NIM : C1217026
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)
A. DEFINISI CKD
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).
Chronic Kidney Diease (CKD) merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang bersifat
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Bararah,
2013).
Gagal Ginjal Kronik (chronic renal failure) adalah krusakan ginjal yang progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (Nursalam, 2008).
Jadi Gagal ginjal Kronik merupakan perkembangan gagl ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun.
Urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat–zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh (Syaifuddin, 2014)
Sistem urinari terdiri atas :
1. Ginjal yang mengeluarkan sekret urine
Ginjal adalah organ ekskresi dalam $ertebrata yang berbentuk mirip kacang.Sebagai
bagian dari sistem urine, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah
dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dan karena itu di luar
rongga peritoneum.
Fungsi Ginjal :
a. Mengatur Volume cairan dalam tubuh
Kelebihan cairan dalam tubuh dikeluarkan sebagai urine encer dalam jumlah besar.
Kekurangan air atau kelebihan keringat menyebabkan urine diekskresikan lebih pekat
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.
b. Mengatur Keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Ini terjadi jika plasma terdapat pemasukan atau pengeluaran abnormal dari ion-ion.
Akibat pemasukan garam atau penyakit ginjal akan meningkatkan eksresi ion-ion
penting urine : NA, K, Cl, Ca dan Fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa dalm tubuh
Hal ini terjadi karena makanan yang dimakan. Apabila banyak makan sayur urinea
kan basa. Jika asam terjadi karena campuran makanan.
d. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme
Bahan-bahan yang diekskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat, hasil
metabolisme hemoglobin dan bahan kimia.
e. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal akan mengeksresikan hormone rennin yang berfungsi dalam mengatur tekanan
darah. Serta hormone dihidroksi kolekalsifenol atau vitamin D aktif untuk absorbs
ion kalsium dalam usus.
f. Pengatur tekanan darah
Memproduksi enzim rennin, angiotensin dan aldosteron untuk mengatur tekanan
darah.
g. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan dan bahan kimia asing dari tubuh
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini
hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan :
a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria
mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar
urethra tetap tertutup.
b. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
c. Lapisan mukosa.
5. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria
renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria
interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi
ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus.
Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
6. Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
E. PATOFISIOLOGI CKD
Kerusakan nefron berlangsung progresif, nefron yang sudah rusak tidak dapat
berfungsi dan tidak bisa pulih kembali. Nefron yang masih hidup akan mengalami
hipertrofi dan meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, serta sekresi. Ekskresi
kompensasi terus berlanjut ketika laju glomerulus semakin menurun.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya di
ekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sIstem tubuh. Kulit akan berwarna kuning kelabu ketika pigmen urine (urokrom)
menumpuk di dalamnya dan menimbulkan pruritus. Asam urat dan substansi lain dalam
keringat akan mengkristal dan tertimbun pada kulit sebagai uremic frost. Kadar kalsium
plasma yang tinggi juga akan disertai dengan keluhan pruritus.
Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan sel darah putih atau sedimen
(endapan) dalam jumlah abnormal. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus,
kadar kreatinin plasma meninggi secara proporsional jika tidak dilakukan penyesuaian
untuk mengaturnya. Ketika pengangkutan natrium kedalam nefron meningkat maka lebih
sedikit natrium yang direabsorpsi sehingga terjadi kekurangan natrium dan
deplesi volume. Ginjal tidak mampu lagi memekatkan dan mengencerkan urine.
Pada glomerulusklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosisel epitel glomerulus
yang meningkatkan transportsi cairan melalui dinding glomerulus. Protein berukuran
besar melintasi lubang tersebut kemudian terperangkap dalam membrane basalis
glomerulus dan menyumbat kapiler glomerulus. Cedera epitel dan endotel menyebabkan
proteinuria.
Pada insufisiensi ginjal yang dini terjadi peningkatan ekskresi asam dan reabsorpsi
fosfat untuk mempertahankan pH normal. Ketika lajufiltrasi glomerulus menurun hingga
30-40% maka terjadi asidosis metabolik yang progresif dan sekresi kalium dalam
tubulus renal meningkat..Kadar kalium total tubuh dapat meningkat hingga taraf yang
dapat menyebakan kematian dan memerlukan dialysis. Dengan manifestasi, mukosa GI
mengalami inflamasi serta ulserasi, dan gusi dapat terjadi ulserasi serta perdarahan.
Pernafasan kusmaul, stomatitis, uremic fetor (napas berbau amonia), singulus, ulkusp
eptikum, dan pankreatitis. Malnutrisi dapat terjadi sekunder karena anoreksia, keadaan
mudah lelah, dan penurunan asupan protein dari makanan.
Konsekuensi ekstrarenal. Perubahan fisiologis mempengaruhi lebih dari satu sistem.
Pada beberapa ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal tidak dapat menyimpan
garam dan terjadi hiponatremia. Mulut yang kering, mudah lelah, mual, hipotensi,
kehilangan turgor kulit dan gejala gelisah dapat berlanjut menjadi somnolensia dan
konfusi. Selanjutnya, ketika jumlah nefron yang masih berfungsi semakin berkurang,
kapasitas ginjal untuk mengekskresi natrium dan kalium juga semakin menurun. Retensi
natrium menyebabkan kelebihan muatan cairan dan edema; kelebihan muatan kalium
menyebabkan iritabilitas otot serta kelemahan otot dan aritmia jantung yang mengancam
jiwa pasien.
Jika penyebab GGK adalah penyakit interstisial tubulus, maka kerusakan primer pada
tubulus renal, yaitu nefron pada medula renal, gejalanya deplesi garam dan gangguan
pengenceran serta pemekatan urine. Jika penyebab primernya adalah kerusakanva
vaskuler atau glomerulus, maka gejala proteinuria, hematuria, dan sindrom nefrotik
lebih menonjol.
Perubahan keseimbangan asam-basa akan mempengaruhi keseimbangan kalsium dan
fosfor. Eksresi fosfat melalui ginjal dan sintesis vitamin D oleh ginjal akan berkurang.
Hipokalsemia mengakibatkan hipoparatiroidisme sekunder, penurunan laju filtrasi
glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif, hipokalsemia, dan disolusi tulang..
Cedera tubulointerstisial terjadi karena toksin atau kerusakan iskemik pada tubulus
renal. Debris dan endapan kalsium menyumbat tubulus. Defek transportasi
tubulusadalahedema interstisial, infiltrasi leukosit, dan nekrosis tubuler. Cedera vaskuler
menyebabkan iskemia difus atau lokal pada parenkim renal yang disertai penebalan,
fibrosis, atau lesi lokal pembuluh darah ginjal. Kemudian penurunan aliran darah
menimbulkan atrofi tubulus, fibrosis interstisial dan disrupsi fungsional pada filtrasi
glomerulus, dan pemekatan.
Pada akhirnya, glomerulus yang sehat menanggung beban kerja yang berlebihan
sehingga organ ini mengalami sklerosis, menjadi kaku, dan nekrosis. Zat-zat toksik
menumpuk dan perubahan yang potensial membawa kematian terjadi pada semua organ
penting.
Anemia normokromik normositik dan gangguan trombositketika terjadi penurunan
sekresi eritropoietin, yang menyebabkan penurunan produksi sel darah merah di dalam
sumsum tulang. Zat-zat toksik uremik yang menyertai gagal ginjal kronis akan
memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah. Pasien akan mengalami letargi dan
rasa pening.
F. PATWAY CKD
Menekan
Iritasi/cedera
GFR turun Syararf perifer
jaringan
Nyeri Pinggang
GGK Hematuria
Suplay darah
ginjal turun Anemia
Hipertrovi
ventrikel
kiri Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer
Payah
jantung kiri
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
H. PENATALAKSANAAN CKD
1. Hemodialisa
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat.
2. CAPD
CAPD merupakan sebuah kateter yang dipasang di dalam perut, ke dalam rongga
peritoneum. Pemasangan ini dilakukan melalui tindakan operasi. Setelah kateter
tersebut terpasang, lalu digunakan cairan dialisat, yang sering dipakai adalah Dianel
Baxter dari Kalbe untuk membilas rongga peritoneum tempat bersarang kateter. Ini
berfungsi sebagai sarana cuci darah, yang berlangsung sepanjang hari, yang membuat
CAPD ini lebih unggul daripada cuci darah (hemodialisa) yaitu dapat dilakukan
sendiri di rumah atau di tempat kerja, yang terpenting bila menggunakan CAPD
mesti selalu menjaga kebersihan tubuh dan menjaga keteternya tidak terinfeksi.
Infeksi yang lazim terjadi adalah peritonitis (infeksi pada peritoneum). Peritoneum
sebagai membrane semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati
cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun yang akan dibuang. Cairan
dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam
rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah
metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
3. Penanganan Hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan
ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L),
perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan
perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian
ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau
melalui retensi enema.
4. Mempertahankan Keseimbangan Cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari
urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan
sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
5. Medikamentosa
a. Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran urin) membantu pengeluaran
kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu
menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita PGK mengalami tekanan darah tinggi. Oleh karena itu,
diperlukan obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap
dalam batas normal dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan
ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.
c. Eritropoetin
Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo). Hormon
ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah.
PGK menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga
menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi
anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi
1-2 kali/minggu.
d. Zat Besi
Zat besi (Ferrous Sulphate) seringkali bermanfaat untuk membantu mengatasi
anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien dengan PGK. Suplemen zat
besi diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi (disuntik).
e. Suplemen Kalsium dan Kalsitrol
Pada PGK, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat
dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral
ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.
Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnose Medis &
NANDA NIC NOC. Mediaction Jogja. Jogja