TBC (Tubrekulosis)
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2. Zakiyah 6511418065
5.
EPIDEMIOLOGI
1. Person / Orang
a. Umur
TB Paru Menyerang siapa saja Tua,Muda baahkan anak-anak, Sebagian
besar penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50
tahun.Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang
banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun,Sejalan dengan penelitian
Rizkiyani (2008) yang menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif
87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi
pada usia lanjut (≤ 55 tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan
perempuan.TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia
produktif.Serupa dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta
wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya
meninggal setiap tahun.
c. Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan fungsi seluruh
system tubuh termasuk system imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia
untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme .
Bila daya tahan tubuh sedang rendah, kuman TB Mudah masuk ke dalam
tubuh.kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang
biak,Tapi orang yang terinfeksi Kuman TB Paru belum tentu menderita TB
paru,Tergantung daya tahan tubuh.bila daya tahan tubuh kuat maka kuman
akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang menjadi
penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan
berkembang menjadi penyakit.penyakit TB Lebih dominan terjadi pada
masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang lemah sehingga
memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang biak.
d. Tingkah Laku
Faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan
bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dimulai dari perilaku hidup sehat
dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut menggunakan sapu
tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan
dini penyakit TB paru. Sebagaimana hasil penelitian Putra (2011),
mengatakan bahwa perilaku mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
kejadian penyakit TB paru yang lebih banyak di derita oleh mereka yang
tidak bisa berprilaku sehat.
2. Place / tempat
a. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di
tularkan melalui udara.Keadaan berbagai lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang
kumuh,kotor .Penderita TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat
yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin.Data WHO yang
menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai besar berada di
Negara berkembang yang relative miskin
c. Wilayah
Resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit TB Paru
bergantung pada keberadaan infeksi dalam masyarakat misalnya Imigran
dari daerah prevalensi tinggi TB, Ras yang beresiko tinggi dan kelompok
etnis minorias(misal Afrika,Amerika,Amerika Indian,Asli
Alaska,Asia,Kepulauan Pasifik dan Hispanik)
3. Time / Waktu
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan Kapan saja
tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka
pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya
penyakit TB Paru.
WHO memperkirakan insiden tahun 2017 sebesar 842.000 atau 319 per
100.000 penduduk sedangkan TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per
100.000 penduduk. Kematian karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per
100.000 penduduk, dan kematian TB-HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000
penduduk.
Dengan insiden sebesar 842.000 kasus per tahun dan notifikasi kasus TB
sebesar 569.899 kasus maka masih ada sekitar 32% yang belum ternotifikasi baik
yang belum terjangkau, belum terdeteksi maupun tidak terlaporkan. WHO
memperkirakan ada 23.000 kasus MDR/RR di Indonesia. Pada tahun 2017 kasus
TB yang tercatat di program ada sejumlah 442.000 kasus yang mana dari kasus
tersebut diperkirakan ada 8.600-15.000 MDR/RR TB, (perkiraan 2,4% dari kasus
baru dan 13% dari pasien TB yang diobati sebelumnya), tetapi cakupan yang
diobati baru sekitar 27,36%.
KLASIFIKASI
Tahap awal infeksi dari bakteri ini diawali dengan infeksi paru
yang akan berlanjut pada tahap TB primer. Kebanyakan orang akan
sembuh dari infeksi Tb primer tanpa adanya bukti atau gejala infeksi
lebih lanjut. Infeksi dapat berhenti pada tahap inaktif (dormant) dalam
kurun beberapa tahun. Namun, pada beberapa orang infeksi tersebut
apat beresiko menjadi aktif kembali. Kebenyakan orang yang
mengalami perkembangan gejala infeksi TB, pada awalnya sudah
terjangkit infeksi TB sebelumnya. Pada beberapa kasus, gejala akan
mulai muncul beberapa minggu setelah infeksi primer.
ETIOLOGI
KRONOLOGI/MEKANISME
Diantara orang - orang yang terpapar bakteri Mikobakterium tuberculosis
10 persen diantaranya akan langsung terinfeksi, dan sisanya akan mulai terinfeksi
pada dua sampai 3 tahun pertama setelah terpapar bakteri.
Bakteri tuberculosis akan menetapkan infeksi di paru – paru setelah
terbawa oleh tetesan yang kecil (5 sampai 10 mikron) hingga sampai ke alveolus.
Jika system pertahanan tubuh gagal mengeliminasi infeksi tersebut, bakteri basil
tersebut kemudian akan berkembang biak dalam makrofag alveolus kemudian
membunuh sel – sel yang ada. Makrofag yang terinfeksi akan menghasilkan
sitokinesis dan kemokinesis yang akan menarik sel pathogen lainnya. , termasuk
monosit, makrofag alveolar lain dan neutrofil, yang akhirnya membentuk struktur
granulomatosa nodular yang disebut tuberkulum. Jika replikasi bakteri tidak
terkontrol, tuberkel akan membesar dan bakteri basil tersebut akan memasuki
kelenjar getah bening lokal. Kemudian mengarah ke limfadenopati, manifestasi
klinis khas dari tuberkulosis primer (TB). Lesi yang dihasilkan oleh ekspansi
tuberkel ke parenkim paru dan keterlibatan dari kelenjar getah bening disebut
kompleks Ghon. Bakteremia dapat menyertai infeksi awal.
Bakteri basil akan terus berkembang biak sehingga respons imun yang
diperantarai oleh sel (CMI) efektif berkembang, biasanya terjadi dua hingga enam
minggu setelah infeksi. Kegagalan oleh tubuh untuk memasang respons CMI
efektif dan perbaikan jaringan menyebabkan kerusakan progresif paru-paru.
Tumor necrosis factor (TNF) -alpha, intermediet oksigen dan nitrogen reaktif dan
isi sel-sel sitotoksik (granzymes, perforin) semuanya dapat berkontribusi pada
pengembangan nekrosis kasease yang mencirikan lesi tuberkulosa.
Jika pertumbuhan bakteri tidak diperiksa dapat menyebabkan penyebaran
basil hematogen yang nantinya menghasilkan TB dan dapat tersebar luas.
Penyakit diseminata dengan lesi menyerupai biji millet disebut TB miliaria.
Bacilli juga dapat menyebar melalui erosi lesi kasease ke saluran udara paru-paru
dan inang menjadi infeksius pada orang lain. Jika tidak dilakukan pengobatan,
kematian akan terjadi pada 80 persen kasus yang ada. Pasien yang tersisa
infeksinya akan berkembang menjadi penyakit kronis atau sembuh. Penyakit
kronis ditandai dengan episode penyembuhan berulang dengan perubahan fibrotik
di sekitar lesi dan kerusakan jaringan. Pemberantasan basil sepenuhnya secara
spontan jarang terjadi.
Reaktivasi TB merupakan hasil dari perkembang biakan dari bakteri aktif
yang berbuah pada saat infeksi primer. Di antara individu yang mengalami infeksi
laten tidak ada masalah medis yang mendasarinya, penyakit reaktivasi terjadi pada
5 hingga 10 persen pasien yang ada. Imunosupresi dikaitkan dengan reaktivasi
TB, walaupun tidak jelas faktor inang spesifik apa yang dapat mempertahankan
infeksi dalam keadaan laten dan apa yang memicu infeksi laten menjadi jelas.
Untuk kondisi imunosupresif yang terkait dengan reaktivasi TB. Proses penyakit
dalam reaktivasi TB cenderung terlokalisasi (berbeda dengan penyakit primer):
ada sedikit keterlibatan kelenjar getah bening regional dan lebih sedikit caseasi.
Lesi ini biasanya terjadi pada apeks paru-paru, dan penyakit yang disebarluaskan
tidak biasa kecuali tuan rumah sangat tertekan kekebalannya. Secara umum
diyakini bahwa TB yang terkandung berhasil memberikan perlindungan terhadap
pajanan TB berikutnya
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara
klinik.
Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC
paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
IMPAC DAN COMPLICATION
DIAGNOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
* Pemeriksaan fisik.
* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
* Rontgen dada (thorax photo).
* Uji tuberkulin
1. Pada penderita infeksi TB paru akan diberikan resep untuk jangka waktu 6
bulan yang terdiri dari combinasi dari antibiotik jika pasien didiagnisa terkena
infeksi TB paru aktif, merupakan kondisi dimana paru dari penderita telah
terinfeksi dan menimbulkan gejala. Perawatan yang biasa dilakukan adalah :
a. Dua antibiotik (isoniazid dan rifampicin) untuk jangka waktu 6 bulan
b. 2 antibiotik tambahan (pyrazinamide dan ethamubutol) untuk dua bulan
pertama dalam jangkawaktu 6 bulan
2. TB ekstraparu
TB ekstraparu merupakan infeksi TB yang terjadi diluar daerah paru – paru.
Pengobatan yang digunakan dapat menggunakan kombinasi antibiotik yang
sama dengan yang digunakan sebagai pengobatan TB paru. Sebagai contoh,
jika seseorang mengalami infeksi TB pada daerah otak maupun jaringan ikat
jantung maka pasien tersebut dapat diberikan coricosteroid seperti
prednisolone untuk jangka waktu beberapa minggu dan dibersamai dengan
antibiotik. Kombinasi ini dapat membantu mengurangi pembengkakan diarea
yang terinfeksi. Sama seperti infeksi TB paru, pasien penderita TB ekstraparu
juga sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi obat secara teratur sesuai
anjuran dan menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan yang diberikan.
3. Latent TB/ LTBI
Jika seseorang yang mengidap infeksi TB Latent, pengobatan sangatlah
dianjurkan. Tetapi, antibiotik yang digunakan pada lanjut usia dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Jika kerusakan ginjal dianggap cukup
mengkhawatirkan pada pasien umur antara 35 dan 65, maka tim medis akan
mencoba mendiskusikan keuntungan dan kerugian dari penggunaan antibiotik
tersebut. TB Latent tidak selalu harud diberi pengobatan jika infeksinya
dainggap resistan terhadap obat. Jika hal tersebut terjadi, yang perlu
dilakukan oleh pasien adalah dengan melakukan monitoring terhadap
infeksinya agar dapat mengetahui bahwa infeksinya tidak bertambah parah.
Selain itu terdapat juga beberapa pengobatan yang dapat memberikan efek
samping berupa melemahnya sistem imun, seperti corticosteroid jangka
panjang, chemotherapy atau penghambat biologis seperti penghambat TNF.
Hal tersebut perlu dilakukan karena terdapat kemungkinan infeksi TB Latent
menjadi aktif. Secara umum, pengobatan yang diperlukan terhadap infeksi TB
Latent adalah :
Pemberian kombinasi obat rifampicin dan isoniazid selama tiga bulan
Atau hanya isoniazid saja selama enam bulan
Selain pengobatan, yang dapat dilakukan terhadap pasien TB adalah
rehabilitasi. Dikutip dari US National Library of Mdicine National Institute of
Health, dinyatakan bahwa metode yang dapat dilakukan untuk rehabilitasi
pasien TB adalah :
Interaksi pasien, wawancara informal, observasi lapangan dan penelitian
sekunder merupakan beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses
rehabilitasi pasien TB. Hal tersebut perlu dilakukan, karena tujuan utama dari
rehabilitasi adalah untuk emnstabilkan psikologi pasien setelah menjalani
pengobatan dalam duradi yang cukup lama.
Daftar pustaka
Vyas, Jatin M,, MD, PhD., 2018, Pulmonary Tuberculosis, Medline Plus (U.S
National Library of Medicine), diakses pada 1 Oktober 2019,
<https://medlineplus.gov/ency/article/000077.htm >