PENDAHULUAN
1
tinggal dua yaitu PK. Rossela Baru Surabaya, dan satu lagi di Banten.Tutupnya
beberapa industri karung gone disebabkan oleh kalah bersaingnya dengan karung
plastik. Pengembangan riset dan teknologi dengan memanfaatkan produk lokal
merupakan langkah bijak guna meningkatkan nilai jual material lokal.(Arif
Wicaksono, 2006)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti sifat
mekanik dan struktur mikro komposit polyethyline yang diperkuat serat sisal dan
karung goni dengan variasi fraksi volume. Sehingga peneliti mengambil judul
”Study sifat makanik dan struktur mikro komposit Polyethylene diperkuat serat
sisal dan serat karung goni”.
2
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian :
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Study sifat makanik dan struktur mikro komposit Polyethylene diperkuat serat
sisal dan serat karung goni.
Manfaat penelitian :
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh volume serat terhadap sifat
mekanik dan struktur mikro material komposit polyethylene.
2. Pengembangan teori terhadap volume serat yang baik
untuk membuat material komposit.
3. Kemajuan ilmu dan teknologi dalan berbagai bidang.
1.6 Hipotesis
Variasi fraksi volume serat hybrid sisal/karung goni mempengaruhi sifat
mekanik dan struktur mikro komposit polyethylene.
3
BAB II
DASAR TEORI
4
12.5 MPa. Pada panjang serat 10 mm, kekuatan serat akan turun menjadi 10.24
MPa. Kesejajaran serat sisal akan meningkatkan kekuatan tarik dan modulus
elastisitas komposit. Perbedaan metode pembuatan akan menyebabkan perbedaan
sifat mekanis serat. Serat yang panjang akan cenderung keriting saat percetakan.
Hal ini menyebabkan berkurangnya panjang efektif serat sehingga sifat
mekanisnya pun menurun.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Varghese et al, 1994, yang
meneliti komposit serat sisal dengan matriks karet. Matriks karet meliputi karet
alam dan karet sintetis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang serat
optimalyang digunakan adalah 6 mm, sama dengan yang digunakan pada
komposit sisal-polyester. Tingginya fraksi volume serat akan meningkatkan
ketahanan serat terhadap efek perendaman terutama pada permukaan serat.
Orientasi serat juga menurunkan tingkat degradasi akibat proses perendaman.
Peningkatan dosis radiasi sinar gamma akan meningkatkan tingkat pembusukan
serat (Varghese et al, 1994).
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Putra Dewa Gede Pertama.,
2011, yang meneliti pengaruh fraksi volume serat daun nanas terhadap kekuatan
tarik komposit unsaturated polyester fraksi volume serat 10% dengan orientasi
serat searah, dengan rata-rata kekuatan tarik 16,03 Mpa. Sedangkan penelitian
yang dilakuakan oleh Putra Ari Rosiadi., 2012, yang meneliti serat karung goni
terhadap kekuatan tarik komposit polyethylene fraksi volume serat 10% dengan
orientasi serat searah, dengan rata-rata kekuatan tarik 15,95 Mpa.
5
meneruskan gaya dari suatu serat ke serat lain. Matrik dapat berupa keramik
dan logam di samping berupa polimer.
Gabungan antara serat dan matrik disebut bahan komposit. Bahan
komposit menggabungkan keunggulan kekuatan dan kekakuan serat dengan
massa jenis yang rendah. Hasilnya suatu bahan yang ringan tetapi kuat dan
kaku. Dengan kata lain, bahan ini mempunyai harga spesifik modulus dan
modulus strength yang lebih besar dibandingkan dengan bahan lain.
6
Penggunaan serat alam di industri tekstil dan kertas secara luas
tersedia dalam bentuk serat sutera, kapas, kapuk, rami kasar (flax),
goni, rami halus dan serat daun.
Komposit dengan penguat serat (fibrous composite) sangat
efektif, karena bahan dalam bentuk serat jauh lebih kuat dan kaku
dibanding bahan yang sama dalam bentuk padat (bulk). Kekuatan
serat terletak pada ukurannya yang sangat kecil, kadang-kadang
dalam orde mikron. Ukuran yang kecil tersebut menghilangkan cacat-
cacat dan ketidaksempurnaan kristal yang biasa terdapat pada bahan
berbentuk padatan besar, sehingga serat menyerupai kristal tunggal
yang tanpa cacat, dengan demikian kekuatannya sangat besar.
2. Matriks (Resin)
Matriks (resin) dalam susunan komposit bertugas melindungi
dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Matriks harus bisa
meneruskan beban dari luar ke serat. Umumnya matriks terbuat dari
bahan-bahan yang lunak dan liat. Polimer (plastik) merupakan bahan
umum yang biasa digunakan. Matriks juga umumnya dipilih dari
kemampuannya menahan panas. Polyester, vinilester dan epoksi
adalah bahan-bahan polimer yang sejak dahulu telah dipakai sebagai
bahan matriks.
Persyaratan di bawah ini perlu dipenuhi sebagai bahan
matriks untuk pencetakan bahan komposit :
1. Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas rendah, dapat sesuai
dengan bahan penguat dan permeable.
2. Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
4. Memiliki kelengketan yang baik dengan bahan penguat
5. Mempunyai sifat baik dari bahan yang diawetkan.
Tidak ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan di
atas tetapi pada saat ini paling banyak dipakai adalah polyester tak
jenuh (Surdia, 2000).
7
c. Tipe Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan
serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat
pada komposit, yaitu
8
1. Faktor Serat
Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat
memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga
diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk
menahan gaya yang terjadi.
2. Letak Serat
Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang
akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah
dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut.
Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
1. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus
maksimum pada arah axis serat.
2. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua
arah atau masing-masing arah orientasi serat.
3. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic
kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.
Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa
keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik
pada 1 arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka
kekuatannya juga akan menyebar kesegala arah maka kekuatan akan
meningkat.
3. Panjang Serat
Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik
sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada 2 penggunaan serat dalam
campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang
lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan
serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada
setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh
pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding
diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Bila aspect ratio
makin besar maka makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit
9
tersebut. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya
daripada serat pendek. Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya
dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses
dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah
penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada
keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding,
dimana pelapisan serat dengan matrik akan menghasilkan distribusi yang
bagus dan orientasi yang menguntungkan. Ditinjau dari teorinya, serat
panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke
arah serat yang lain. Pada struktur continous fiber yang ideal, serat akan
bebas tegangan atau mempunyai tegangan yang sama. Selama fabrikasi,
beberapa serat akan menerima tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin
tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.
Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber.
Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik
setinggi 1500 kips/in (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat
2
10
5. Faktor Matrik
Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik,
sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat
membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain
itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang
tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya.
Untuk memilih matrik harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti
tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap
goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material
matrik. Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matrik
dalam komposit ada dua macam adalah thermoplastik dan termoset.
Thermoplastik dan termoset ada banyak macam jenisnya yaitu:
a. Thermoplastik
− Polyamide (PI),
− Polysulfone (PS),
− Poluetheretherketone (PEEK),
− Polyhenylene Sulfide (PPS),
− Polypropylene (PP),
− Polyethylene (PE) dll.
b. Thermosetting
− Epoksi,
− Polyester.
− Phenolic,
− Plenol,
− Resin Amino,
− Resin Furan dll.
6. Faktor Ikatan Fiber-Matrik
Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matrik yang
memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus
11
mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat
dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan.
Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya
celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat
menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada
cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan
akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan
komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya
serat dari matrik. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan
interfacial antara matrik dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1984).
7. Katalis
Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat
dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi
plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak
katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses curringnya. tetapi
apabila pemberian katalis berlebihan maka akan menghasilkan material
yang getas ataupun resin bisa terbakar. Penambahan katalis yang baik 1%
dari volume resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 60 0C – 90
0C.
Panas ini cukup untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan
bentuk plastik yang maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang
diinginkan (Justus Sakti Raya, 2001).
12
Palembang, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi
(Anonim, 2006).
Tanaman Sisal akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk
diganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun Sisal terus berkesinambungan
sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk tekstil yang dapat
memberikan nilai tambah (Doraiswarmy dkk., 1993).
Daun sisal mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan
bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat
(bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat
(gummy substances) yang terdapat dalam daun.
Karena daun sisal tidak mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam
daun sisal tersebut akan memperkuat daun sisal saat pertumbuhannya Dari berat
daun sisal hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5
sampai 3,5% serat serat daun sisal.
Pengambilan serat daun Sisal pada umumnya dilakukan pada usia tanaman
berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun sisal yang masih
muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang
dihasilkan dari tanaman sisal yang terlalu tua, terutama tanaman yang
13
pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa
pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh
(Doraiswarmy dkk., 1993).
14
2.2. Karung Goni
Kain karung Goni dibuat dari serat kulit batang (bast fiber) dari
tanaman Kenaf (Hibiscus Canabinus), banyak tumbuh di daerah tropis seperti
Indonesia. Umumnya panjang serat ini (individual cells) 3-5 mm dengan
mengandung lignin 13 % dan sebagian besar terdiri dari sellulosa 71 %.
(Anonim)
Tabel 2.2 Sifat mekanik serat alam (Annur Dhyah, 2009)
Serat Elongasi (%) Kekuatan Spesifik
Alam (Mpa)
Bambu 2 357-536
Jute 1,2-1,3 230-538
Kenaf 1,9 307-538
15
Perekat memiliki efesiensi mempertautkan lembaran-lembaran tipis
atau bahan berbeda, menambah keluesan desain, memperluas sebaran tegangan
pada sambungan. Perekat terdiri dari perekat jenis dan perekat mekanis.
Perekat jenis ini bersifat kimia dan tarik menarik antara kedua benda. Perekat
jenis ini dapat berupa ikatan kimia misalnya karet-logam. Sedangkan perekat
mekanis merupakan gaya ikatan akibat saling taut. Bila perekat jenis
merupakan gaya aktif yang menyatukan bahan satu sama lain, serta efektif
pada beban tarik, geser dan kelupas, sedangkan perekat mekanis bersifat pasif
dan tidak terlalu efektif kecuali dengan bantuan gaya luar (Hartomo, 1992).
Penggunaan perekat perlu dioptimalkan, karena ada keuntungan dan
kerugiannya :
a. Keuntungan perekat
Perekat mampu menyambung berbagai jenis bahan berbeda atau tidak
sepadan modulus dan ketebalannya. Perekat juga memudahkan penyambungan
dan fabrikasi bentuk-bentuk rumit, saat cara lain mustahil dilakukan. Perekat
juga memungkinkan terjadinya produk akhir dengan penampilan memuaskan,
permukaan dan kontur bagus, tidak ada rongga-rongga, tidak ada bagian
menonjol seperti sekrup dan sebagainya. Bentuk dan cara perekat juga
memungkinkan penerapannya pada alur proses produksi. Perekat juga mudah
dan cepat pakai, di samping dapat sekaligus menyambung banyak komponen.
Kekuatan perekat cukup tinggi, biaya ekonomis dibandingkan dengan
cara-cara lain. Mempergunakan perekat dapat meringankan berat barangnya,
juga menyeragamkan distribusi tegangan pada seluruh bagian benda yang
disambungkan. Karena perekat mempunyai sifat elongasi (pemanjangan)
memadai, perekat mampu menyerap tegangan, mendistribusikan dan
memindahkan tegangan tersebut secara merata – efektif. Sifat getaran dan
keluwesan baik. Bahan yang tak tahan panas dapat disambung dengan baik
oleh perekat yang sesuai. Sifat isolasi dan penambahan (seal) perakat cukup
bagus, tidak ada keboncoran, tahan lembab dan bahan kimia, bahkan dapat
tahan kedap listrik, panas serta suara (Hartomo, 1992).
16
b. Kerugian Perekat
Proses perekatannya terkadang rumit agar hasilnya baik, karena perlu
persiapan, permukaan yang hendak disambung (kimia mekanis), kondisi suhu,
tekanan dan kelembabannya, perlu optimal, waktu curing dapat lama,
memerlukan alat dan aksesori lain. Kuat ikatan optimalnya tidak seketika
tercapai sebagaimana teknik las. Begitu pula desain sambunganya tidak boleh
sembarangan agar tegangan patahan dan kelupasannya minimal, disamping
koefisien muai panasnya mesti seimbang (Hartomo, 1992).
Perekat juga tidak sepenuhnya tahan panas, dingin atau beku,
kerusakan oleh organisme, bahan kimia, zat pemlastik, radiasi, dan kondisi
pamakaian ekstrim. Apabila tidak sesuai dengan barang yang disambungkan
dapat menyebabkan korosif dan sebagainya. Terutama sehubungan dengan
basis perekat, basis pelarut ada beberapa racun dan mudah terbakar. Pada
perekat termoplastik bila dikenai tegangan berkepanjangan akan mengalami
creep (panjalaran), juga rendah kuat kelupasannya. Ketahanan jangka panjang
pada kondisi ekstrim sering tidak diketahui secara pasti (Hartomo, 1992)
17
dan bahan kimia. Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman,
karet) atau sintetik (epoxy, fenolik, polyester, polyaromat).
c. Perekat campuran resin karet
Jenis ini sangat lazim dipakai dan sifatnya merupakan gabungan sifat
komponennya. Resin termoset campuran karet baik untuk perekat struktural,
pada logam atau benda kaku lainnya. Contohnya : perekat fenolik-itril dan
fenolik-neopren. Bila resin saja, sifatnya cenderung getas. Bila karetnya saja,
sifat lekat, kohesi dan adhesinya kurang baik. Bila digabungkan
penggunaannya meluas, untuk tekstil, kayu, logam, karpet, tile dan lain-lain
keperluan industri maupun rumah tangga.
18
Polyethylene dibedakan menjadi 2 yaitu Low Density dan High
Density Polyethylene.
Low Density Polyethylene (LDPE)
LDPE mulai meleleh pad atempratur 115 0 C dengan density antara 0,91-
0,94. Dapat larut diberbagai macam pelerut pada tempratur diatas 100 0
C. Sifat mekanik dari LDPE adalah ketangguhan yang baik dan tetap
lunak pada range tempratur yang lebar.
High Density Polyethylene (HDPE)
HDPE mulai meleleh pada tempratur 127 0 C dengan density antara 0,95-
0.97. Sifat mekanik HDPE adalah lebih kaku bila dibandingkan dengan
LDPE, tetapi mempunyai kekuatan dan kekerasan yang lebih baik.
19
6 mm
Gambar 2.3 Spesimen Uji Bending ASTM D 790
25,4 mm
152,4 mm
Kekuatan bending suatu material dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Mc
σ= I …………………………………………..………… (2.1)
Keterangan:
σ = Kekuatan bending, MPa
M = Momen, N.mm
I = Inersia, mm4
c = Jarak dari sumbu netral ke tegangan serat, mm
Pada material yang homogen pengujian batang sederhana dengan dua
titik dudukan dan pembebanan pada tengah-tengah batang uji (three point
bending),
maka tegangan maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut (ASTM D
790):
Keterangan:
20
σ = Kekuatan bending, MPa
P = Beban, N
L = Panjang span, mm
b = lebar batang uji, mm
d = tebal batang uji, mm
20 mm 80 mm 20 mm 6mm
25
mm
Batang uji dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan penekanan pada
mesin tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik kearah memanjang secara
perlahan-lahan. Selama penarikan, setiap saat dicatat atau tercatat dengan
grafik yang tersedia pada mesin tarik. Penekanan berlangsung terus sampai
batang uji putus.
Data yang diperoleh dari mesin uji tarik biasanya dinyatakan dengan
grafik beban-pertambahan panjang (grafik P-ΔL). Garfik ini masih belum
21
banyak gunanya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan
kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya. Untuk dapat digunakan
menggambarkan sifat bahan secara umum, maka grafik P-ΔL harus dijadikan
grafik lain yaitu suatu diagram tegangan-regangan (stress-strain diagram)
kadang-kadang juga disebut diagram tarik.
Data yang diperoleh dari mesin tarik dinyatakan dalam grafik tegangan
regangan (stiess-strain) atau disebut juga diagram tarik.
F
..........................................................................(2.4)
Ao
Dimana : σ = Engineering Stress (Mpa)
F = Beban tarik (N)
A0 = Luas penampang mula-mula (m2)
L1 L0
ε= .....................................................................(2.5)
L0
ε = Engineering Strain ( % )
L1 = Panjang setelah dibebani (mm)
22
L0 = Panjang mula-mula sebelum dibebani (mm)
23
Persiapan Alat
dan Bahan
BAB III
METODE PENELITIAN
Mulai
Survei Lapangan dan Studi Pustaka
Persiapan Alat dan Bahan
Perlakuan Alkali Pembuatan Cetakan
Serat Dengan
NaOH 4% Selama
1 Jam
Pembuatan Komposit :
Serat sisal dengan arah searah
Serat karung goni dengan arah acak
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2 Metode Penelitian
24
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yaitu berupa
pengujian material komposit yang telah dibuat. Adapun pengujian yang dilakukan adalah
uji bending, uji tarik dan struktur mikro.
k. Amplas
Untuk menghaluskan spesimen.
l. Gerinda
Untuk memotong dan membentuk spesimen.
m. Alat Penyerut
Berfungsi untuk memisahkan serat nanas dari daunnya.
25
c. Serat sisal
d. Larutan NaOH dengan konsentrasi larutan : 4 %
26
Serat karung goni + Serat sisal
resin polyetylene
Gambar 3.2. Langkah Pembuatan Spesimen
P
½L
L=101.6 mm
Dalam pengujian ini akan dilakukan terhadap 15 spesimen yang terdiri dari 5
variasi yaitu :
27
Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen/batang uji yang sudah standar.
Pada bagian tengah dari spesimen uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian
yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukur “panjang uji”
(gauge length) yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan.
Bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian.
28
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
65,13
30 : 0 76,16 74,43
82,01
29
53,7
20 : 10 57,28 55,22
54,68
49,33
15 : 15 46,21 46,38
43,61
40,03
10 : 20 43,93 41,87
41,66
33,51
0 : 30 30,91 32,21
32,21
Gambar 4.1 Hubungan Kekuatan Bending Dengan Perbandingan Fraksi Volume Serat
Sisal dan Karung Goni Pada Material Komposit Polyethylene.
Pada gambar 4.1 menunjukan adanya penurunan kekuatan bending komposit serat
hybrid seiring berkurangnya fraksi volume serat sisal. Dimana kekuatan bending rata-rata
tertinggi terdapat pada komposit dengan fraksi volume serat hybrid dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0% yaitu 74,43 Mpa. Kemudian kekuatan bending
30
terendah terdapat pada komposit dengan perbandingan serat hybrid secara berrurutan
yaitu 20% : 10%, 15% : 15%, 10% : 20%, dan 0% : 30%, dengan masing-masing
kekuatan bending sebesar 55,22 Mpa, 46,38 Mpa, 41,87 Mpa, dan 32,21 Mpa.
Dengan demikian terdapat penurunan kekuatan bending yang terjadi, hal ini
dikarenakan semakin banyak serat sisal dengan orientasi serat searah, maka smakin tinggi
kekuatan bendingnya. Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.2, dimana seluruh serat
yang digunakan adalah serat sisal dengan orentasi serat searah.
Gambar 4.2 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, Yang Telah Diuji Bending
Pada gambar 4.2 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung
Goni Dengan Perbandingan Serat 30% : 0% tidak mengalami retakan setelah di uji
bending dengan rata-rata kekuatan bending tertinggi di antara yang lain, yaitu sebesar
74,43 Mpa. Hal ini disebabkan karena seluruh seratnya menggunakan serat sisal dengan
orentasi serat searah, yang bekerja secara optimal dan mampu menahan beban yang
diberikan. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
20% : 10% mengalami penurunan sebesar 25,8 % dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0%.
Serat Karung Goni Serat sisal
31
Void Retakan
Gambar 4.3 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 20% : 10%, Yang Telah Diuji Bending
Penurunan diakibatkan karena adanya void akibat dari kurang sempurnanya ikatan
antar serat dengan resin, dan juga berkurangnya serat sisal dan terdapat serat karung goni
sebesar 10%. Penyebaran serat karung goni secara acak menyebabkan tidak meratanya
serat karung goni pada spesimen, yang mengakibatkan serat tidak mampu menjalankan
peranannya secara maksimal sebagai penerus gaya. Selanjutnya pada spesimen dengan
perbandingan serat sisal dan karung goni 15% : 15% mengalami penurunan sebesar 16,1
% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 20% : 10%.
Void Serat Karung Goni
Gambar 4.4 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 15% : 15%, Yang Telah Diuji Bending
32
Kegagalan spesimen diakibatkan adanya void, dengan diawali dengan retakan
mikro yang dapat dilihat dengan mata, seperti pada saat melakukan pengujian yang di
tunjukan pada gambar 4.4. Penurunan ini diakibatkan fraksi volume serat searah dengan
serat acak sama jumlahnya sehingga kekuatannya bendingnyapun ikut menurun
dibandingkan dengan spesimen yang fraksi volume serat searahnya lebih banyak.
Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 10% : 20%
mengalami penurunan sebesar 9,8% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan
karung goni 15% : 15%.
Serat Sisal
Gambar 4.5 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 10% : 20%, Yang Telah Diuji Bending
Pada gambar 4.5 terdapat retakan pada spesimen akibat uji bending. Posisi
retakan pada spesimen ini sejajar dengan serat karung goni yang dapat dilihat pada
gambar 4.5. Hal ini disebabakan jumlah serat karung goni lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah serat sisal, yang mengakibatkan serat tidak dapat meneruskan gaya secara
33
maksimal. Kemudian pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
0% : 30% mengalami penurunan sebesar 23,07% dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 10% : 20%.
Gambar 4.6 Spesimen Uji Bending Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 0% : 30%, Yang Telah Diuji Bending
Pada gambar 4.6 terdapat retakan yang cukup besar pada spesimen akibat uji
bending dengan rata-rata kekuatan bending terendah bila dibandingkan dengan yang lain.
Hal ini disebabkan karena penyebaran serat karung goni yang pendek dengan panjang 2
cm, dengan orentasi serat acak dan penyebaran serat yang tidak merata menyebabkan
serat tidak mampu menerima beban/gaya yang diberikan oleh resin bila dibandingkan
dengan spesimen yang lain.
34
Pengujian tarik ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas Udayana. Uji tarik sendiri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kekuatan tarik spesimen. Disamping itu juga, pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh volume serat terhadap kekuatan tarik spesimen
tersebut.
25,24
30 : 0 27,1
26,25
29,82
20,14
20 : 10 24,26 22,12
21,97
19,55
15 : 15 22,23 20,09
18,51
17,13
10 : 20 15,78
13,93
16,28
6,08
0 : 30 6,73
5,82
8,3
35
Gambar 4.7 Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Perbandingan Fraksi Volume Serat Sisal
dan Karung Goni Pada Material Komposit Polyethylene.
Pada gambar 4.7 menunjukan adanya penurunan kekuatan tarik komposit serat
hybrid seiring berkurangnya fraksi volume serat sisal. Dimana kekuatan tarik rata-rata
tertinggi terdapat pada komposit dengan fraksi volume serat hybrid dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 30% : 0% yaitu 27,10 N/mm 2 . Kemudian kekuatan tarik
terendah terdapat pada komposit dengan perbandingan serat hybrid secara berrurutan
yaitu 20% : 10%, 15% : 15%, 10% : 20%, dan 0% : 30%, dengan masing-masing
kekuatan tarik sebesar 22,12 N/mm2 , 20,09 N/mm2, 15,78 N/mm2 , dan 6,73 N/mm2.
Dengan demikian terdapat penurunan kekuatan tarik yang terjadi, hal ini
dikarenakan semakin banyak serat sisal dengan orientasi serat searah, maka smakin tinggi
kekuatan tariknya. Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.8, dimana seluruh serat yang
digunakan adalah serat sisal dengan orentasi serat searah.
36
Resin Polyethylene Serat Sisal
Gambar 4.8 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, Yang Telah Diuji Tarik.
Pada gambar 4.2 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung
Goni Dengan Perbandingan Serat 30% : 0%, dengan rata-rata kekuatan tarik tertinggi di
antara yang lain, yaitu sebesar 27,10 N/mm2. Hal ini disebabkan karena seluruh seratnya
menggunakan serat sisal dengan orentasi serat searah, yang bekerja secara optimal dan
serat yang terkena beban/gaya dapat terdistribusi secara merata sehingga mengakibatkan
kekuatan tarik spesimen menjadi tinggi. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 20% : 10% mengalami penurunan sebesar 18,37% dari
spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 30% : 0%.
37
Serat Karung Goni Serat Sisal Void
Gambar 4.9 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 20% : 10%, Yang Telah Diuji Tarik.
Kekuatan tariknya menurun diakibatkan karena adanya void karena kurang
sempurnanya ikatan antar serat dengan resin, dan juga berkurangnya serat sisal dan
terdapat serat karung goni sebesar 10%. Penyebaran serat karung goni secara acak
menyebabkan tidak meratanya serat karung goni pada spesimen, yang mengakibatkan
kekuatan tariknyapun ikut menurun karena kurang maksimalnya peranan serat sebagai
penerus gaya. Selanjutnya pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung
goni 15% : 15% mengalami penurunan sebesar 9,2 % dari spesimen dengan
perbandingan serat sisal dan karung goni 20% : 10%.
Gambar 4.10 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 15% : 15%, Yang Telah Diuji Tarik.
Penurunan ini diakibatkan fraksi volume serat searah dengan serat acak sama
jumlahnya sehingga kekuatannya tariknyapun ikut menurun dibandingkan dengan
spesimen yang fraksi volume serat searahnya lebih banyak. Selanjutnya pada spesimen
dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 10% : 20% mengalami penurunan
38
sebesar 21,45% dari spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni 15% :
15%.
Gambar 4.11 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni
Dengan Perbandingan Serat 10% : 20%, Yang Telah Diuji Tarik.
Pada gambar 4.11 terlihat penyebaran serat karung goni tidak merata dimana ada
sebagian serat yang mengumpul dan ada sebagian sisi yang dimana hanya ada serat
sisalnya saja. Hal ini menyebabkan serat tidak dapat meneruskan gaya secara maksimal,
yang mengakibatkan kekuatan tariknyapun menurun bila dibandingkan dengan spesimen
sbelumnya. Kemudian pada spesimen dengan perbandingan serat sisal dan karung goni
0% : 30% mengalami penurunan sebesar 57,35% dari spesimen dengan perbandingan
serat sisal dan karung goni 10% : 20%.
39
Serat Karung Goni
Gambar 4.12 Spesimen Uji Tarik Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 0% : 30%, Yang Telah Diuji Tarik.
Rata-rata kekuatan tarik terendah terdapat pada spesimen ini, bila dibandingkan
dengan spesimen yang lain, dengan rata-rata kekuatan tarik 6,73 N/mm2. Hal ini
disebabkan karena kurang maksimalnya peranan serat sebagai penerus gaya yang
diberikan pada spesimen karena panjang serat yang pendek, disamping itu juga karena tat
letak serat yang acak sehingga tidak menutup kemungkinan banyak serat yang letaknya
berlawanan dengan arah datangnya gaya.
40
interface matrik penguat, dan pada daerah penguat. Setelah permukaan komposit tersebut
dipoles dengan autosol, maka dengan penyinaran di bawah mikroskop akan tampak batas
butir (sebagai garis), makin halus butir, makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan
dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi. Photo mikro dari komposit dapat dapat
memberikan sebagian informasi yang mendukung sifat dari komposit tersebut. Adapun
hasil photo mikro yang dihasilkan dari pengamatan metalografi yang dilakukan sebagai
berikut :
Gambar 4.13 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 30% : 0%.
Dari pengamatan struktur mikro spesimen dengan fraksi volume serat sisal 30%
dan serat karung goni 0% (30%:0%) seperti pada gambar di atas, dimana orentasi serat
sisal yang searah tampak jelas, namun serat-serat tersebut kelihatan lebih menyatu satu
dengan yang lain karena diakibatkan oleh proses penekanan, dan terlihat juga beberapa
void yang terdapat pada spesimen tersebut.
41
Serat Karung Goni Void Serat Sisal
Gambar 4.14 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 20% : 10%.
Pada pengamatan photo mikro spesimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal Sisal 20% : karung goni 10% (20%:10%) dengan pembesaran 30 X seperti pada
gambar di atas, terlihat ada void, dan letak serat karung goni yang tidak beraturan dengan
diameter serat lebih besar bila di bandingkan dengan serat sisal yg mengakibatkan hampir
tertutupnya serat sisal sehingga serat sisal tampak tidak terlalu jelas.
Gambar 4.15 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 15% : 15%.
Pada pengamatan struktur mikro speimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal 15% : serat karung goni 15% (15%:15%) pada gambar di atas mikrostruktur serat
42
karung goni terlihat jelas dan terdapat beberapa voit yang dapat mempengaruhi kekuatan
dari spesimen tersebut.
Gambar 4.17 Photo Mikro Komposit Hybrid Serat Sisal dan Karung Goni Dengan
Perbandingan Serat 0% : 30%.
Pada pengamatan struktur mikro speimen komposit dengan fraksi volume serat
sisal 0% : serat karung goni 30% (0%:30%) pada gambar di atas tampak jelas serat
karung goni karena pada komposit ini tidak menggunakan serat sisal hanya menggunakan
serat karung goni saja, dengan orentasi serat acak.
43
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dari analisa dan pembahasan yang telah dilakukan maka hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Komposit hybrid serat sisal dan karung goni dengan orientasi serat sisal searah
dan serat karung goni acak dapat menunjukan bahwa semakin besar fraksi volume serat
sisal maka kekuatan tarik dan kekuatan bending semakin tinggi. Yang artinya bahwa
semakin besar fraksi volume serat karung goni maka kekuatan bending dan tariknya
semakain rendah. Sedangkan morfologi ikatan antara resin dan serat ditunjukan dalam
gambar photo mikro.
B. Saran
1. Resin polyethilene setelah dicampur dengan katalis akan cepat mengeras, untuk
itulah penuangan resin keserat harus dilakukn dengan cepat agar resin dapat
menyebar merata ke serat sehingga void dalam komposit dapat dikurangi.
2. Perkembangan komposit hybrid terus perlu dilakukan dan diteliti sehingga dapat
memperluas pemanfaatan natural fiber serta meminimalkan pemakaian serat
sintetis.
44
Daftar Pustaka
Achmad, 2010, Variasi Panjang Serat Daun Pandan Wangi Terhadap Ketangguhan
Retak Dan Ketahanan Bending Material Komposit Dengan Matrik Polyester
Dan Epoxy, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Mataram, Mataram
Annur D., Judawisastra H., Abdullah D., 2009, Optimasi Waktu Alkalisasi Terhadap
Peningkatan Sifat Tarik Komposit Polyester Berpenguat Tekstil Serat Kenaf,
Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Doraiswarmy dkk., 1993. Pineapple Leaf Fibres, Textile Progress Vol. 24 Number
1,Textile Institute.
http://journal.uii.ac.id/index.php/jurnal-teknoin/article/view/795/713.
45
H.M.M.A. Rashed, M. A. Islam and F. B. Rizvi, 2006, Journal of Naval Architecture and
Marine Engineering.
Kusumastuti A., 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai Komposit Polimer, Universitas
Negeri Semarang.
Lokantara P., dan Suardana N. P. G., 2007, Analisis Arah Dan Perlakuan Serat Tapis
Serat Rasio Epoxy Hardener Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Komposit
Tapis/Epoxy, Jurnal Cakram, Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana, Bali.
Murherjee dan Satyanarayan (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal
Sebagai Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).
Putra D. G. P., 2011, Analisis Pengaruh Fraksi Volume Serat Daun Nanas Terhadap
Ketahanan Bending Dan Kekuatan Tarik Komposit Unsaturated Polyester
(UPE), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Mataram, Mataram
Varghese et al, 1994 (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai
Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).
Wicaksono, A., 2006 (dalam Adhi Kusumastuti, 2009, Aplikasi Serat Sisal Sebagai
Komposit Polimer, Universitas Negeri Semarang).
46