengembangkan matriks kompetensi belajar
(learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah; (2)
mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment)
yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian otentik adalah
proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Prinsip-prinsip penilaian otentik menurut Hayat (2004:110), adalah: (1)
proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart
from, instruction); (2) penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real
world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems); (3)
penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuai
dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar; dan (4) penilaian harus bersifat
holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan
psikomotorik).
Tujuan penilaian kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada empat hal, yaitu:
(1) keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran peserta didik
tetap sesuai dengan rencana; (2) checking-up, yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran; (3)
finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran; dan (4) summing-
up, yaitu untuk menyimpulkan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi
yang ditetapkan atau belum.
Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai
metode dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar

36
tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test),
sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum
IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktik (performance assessment).
Demikian juga, metode observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas
pembelajaran siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok
untuk menilai aspek afektif, minat, dan motivasi siswa.
Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran
tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan
melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan
tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di
samping itu, karena tujuan utama dari penilaian yang dilakukan oleh guru adalah
untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks
kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru diharapkan mengembangkan sistem
portofolio individu siswa, yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan
dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu.
Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan
psikososial siswa (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa
(showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir
(comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai siswa
secara kumulatif (exit). Portofolio ini sangat berguna bagi sekolah maupun bagi
orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang
perkembangan belajar siswa dan aspek psikososialnya, sehingga mereka dapat
memberikan bimbingan dan bantuan yang relevan bagi keberhasilan belajar siswa.

C. PENILAIAN YANG BERKESINAMBUNGAN


Penilaian memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus
dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dilaksanakan setelah selesai satu atau
beberapa indikator (tertulis, observasi, atau penugasan). Ulangan tengah semester
dilaksanakan setelah selesai beberapa Kompetensi Dasar pada semester yang
bersangkutan. Ulangan akhir semester dilaksanakan setelah selesai semua

37
kompetensi dasar pada semester yang bersangkutan. Ulangan kenaikan kelas
dilaksanakan setelah selesai semua kompetensi dasar pada semester gasal dan genap,
dengan penekanan pada kompetensi dasar semester genap.

D. MENGGUNAKAN BERBAGAI CARA DAN ALAT PENILAIAN


Ragam penilaian kelas yang dapat digunakan guru dalam mengevaluasi
siswa adalah: (1) unjuk kerja (performance); (2) penugasan (proyek / project); (3)
hasil kerja (produk / product); (4) tes tertulis (paper and pen); (5) portofolio; (6)
penilaian sikap; dan (7) penilaian diri sendiri (self assessment). Guru juga harus
mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi. Unjuk kerja
(performance) merupakan pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi
(unjuk kerja, tingkah laku, interaksi). Unjuk kerja (performance) cocok untuk: (1)
penyajian lisan, seperti keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, dan berdiskusi;
(2) pemecahan masalah dalam kelompok; (3) partisipasi dalam diskusi; (4) menari;
(5) memainkan alat musik; (6) olahraga; (7) menggunakan peralatan laboratorium;
dan (8) mengoperasikan suatu alat.
Penugasan (proyek / project) adalah penilaian terhadap suatu tugas yang
mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu. Tugas disini
adalah suatu investigasi terhadap hal-hal tertentu dengan tahapan: (1) perencanaan;
(2) pengumpulan data; (3) pengolahan data; (4) penyajian data; dan (5) simpulan
temuan. Penilaian proyek bermanfaat menilai: (1) keterampilan menyelidiki secara
umum; (2) pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu; (3) kemampuan
mengaplikasi pengetahuan dalam suatu penyelidikan; dan (4) kemampuan
menginformasikan subjek secara jelas. Hasil kerja (produk / product) adalah
penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni. Penilaiannya
mencakup: (1) penilaian proses, seperti menggunakan teknik menggambar dan
menggunakan peralatan dengan aman; dan (2) penilaian hasil akhir, seperti
makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, pahatan), dan barang-barang
terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Tes tertulis (paper and pen) adalah
penilaian dengan memilih dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban seperti pilihan
ganda dan dua pilihan (benar-salah, ya-tidak). Sedangkan mensuplai jawaban seperti
isian atau melengkapi, jawaban singkat, dan uraian.

38
Portofolio adalah penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang
sistematis. Inti dari portofolio adalah: (1) pengumpulan data melalui karya siswa; (2)
pengumpulan dan penilaian yang terus menerus; (3) refleksi perkembangan berbagai
kompetensi; (4) memperlihatkan tingkat perkembangan kemajuan belajar siswa; (5)
portofolio bagian integral dari proses pembelajaran; (6) digunakan untuk satu
periode; dan (7) digunakan dengan tujuan diagnostik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru jika menggunakan penilaian
portofolio adalah: (1) siswa merasa memiliki portofolio sendiri; (2) tentukan
bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan; (3) kumpulkan dan simpan hasil
kerja siswa dalam satu map atau folder; (4) beri tanggal pembuatan; (5) tentukan
kriteria untuk menilai hasil kerja siswa; (6) minta siswa untuk menilai hasil kerja
mereka secara berkesinambungan; (7) bagi yang kurang, beri kesempatan perbaiki
karyanya, tentukan jangka waktunya; dan (8) bila perlu, jadwalkan pertemuan
dengan orang tua siswa. Karya-karya yang dapat dikumpulkan melalui penilaian
portofolio adalah puisi, karangan, gambar, lukisan, desain, paper, sinopsis, naskah
pidato atau khotbah, naskah drama, rumus, surat, komposisi musik, teks lagu, resep
makanan, dan laporan observasi, penyelidikan, atau eksperimen.
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa
terhadap objek sikap. Cara untuk melaksanakan penilaian sikap adalah: (1) observasi
perilaku siswa, seperti kerja sama, inisiatif, dan perhatian; (2) pertanyaan langsung,
misalnya tanggapan terhadap tata tertib baru; dan (3) laporan pribadi, misalnya
siswa menulis pandangan tentang kerusuhan antaretnis. Penilaian diri sendiri (self
assessment) adalah menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Siswa dengan menilai terhadap dirinya
sendiri diharapkan dapat mengetahui kelebihan dan kelemahannya sendiri, dan
berupaya untuk mengatasi kelemahannya. Tugas guru adalah menyiapkan instrumen
penilaian diri sendiri yang akan digunakan oleh siswa. Penilaian diri sendiri dapat
dijadikan wahan untuk mengembangkan karakter jujur pada diri siswa dan tanggung
jawab atas apa yang ditulisnya.
Sementara itu Gangel (2009:87-92) mengemukakan tiga jenis evaluasi yang
dapat dipertimbangkan oleh guru-guru, yaitu: (1) tes tertulis; (2) pengamatan
(observasi); dan (3) dokumen / riwayat.

39
1. Evaluasi melalui Tes Tertulis
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi adalah
pengukuran melalui tes (ujian). Tes memberikan informasi kepada guru tentang
seberapa baiknya siswa-siswanya telah mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
melalui pengajaran yang diberikan. Tes adalah alat untuk mengevaluasi siswa yang
memiliki berbagai bentuk dasar. Jenis-jenis tes tertulis, adalah: (1) tes pilihan ganda;
(2) tes melengkapi; (3) tes benar-salah; (4) tes menjodohkan; dan (5) essay / uraian.
Tes pilihan ganda adalah tes di mana siswa-siswa membaca pertanyaan dan
kemudian memilih jawaban mereka dari daftar pilihan (biasanya empat) yang
disediakan oleh guru dalam pertanyaan tersebut. Tes melengkapi yakni tes yang
berbentuk pernyataan, namun tanpa menyertakan bagian yang penting, dan
mengganti bagian tersebut dengan titik-titik atau spasi kosong. Tugas siswa adalah
mengisi kalimat atau kata yang tidak ada. Tes benar-salah adalah tes di mana
terdapat sebuah pernyataan dan siswa-siswa menunjukkan dengan memberi tanda
bahwa pernyataan tersebut benar atau salah.
Tes menjodohkan seperti tes pilihan ganda, tes menjodohkan memberikan
materi tes secara lengkap. Tugas siswa adalah menjodohkan / mencocokkan /
memasangkan kata-kata atau pernyataan-pernyataan yang ada dengan kata-kata atau
pernyataan-pernyataan yang berhubungan. Guru dalam menggunakan tes
menjodohkan ini, harus memerhatikan peraturan-peraturan: (1) setiap daftar harus
berorientasi hanya pada satu subjek. Contohnya, daftar tersebut berhubungan dengan
nama-nama orang atau informasi mengenai tanggal, namun bukan kombinasi
tanggal dan nama dalam satu rangkaian; (2) batasi jumlah kata-kata yang dijodohkan
dalam satu rangkaian sehingga kurang dari sepuluh kata; (3) jumlah jawaban yang
disediakan harus lebih banyak dari jumlah kata atau pernyataan dasar; dan (4)
berikan definisi dasar dengan jelas pada jawaban yang akan dianggap benar.
Guru jika menggunakan tes bentuk uraian, maka siswa-siswa memberikan
respons atas pertanyaan dengan menuliskan jawaban yang menggunakan kata-kata
mereka sendiri. Tes ini memberi kebebasan bagi siswa untuk menunjukkan
pengetahuan pribadi mereka tentang subjek pertanyaan. Proses penilaian subjektif
semata dan membutuhkan waktu yang lebih banyak daripada waktu rata-rata pada
tes objektif. Dalam menyiapkan sebuah tes uraian, guru perlu memperhatikan

40
panduan-panduan: (1) buatlah pertanyaan sespesifik mungkin sehingga jawaban
siswa-siswa dapat dievaluasi secara khusus; dan (2) sediakan waktu yang cukup bagi
siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.

2. Evaluasi melalui Pengamatan (Observasi)


Seperti yang sudah diindikasikan, evaluasi lebih dari sekadar pengukuran
dalam bentuk tes tertulis. Jika belajar adalah untuk menghasilkan perubahan, maka
perubahan yang terlihat dalam kehidupan siswa tersebut adalah salah satu indikasi
komunikasi yang efektif dari guru kepada siswa. Sebagian besar evaluasi melalui
observasi berhubungan dengan pengaruh subjektif yang diterima oleh guru, ketika
guru ada bersama-sama dengan seorang siswa. Pengaruh ini menyangkut sikap dan
perilaku, demikian pula pengaruh yang disamaratakan menyangkut pengetahuan dan
pemahaman. Ada juga suatu pendekatan yang lebih formal terhadap observasi.
Dalam pendekatan ini, guru membuat perkembangan atau perubahan. Guru akan
melihat dan kemudian mencari, untuk mengamati siswa-siswa dalam situasi di mana
perubahan, seperti itu mungkin dipakai untuk menunjukkan dirinya sendiri (dalam
hal ini siswa).

3. Evaluasi melalui Dokumen (Riwayat)


Guru yang memerhatikan kemajuan siswa-siswanya akan merasakan
pentingnya sistem dokumen / riwayat. Dokumen / riwayat yang baik menyangkut
lebih dari sekadar kehadiran. Dokumen / riwayat ini menyertakan berbagai hal,
seperti apa saja yang sudah dicapai oleh siswa-siswa di kelas itu, minat pribadi, dan
indikasi-indikasi pertumbuhan dan perkembangan para siswa. Beberapa informasi
dapat diterjemahkan ke dalam bentuk grafik dan perkembangan siswa digrafikkan
menurut satu periode waktu.
Berikut ini prinsip-prinsip yang harus diperhatikan guru jika menggunakan
dokumen / riwayat sebagai salah saru sumber untuk mengevaluasi siswanya, yaitu:
(1) dokumen harus praktis. Kepraktisan menyangkut penentuan standar sistem
dokumen yang mudah dipahami dan memudahkan siapa saja yang
menggunakannya. Bentuk dokumen itu bisa saja sederhana, namun harus
menyediakan informasi yang diinginkan dengan cara yang mudah dibaca. Untuk

41
dokumen pribadi guru, disarankan berupa sebuah buku catatan atau kartu indeks.
Beberapa penerbit buku-buku sekolah minggu menyediakan buku catatan atau kartu
indeks ini; (2) dokumen harus selalu memberikan informasi terbaru. Jika suatu
dokumen itu banyak yang kosong, akan sangat sulit untuk memasukkan data-data
yang terlewatkan. Cara yang terbaik adalah memasukkan data secara teratur, segera
setelah kelas selesai; dan (3) dokumen harus mudah didapatkan. Dokumen akan
memiliki nilai guna yang kecil bila hanya disimpan dan tidak digunakan. Buatlah
agar dokumen mudah didapatkan sehingga dapat mendukung penggunaanya. Hal ini
berkenaan dengan dokumen sekolah minggu secara umum maupun dokumen guru.

E. PENILAIAN BERDASARKAN ACUAN KRITERIA


Prestasi ataupun kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan
peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan patokan
yang ditetapkan. Prinsipnya semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama
dan bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kemampuan
tertentu berbeda. Kriteria ketuntasan harus ditentukan terlebih dahulu. Hasil
penilaian adalah lulus dan tidak lulus siswa.
Selain jenis-jenis penilaian perlu juga dijelaskan mengenai standar penilaian
yakni cara yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian
sehingga dapat diketahui kedudukan siswa, apakah ia telah menguasai tujuan
pembelajaran ataukah belum. Standar penilaian hasil belajar pada umumnya
dibedakan kedalam dua standar, yakni standar penilaian acuan norma (PAN) dan
penilaian acuan patokan (PAP).
1. Penilaian Acuan Norma
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang menggunakan acuan
pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa
dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam
menentukan derajat prestasi seorang siswa selalu dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh tiga kategori prestasi siswa, yakni prestai
siswa di atas rata-rata kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi siswa yang
berada di bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang
posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.

42
Keuntungan standar ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau kelas
sekaligus dapat diketahui keberhasilan pembelajaran bagi semua siswa.
Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata
kelompok atau kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang
memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau dinyatakan lulus,
sebab berada di atas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor 100
termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung
dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah siswa cukup banyak. Sistem ini
kurang menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat
dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan.
Demikian juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung
pada rata-rata kelas, makanya standar penilaian ini disebut standar relatif. Dalam
konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak dapat digunakan
untuk menarik generalisasi prestasi siswa sebab rata-rata kelompok untuk kelas yang
satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah
yang lain. Standar penilaian acuan norma tepat jika digunakan untuk penilaian
formatif.

2. Penilaian Acuan Patokan


Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang menggunakan acuan
pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai siswa. Derajat
keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan atau kompetensi yang seharusnya
dicapai atau dikuasai siswa bukan dibandingkan dengan prestasi kelompoknya.
Dalam penilaian ini ditetapkan kriteria minimal harus dicapai atau dikuasai siswa.
Kriteria minimal yang biasa digunakan adalah 80% dari tujuan atau kompetensi
yang seharusnya dikuasai siswa. Makin tinggi kriterianya makin baik mutu
pendidikan yang dihasilkan. Standar penilaian acuan patokan berbasis pada konsep
belajar tuntas atau mastery learning.
Artinya setiap siswa harus mencapai ketuntasan belajar yang diindikasikan
oleh penguasaan materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Jika
siswa belum mencapai kriteria tersebut siswa belum dinyatakan berhasil dan harus
menempuh ujian kembali. Karena itu penilaian acuan patokan sering disebut standar

43
mutlak. Guru dalam sistem ini tidak perlu menghitung nilai rata-rata kelas, sebab
prestasi siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompoknya.
Melalui sistem penilaian acuan patokan sudah dapat dipastikan prestasi
belajar siswa secara bertahap akan lebih baik sebab setiap siswa harus mencapai
kriteria minimal yang telah ditentukan. Namun sistem ini menuntut guru bekerja
lebih keras sebab setiap guru harus menyediakan remedial bagi siswa yang belum
memenuhi standar yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini tepat digunakan baik
untuk penilaian formatif maupun penilaian sumatif.

44
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S., dan Jabar, C. S. A. 2008. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman


Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Ebel, R. L., dan Frisbie, D. A. 1986. Essential of Educational Measurement. New


Jersey: Prentice Hall, Inc.

Gangel, K. O. 2009. Understanding Teaching. Illionis: Evangelical Training


Association.

Gredeer, B., dan Margaret, E. 1986. Learning and Instruction: Theory into Practice.
New York: Macmillan Publising.

Griffin, P., dan Nix, P. 1991. Educational Assessment and Reporting. Sydney:
Harcout Brace Javanovich Publisher.

Hayat, B. 2004. Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standar


Kompetensi. Jurnal Pendidikan Penabur, 1(3): 108-112.

Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan


Nasional.

Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San


Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model (online).


(http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluationmodel.htm,
diakses 23 Oktober 2009).

Madaus, G. F., Scriven, M. S., dan Stuffebeam, D. L. 1993. Evaluation Models,


Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation. Boston:
Kluwer-Nijhoff Publishing.

Mardapi, D. 1999. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi. Makalah disajikan dalam


Penataran Evaluasi Pembelajaran Matematika SLTP untuk Guru Inti
Matematika di MGMP SLTP, PPPG Matematika Yogyakarta, Yogyakarta,
8-23 November.

Mardapi, D. 2000. Evaluasi Pendidikan. Makalah disajikan dalam Konvensi


Pendidikan Nasional, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 19-23 September.

Mardapi, D. 2003. Kurikulum 2004 dan Optimalisasi Sistem Evaluasi Pendidikan di


Sekolah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kurikulum 2004
Berbasis Kompetensi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 10 Januari.

45
Oliva, P. F. 1992. Developing the Curriculum. New York: Harper Collins
Publishers.

Oriondo, L. L., dan Antonio, E. M. D. 1998. Evaluating Educational Outcomes


(Test, Measurment, and Evaluation). Florentino St: Rex Printing Company.

Partner, C. 2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus (online).


(http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf, diakses 23 Oktober 2009).

Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan


Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
(Online). (http://www.kemdikbud, diakses 23 Oktober 2014).

Pidarta, M. 2009. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Popham, W. J. 1995. Classroom Assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Soebahar, A. H. 2002. Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Soetopo, H. 2007. Evaluasi Program Supervisi Pendidikan. Dalam Imron, A.,


Burhanuddin, dan Maisyaroh (Eds.), Supervisi Pendidikan dan Pengajaran:
Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional (hlm. 136-
149). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Stark, J. S., dan Thomas, A. 1994. Assessment and Program Evaluation. Needham
Heights: Simon & Schuster Custom Publishing.

Stufflebeam, D. L. 2003. The CIPP Model for Evaluation: the Article Presented at
the 2003 Annual Conference of the Oregon Program Evaluators Network
(OPEN) 3 October 2003 (online). (http://www.wmich.edu, diakses 23
Oktober 2009).

Sudjana, N. 2002. Dasar-dasar Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Sudjana, N., dan Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.

Suhartoyo, E. 2005. Pengalaman Peningkatan Mutu Pendidikan melalui


Pengembangan Budaya Sekolah di SMAN 1 Kasihan Bantul. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan melalui
Pengembangan Budaya Sekolah, Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta, 23 November.

Tayibnapis, F. Y. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

46
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004.
Bandung: Citra Umbara.

Woolfolk, A. E., dan Nicolich, L. M. 1984. Educational Psychology for Teacher.


Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.

47

Anda mungkin juga menyukai