Anda di halaman 1dari 23

Hubungan Interpersonal pada Anak-anak dalam Teknik Anamnesa

Disusun Oleh :
Wira Wicaksana Setiyadi 10612001
Vita Riza Febrina 10612016
Septiana Wulansari 10612034
Firdaus Putra Pratama 10612046
Sri Hardiyati 10612076
Ida Bagus Putu Eka S. 10612024
Chella Premita A. 10612049
Deno Restuti 10612011
Galuh Putra Permadi 10612012
Stiendri Della H. 10612042
Ade Setyo A. 10612043
Hasnatul Mawaddah 10612045
Carmelita Moniz P. 10612097
Domingos Savio R.B 10612099
Sebty Chriesnasari 10609040

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2012
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................... . 1

1.2 Tujuan ..................................................................................... 2

1.3 Manfaat………………………………………………………. 2

BAB II : Tinjaun Pustaka .............................................................................. 3

2.1 Pengertian Anamnesa ............................................................... 3

2.2 Tujuan Anamnesa..................................................................... 3

2.3 Jenis Anamnesa ....................................................................... 3

2.4 Tehnik Anamnesa..................................................................... 5

2.5 Sistematika Anamnesa. ............................................................ 6

2.6 Cara Melakukan Anamnesa ..................................................... 10

2.7 Hambatan Dalam Melakukan Anamnesa ................................. 12

2.8 Menjalin Hubungan Interpersonal dengan Anak ..................... 12

2.9 Faktor Pendukung dan Penghambat ......................................... 13

BAB III : Konseptual Mapping ...................................................................... 16

3.1 Konseptual Mapping .............................................................. 16

3.2 Hipotesa................................................................................... 16

BAB IV: Pembahasan .............................................................................. 17

BAB V: Penutup ..................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ............................................................................. 19


3.2 Saran ........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami berikan kehadirat Allah SWT, karena atas seijinNya kami
berhasil menyelesaikan penyusunan laporan hasil diskusi mengenai Psikologi
Komunikasi yang merupakan bagian dari pembelajaran Tutorial Blok II Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri.

Tidak lupa kami menghanturkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu terselesaikannya tulisan ini, antara lain :

1. Drg. Erista Dona yang telah dengan sabar memberikan bimbingan selama
penyusunan tulisan ini.
2. Pihak Institusi yang telah menyediakan segala fasilitas study sehingga
penyusunan tulisan ini berjalan lancar.
3. Orang tua kami yang selalu menyertai kami dengan restu dan doanya.
Semoga apa yang kami sajikan dalam tulisan ini dapat menjadi tambahan wacana
dan semakin memperluas cakrawala keilmuan khususnya di dunia komunikasi
kedokteran.

Kami menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak cacat dan kekurangan di
sana sini yang mana semua itu tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan kami.
Untuk itu kami selalu menerima dengan tangan terbuka segala kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Terima kasih,

Hormat kami,

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagi para mahasiswa kedokteran gigi saat yang paling ditunggu-tunggu
adalah ketika mereka untuk pertama kalinya mulai berhadapan langsung dengan
pasien yang sesungguhnya. Ini adalah saat pertama kalinya mereka merasakan
sebagai seorang ‘dokter’. Tetapi ini juga adalah saat yang mendebarkan dan
membingungkan karena mereka umumnya belum siap dan tidak tahu apa yang
harus dilakukan untuk memulai kontak pertamanya dengan seorang pasien
khususnya pasien anak.
Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter dan pasien dimulai dari
anamnesa. Dokter harus membangun hubungan interpersonal dengan pasien anak
maupun dengan pendampingnya dengan dilandasi kepercayaan, kejujuran, dan
pengertian. Jika hubungan interpersonal sudah terbangun, pasien akan
menceritakan semua keluhannya. Dalam menegakkan suatu diagnosis, anamnesa
mempunyai peranan yang sangat penting bahkan terkadang merupakan satu-
satunya petunjuk untuk menegakkan diagnosis. Dan berdasarkan anamnesa juga,
sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan terdapatnya faktor-faktor
yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semuanya berguna dalam
menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana menjalin hubungan interpersonal pada anak?

2.. Bagaimana teknik anamnesa yang baik?


1.3 Tujuan
Seorang dokter gigi harus mampu menggali, memahami, dan merekam dengan
jelas keluhan-keluhan yang disampaikan oleh keluarga atau pendamping pasien
maupun dari anaknya sendiri, yang mencakup riwayat penyakit anak yang disertai
data yang relevan sehingga dapat memperoleh keterangan yang sebanyak-
banyaknya mengenai penyakit yang di derita oleh anak tersebut.

1.4 Manfaat
Sebagai bekal para mahasiswa fakultas kedokteran gigi agar dapat menjalin
hubungan interpersonal dan melakukan anamnesa kepada pasien khususnya
pasien anak dengan optimal, sehingga mampu menetapkan diagnosis klinik
berdasarkan anamnesa pendamping pasien atau dari pasiennya sendiri dan
pemeriksaan fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Anamnesa


Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu
percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan
orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya (Aswar, 2003).
Anamnesa merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa
yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan
pasien mengadakan kunjungan ke dokter (Williams, 2008).
Prinsip utama dalam anamnesa adalah membiarkan pasien mengutarakan
riwayat penyakitnya dalam kata-katanya sendiri. Cara pasien mengutarakan
riwayat penyakitnya mengungkapkan banyak sifat pasien tersebut (Swartz, 1995).

2.2. Tujuan Anamnesa


Tujuan melakukan anamnesis adalah mengembangkan pemahaman mengenai
masalah medis pasien dan mambuat diagnosis banding. Walaupun telah banyak
kemajuan dalam pemeriksaan diagnostik modern, namun anamnesis masih sangat
diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Akan tetapi, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya (dan begitu pula sebaliknya)
serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang
sosial pasien (Jonathan, 2003).

2.3. Jenis Anamnesa


Ada 2 jenis anamnesa yang sering di lakukan:

a. Teknik Autoanamnesis yaitu anamnesa yang dilakukan langsung


terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan
dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesa
terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan
apa yang sesungguhnya dia rasakan.
b. Teknik Alloanamnesa atau Heteroanamnesa yaitu anamnesa yang
didapat dari informasi orang lain atau pihak ke-2. Yang di maksud disini
adalah orang yang dapat dipercaya dapat memberikan data yang akurat
mengenai penyakit yang di derita oleh pasien.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis
dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat
sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka
perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.

2.3.1 Pembagian Anamnesa Secara Skematis

1. Anamnesa Umum, mencakup Anamnesa ADM (nama, usia, sex,


pekerjaan, alamat dan dokter pengirim).
2. Anamnesa Khusus, merupakan bagian yang paling utama dari anamnesis.
Pertanyaan yang diajukan mengacu pada keluhan lokal yang menyangkut
tentang : nyeri, gangguan gerak, gangguan sensorik dan gangguan
vegetatif. Contoh Anamnesa khusus untuk keluhan nyeri.

Hal-hal yang dipertanyakan adalah:

a. Letak atau lokalisasi nyeri


b. Bagaimana terjadinya nyeri,secara spontan atau trauma. Pada kasus
trauma arah pertanyaan lebih di tekankan pada fungsi mekanis
mana yang mengalami kerusakan dan yang perlu dipertanyakan:
posisi dari daerah yang mengalami kerusakan saat trauma
berlangsung, dari sudut mana datangnya arah trauma,seberapa
besar kekuatan dari trauma dan apakah terjadi gangguan fungsi
secara langsung atau menyusul kemudian.
c. Kapan terjadi nyeri
d. Bagaimana perjalanan nyeri
e. Faktor yang memperberat dan yang mengurangi nyeri (provokasi)
f. Sifat dari nyeri
3. Anamnesa tambahan, dimaksudkan untuk mendapatkan kesan atau
gambaran tentang asal/ penyebab keluhan yang berada di luar dari
susunan alat gerak atau terlokalisasi. Anamnesa tambahan seperti :

a. Traktus lokomotorius
b. Sistem saraf pusat
c. Panca indra
d. Traktus respiratorius
e. Traktus sirkulatorius
f. Traktus digestivus
g. Traktus urogenitalis
4. Anamnesa familial, dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
kelainan atau penyakit yang ada hubungannya dengan faktor herediter
seperti : DM, muscle distropi,dll (Aswar, 2003).

2.4. Teknik Anamnesa


1. Memberi salam dan konfirmasi administratif

2. Konfirmasi antara yang tertulis pada rekam medis dengan pasien.

Biasanya dokter menyebut nama pasien. Proses ini sangat penting untuk
menghindari kekeliruan yang dapat menyulitkan pasien maupun dokter.

3. Mendapatkan keluhan utama beserta waktunya.

Yang dimaksud keluhan utama adalah keadaan yang mendorong pasien


untuk meminta pertolongan medis. Biasanya pasien terdorong meminta
pertolongan bila sakitnya tidak baik setelah upaya sendiri (self medication)
atau sakitnya tidak tertahankan lagi, atau bila sudah ada kekhawatiran.
Keluhan utama tersebut dapat dipandang sebagai masalah ( problem) medis
yang utama dipandang dari sisi pasien, meskipun dari sisi dokter tidak selalu
demikian. Keluhan utama selalu kita cari kapan hal tersebut timbul.
4. Riwayat penyakit sekarang.

5. Deskripsi keluhan termasuk keluhan utama.

Yang dimaksud dengan deskripsi keluhan utama adalah upaya dokter


untuk memberi makna keluhan (gejala) yang diceritakan oleh pasien, yang
kiranya merupakan bagian dari kelainan organ apa atau keadaan tersebut
merupakan bagian dari penyakit apa (Daldyono, 2006).

2.5. Sistematika Anamnesa


Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau
sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama
melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada
pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam
pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya (Gleale,
2007).
Penggalian riwayat pasien (anamnesa) dapat dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang
membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak” (Ali, 2006).
Sistematika tersebut terdiri dari:
A. Data Umum Pasien
1. Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya.
3. Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang
digunakan untuk menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan
untuk memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita,
beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.
4. Alamat
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan
bukan hanya alamat sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu
pasien merasa sakit untuk pertama kalinya. Data ini kadang
diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit
endemis atau untuk data epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara
penyakit pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan
hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan
sebelumnya.
6. Perkawinan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi
pasien.
7. Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan
tidak boleh (pantangan) seorang pasien menurut agamanya.
8. Suku bangsa
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan ras/suku bangsa tertetu.

B. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang


paling berat sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari
pertolongan medis. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa
keluhan sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat
untuk menentukan keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya.
Pada tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah mulai memikirkan
beberapa kemungkinan diagnosis banding yang berhubungan dengan
keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan membantu dalam
mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya.
Pertanyaan diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis yang
dipikirkan atau menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis
banding.
C. Riwayat Penyakit Sekarang

Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting


untuk menegakkan diagnosis. Tahapan ini merupaka inti dari
anamnesis. Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit
sekarang, yakni ;

(a) kronologi atau perjalanan penyakit,

(b) gambaran atau deskripsi keluhan utama,

(c) keluhan atau gejala penyerta, dan

(d) usaha berobat. Selama melakukan anamnesis


keempat unsur ini harus ditanyakan secara detail
dan lengkap.

Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali


pasien merasakan munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah
itu ditanyakan bagaimana perkembangan penyakitnya apakah
cenderung menetap, berfluktuasi atau bertambah lama bertambah
berat sampai akhirnya datang mencari pertologan medis. Apakah
munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik,
apakah dalam perjalanan penyakitnya ada faktor-faktor yang
mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-faktor yang
memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan
maka tanyakan seberapa sering atau frekuensi munculnya serangan
dan durasi atau lamanya serangan tersebut. Keluhan atau gejala
penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang menyertai
keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha
berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang.
Pemeriksaan atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-
obat apa saja yag sudah diminum.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang


riwayat penyakit dahulu secara lengkap, karena seringkali keluhan
atau penyakit yang sedang diderita pasien saat ini merupakan
kelanjutan atau akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter


terkadang tidak cukup hanya menanyakan riwayat penyakit orang
tuanya saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek, paman/bibi, saudara
sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa penyakit yang langka bahkan
dianjurkan untuk membuat susunan pohon keluarga, sehingga dapat
terdeteksi siapa saja yang mempunyai potensi untuk menderita
penyakit yang sama.

F. Riwayat Kebiasaan/Sosial

Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan


dapat menjadi penyebab penyakit yang kini diderita pasien tersebut.
Biasakan untuk selalu menanyakan apakah pasien mempunyai
kebiasaan merokok atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa lama
dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan tersebut. Pada masa
kini bila berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa muda
harus juga ditanyakan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-
obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lai-lain.

2.5.1 Anamnesa Sistem

Anamnesa sistem adalah semacam review dimana seorang dokter


secara singkat dan sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang
mungkin ada dan belum disebutkan oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja
tidak berhubugan dengan penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin
juga merupakan informasi berharga yang terlewatkan (Gleale, 2007).

2.6. Cara Melakukan Anamnesa


Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan anamnesa adalah:
1. Tempat dan suasana

Tempat dan suasana dimana anamnesa ini dilakukan harus diusahakan


cukup nyaman bagi pasien. Anamnesa akan berjalan lancar kalau tempat
dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai,
tidak tegang dan tidak merasa di interogasi.

2. Penampilan dokter

Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan


meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi
dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor.
Demikian juga seorang dokter yang tampak ramah, santai akan lebih
mudah melakukan anamnesa daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.

3. Periksa kartu dan data pasien

Sebelum anamnesa dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu


atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak
tertutup kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau
mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu
datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien dengan nama
yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan,
diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya
seringkali berguna untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.

4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya


Pada saat anamnesa dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar
pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan
pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan
terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien
bercerita, apabila diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk
minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari keluhannya. Jaga agar
jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.

5. Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti

Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum


yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berika
penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.

6. Buat catatan

Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat


seorang dokter melakukan anamnesa, terutama bila pasien yang
mempunyai riwayat penyakit yang panjang.

7. Perhatikan pasiennya

Selama anamnesa berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara


dan gerak gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya
atau apatis, apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah
tampak santai atau menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat
bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-putus, apakah
tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.

8. Gunakan metode yang sistematis

Anamnesa yang baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut


kerangka anamnesa yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan
tidak ada informasi yang terlewat (Daldyono, 2006).
2.7. Hambatan dalam Melakukan Anamnesa
Anamnesa merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan
dalam pemeriksaan klinis. Dengan anmnesa akan didapatkan data subyektif; pihak
pasien (orangtua, pengantar, atau pasiennya sendiri) diberikan kesempatan untuk
mengingat kembali dan menceritakan secara rinci masalah kesehatan yang sedang
dihadapi oleh anak, termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan, tanda-tanda
yang timbul, riwayat terjadinya keluhan dan tanda, sampai saat anak tersebut
dibawa berobat.
Hambatan langsung yang dijumpai pada pembuatan anamnesa pasien anak
ialah pada umumnya anamnesa terhadap anak berupa aloanamnesis, dan bukan
autoanamnesis. Dalam hubungan ini pemeriksa harus waspada akn kemungkinan
terjadinya bias, oleh karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin
berdasarkan asumsi atau persepsi orangtua atau pengantar. Keadaan ini sering
berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan faktor
budaya laiinnya yang dimiliki orangtua atau pendamping pasien (Matondang,
2003)

2.8. Menjalin Hubungan Interpersonal dengan Pasien Anak-anak


Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.
Ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi
kita juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita
berkomunikasi kita tidak hanya menentukan konten melainkan juga menentukan
relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin
baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya;
makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin
efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan. (Jalaludin, 2007)
Menjalin hubungan interpersonal dengan anak-anak tidak semudah menjalin
hubungan interpersonal dengan orang dewasa. Komunikasi dengan anak
merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak. Salah
satu penelitian dalam bidang komunikasi dengan anak dilakukan oleh Wurster
dkk. (1979). Mereka memeriksa pola komunikasi antara mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi dengan pasien anak-anak (A.S.Blinkhorn, 2005).
Bila dokter gigi meremehkan atau mengacuhkan anak, probalitas rasa takut
berkelanjutan juga tinggi. Sebaliknya, bila dokter gigi menayakan pada anak
bagaimana perasaaannya atau mengajukan pertanyaan berulang, tingkah laku
takut berkurang. Penjelasan dan pengarahan adalah respon yang berguna. Bila
dokter gigi memberi pujian, komentar tertentu seperti ‘saya suka Anda tetap
membuka mulut’ adalah lebih efektif daripada ungkapan umum, seperti ‘anak
yang baik’.(A.S.Blinkhorm, 2005).
Sejalan dengan hal tersebut, maka anamnesa yang lengkap harus dilakukan
pada semua pasien, termasuk terhadap riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran
pasien, makanan, imunisasi, pertumbuhan dan perkembangannya, serta riwayat
keluarga dan corak reproduksinya dan sebagainya. Dengan demikian, seorang
dokter perlu menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan pasien maupun
keluarga atau pendamping pasien tersebut untuk mendapatkan informasi yang
dapat membantu dalam menentukan diagnosa, pengobatan dan perawatan yang
sesuai (Matondang, 2003).

2.9. Faktor Pendukung dan Penghambat Terciptanya Hubungan


Interpersonal dengan Pasien Anak-anak

2.9.1 Faktor pendukung menurut Poernomo (2003) adalah :

a. Penampilan dokter

Dokter yang berpenampilan menarik, bersih dan tampak ramh akan


membuat anak-anak kagum dan semakin mempercayai bahwa dokter
tersebut mampu mengatasi masalah atau penyakit yang sedang
dialaaminya.

b. Tempat dan suasana

Tempat dan suasana disebut sedemikian rupa agar anak merasa


nyaman, serta tidak merasa diinterogasi saat proses anamnesa
berlangsung.

c. Perhatian dokter kepada anak


Perhatian yang diberikan dokter pada pasien akan membuat pasien
senang. Pada dasarnya setiap anak membutuhkan perhatian, apalagi
pada saat berhadapan dengan dokter, anak harus mendapatkan banyak
perhatian agar ia tidak merasakan takut dan tegang. Jika anak senang
proses anamnesa dapat berjalan dengan baik.

d. Keterbukaan seorang anak

Anak yang mempunyai sikap terbuka, dengan menceritakan keluhan


yang dialaminya dan menjawab pertanyaan dari dokter, dapat
membantu dokter untuk bisa mendiagnosis penyakit yang dialami anak
tersebut. Dengan demikian hubungan interpersonal anak tersebut dan
dokter telah berjalan dengan baik.

e. Motivasi dokter terhadap anak

Dengan memberi motivasi pada anak, pemikiran dan pemahaman


anak mengenai dokter dan alat-alat yang digunakan dalam bidang
kedokteran yang menakutkan dan mengerikan itu akan hilang. Yang
ada dalam pemikiran mereka yaitu dokter dan alat yang digunakan
sangat membantu dan berguna untuk proses pemeriksaan dan
penyembuhan mereka.

f. Penggunaan bahasa dokter yang mudah dimengerti anak

Dokter menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh


anak. Sehingga tidak ada kesenjangan dalam komunikasi, dan
komunikasi akan berjalan dengan lancar.

2.9.2 Faktor-faktor penghambat menurut Andi (2009)adalah :


a. Anak yang tertutup

Anak yang tertutup cenderung membisu dan tidak mau menjawab


pertanyaan-pertanyaan dari dokter. Ini merupakan hambatan bagi dokter
untuk melakukan proses anamnesa.
b. Anak yang terlalu banyak keluhan

Dalam menghadapi pasien, dokter sering berhadapan dengan pasien


anak-anak yang cerewet. Anak yang cerewet cenderung memiliki
keluhan, sehingga membuat dokter menjadi sedikit pusing. Untuk itu
dokte rharus jeli memilih keluhan mana yang merupakan keluhan
utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Sehingga diperlukan
kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan
keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan yang
mengada-ngada.

c. Hambatan bahasa dan intelektual

Pada daerah tertentu orang cenderung menggunakan bahasa daerah


setempat. Jika dokter ditugaskan pada daerah tersebut, ia akan
mengalami hambatan dalam proses kerjanya. Apabila jika ia
berhadapan dengan anak tidak bisa berbahasa indonesia. Dokter
tersebut mengalami masalah dan membutuhkan penerjemah. Selain itu
jika ia berhadapan dengan anak yang intelektualnya rendak, maka
dokter tersebut harus menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin
agar anak tersebut dapat mengerti dan menanggapi apa yang dokter
katakan.

d. Anak dengan gangguan atau penyakit jiwa

Merupakan sebuah hambatan jika dokter berhadapan dengan


anakyang mempunyai atau mengalami penyakit jiwa. Jika demikian
dokter harus menggunakan teknik anamnesa khusus.

e. Anak yang cenderung dan menyalahkan

Saat berhadapan dengan anak seperti ini, sebaiknya dokter menahan


diri agar tidak terpancing dengan apa yang dilakukan anak tersebut.
Karena akan menjadi sebuah masalah jika dokter terpancing dan
menjadi emosi. Sebaiknya dokter tetap tenang melakukan anamnesa.
BAB III

PETA KONSEP

3.1Konsep Mapping

ANAMNESA

JENIS

AUTOANAMNESA ALLOANAMNESA

TEKNIK

SALAM SAPA AJAK BICARA INGATKAN

HUBUNGAN INTERPERSONAL YANG BAIK DENGAN ANAK

3.2 Hipotesa

Saat menjalin hubungan interpersonal pada anak, dokter harus mampu


memahami perasaan anak dan menciptakan komunikasi yang menarik, sehingga
dokter dapat menerapkan tehnik anamnesa yang tepat untuk anak.
BAB IV

PEMABAHASAN

Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu


percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan
orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya (Aswar, 2003).

Didalam anamnesa di dunia kedokteran menggunakan 2 jenis yaitu:

1.Teknik Autoanamnesis yaitu anamnesa yang dilakukan langsung


terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua
pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah
cara anamnesa terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat
untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.

2.Teknik Alloanamnesa atau Heteroanamnesa yaitu anamnesa yang


didapat dari informasi orang lain atau pihak ke-2. Yang di maksud disini
adalah orang yang dapat dipercaya dapat memberikan data yang
akurat mengenai penyakit yang di derita oleh pasien.

Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat


dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnnya.

Untuk melakukan sebuah anamnesa yang sudah di jelaskan di atas dalam


prakteknya di perlukan teknik untuk mendukung kelancaran anamnesa tersebut
yaitu:

1. Memberi salam dan konfirmasi administratif

2. Konfirmasi antara yang tertulis pada rekam medis dengan pasien.


Biasanya dokter menyebut nama pasien. Proses ini sangat penting untuk
menghindari kekeliruan yang dapat menyulitkan pasien maupun dokter.

3. Mendapatkan keluhan utama beserta waktunya.

Yang dimaksud keluhan utama adalah keadaan yang mendorong pasien untuk
meminta pertolongan medis. Biasanya pasien terdorong meminta pertolongan bila
sakitnya tidak baik setelah upaya sendiri (self medication) atau sakitnya tidak
tertahankan lagi, atau bila sudah ada kekhawatiran. Keluhan utama tersebut dapat
dipandang sebagai masalah ( problem) medis yang utama dipandang dari sisi
pasien, meskipun dari sisi dokter tidak selalu demikian. Keluhan utama selalu kita
cari kapan hal tersebut timbul.

4. Riwayat penyakit sekarang.

5. Deskripsi keluhan termasuk keluhan utama.

Yang dimaksud dengan deskripsi keluhan utama adalah upaya dokter untuk
memberi makna keluhan (gejala) yang diceritakan oleh pasien, yang kiranya
merupakan bagian dari kelainan organ apa atau keadaan tersebut merupakan
bagian dari penyakit apa (Daldyono, 2006).

Dari teknik anamnesa diatas digunakn menjalin hubungan interpersonal yang baik
antara dokter dengan pasien yang bersangkutan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil diskusi tutorial blok II yang ke VI mengenai teknik


anamnesa pada anak, kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa dokter
harus mampu menggali, memahami, dan merekam, riwayat penyakit pasien
dan keluhan yang di rasakan oleh pasien, agar dapat melakukan mendiagnosa
penyakit dan pasien perawatan, oleh karena itu hubungan interpersonal antara
dokter dengan pasien anak harus terjalin dengan baik sehingga proses
anamnesa berjalan dengan optimal.

5.2 Saran

Bagi seorang dokter gigi harus menjalin hubungan interpersonal yang


baik dengan anak maupun keluarga atau orang pendampingnya agar dapat
menggali aspek riwayat keluarga, riwayat medis, riwayat sekarang, dan
riwayat kebiasaan agar dapat memutuskan perencanaan perawatan dan
pengobatan secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ali, Muhammad, dkk. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:


Konsil Kedokteran Indonesia.

2. Aswar, Agoes. 2003. Anamnesa Terapeutik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.
3. Gleade, Jhonatan. 2007. History and Examination at a Giance. Jakarta:
Airlangga.
4. Hardjodisastro, Daldyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran Bagaimana
Dokter Berpikir dan Bekerja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
5. Matondang, Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
6. Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
7. Suwelo, Ismu Suharsono. 1995. Petunjuk Praktis Sistem Merawat Gigi Anak
di Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
8. Swartz, Mark. 1995. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai