Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposit merupakan suatu material didunia teknik yang dibuat dengan
penggabungan dua macam bahan yang mempunyai sifat berbeda menjadi satu
material baru dengan sifat yang berbeda pula. Komposit dari bahan serat terus
diteliti dan dikembangkan guna menjadi bahan alternatif pengganti bahan logam,
hal ini disebabkan sifat komposit serat yang lebih kuat dan ringan dibandinggkan
dengan logam.Bahan komposit telah digunakan dalam industri pesawat
terbang,otomotif, maupun alat-alat olahraga.penggunaan komposit diberbagai
bidang tidak lepas dari sifat-sifat unggul yang di miliki komposit yaitu ringan,
kuat, kaku, serta tahan terhadap korosi.
Penelitian yang mengarah terhadap pengembanggan komposit telah
dilakukan, terutama komposit penguat serat alam. Penelitian ini dilakukan seiring
dengan majunya eksploitasi penggunaan bahan alam alam dalam kehidupan
sehari-hari.Keuntungan mendasar yg dimiliki oleh serat alam adalah jumlah
berlimpah, dapat diperbaharui dan di daur ulang serta tidak mencemari
lingkungan. Untuk memperoleh sifat mekanik yang tinggi maka serat alam telah
diberi berbagai macam perlakuan yang dapat meningkatkan sifat mekaniknya.
Penelitian terdahulu/terkait dengan penelitian ini, seperti yg dilakukan
oleh Murherje dan Satyanarayana, 1984. Dimana dalam penelitiannya mereka
meneliti serat sisal. Sisal merupakan salah satu serat alam yang paling banyak
digunakan dan paling mudah dibudidayakan. Serat sisal merupakan serat keras
yang di hasilkan dari proses ekstraksi dari daun tanaman sisal (agave sisalana).
Tanaman sisal dapat menghasilkan 200-250 daun dimana masing-masing daun
terdiri dari 1000-1200 bundel serat yang mengandung 4% serat, 0,75% kultikula,
8% material kering, 87,25% air. (Murherjee dan Satyanarayana, 1984).
Selain serat sisal, pemanfaatan serat karung goni merupakan langgah yang
baik juga guna meninggkatkan fungsinya yang selama ini hanya digunakan
sebagai karung pembungkus. Saat ini industri karung goni yang masih beroprasi

1
tinggal dua yaitu PK. Rossela Baru Surabaya, dan satu lagi di Banten.Tutupnya
beberapa industri karung gone disebabkan oleh kalah bersaingnya dengan karung
plastik. Pengembangan riset dan teknologi dengan memanfaatkan produk lokal
merupakan langkah bijak guna meningkatkan nilai jual material lokal.(Arif
Wicaksono, 2006)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti sifat
mekanik dan struktur mikro komposit polyethyline yang diperkuat serat sisal dan
karung goni dengan variasi fraksi volume. Sehingga peneliti mengambil judul
”Study sifat makanik dan struktur mikro komposit Polyethylene diperkuat serat
sisal dan serat karung goni”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas
maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang menjadi objek dalam penelitian
ini adalah bagaimana pengaruh fraksi volume serat terhadap sifat mekanik dan
struktur mikro komposit hybrid serat sisal-karung goni dengan matrix
polyethylene.

1.3 Batasan Masalah


Untuk menghindari permasalahan yang meluas dalam penelitian ini perlu
diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Pengujian yang dilakukan adalah uji bending, uji tarik, dan struktur mikro.
2. Serat yang digunakan adalah serat sisal dan serat karung goni dengan arah
serat sisal searah dan karung goni dengan arah diacak.
3. Resin yang dipake adalah polyethylene.
4. Konsentrasi NaOH adalah 4% dengan waktu perendaman 1 jam.
5. Pembuatan komposit dilakukan secara manual.
6. Panjang serat sisal disesuaikan dengan cetakan.
7. Panjang serat karung goni 2 cm.

2
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian :
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Study sifat makanik dan struktur mikro komposit Polyethylene diperkuat serat
sisal dan serat karung goni.
Manfaat penelitian :
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh volume serat terhadap sifat
mekanik dan struktur mikro material komposit polyethylene.
2. Pengembangan teori terhadap volume serat yang baik
untuk membuat material komposit.
3. Kemajuan ilmu dan teknologi dalan berbagai bidang.

1.5 Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Metalurgi Teknik
Mesin, Laboraturium Struktur dan Bahan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mataram.

1.6 Hipotesis
Variasi fraksi volume serat hybrid sisal/karung goni mempengaruhi sifat
mekanik dan struktur mikro komposit polyethylene.

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Bahan-bahan serat alam merupakan kandidat sebagai bahan penguat
untuk dapat menghasilkan bahan komposit yang ringan, kuat, ramah lingkungan
serta ekonomis. Alam telah banyak menyediakan kebutuhan manusia mulai dari
makanan sampai bahan bangunan. Salah satunya adalah bahan-bahan serat alam.
Salah satu penelitian terdahulu mengenai komposit polimer serat alam
telah dilakukan oleh Paramasivam dan Abdulkalam dengan menggabungkan serat
sisal di dalam matriks epoxy. Proses pembuatannya dilakukan dengan
penggulungan dan laminasi. Pembuatan komposit jenis ini relatif mudah dengan
biaya produksi yang rendah. Kekuatan tarik komposit sisal-epoxy sebesar 250-300
Mpa, atau setengah dari kekuatan tarik komposit serat gelas-epoxy dengan
komposisi yang sama. Densitas serat sisal yang rendah menjadikan kekuatan
komposit sisal dapat disejajarkan dengan komposit gelas. Modulus komposit sisal-
epoxy yang searah sebesar 8.5 Gpa. Hal ini menunjukkan kemungkinan
pengembangan komposit dengan kombinasi serat alam yang melimpah untuk
digunakan sebagai bahan bangunan maupun struktur jalan. Belum ada penelitian
yang mengkaji kualitas komposit jenis ini akibat paparan cuaca. Komposit yang
terbuat dari 25% berat serat sisal dengan polyester diproduksi dengan teknik cetak
press. Hasil pengujian terhadap sifat mekanik komposit menunjukkan modulus
komposit 1.9 dimana komposit serat gelas-plastik mempunyai modulus 2.71.
Kekuatan spesifik komposit sama besar dengan resin polyester yaitu 34-41 Mpa.
Kekuatan tekan menunjukkan nilai 30 J/m2, tiga kali lebih tinggi dibanding
polyester dan 30% lebih rendah dibanding komposit serat gelas-plastik. (Adhi
Kusumastuti, 2009)
Joseph et al, 1995, mengkaji pengaruh metode pembuatan, kandungan,
panjang dan orientasi serat terhadap kekuatan tarik komposit sisal-polyethylene.
Kekuatan tarik serat akan optimal pada panjang serat 6 mm, yaitu mencapai

4
12.5 MPa. Pada panjang serat 10 mm, kekuatan serat akan turun menjadi 10.24
MPa. Kesejajaran serat sisal akan meningkatkan kekuatan tarik dan modulus
elastisitas komposit. Perbedaan metode pembuatan akan menyebabkan perbedaan
sifat mekanis serat. Serat yang panjang akan cenderung keriting saat percetakan.
Hal ini menyebabkan berkurangnya panjang efektif serat sehingga sifat
mekanisnya pun menurun.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Varghese et al, 1994, yang
meneliti komposit serat sisal dengan matriks karet. Matriks karet meliputi karet
alam dan karet sintetis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang serat
optimalyang digunakan adalah 6 mm, sama dengan yang digunakan pada
komposit sisal-polyester. Tingginya fraksi volume serat akan meningkatkan
ketahanan serat terhadap efek perendaman terutama pada permukaan serat.
Orientasi serat juga menurunkan tingkat degradasi akibat proses perendaman.
Peningkatan dosis radiasi sinar gamma akan meningkatkan tingkat pembusukan
serat (Varghese et al, 1994).
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Putra Dewa Gede Pertama.,
2011, yang meneliti pengaruh fraksi volume serat daun nanas terhadap kekuatan
tarik komposit unsaturated polyester fraksi volume serat 10% dengan orientasi
serat searah, dengan rata-rata kekuatan tarik 16,03 Mpa. Sedangkan penelitian
yang dilakuakan oleh Putra Ari Rosiadi., 2012, yang meneliti serat karung goni
terhadap kekuatan tarik komposit polyethylene fraksi volume serat 10% dengan
orientasi serat searah, dengan rata-rata kekuatan tarik 15,95 Mpa.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Komposit
a. Pengertian Komposit
Komposit merupakan sejumlah sistem multifasa sifat gabungan, yaitu
gabungan antara bahan matrik atau pengikat dengan penguat unsur utama.
Bahan komposit adalah serat karena serat menentukan karakteristik bahan
komposit seperti kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik yang lain. Matrik
bertugas melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik, dan

5
meneruskan gaya dari suatu serat ke serat lain. Matrik dapat berupa keramik
dan logam di samping berupa polimer.
Gabungan antara serat dan matrik disebut bahan komposit. Bahan
komposit menggabungkan keunggulan kekuatan dan kekakuan serat dengan
massa jenis yang rendah. Hasilnya suatu bahan yang ringan tetapi kuat dan
kaku. Dengan kata lain, bahan ini mempunyai harga spesifik modulus dan
modulus strength yang lebih besar dibandingkan dengan bahan lain.

Secara umum, dikenal tiga kelompok komposit, yaitu:


1. Komposit berserat yaitu komposit berpenguat serat antara lain seperti,
serat gelas (fiber glass), serat karbon, serat grafit sampai serat baja.
2. Komposit laminer atau laminat yaitu komposit berpenguat dalam bentuk
lembaran seperti kertas, kain.
3. Komposit partikel atau partikulat yaitu komposit berpenguat dalam bentuk
butiran seperti kerikil, pasir, filler dalam bentuk kontinyu.

b. Unsur Penyusun Komposit


Pada umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat
(fiber) dan bahan pengikat serat tersebut yang disebut matrik.
1. Serat
Salah satu unsur penyusun bahan komposit adalah serat.
Serat inilah yang terutama menentukan karakteristik bahan komposit,
seperti kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik lainnya. Serat
inilah yang menahan sebagian besar gaya-gaya yang bekerja pada
bahan komposit.
Banyak jenis serat baik serat alam maupun serat sintetik.
Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp),
sedangkan serat sintetik adalah rayon, polyester, akril, dan nilon.
Masih banyak serat lainnya dibuat untuk memenuhi keperluan
sedangkan yang disebut di atas adalah jenis yang paling dikenal.
Secara garis besar dapat disebutkan bahwa serat alam adalah
kelompok serat yang dihasilkan dari tumbuhan, binatang dan mineral.

6
Penggunaan serat alam di industri tekstil dan kertas secara luas
tersedia dalam bentuk serat sutera, kapas, kapuk, rami kasar (flax),
goni, rami halus dan serat daun.
Komposit dengan penguat serat (fibrous composite) sangat
efektif, karena bahan dalam bentuk serat jauh lebih kuat dan kaku
dibanding bahan yang sama dalam bentuk padat (bulk). Kekuatan
serat terletak pada ukurannya yang sangat kecil, kadang-kadang
dalam orde mikron. Ukuran yang kecil tersebut menghilangkan cacat-
cacat dan ketidaksempurnaan kristal yang biasa terdapat pada bahan
berbentuk padatan besar, sehingga serat menyerupai kristal tunggal
yang tanpa cacat, dengan demikian kekuatannya sangat besar.

2. Matriks (Resin)
Matriks (resin) dalam susunan komposit bertugas melindungi
dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Matriks harus bisa
meneruskan beban dari luar ke serat. Umumnya matriks terbuat dari
bahan-bahan yang lunak dan liat. Polimer (plastik) merupakan bahan
umum yang biasa digunakan. Matriks juga umumnya dipilih dari
kemampuannya menahan panas. Polyester, vinilester dan epoksi
adalah bahan-bahan polimer yang sejak dahulu telah dipakai sebagai
bahan matriks.
Persyaratan di bawah ini perlu dipenuhi sebagai bahan
matriks untuk pencetakan bahan komposit :
1. Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas rendah, dapat sesuai
dengan bahan penguat dan permeable.
2. Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
4. Memiliki kelengketan yang baik dengan bahan penguat
5. Mempunyai sifat baik dari bahan yang diawetkan.
Tidak ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan di
atas tetapi pada saat ini paling banyak dipakai adalah polyester tak
jenuh (Surdia, 2000).

7
c. Tipe Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan
serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat
pada komposit, yaitu

1. Continuous Fiber Composite


Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan
lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling
sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar
lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh
matriknya.
2. Woven Fiber Composite (bi-dirtectional)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat
memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan
kekakuan akan melemah.

3. Discontinuous Fiber Composite


Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.
Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, 1994) :
a) Aligned discontinuous fiber
b) Off-axis aligned discontinuous fiber
c) Randomly oriented discontinuous fiber
4. Hybrid Fiber Composite
Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe
serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti
kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Performa Komposit
Penelitian yang mengabungkan antara matrik dan serat harus
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi performa Fiber-Matrik
Composites antara lain:

8
1. Faktor Serat
Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat
memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga
diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk
menahan gaya yang terjadi.

2. Letak Serat
Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang
akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah
dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut.
Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
1. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus
maksimum pada arah axis serat.
2. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua
arah atau masing-masing arah orientasi serat.
3. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic
kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.
Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa
keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik
pada 1 arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka
kekuatannya juga akan menyebar kesegala arah maka kekuatan akan
meningkat.
3. Panjang Serat
Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik
sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada 2 penggunaan serat dalam
campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang
lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan
serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada
setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh
pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding
diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Bila aspect ratio
makin besar maka makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit

9
tersebut. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya
daripada serat pendek. Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya
dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses
dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah
penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada
keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding,
dimana pelapisan serat dengan matrik akan menghasilkan distribusi yang
bagus dan orientasi yang menguntungkan. Ditinjau dari teorinya, serat
panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke
arah serat yang lain. Pada struktur continous fiber yang ideal, serat akan
bebas tegangan atau mempunyai tegangan yang sama. Selama fabrikasi,
beberapa serat akan menerima tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin
tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.
Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber.
Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik
setinggi 1500 kips/in (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat
2

diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya


dapat mencapai kekuatan teoritisnya. Faktor yang mempengaruhi variasi
panjang serat chopped fiber composites adalah critical length (panjang
kritis).
Panjang kritis yaitu panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang
dibutuhkan pada tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.
4. Bentuk Serat
Bentuk Serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu
mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada
umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan
komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga
mempengaruhi.

10
5. Faktor Matrik
Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik,
sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat
membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain
itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang
tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya.
Untuk memilih matrik harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti
tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap
goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material
matrik. Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matrik
dalam komposit ada dua macam adalah thermoplastik dan termoset.
Thermoplastik dan termoset ada banyak macam jenisnya yaitu:
a. Thermoplastik
− Polyamide (PI),
− Polysulfone (PS),
− Poluetheretherketone (PEEK),
− Polyhenylene Sulfide (PPS),
− Polypropylene (PP),
− Polyethylene (PE) dll.

b. Thermosetting
− Epoksi,
− Polyester.
− Phenolic,
− Plenol,
− Resin Amino,
− Resin Furan dll.
6. Faktor Ikatan Fiber-Matrik
Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matrik yang
memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus

11
mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat
dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan.
Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya
celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat
menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada
cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan
akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan
komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya
serat dari matrik. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan
interfacial antara matrik dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1984).
7. Katalis
Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat
dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi
plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak
katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses curringnya. tetapi
apabila pemberian katalis berlebihan maka akan menghasilkan material
yang getas ataupun resin bisa terbakar. Penambahan katalis yang baik 1%
dari volume resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 60 0C – 90
0C.

Panas ini cukup untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan
bentuk plastik yang maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang
diinginkan (Justus Sakti Raya, 2001).

2.2.2 Serat Sisal


Tanaman Sisal yang juga mempunyai nama lain, yaitu Agave sisalana
Perrine, pada umumnya termasuk jenis tanaman semusim. Menurut sejarah,
tanaman ini berasal dari Brazil dan dibawa ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol
dan Portugis sekitar tahun 1599. Di Indonesia tanaman tersebut sudah banyak
dibudidayakan, terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang antara lain terdapat di
daerah Subang, Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung dan

12
Palembang, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi
(Anonim, 2006).
Tanaman Sisal akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk
diganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun Sisal terus berkesinambungan
sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk tekstil yang dapat
memberikan nilai tambah (Doraiswarmy dkk., 1993).

2.1. Tanaman Sisal

Daun sisal mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan
bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat
(bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat
(gummy substances) yang terdapat dalam daun.
Karena daun sisal tidak mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam
daun sisal tersebut akan memperkuat daun sisal saat pertumbuhannya Dari berat
daun sisal hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5
sampai 3,5% serat serat daun sisal.
Pengambilan serat daun Sisal pada umumnya dilakukan pada usia tanaman
berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun sisal yang masih
muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang
dihasilkan dari tanaman sisal yang terlalu tua, terutama tanaman yang

13
pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa
pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh
(Doraiswarmy dkk., 1993).

Tabel 2.1 Sifat mekanik serat sisal (Adhi Kusumastuti, 2009)


Densitas Moisture Kekuatan Modulus Maximum Strain Diameter
(kg/m3) Content Tarik (GPa) (%) (µm)
(%) (MPa)
1450 11 604 9.4-15.8 - 50-200
1450 - 530-640 9.4-22 3-7 50-300
- - 347 14 5 -
1030 - 500-600 16-21 3.6-5.1 -
1410 - 400-600 9-20 5-14 100-300
1400 - 450-700 7-13 4-9 -
- - 530-630 17-22 3.65-5.12 100-300
1450 450-700 7-13 4-9 -
(Sumber : http://journal.uii.ac.id/index.php/jurnal-teknoin/article/view/795/713.
Diakses 12-04-2011).

2.2.3 Karung Goni


Pemanfaatan serat karung goni merupakan langgah yang baik juga
guna meninggkatkan fungsinya yang selama ini hanya digunakan sebagai karung
pembungkus. Saat ini industri karung goni yang masih beroprasi tinggal dua yaitu
PK. Rossela Baru Surabaya, dan satu lagi di Banten.Tutupnya beberapa industri
karung gone disebabkan oleh kalah bersaingnya dengan karung plastik.
Pengembangan riset dan teknologi dengan memanfaatkan produk lokal
merupakan langkah bijak guna meningkatkan nilai jual material lokal.(Arif
Wicaksono, 2006)

14
2.2. Karung Goni

Kain karung Goni dibuat dari serat kulit batang (bast fiber) dari
tanaman Kenaf (Hibiscus Canabinus), banyak tumbuh di daerah tropis seperti
Indonesia. Umumnya panjang serat ini (individual cells) 3-5 mm dengan
mengandung lignin 13 % dan sebagian besar terdiri dari sellulosa 71 %.
(Anonim)
Tabel 2.2 Sifat mekanik serat alam (Annur Dhyah, 2009)
Serat Elongasi (%) Kekuatan Spesifik
Alam (Mpa)
Bambu 2 357-536
Jute 1,2-1,3 230-538
Kenaf 1,9 307-538

2.2.4 Perekat (adhesive)


Perekat adalah zat yang mengikat dua benda dengan pelekatan dan
perekatan permukaan. Sifat mekanis perekat banyak ditentukan oleh hakekat
termoset dan termoplastik komponen perakatnya. Dikenal sebagai perekat
termoplastik, perekat termoset dan perekat campuran resin-karet.

15
Perekat memiliki efesiensi mempertautkan lembaran-lembaran tipis
atau bahan berbeda, menambah keluesan desain, memperluas sebaran tegangan
pada sambungan. Perekat terdiri dari perekat jenis dan perekat mekanis.
Perekat jenis ini bersifat kimia dan tarik menarik antara kedua benda. Perekat
jenis ini dapat berupa ikatan kimia misalnya karet-logam. Sedangkan perekat
mekanis merupakan gaya ikatan akibat saling taut. Bila perekat jenis
merupakan gaya aktif yang menyatukan bahan satu sama lain, serta efektif
pada beban tarik, geser dan kelupas, sedangkan perekat mekanis bersifat pasif
dan tidak terlalu efektif kecuali dengan bantuan gaya luar (Hartomo, 1992).
Penggunaan perekat perlu dioptimalkan, karena ada keuntungan dan
kerugiannya :
a. Keuntungan perekat
Perekat mampu menyambung berbagai jenis bahan berbeda atau tidak
sepadan modulus dan ketebalannya. Perekat juga memudahkan penyambungan
dan fabrikasi bentuk-bentuk rumit, saat cara lain mustahil dilakukan. Perekat
juga memungkinkan terjadinya produk akhir dengan penampilan memuaskan,
permukaan dan kontur bagus, tidak ada rongga-rongga, tidak ada bagian
menonjol seperti sekrup dan sebagainya. Bentuk dan cara perekat juga
memungkinkan penerapannya pada alur proses produksi. Perekat juga mudah
dan cepat pakai, di samping dapat sekaligus menyambung banyak komponen.
Kekuatan perekat cukup tinggi, biaya ekonomis dibandingkan dengan
cara-cara lain. Mempergunakan perekat dapat meringankan berat barangnya,
juga menyeragamkan distribusi tegangan pada seluruh bagian benda yang
disambungkan. Karena perekat mempunyai sifat elongasi (pemanjangan)
memadai, perekat mampu menyerap tegangan, mendistribusikan dan
memindahkan tegangan tersebut secara merata – efektif. Sifat getaran dan
keluwesan baik. Bahan yang tak tahan panas dapat disambung dengan baik
oleh perekat yang sesuai. Sifat isolasi dan penambahan (seal) perakat cukup
bagus, tidak ada keboncoran, tahan lembab dan bahan kimia, bahkan dapat
tahan kedap listrik, panas serta suara (Hartomo, 1992).

16
b. Kerugian Perekat
Proses perekatannya terkadang rumit agar hasilnya baik, karena perlu
persiapan, permukaan yang hendak disambung (kimia mekanis), kondisi suhu,
tekanan dan kelembabannya, perlu optimal, waktu curing dapat lama,
memerlukan alat dan aksesori lain. Kuat ikatan optimalnya tidak seketika
tercapai sebagaimana teknik las. Begitu pula desain sambunganya tidak boleh
sembarangan agar tegangan patahan dan kelupasannya minimal, disamping
koefisien muai panasnya mesti seimbang (Hartomo, 1992).
Perekat juga tidak sepenuhnya tahan panas, dingin atau beku,
kerusakan oleh organisme, bahan kimia, zat pemlastik, radiasi, dan kondisi
pamakaian ekstrim. Apabila tidak sesuai dengan barang yang disambungkan
dapat menyebabkan korosif dan sebagainya. Terutama sehubungan dengan
basis perekat, basis pelarut ada beberapa racun dan mudah terbakar. Pada
perekat termoplastik bila dikenai tegangan berkepanjangan akan mengalami
creep (panjalaran), juga rendah kuat kelupasannya. Ketahanan jangka panjang
pada kondisi ekstrim sering tidak diketahui secara pasti (Hartomo, 1992)

2.2.5 Jenis-Jenis Perekat


Sifat mekanik perekat banyak ditentukan oleh hakekat termoset dan
termoplastik komponen perekatnya. Dikenal tiga jenis perekat yaitu :
a. Perekat Termoplastik
Perekat ini dapat dilebur, dilarutkan, melunak bila dipanaskan,
mengalami creep (jalaran) bila dikenai beban. Perekat termoplastik tidak
mengalami perubahan kimia saat terbentuknya ikatan. Ini hanya berguna bila
dipakai untuk beban ringan dalam merekatkan logam, plastik, gelas, keramik,
dan beban berpori (kertas, kayu, kulit, dan kain), sedangkan kondisi kerjanya
tidak ekstrim.
b. Perekat Termoset
Terbentuknya ikatan pada perekat ini dibantu oleh panas, katalis atau
gabungannya. Sifatnya bagus, tahan creep, memadai selaku perekat, struktural
berbeban berat, serta tahan kondisi ekstrim panas, dingin radiasi, lembaban,

17
dan bahan kimia. Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman,
karet) atau sintetik (epoxy, fenolik, polyester, polyaromat).
c. Perekat campuran resin karet
Jenis ini sangat lazim dipakai dan sifatnya merupakan gabungan sifat
komponennya. Resin termoset campuran karet baik untuk perekat struktural,
pada logam atau benda kaku lainnya. Contohnya : perekat fenolik-itril dan
fenolik-neopren. Bila resin saja, sifatnya cenderung getas. Bila karetnya saja,
sifat lekat, kohesi dan adhesinya kurang baik. Bila digabungkan
penggunaannya meluas, untuk tekstil, kayu, logam, karpet, tile dan lain-lain
keperluan industri maupun rumah tangga.

2.2.6 Perekat Polyethylene


Polyethylene adalah material yang berwarna putih dan mengkilap,
mempunyai density sebesar 0,91-0,96. Jika densitynya meningkat maka
kekakuan, kekerasan, dan kekuatan, distorsi panas dan kemampuan untuk
menstransmisikan gas juga meningkat. Jika densitynya diturunkan maka
kekuatan impack dan stress cracked resistance akan meningkat.
Stress cracket resistance adalah perubahan permukaan yang dialami
Polyethylene dan beberapa jenis plastik lainnya pada saat dislubungi minyak
dan jenis hidrokarbon yang lainnya.

Sifat-sifat dari material polyethylene adalah :


1. Sangat kuat pada tempratur rendah.
2. Ketahanan kimia yang sangat baik.
3. Permeabilitas terhadap gas dan udara.
4. Penyusutan yang baik.
5. Mempunyai fleksibilitas yang baik pada suhu rendah
6. Mempunyai ketahanan elektrik yangt baik.
7. Mudah diwarnai.
8. Tidak berbau dan berasa.

18
Polyethylene dibedakan menjadi 2 yaitu Low Density dan High
Density Polyethylene.
 Low Density Polyethylene (LDPE)
LDPE mulai meleleh pad atempratur 115 0 C dengan density antara 0,91-
0,94. Dapat larut diberbagai macam pelerut pada tempratur diatas 100 0
C. Sifat mekanik dari LDPE adalah ketangguhan yang baik dan tetap
lunak pada range tempratur yang lebar.
 High Density Polyethylene (HDPE)
 HDPE mulai meleleh pada tempratur 127 0 C dengan density antara 0,95-
0.97. Sifat mekanik HDPE adalah lebih kaku bila dibandingkan dengan
LDPE, tetapi mempunyai kekuatan dan kekerasan yang lebih baik.

2.2.7 Uji bending


Pengujian bending adalah salah satu pengujian yang sudah lama
dipakai karena dapat dilakukan pada bahan uji berbentuk standar dan tidak
perlu menggunakan mesin uji khusus atau mesin uji seperti biasanya (Supardi,
E, 1999).
Pengujian suatu bahan dimaksudkan untuk memperoleh kepastian
mengenai sifat-sifat dan kekuatan bahan tersebut. Melalui pengujian yang teliti
akan diketahui apakah bahan tersebut dapat digunakanuntuk suatu konstruksi
tertentu.

Pengujian bending (bengkok) static merupakan salah satu pengujian


yang dipakai sejak lama karena dapat dilakukan terhadap batang uji berbentuk
sederhana. Pengujian bengkok dapat dilakukan terhadap bahan getas dan untuk
bahan liat dimaksudkan agar dapat menentukan adanya cacat dan retakan pada
permukaan material. Pengujian bengkok pada bahan keras dan getas adalah
cara terbaik untuk menentukan kekuatan dan kegetasan.
Untuk mengetahui kekuatan bending dapat dilakukan pengujian dengan
mesin uji Torsee. Pada pengujian bending, bagian atas spesimen akan
mengalami tegangan tekan dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik.

Bentuk spesimen pengujian ketahanan bending sesuai dengan standar


ASTM D 790.

19
6 mm
Gambar 2.3 Spesimen Uji Bending ASTM D 790
25,4 mm
152,4 mm
Kekuatan bending suatu material dapat dihitung dengan persamaan
berikut:

Mc
σ= I …………………………………………..………… (2.1)
Keterangan:
σ = Kekuatan bending, MPa
M = Momen, N.mm
I = Inersia, mm4
c = Jarak dari sumbu netral ke tegangan serat, mm
Pada material yang homogen pengujian batang sederhana dengan dua
titik dudukan dan pembebanan pada tengah-tengah batang uji (three point
bending),
maka tegangan maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut (ASTM D
790):

3PL .................................................................. (2.2)



2bd 2

Keterangan:

20
σ = Kekuatan bending, MPa
P = Beban, N
L = Panjang span, mm
b = lebar batang uji, mm
d = tebal batang uji, mm

2.2.8 Uji Tarik


Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen batas uji yang standar,
bahan yang akan diuji mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk
sesuai dengan suatu standar. Pada bagian tengah dari batang uji merupakan
bagian yang menerima tegangan. Pada bagian ini diukur panjang batang uji,
yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian
inilah yang selalu diukur pada proses pengujian.
Bentuk spesimen pengujian kekuatan tarik sesuai dengan standar
ASTM D 3039.

20 mm 80 mm 20 mm 6mm

25
mm

Gambar 2.4 Sepesimen Uji Tarik (ASTM D 3039)

Batang uji dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan penekanan pada
mesin tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik kearah memanjang secara
perlahan-lahan. Selama penarikan, setiap saat dicatat atau tercatat dengan
grafik yang tersedia pada mesin tarik. Penekanan berlangsung terus sampai
batang uji putus.
Data yang diperoleh dari mesin uji tarik biasanya dinyatakan dengan
grafik beban-pertambahan panjang (grafik P-ΔL). Garfik ini masih belum

21
banyak gunanya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan
kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya. Untuk dapat digunakan
menggambarkan sifat bahan secara umum, maka grafik P-ΔL harus dijadikan
grafik lain yaitu suatu diagram tegangan-regangan (stress-strain diagram)
kadang-kadang juga disebut diagram tarik.

Gambar 2.5 Diagram beban – pertambahan panjang


Sumber : H.M.M.A. Rashed, M. A. Islam and F. B. Rizvi / Journal of Naval
Architecture and Marine Engineering (2006)

Data yang diperoleh dari mesin tarik dinyatakan dalam grafik tegangan
regangan (stiess-strain) atau disebut juga diagram tarik.
F
  ..........................................................................(2.4)
Ao
Dimana : σ = Engineering Stress (Mpa)
F = Beban tarik (N)
A0 = Luas penampang mula-mula (m2)

L1  L0
ε= .....................................................................(2.5)
L0

ε = Engineering Strain ( % )
L1 = Panjang setelah dibebani (mm)

22
L0 = Panjang mula-mula sebelum dibebani (mm)

23
Persiapan Alat
dan Bahan

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai
Survei Lapangan dan Studi Pustaka
Persiapan Alat dan Bahan
Perlakuan Alkali Pembuatan Cetakan
Serat Dengan
NaOH 4% Selama
1 Jam
Pembuatan Komposit :
Serat sisal dengan arah searah
Serat karung goni dengan arah acak

Fraksi Volume Serat Hybrid (%) :


0:30, 10:20, 15:15, 20:10, 30:0

Pembuatan Spesimen Uji


Bending ASTM D 790 dan
Uji Tarik ASTM D 3039

Pengujian Bending Pengujian Struktur Mikro Pengujian Tarik

Analisa Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2 Metode Penelitian

24
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yaitu berupa
pengujian material komposit yang telah dibuat. Adapun pengujian yang dilakukan adalah
uji bending, uji tarik dan struktur mikro.

Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Alat Uji Bending (three point bending)
Alat ini digunakan untuk melakukan pengujian bending komposit.
b. Alat Uji Tarik
Alat ini digunakan untuk melakukan pengujian tarik pada komposit.
c. Cetakan
Alat ini digunakan untuk mencetak komposit.
d. Timbangan
Timbangan berfungsi untuk menimbang NaOH, serat dan polyester.
e. Kamera
Kamera digunakan untuk memotret segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengujian, baik berupa proses maupun hasil penelitian.
f. Jam
Penggunaannya sebagai pengatur waktu perendaman.
g. Gelas Ukur
Digunakan untuk menakar matrik yang digunakan agar sesuai dengan perhitungan.
h. Spidol
Untuk menandai spesimen.
i. Jangka Sorong
Digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan tebal spesimen.

j. Silet, Cutter, Pisau


Untuk mengangkat komposit dari cetakan

k. Amplas
Untuk menghaluskan spesimen.
l. Gerinda
Untuk memotong dan membentuk spesimen.
m. Alat Penyerut
Berfungsi untuk memisahkan serat nanas dari daunnya.

3.2.2 Bahan Penelitian


Adapun bahan dalam penelitian ini adalah :
a. Resin polyethylene
b. Serat karung goni

25
c. Serat sisal
d. Larutan NaOH dengan konsentrasi larutan : 4 %

3.3 Perlakuan Alkali Serat


1. Serat yang sudah diambil dan kering kemudian direndam dalam larutan NaOH
dengan konsentrasi 4% volume selama 1 jam.
2. Setelah serat selesai direndam, kemudian serat tersebut dinetralisir dengan cara
dibilas menggunakan air aquades dalam kondisi mengalir.
3. Serat yang sudah dibilas kemudian dikeringkan.

3.4 Proses Pembuatan Cetakan


1. Untuk pengujian bending menggunakan kaca setebal 6 mm, dengan panjang dan
lebar cetakan 152,5 mm x 25 mm, di sesuaikan dengan ukuran spesimen
pengujian.
2. Untuk pengujian tarik menggunakan kaca setebal 6 mm, dengan panjang dan
lebar cetakan 120 mm x 25,5 mm, di sesuaikan dengan ukuran spesimen
pengujian.

3.5 Proses Pembuatan Spesimen


Setelah serat sisal selesai diperlakukan alkali, kemudian serat dipotong-potong
sesuai dengan panjang cetakan, dan serat karung goni dipotong sepanjang 20 mm.
Selanjutnya searat ditimbang sesuai dengan fraksi volume serat 10, 15, 20, 30 (%
volume) dan kemudian diaduk secara manual selama 10 menit untuk serat karung goni
acak sampai campuran dianggap homogen dan dituangkan kedalam cetakan. Kemudian
campuran tersebut dituangkan ke dalam cetakan dan di atasnya diletakan serat sisal
searah yang panjangnya sesuai dengan panjang cetakan, selanjutnya dituangkan lagi serat
karung goni yang telah dicampur resin.

26
Serat karung goni + Serat sisal
resin polyetylene
Gambar 3.2. Langkah Pembuatan Spesimen

3.6 Pengujian Ketahanan Bending


Pengujian ini dilakukan dengan metode pembebanan tiga titik (three point
bending). Adapun tahap pengujian ketahanan bending adalah sebagai berikut:
1. Mengukur dimensi spesimen yang meliputi panjang, lebar dan tebal.
2. Setting lebar span tumpuan sesuai dimensi spesimen.
3. Setting tumpuan tepat pada tengah-tengah indentor.
4. Pemasangan spesimen uji bending pada tumpuan.
5. Setting indentor hingga menempel pada spesimen uji.
6. Pembebanan bending dengan kecepatan konstan.

P
½L

L=101.6 mm

Gambar 3.2. Pengujian Three Point Bending

Dalam pengujian ini akan dilakukan terhadap 15 spesimen yang terdiri dari 5
variasi yaitu :

Tabel 3.1 Desain Data Spesimen Pengujian

Fraksi Volume Fraksi Volume Struktur


Serat Sisal Serat Karung Uji Bending Uji Tarik Mikro
(%) Goni
(%)
0 30 3 3 1
10 20 3 3 1
15 15 3 3 1
20 10 3 3 1
30 0 3 3 1
15 15 5

3.7 Pengujian Tarik

27
Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen/batang uji yang sudah standar.
Pada bagian tengah dari spesimen uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian
yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukur “panjang uji”
(gauge length) yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan.
Bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.

Langkah pertama dalam pengujian tarik adalah memasang spesimen yang


telah disiapkan pada mesin uji tarik, dijepit dengan pencekam pada ujung-ujungnya
dan diberi beban tarik ke arah memanjang secara perlahan-lahan dengan gaya nol
kemudian bertambah hingga benda itu putus. Pada saat pengujian gaya atau tegangan
dan perubahan panjang batang atau regangan dapat dimonitoring pengujian tersebut
disajikan dalam bentuk kurva tegangan regangan.
Dalam pengujian ini akan dilakukan terhadap 15 spesimen yang terdiri dari 5
variasi. Untuk rincian jumlah spesimen dapat dilihat pada tabel 3.2.

3.8 Pengujian Photo Mikro


Pengujian photo mikro dilakukan untuk mengetahui sifat morfologi terhadap
sampel. Dalam hal ini dapat dilihat rongga-rongga pencampuran serat dengan resin.
Langkah pengujian :
1. Sampel diletakan dalam cawan yang dilapisi emas.
2. Sampel disinari dengan pancaran elektron.
3. Pemotretan dilakukan setelah diset pada bagian tertentu dari objek dan
pembesaran yang di inginkan sehingga diperoleh foto sesuai yang diinginkan.

28
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Bending


Pengujian Bending dilakukan menggunakan alat uji bending dengan merk Hung
Ta Instrument. Data hasil uji bending yang diambil merupakan kekuatan bending rata-rata
dari tiga spesimen. Data-data dari pengujian kemudian dimasukkan dalam persamaan-
persamaan sehingga diperoleh besarnya kekuatan bending seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Kekuatan bending
Kekuatan Bending
Fraksi Volume Serat Sisal dan
Karung Goni
Mpa Rata-Rata (Mpa)
(%)

65,13
30 : 0 76,16 74,43
82,01

29
53,7
20 : 10 57,28 55,22
54,68
49,33
15 : 15 46,21 46,38
43,61
40,03
10 : 20 43,93 41,87
41,66
33,51
0 : 30 30,91 32,21
32,21

Gambar 4.1 Hubungan Kekuatan Bending Dengan Perbandingan Fraksi Volume Serat
Sisal dan Karung Goni Pada Material Komposit Polyethylene.

Pada gambar 4.1 menunjukan adanya penurunan kekuatan bending komposit serat
hybrid seiring berkurangnya fraksi volume serat sisal. Dimana kekuatan bending rata-rata
tertinggi terdapat pada komposit dengan fraksi volume serat hybrid dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0% yaitu 74,43 Mpa. Kemudian kekuatan bending

30
terendah terdapat pada komposit dengan perbandingan serat hybrid secara berrurutan
yaitu 20% : 10%, 15% : 15%, 10% : 20%, dan 0% : 30%, dengan masing-masing
kekuatan bending sebesar 55,22 Mpa, 46,38 Mpa, 41,87 Mpa, dan 32,21 Mpa.
Dengan demikian terdapat penurunan kekuatan bending yang terjadi, hal ini
dikarenakan semakin banyak serat sisal dengan orientasi serat searah, maka smakin tinggi
kekuatan bendingnya. Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.2, dimana seluruh serat
yang digunakan adalah serat sisal dengan orentasi serat searah.

Void Serat Sisal

Gambar 4.2 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, Yang Telah Diuji Bending

Pada gambar 4.2 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung
Goni Dengan Perbandingan Serat 30% : 0% tidak mengalami retakan setelah di uji
bending dengan rata-rata kekuatan bending tertinggi di antara yang lain, yaitu sebesar
74,43 Mpa. Hal ini disebabkan karena seluruh seratnya menggunakan serat sisal dengan
orentasi serat searah, yang bekerja secara optimal dan mampu menahan beban yang
diberikan. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
20% : 10% mengalami penurunan sebesar 25,8 % dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0%.
Serat Karung Goni Serat sisal

31
Void Retakan

Gambar 4.3 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 20% : 10%, Yang Telah Diuji Bending
Penurunan diakibatkan karena adanya void akibat dari kurang sempurnanya ikatan
antar serat dengan resin, dan juga berkurangnya serat sisal dan terdapat serat karung goni
sebesar 10%. Penyebaran serat karung goni secara acak menyebabkan tidak meratanya
serat karung goni pada spesimen, yang mengakibatkan serat tidak mampu menjalankan
peranannya secara maksimal sebagai penerus gaya. Selanjutnya pada spesimen dengan
perbandingan serat sisal dan karung goni 15% : 15% mengalami penurunan sebesar 16,1
% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 20% : 10%.
Void Serat Karung Goni

Serat Sisal Retakan

Gambar 4.4 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 15% : 15%, Yang Telah Diuji Bending

32
Kegagalan spesimen diakibatkan adanya void, dengan diawali dengan retakan
mikro yang dapat dilihat dengan mata, seperti pada saat melakukan pengujian yang di
tunjukan pada gambar 4.4. Penurunan ini diakibatkan fraksi volume serat searah dengan
serat acak sama jumlahnya sehingga kekuatannya bendingnyapun ikut menurun
dibandingkan dengan spesimen yang fraksi volume serat searahnya lebih banyak.
Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 10% : 20%
mengalami penurunan sebesar 9,8% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan
karung goni 15% : 15%.

Serat Sisal

Retakan Serat Karung Goni

Gambar 4.5 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 10% : 20%, Yang Telah Diuji Bending

Pada gambar 4.5 terdapat retakan pada spesimen akibat uji bending. Posisi
retakan pada spesimen ini sejajar dengan serat karung goni yang dapat dilihat pada
gambar 4.5. Hal ini disebabakan jumlah serat karung goni lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah serat sisal, yang mengakibatkan serat tidak dapat meneruskan gaya secara

33
maksimal. Kemudian pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
0% : 30% mengalami penurunan sebesar 23,07% dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 10% : 20%.

Retakan Serat Karung Goni

Gambar 4.6 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 0% : 30%, Yang Telah Diuji Bending

Pada gambar 4.6 terdapat retakan yang cukup besar pada spesimen akibat uji
bending dengan rata-rata kekuatan bending terendah bila dibandingkan dengan yang lain.
Hal ini disebabkan karena penyebaran serat karung goni yang pendek dengan panjang 2
cm, dengan orentasi serat acak dan penyebaran serat yang tidak merata menyebabkan
serat tidak mampu menerima beban/gaya yang diberikan oleh resin bila dibandingkan
dengan spesimen yang lain.

4.2. Uji Tarik

34
Pengujian tarik ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas Udayana. Uji tarik sendiri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kekuatan tarik spesimen. Disamping itu juga, pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh volume serat terhadap kekuatan tarik spesimen
tersebut.

Tabel 4.2 Kekuatan tarik


Kekuatan Tarik
Fraksi Volume Serat
Sisal dan Karung Goni
N/mm2 Rata-Rata (N/mm2)
(%)

25,24
30 : 0 27,1
26,25
29,82
20,14
20 : 10 24,26 22,12
21,97
19,55
15 : 15 22,23 20,09
18,51
17,13
10 : 20 15,78
13,93
16,28
6,08
0 : 30 6,73
5,82
8,3

35
Gambar 4.7 Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Perbandingan Fraksi Volume Serat Sisal
dan Karung Goni Pada Material Komposit Polyethylene.

Pada gambar 4.7 menunjukan adanya penurunan kekuatan tarik komposit serat
hybrid seiring berkurangnya fraksi volume serat sisal. Dimana kekuatan tarik rata-rata
tertinggi terdapat pada komposit dengan fraksi volume serat hybrid dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0% yaitu 27,10 N/mm 2 . Kemudian kekuatan tarik
terendah terdapat pada komposit dengan perbandingan serat hybrid secara berrurutan
yaitu 20% : 10%, 15% : 15%, 10% : 20%, dan 0% : 30%, dengan masing-masing
kekuatan tarik sebesar 22,12 N/mm2 , 20,09 N/mm2, 15,78 N/mm2 , dan 6,73 N/mm2.
Dengan demikian terdapat penurunan kekuatan tarik yang terjadi, hal ini
dikarenakan semakin banyak serat sisal dengan orientasi serat searah, maka smakin tinggi
kekuatan tariknya. Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.8, dimana seluruh serat yang
digunakan adalah serat sisal dengan orentasi serat searah.

36
Resin Polyethylene Serat Sisal

Gambar 4.8 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, Yang Telah Diuji Tarik.

Pada gambar 4.2 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung
Goni Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, dengan rata-rata kekuatan tarik tertinggi di
antara yang lain, yaitu sebesar 27,10 N/mm2. Hal ini disebabkan karena seluruh seratnya
menggunakan serat sisal dengan orentasi serat searah, yang bekerja secara optimal dan
serat yang terkena beban/gaya dapat terdistribusi secara merata sehingga mengakibatkan
kekuatan tarik spesimen menjadi tinggi. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 20% : 10% mengalami penurunan sebesar 18,37% dari
spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 30% : 0%.

37
Serat Karung Goni Serat Sisal Void

Gambar 4.9 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 20% : 10%, Yang Telah Diuji Tarik.
Kekuatan tariknya menurun diakibatkan karena adanya void karena kurang
sempurnanya ikatan antar serat dengan resin, dan juga berkurangnya serat sisal dan
terdapat serat karung goni sebesar 10%. Penyebaran serat karung goni secara acak
menyebabkan tidak meratanya serat karung goni pada spesimen, yang mengakibatkan
kekuatan tariknyapun ikut menurun karena kurang maksimalnya peranan serat sebagai
penerus gaya. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung
goni 15% : 15% mengalami penurunan sebesar 9,2 % dari spesimen dengan
perbandingan serat sisal dan karung goni 20% : 10%.

Serat Sisal Serat Karung Goni

Gambar 4.10 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 15% : 15%, Yang Telah Diuji Tarik.

Penurunan ini diakibatkan fraksi volume serat searah dengan serat acak sama
jumlahnya sehingga kekuatannya tariknyapun ikut menurun dibandingkan dengan
spesimen yang fraksi volume serat searahnya lebih banyak. Selanjutnya pada spesimen
dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 10% : 20% mengalami penurunan

38
sebesar 21,45% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 15% :
15%.

Serat Sisal Serat Karung Goni

Gambar 4.11 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 10% : 20%, Yang Telah Diuji Tarik.

Pada gambar 4.11 terlihat penyebaran serat karung goni tidak merata dimana ada
sebagian serat yang mengumpul dan ada sebagian sisi yang dimana hanya ada serat
sisalnya saja. Hal ini menyebabkan serat tidak dapat meneruskan gaya secara maksimal,
yang mengakibatkan kekuatan tariknyapun menurun bila dibandingkan dengan spesimen
sbelumnya. Kemudian pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
0% : 30% mengalami penurunan sebesar 57,35% dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 10% : 20%.

39
Serat Karung Goni

Gambar 4.12 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 0% : 30%, Yang Telah Diuji Tarik.
Rata-rata kekuatan tarik terendah terdapat pada spesimen ini, bila dibandingkan
dengan spesimen yang lain, dengan rata-rata kekuatan tarik 6,73 N/mm2. Hal ini
disebabkan karena kurang maksimalnya peranan serat sebagai penerus gaya yang
diberikan pada spesimen karena panjang serat yang pendek, disamping itu juga karena tat
letak serat yang acak sehingga tidak menutup kemungkinan banyak serat yang letaknya
berlawanan dengan arah datangnya gaya.

4.3. Uji Photo Mikro


Uji Photo mikro merupakan alat yang digunakan untuk mengamati partikel pada
M = 10-100000 kali, resolusi permukaan hingga kedalaman 3-100 nm. Pengujian photo
mikro dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur dari komposit yang telah dibuat.
Mekanisme pengambilan data photo mikro adalah berkas elektron yang dipancarkan oleh
sumber elektron kemudian berkas elektron ini akan berinteraksi dengan spesimen.
Sebagian elektron terabsorpsi oleh spesimen (sebagian kecil) dan sebagian lagi akan
terpantul dan terhambur balik. Elektro yang terpantul akan tertangkap oleh detektor
secondary electron dan yang terhambur balik akan tertangkap oleh Back Scatter Electron
(BSE). Sebelum bahan ditembak dengan photo mikro terlebih dahulu diratakan
permukaannya dengan menggunakan kertas gosok. Proses pengamatan mikrostruktur
menggunakan photo mikro dilakukan pada daerah laminasinya. Pengamatan elemen-
elemen yang ada pada komposit dilakukan pada titik pengamatan pada daerah matrik,

40
interface matrik penguat, dan pada daerah penguat. Setelah permukaan komposit tersebut
dipoles dengan autosol, maka dengan penyinaran di bawah mikroskop akan tampak batas
butir (sebagai garis), makin halus butir, makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan
dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi. Photo mikro dari komposit dapat dapat
memberikan sebagian informasi yang mendukung sifat dari komposit tersebut. Adapun
hasil photo mikro yang dihasilkan dari pengamatan metalografi yang dilakukan sebagai
berikut :

Void Serat Sisal

Gambar 4.13 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 30% : 0%.

Dari pengamatan struktur mikro spesimen dengan fraksi volume serat sisal 30%
dan serat karung goni 0% (30%:0%) seperti pada gambar di atas, dimana orentasi serat
sisal yang searah tampak jelas, namun serat-serat tersebut kelihatan lebih menyatu satu
dengan yang lain karena diakibatkan oleh proses penekanan, dan terlihat juga beberapa
void yang terdapat pada spesimen tersebut.

41
Serat Karung Goni Void Serat Sisal

Gambar 4.14 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 20% : 10%.
Pada pengamatan photo mikro spesimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal Sisal 20% : karung goni 10% (20%:10%) dengan pembesaran 30 X seperti pada
gambar di atas, terlihat ada void, dan letak serat karung goni yang tidak beraturan dengan
diameter serat lebih besar bila di bandingkan dengan serat sisal yg mengakibatkan hampir
tertutupnya serat sisal sehingga serat sisal tampak tidak terlalu jelas.

Serat Karung Goni Void Serat Sisal

Gambar 4.15 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 15% : 15%.

Pada pengamatan struktur mikro speimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal 15% : serat karung goni 15% (15%:15%) pada gambar di atas mikrostruktur serat

42
karung goni terlihat jelas dan terdapat beberapa voit yang dapat mempengaruhi kekuatan
dari spesimen tersebut.

Void Serat Karung Goni Serat Sisal


Gambar 4.16 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 10% : 20%.
Dari pengamatan struktur mikro spesimen dengan fraksi volume serat sisal 10%
dan serat karung goni 20% (10%:20%) seperti pada gambar di atas, dimana terdapat
beberapa void yang di akibatkan oleh penekanan yang tidak merata sewaktu pencetakan
komposit sehingga terdapat rongga-rongga udara.

Void Serat Karung Goni

Gambar 4.17 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 0% : 30%.

Pada pengamatan struktur mikro speimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal 0% : serat karung goni 30% (0%:30%) pada gambar di atas tampak jelas serat
karung goni karena pada komposit ini tidak menggunakan serat sisal hanya menggunakan
serat karung goni saja, dengan orentasi serat acak.

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan data dari analisa dan pembahasan yang telah dilakukan maka hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Komposit hybrid serat sisal dan karung goni dengan orientasi serat sisal searah
dan serat karung goni acak dapat menunjukan bahwa semakin besar fraksi volume serat
sisal maka kekuatan tarik dan kekuatan bending semakin tinggi. Yang artinya bahwa
semakin besar fraksi volume serat karung goni maka kekuatan bending dan tariknya
semakain rendah. Sedangkan morfologi ikatan antara resin dan serat ditunjukan dalam
gambar photo mikro.

B. Saran
1. Resin polyethilene setelah dicampur dengan katalis akan cepat mengeras, untuk
itulah penuangan resin keserat harus dilakukn dengan cepat agar resin dapat
menyebar merata ke serat sehingga void dalam komposit dapat dikurangi.
2. Perkembangan komposit hybrid terus perlu dilakukan dan diteliti sehingga dapat
memperluas pemanfaatan natural fiber serta meminimalkan pemakaian serat
sintetis.

44
Daftar Pustaka

Achmad, 2010, Variasi Panjang Serat Daun Pandan Wangi Terhadap Ketangguhan
Retak Dan Ketahanan Bending Material Komposit Dengan Matrik Polyester
Dan Epoxy, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Mataram, Mataram

Annur D., Judawisastra H., Abdullah D., 2009, Optimasi Waktu Alkalisasi Terhadap
Peningkatan Sifat Tarik Komposit Polyester Berpenguat Tekstil Serat Kenaf,
Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi
Bandung, Bandung

Anonim, 2006, Budidaya Tanaman Kenaf.

Annur D., 2009, Sifat Mekanik Serat Alam.

Doraiswarmy dkk., 1993. Pineapple Leaf Fibres, Textile Progress Vol. 24 Number
1,Textile Institute.

Gibson, F.R., 1994, “Principles of Composite material Mechanis”, International Edition”,


McGraw-Hill Inc, New York.

Hartomo, A. J. Rusdiharsono, A. Hardjanto, D. 1992, Memahami Polimer Dan Perekat,


Andi Offset Yogyakarta.

http://journal.uii.ac.id/index.php/jurnal-teknoin/article/view/795/713.

45
H.M.M.A. Rashed, M. A. Islam and F. B. Rizvi, 2006, Journal of Naval Architecture and
Marine Engineering.

Justus Kimia Raya, 2001, Technical Data Sheet, Jakarta.

Kusumastuti A., 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai Komposit Polimer, Universitas
Negeri Semarang.

Lokantara P., dan Suardana N. P. G., 2007, Analisis Arah Dan Perlakuan Serat Tapis
Serat Rasio Epoxy Hardener Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Komposit
Tapis/Epoxy, Jurnal Cakram, Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana, Bali.

Murherjee dan Satyanarayan (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal
Sebagai Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).

Putra D. G. P., 2011, Analisis Pengaruh Fraksi Volume Serat Daun Nanas Terhadap
Ketahanan Bending Dan Kekuatan Tarik Komposit Unsaturated Polyester
(UPE), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Mataram, Mataram

Schwartz M., 1984 Composite Materials Handbook, McGraw-Hill Inc.,NewYork, USA

Surdia,T., 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: Pradnya Paramita.

Supardi E., 1999, Pengujian Logam, Angkasa Bandung. Bandung.

Varghese et al, 1994 (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai
Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).

Wicaksono, A., 2006 (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai
Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).

46

Anda mungkin juga menyukai