Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A217111


** Pembimbing/ dr. Hanif M. Noor, Sp.OG

G3P1A1 Gravida 35-36 minggu Belum Inpartu + Gemelli Letak


Lintang- Letak Lintang + Hidup- Meninggal
Deswitri Gintasari, S.Ked* dr. Hanif M. Noor, Sp.OG**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN
CRS (Case Report Session)

G3P1A1 Gravida 35-36 minggu Belum Inpartu + Gemelli Letak


Lintang- Letak Lintang + Hidup- Meninggal

20 Agustus 2019

Oleh:

Deswitri Gintasari, S.Ked


Pembimbing
dr. Hanif M. Noor, Sp.OG

Pembimbing

dr. Hanif M. Noor, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session yang berjudul “G3P1A1 Gravida 35-36 minggu Belum
Inpartu + Gemelli Letak Lintang- Letak Lintang + Hidup- Meninggal”
sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hanif M. Noor, Sp.OG yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
penulis dan para pembaca.

Jambi, Agustus 2019

Deswitri Gintasari, S. Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Gemelli adalah kehamilan dengan dua atau lebih janin. Kehamilan ganda
bisa dihasilkan dari dua ovum yang dibuahi dua sperma (dizigot) atau hanya dari
satu ovum yang dibuahi satu sperma (monozigot). Pada kehamilan kembar
monozigot karena berasal dari satu sperma dan satu ovum, maka jenis kelamin
dari janin biasanya juga sama, dan pada kehamilan kembar dizigot, karena berasal
dari pembuahan dua ovum oleh dua sperma maka jenis kelamin bisa sama atau
berbeda tergantung dari kromosom yang dikandung oleh masing-masing sperma.1
Diagnosis gemelli dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
yaitu riwayat keluarga dengan kehamilan kembar, atau pemakaian obat-obatan
pemacu ovulasi; pemeriksaan fisik (usia kehamilan tidak sesuai dengan besar
uterus, palpasi bagian-bagian janin, detak jantung janin), pemeriksaan
ultrasonografi dimana akan terlihat kantung janin lebih dari satu,
pemeriksaan radiologi akan terlihat lebih dari satu janin, pemeriksaan tes
biokimia akan didapatkan jumlah HCG di plasma dan urine lebih tinggi daripada
jumlah pada kehamilan tunggal.1,2
Komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi lebih sering terjadi pada
kehamilan multipel. Terbatasnya ukuran uterus ibu menyebabkan usia kehamilan
pada kehamilan multipel umumnya lebih singkat daripada kehamilan tunggal,
yaitu rata-rata berusia 37 minggu (3 minggu lebih singkat daripada kehamilan
tunggal). Kenaikan tingkat kelahiran preterm meningkatkan mortalitas dan
morbiditas perinatal dan juga risiko kecacatan pada masa yang akan datang.
Mortalitas perinatal meningkat sampai 10 kali lipat pada kehamilan ganda dan
meningkat lagi 2 kali lipatnya untuk kehamilan triplet.3
Kematian janin di dalam kandungan (KJDR), dalam dunia kedokteran
dikenal dengan Intra Uterin Fetal Death (IUFD). Yang dimaksud dengan IUFD
adalah janin dalam rahim yang beratnya 500 gram atau lebih, usia kehamilan telah
mencapai 20 minggu. Setelah umur hamil diatas 16 minggu, dapat dirasakan
gerak janin dalam rahim yang disebut “quickening” sebagai gerakan pertama.
Gerakan janin merupakan tanda penting bahwa janin hidup sehat dan meminta
perlindungan dengan jalan pengawasan hamil yang teratur. Kejadian IUFD
mengambil posisi 50% dari jumlah kematian perinatal. 4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 39 tahun
Suku/bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Buluran

Suami
Nama : Tn.Y
Umur : 38 tahun
Suku/bangsa : Melayu/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Buluran

MRS : 11-08-2019

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : perut terasa nyeri mules 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan perut terasa mules seperti
terasa akan melahirkan. Pasien juga mengeluhkan keluar lendir darah sejak 1 hari
SMRS. Keluar air dari jalan lahir (-), riwayat di urut (-), riwayat trauma (-).
1 minggu SMRS, pasien kontrol ke dokter kandungan dikarenakan pasien merasa
gerakan salah satu janinnya , dan dilakukan USG. Berdasarkan keterangan yang

6
diberikan oleh dokter, bahwa salah satu bayi dalam kandungan pasien dinyatakan
sudah meninggal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Hepatitis (-), Alergi Obat (-)

Riwayat Obstetri
- GPA : G3P1A1
- HPHT : 06/11/2018
- TP : 02-09-2019
- Menarche : 13 tahun
- Siklus haid : 28 hari
- Lama haid : 5 hari
Riwayat Persalinan :
1. 2011/2bulan/abortus
2. 2012/aterm/RS/Spontan/Bidan/laki-laki/hidup
3. Saat ini
Riwayat Perkawinan :
- Riwayat Kontrasepsi : (+), suntik
- Imunisasi TT : tidak pernah
- ANC : di dokter

2.3 Pemeriksaan Fisik


TD : 120/70 mmHg
N : 82x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,50C
Berat badan sebelum hamil : 58 kg
Berat badan saat hamil : 63 kg
Tinggi Badan : 155 cm

7
Status Generalisata
Kepala : Normocephale, rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+,
Palpebra edema -/-
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran vena
jugularis (-)
Thorak : Pergerakan dada simetris, statis dan dinamis
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Dada :Pembesaran mammae simetris,
puting susu menonjol, hiperpigmentasi areola
mammae, Colostrum (-)
Abdomen : Membesar, supel, perut tampak membesar ke depan, striae
gravidarum (-), linea nigra (-), sikatrik (-)
Ekstremitas Superior: akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-

Status Obstetri
Pemeriksaan abdomen
Leopold I : TFU 31 cm
I : tidak teraba bagian janin (kosong)
Leopold II :
Kanan : Teraba satu bagian keras, bundar, melenting (kepala).
Kiri : Teraba satu bagian keras, bundar, melenting (kepala).
Leopold III dan IV :
Tidak teraba bagian janin (kosong)
HIS : negatif (-)
DJJ : 144x/menit
Negatif (-)

8
Pemeriksaan Genitalia ekterna dan interna
Vulva : Labia mayor/minor simetris,
pembengkakan kelenjar bartholini (-).
Vaginal Toucher:

• Portio : Teraba tebal


• Pendataran : 0%
• Pembukaan : belum ada pembukaan

2.4 Pemeriksaan Penunjang (11-08-2019)


Darah rutin
Hb : 12,3 gr/dL
Ht : 38,7 %
Leukosit : 7.22 x 103/mm3
Eritrosit : 4.35 x 106/mm3
Trombosit : 107 x 103/mm3

Urin rutin
Proteinuria : ()
Glukosa : ()
GDS : 93 mg/dl

2.5 Diagnosis
G3P1A1 Gravida 35-36 minggu belum inpartu + Gemelli + Letak Lintang-
Letak-lintang + Hidup-Meninggal

2.6 Penatalaksanaan
- Observasi KU, TTV
- IVFD RL 500 cc + oksitosin 1 amp 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Konsul dpjp (dr.Hanif M Noor, Sp.OG)
o Pro SC cito pukul 21.00

9
Follow up persalinan
Tanggal Follow Up
11-08- 2019 S : Nyeri perut yang menjalar ke pinggang
20.00 WIB O : KU : sedang
TD : 110/70 S/N : 36,5/82x/i, RR :20x/i
TFU : 31 cm
DJJ : 144x/ menit – negative (-)
His : -
Portio : teraba tebal
Pembukaan : -
A: G3P1A1 Gravida 35-36 minggu belum inpartu +
Gemelli + Letak Lintang-Letak-lintang + Hidup-
Meninggal
P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 g
Persiapan SC cito
11-08- 2019 S : Nyeri perut yang menjalar ke pinggang
21.00 WIB O : KU : sedang
TD : 110/70 S/N : 36,5/82x/i, RR :20x/i
TFU : 31 cm
DJJ : 144x/ menit – negative (-)
His : -
Portio : teraba tebal
Pembukaan : -
A : G3P1A1 Gravida 35-36 minggu belum inpartu +
Gemelli + Letak Lintang-Letak-lintang + Hidup-
Meninggal

P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 g
SC cito
1. Lahir perabdominal bayi, laki-laki, BB 2400 gr,

10
PB:43 cm,segera menangis A/S 8/9
2. Lahir perabdominal bayi, tidak segera menangis
(meninggal)

11
Pelaksanaan Operasi
LAPORAN OPERASI

Nama dokter : dr. Hanif M. Noor Sp.OG


Diagnosa pre operatif : G3P1A1 Gravida 35-36 minggu + Gemelli +
Hidup-Meninggal+ Letak Lintang-Letak-lintang
Diagnosa post operatif : P2A1 post SC a/i Gemelli letak lintang- letak
lintang hidup meninggal
Tanggal operasi : 11 Agustus 2019 pukul 21.00

1. Pasien dalam stadium Narkose dilakukan insisi dinding perut secara


pfansteal
2. Dinding perut dibuka lapis demi lapis
3. Segmen bawah rahim dibuka, dilakukan secra tumpul
4. Kepala bayi pertama di uksir
5. Bayi dilahirkan dengan perabdominal
JK: laki-laki
BB: 2400 gram
PB: 50 cm
A/S 8/9
6. Dilakukan amniotomi
7. Kepala bayi kedua diluksir dilakukan
JK: laki-laki
BB: 1700 gram
PB: 47 cm
A/S: 0/0
8. 2 palsenta dilahirkan perabdominal lengkap biamnion dan biplasenta
9. Segmen bawah rahim ditutup
10. Dinding perut ditutup lapis demi lapis.

Diagnosa Post Op
P2A1 post SC a/i Gemelli letak lintang- letak lintang hidup-meninggal

12
Terapi Post op
Awasi tanda-tanda vital
pasien boleh makan minum bertahap
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Inj. Ketorolac 60 mg ( 2 amp)
Kaltropen Supp
Po. Alinamin folat 3x1 tab

Follow Up Post Operasi


Tanggal Follow Up
12-08- 2019 S : Nyeri luka bekas op, mual (-), muntah (-)
O : KU : sedang
TD : 110/70 S/N : 36,7/85x/i, RR :20x/i
TFU: 2 jari dibawah pusat
Abdomen :
Uterus teraba keras, kontraksi baik.
A : P2A1 post Sc H-1 a/i Gameli letak lintang-letak
lintang, hidup- meninggal
P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Inj. Ketorolac 60 mg ( 2 amp)
Kaltropen Supp 3x1
Po. Alinamin folat 3x1 tab

13-08-2019 S : Nyeri luka bekas op (-)


O: KU :sedang
TD : 110/70 S/N : 36,5/80x/i, RR :19x/i
TFU : 2 jari dibawah pusat

13
Lab :
HB: 11,4 g/dL
WBC: 12, 68
RBC: 4,28
PLT : 94
HCT: 38,1
A: : P2A1 post Sc H-2 a/i Gameli letak lintang-letak
lintang, hidup- meninggal
P: IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Kaltropen Supp 3x1
Po. Alinamin folat 3x1 tab

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gemelli
3.1.1 Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli
(2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), Quintiplet (5 janin) dan seterusnya
dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.1

3.1.2 Epidemiologi
Saat ini 3% dari kehamilan adalah kehamilan kembar. Angka kejadian
kembar monozigot di seluruh dunia relatif konstan yaitu 4 dari 1000 kehamilan.
Kehamilan kembar dizigot berhubungan dengan ovulasi multipel dan angka
kejadiannya bervariasi sesuai ras dan dipengaruhi oleh usia ibu dan paritasnya.
Angka kembar dizigot tertinggi terdapat pada negara Afrika yaitu 10-40 per 1000
kehamilan. Diikuti oleh kaukasia sebesar 7-10 per 1000 kehamilan, dan terendah
di Asia sebanyak 3 per 1000 kehamilan. Angka kejadian kehamilan multipel
menurut hukum Hellin dinyatakan dalam perbandingan antara kehamilan ganda
dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : (89)2, untuk kuadruplet 1 : (89)3 dan
seterusnya1,2

3.1.3 Etiologi dan Faktor resiko


a. Ras
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Insidensi
kehamilan multipel berdasarkan ras yaitu 1 kehamilan multipel setiap 100
kehamilan pada wanita kulit putih, sedangkan 1 pada setiap 80 kehamilan
pada wanita kulit hitam. Hasil survei pada salah satu komunitas di Nigeria
menunjukkan kehamilan multipel terjadi setiap 20 kehamilan. Perbedaan ini
mungkin merupakan akibat variasi ras terhadap tingkat follicle-stimulating
hormone (FSH).5

15
b. Herediter
Pada kehamilan multipel, riwayat dari keluarga ibu lebih penting daripada
ayah. Penelitian menurut Cunningham F, terhadap suatu komunitas
menemukan bahwa wanita yang merupakan kembar dizigotik melahirkan anak
kembar 1 kali per 58 kelahiran. Sedangkan wanita yang bukan anak kembar
tetapi bersuami yang merupakan kembar dizigotik melahirkan anak kembar 1
kali per 116 kehamilan. Hal ini disebabkan oleh pelepasan ovum multipel
pada wanita sifatnya diturunkan.4,6
c. Usia ibu dan paritas
Kemungkinan kehamilan multipel meningkat dari 0 saat pubertas, dan
mencapai puncak pada usia 37 tahun saat stimulasi hormon maksimal
meningkatkan kemungkinan terjadinya pelepasan ovum ganda. Penurunan
insidensi setelah usia ibu melewati 37 tahun kemungkinan karena deplesi dari
folikel Graaf.1
d. Nutrisi
Suatu penelitian menurut Cunningham F menunjukkan hubungan antara
nutrisi ibu dan kejadian kehamilan multipel. Wanita yang lebih tinggi dan
berat mempunyai kemungkinan mengalami kehamilan multipel 20-30% lebih
tinggi daripada wanita yang pendek dengan nutrisi kurang.1
e. Pituitary Gonadotropin
Faktor yang menghubungkan antara kehamilan multipel dengan ras, usia,
berat badan, dan kesuburan adalah level FSH, teori ini didukung dengan fakta
meningkatnya kehamilan multipel pada wanita yang berhenti menggunakan
kontrasepsi oral selama 1 bulan tetapi tidak pada bulan selanjutnya. Hal ini
disebabkan pelepasan pituitary gonadotropin secara tiba-tiba dalam jumlah
yang lebih tinggi daripada biasanya pada siklus pertama setelah berhenti
menggunakan kontrasepsi hormonal.3
f. Terapi infertilitas
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH dengan korionik gonadotropin
atau clomiphene citrate meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan
multipel. Insidensi kehamilan multipel pada terapi gonadotropin konvensional

16
16-40%. Terapi superovulasi yang meningkatkan kemungkinan kehamilan
dengan cara mengambil folikel multipel menghasilkan 25-30% kehamilan
multipel. Faktor risiko fetus multipel setelah stimulasi ovarium dengan
menggunakan hMG yaitu peningkatan level estradiol pada hari penyuntikkan
gonadotropin serta konsentrasi dan pergerakkan sperma.1
g. Assisted Reproductive Technology
Teknik seperti ART yang dirancang untuk meningkatkan kemungkinan
kehamilan dapat pula meningkatkan kemungkinan kehamilan multipel.
Mekanismenya masih kontroversial, diantaranya termasuk beberapa faktor
yaitu: induksi ovulasi, keadaan kultur in vitro, mikromanipulasi terhadap zona
pelusida dan riwayat pasien. Umumnya pada pasien yang melakukan
superovulasi, fertilisasi in vitro dimasukkan 2-4 embrio ke dalam uterusnya
sehingga semakin besar risiko terjadinya kehamilan multipel.7

3.1.4 Patofisiologi
A. Patofisiologi Fetus Multipel
Fetus multipel umumnya disebabkan oleh fertilisasi dua ovum yang
terpisah yang disebut double-ovum, dizigotik, atau kembar fraternal. Sedangkan
sebagian berasal dari ovum tunggal yang difertilisasi yang kemudian berkembang
menjadi dua struktur yang serupa yang masing-masing mempunyai potensi untuk
menjadi individu yang terpisah. Kembar ini disebut single-ovum, monozigotik
atau kembar identik. Kedua jenis proses kehamilan kembar ini dapat melibatkan
pembentukkan fetus yang lebih dari dua.1,
Kembar dizigotik sebenarnya bukan merupakan kembar sejati karena
dihasilkan dari fertilisasi dua ovum yang berbeda dalam satu siklus ovulasi.
Selain itu juga kembar identik atau monozigotik tidak selalu identik karena
pembelahan dari satu ovum yang difertilisasi tidak selalu menghasilkan
pembagian material protoplasma yang seimbang. Proses pembelahan pada kembar
monozigotik merupakan suatu kejadian yang teratogenik sehingga insidensi
terjadinya malformasi meningkat.1
1. Kembar monozigotik

17
Terbentuknya kembar monozigotik diperkirakan merupakan hasil dari
keterlambatan perkembangan normal pada ovum yang sudah dibuahi. Hal ini
dapat disebabkan oleh keterlambatan transpor ovum melalui tuba fallopi karena
penggunaan agen progestasional dan kontrasepsi kombinasi serta karena trauma
minor pada blastocyst selama during assisted reproductive technology (ART).7
Hasil dari proses kembar ini tergantung kapan pembelahannya terjadi.
 Pembelahan terjadi dalam 72 jam setelah fertilisasi, morula belum
terbentuk dan blastocyst belum membentuk chorion. Terbentuklah dua
embrio, dua amnion dan dua chorion sehingga menjadi kehamilan kembar
monozigotik, diamnionik, dikhorionik. Plasenta dapat terbentuk tunggal
maupun ganda.
 Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan morula sudah
terbentuk sedangkan sel yang akan menjadi chorion sudah berdiferensiasi
tetapi belum terbentuk amnion. Pada pembelahan ini terbentuklah dua
embrio yang berada pada dua kantung amnion yang dilapisi chorion
sehingga menghasilkan kehamilan kembar monozigotik, diamnionik,
monokhorionik.
 Jika sedemikian sehingga chorion dan amnion sudah berdiferensiasi pada
± delapan hari setelah fertilisasi, pembelahan menghasilkan 2 embrio
dalam satu kantung amnion,sehingga menjadi kehamilan kembar
monozigotik, monoamnionik, monochorionik.
 Jika pembelahannya terjadi setelah diskus embrionik telah terbentuk,
pembelahannya menjadi tidak sempurna dan terbentuklah kembar siam /
conjoined twins.5
Kembar monozigotik selalu mempunyai jenis kelamin yang sama, tetapi
perkembangannya lebih lanjut dapat berbeda tergantung dari waktu
preimplantasinya. Biasanya, kembar monozigotik mempunyai karakteristik fisik
(kulit, warna mata dan rambut, bentuk tubuh) serta genetik (golongan darah, grup
serum, haptoglobin, kecocokan pada skin graft) yang sama dan terkadang mereka
merupakan gambaran cermin dengan yang lain (dominansi tangan kanan dan kiri,
dll). Meskipun demikian sidik jari pada anak kembar monozigotik tidak sama.

18
Triplet monozigot merupakan hasil dari pembelahan berulang dari satu ovum
yang disebut juga supertwinning. 3

Gambar 2.1 Mekanisme pembelahan kembar monozigotik1


2. Dizigotik
Kembar dizigotik atau fraternal adalah kembar yang disebabkan dari 2
ovum yang terpisah. Kembar dizigotik merupakan produk dari dua ovum dan
dua sperma. Kembar dizigot mempunyai 2 plasenta, 2 korion, 2 amnion,
terkadang 2 plasenta menjadi satu.
Perbedaan Monozigotik dan Dizigotik
Perbedaan Monozigot Dizigot
Jenis kelamin Sama Sama/tidak
Mata, telinga, gigi, kulit Sama Berbeda
Ukuran antropologik Sama Berbeda
Sidik jari Sama Sama
Tangan dominan Sama/kidal Sama
Plasenta Satu/dua Dua terpisah/bersatu
Korion Satu/dua Dua
Amnion Satu/dua Dua
Rupa Sama Berbeda

19
B. Kehamilan multipel lain
1. Superfekundasi
Pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang sama
pada dua kali koitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek.
Superfekundasi merujuk kepada pembuahan dua ovum dalam satu siklus
haid tetapi bukan pada koitus yang sama, dan tidak harus oleh sperma dari
pria yang sama.8
2. Superfetasi
Kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu atau bulan setelah
kehamilan pertama. Superfetase memerlukan ovulasi dan pembuahan
ketika kehamilan telah terjadi, yang secara teoritis dimungkinkan selama
rongga uterus belum lenyap oleh fusi desidua kapsularis ke desidua
parietalis. Meskipun diketahui terjadi pada kuda betina, Superfetasi belum
pernah dibuktikan pada manusia.8
3. Vanishing twin
Kemajuan teknologi telah memperbaiki kinerja ultrasonografi pada
awal kehamilan. Penelitian menunjukkan insidensi kehamilan kembar
pada trimester pertama lebih tinggi daripada saat kelahiran. Kembar
monozigotik berisiko abortus lebih tinggi daripada kembar dizigotik. Pada
banyak kasus hanya satu fetus yang meninggal sedangkan yang lainnya
lahir sebagai kelahiran tunggal. Pada penelitian oleh Doubilet M, dimana
dilakukan pemantauan fetus dengan USG menunjukkan satu dari fetus
yang kembar ”menghilang” umumnya terjadi pada trimester pertama.1

3.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat kehamilan multipel dalam keluarga, usia ibu yang tua,
paritas tinggi, ukuran tubuh ibu yang besar dan riwayat kehamilan
multipel pribadi merupakan petunjuk yang mengarahkan diagnosis
kehamilan multipel. Riwayat penggunaan clomiphene citrate,
gonadotropin dan kehamilan dengan ART semakin memperkuat
kemungkinan.1,3

20
Manifestasi klinik pada kehamilan multipel pada umumnya sama
dengan kehamilan tunggal tetapi dengan intensitas yang lebih berat, seperti
penekanan berat pada pelvis, mual, nyeri punggung, varikosis, konstipasi,
haemorrhoid, distensi abdominal dan kesulitan bernapas.9

2. Pemeriksaan fisik
Diagnosis kehamilan kembar 75% didapatkan dari penemuan fisik,
tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan kembar adalah :
1. Uterus > 4cm dibandingkan usia kehamilannya
2. Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan
oleh edema atau obesitas
3. Polihidramnion
4. Ballotement lebih dari satu fetus
5. Banyak bagian kecil yang teraba
6. Uterus terdiri dari 3 bagian besar janin
7. Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan
perbedaan kecepatan paling tidak 8 dpm
8. Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu
bayi.1,14

3. Laboratorium
Nilai hematokrit dan haemoglobin dan jumlah sel darah merah
menurun, berhubungan dengan peningkatan volume darah. Anemia
mikrositik hipokromik seringkali muncul pada kehamilan kembar.
Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk
mensuplai Fe didapatkan pada trimester kedua. Pada tes toleransi glukosa
didapatkan gestasional DM dan gestasional hipoglikemi sering ditemukan
pada kehamilan kembar. Pada kehamilan kembar chorionic gonadotropin
pada urin, estriol, dan pregnaendiol meningkat. Kehamilan kembar juga
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein
ibu walaupun pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada tes
biokimia yang dapat membedakan kehamilan tunggal atau kembar.1

21
4. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan USG yang teliti, kantung gestasional yang
terpisah dapat diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi
masing-masing kepala fetus harus bisa dilakukan dalam bidang tegak lurus
sehingga tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin dengan
kepala janin yang kedua.
Pada kehamilan kembar dikhorionik jenis kelamin berbeda,
placenta terpisah dengan dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin
peak sign” dimana membran melekat pada dua buah plasenta yang
menjadi satu. Pada kehamilan monokhorionik, mempunyai membran
pemisah yang sangat tipis sehingga tidak terlihat sampai trimester kedua,
tebal membran < 2mm.1,10
5. Diagnosis pasti
Diagnosis pasti gemelli adalah apabila ditemukan;
1. Teraba 2 kepala, 2 bokong, dan satu atau dua punggung
2. Terdengarnya dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan
perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit
3. Sonogram pada trimester pertama
4. Rontgen foto abdomen11

3.1.6 Diagnosa banding


Diagnosis banding wanita hamil dengan uterus yang lebih besar dari
usia kehamilan antara lain sebagai berikut:1,3
1. Fetus multipel
2. Elevasi uterus karena distensi vesica urinaria ataupun rektum yang penuh.
3. HPHT yang tidak akurat sehingga ukuran uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
4. Hydramnion
5. Mola hidatidosa, meskipun dan dibedakan dengan mudah dari kehamilan
multipel komplikasi ini harus dipikirkan pada usia kehamilan dini.
6. Myoma uteri
7. Tumor abdomen seperti tumor fibroid uterus dan tumor ovarium

22
8. Fetal macrosomia (pada kehamilan tua)
3.1.7 Tatalaksana
A. Prenatal care
Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dalam kehamilan multipel
perlu diperhatikan:
 Kontrol prenatal pada wanita dengan kehamilan multipel harus lebih
sering daripada kehamilan tunggal. Jadwal kontrol tergantung dari
masalah obstetrik pada masing-masing individu.12
Umumnya mulai umur kehamilan 24 minggu pemeriksaan antenatal
dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah usia kehamilan 36 minggu
pemeriksaan dilakukan tiap minggu.12
 Wanita dengan kehamilan multipel harus mengurangi aktivitasnya sehari-
hari terutama pada usia kehamilan 5-9 bulan sehingga aliran darah ke
plasenta meningkat agar pertumbuhan janin baik .1
 Untuk menghindari persalinan prematur, diagnosis dan pencegahannya
harus dilakukan sedini mungkin.1,5
 Pemantauan dengan USG harus dilakukan setiap 3-6 minggu, tes antenatal
seperti Non-Stress Test (NST) dilakukan setiap minggu pada trimester
ketiga.12
 Pemeriksaan volume cairan amnion penting untuk mendeteksi adanya
oligohidramnion yang mengindikasikan adanya gangguan uteroplasenta.
Pengukurannya dapat menggunakan amnionic fluid index (AFI).1
 Jika terdapat risiko kelahiran prematur, pada minggu ke-34 sebaiknya
diberikan kortikosteriod untuk mengurangi risiko respiratory distress
syndrome pada neonatus dan perdarahan intraventrikular, berupa
betamethsone 12 mg/hari , untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone
dapat diberikan dexamethasone serta pemberian tokolitik. Kortikosteroid
mempercepat produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi insidensi
kematian neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis
betametason yang dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang
dalam 24 jam. Deksametason diberikan dalam dosis 5 mg dengan interval
6 jam hingga tercapai dosis total 20 mg. Pemberian kortikosteroid harus

23
dimulai 24-48 jam sebelum persalinan.8 Kortikosteroid diberikan untuk
menginduksi pematangan paru janin pada kehamilan 24 sampai 34 minggu
jika tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Pemberian kortikosteriod pada
kehamilan kurang dari 23 minggu masih kontroversi. Pemberian
kortikosteroid pada kehamilan kurang dari 23 minggu tidak berguna untuk
memperbaiki keadaan pernafasan karena pada janin kurang dari 23 minggu
belum terbentuk sel pneumosit yang memproduksi surfaktan.4,5
 Angka kelahiran prematur meningkat seiring dengan tingginya jumlah
fetus, sehingga reduksi pada kehamilan multipel yang lebih dari dua dapat
dipertimbangkan.4
 Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial
sangat meningkat pada wanita dengan kehamilan multipel. Konsumsi
kalori harus ditingkatkan 300Kcal/ hari. Menurut penelitian Brown dan
Carlson pada tahun 2000 sebaiknya peningkatan berat badan wanita hamil
disesuaikan dengan berat badan sebelum hamil, tetapi wanita dengan
kehamilan triplet (kembar tiga) setidaknya mengalami peningkatan berat
badan sebesar 50 pon. Peningkatan kalori sebaiknya dilengkapi dengan
suplemen zat besi 60-100mg/hari dan asam folat 1mg/hari.13

B. Persalinan
Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel,
oleh karena itu persiapan khusus diperlukan saat persalinan. Rekomendasi
penanganan intrapartum yang dapat dilakukan saat persalinan dengan janin
lebih dari satu antara lain:1
1. Penolong persalinan yang terlatih harus mengawasi pasien selama
proses persalinan disertai observasi pembukaan serviks dan keadaan
janin.
2. Pemasangan infus intravena harus dilakukan untuk memasukkan
cairan secara cepat. Bila tidak terdapat perdarahan atau gangguan
metabolisme selama persalinan diberikan cairan infus dengan dextrose
atau ringer laktat sebanyak 60-120ml/jam.

24
3. Seorang dokter spesialis kandungan yang terampil dalam
mengidentifikasi bagian-bagian janin dan dapat melakukan manipulasi
intrauteri harus ada.
4. Mesin USG tersedia untuk megevaluasi posisi dan status janin yang
kedua setelah janin yang pertama lahir.
5. Seorang dokter spesialis anestesi harus siap bila diperlukan persalinan
dengan seksio sesarea.
6. Terdapat orang yang terlatih melakukan resusitasi untuk masing-
masing janin.
7. Ruangan bersalin harus cukup luas untuk semua anggota tim agar
dapat berkerja dengan baik.

Presentasi janin berperan besar dalam dilatasi serviks dan jalan lahir. Jika
presentasi janin pertama adalah kepala maka persalinan dapat dilakukan secara
spontan ataupun dengan forceps. Bila presentasi janin pertama adalah bokong,
masalah utama yang biasanya muncul adalah:1
1. Janin biasanya besar dan kemungkinan terjadi aftercoming head.
2. Janin kecil sehingga lahirnya ektremitas tidak menyebabkan dilatasi yang
adekuat pada serviks dan jalan lahir sehingga kepala sulit lahir.
3. Terjadi prolaps tali pusat.

Jika muncul masalah, biasanya persalinan dengan seksio sesarea dipilih,


kecuali pada bayi yang prematur dengan kemungkinan bertahan hidup yang
rendah. Pada janin dengan presentasi kepala dan bokong dapat terjadi fenomena
lock twin. Fenomena ini terjadi saat penurunan janin dengan presentasi bokong
melalui jalan lahir, dagu janin pertama dan kedua terkunci. Bila terjadi fenomena
lock twin teridentifikasi persalinan dengan seksio saesaria direkomendasikan.1

25
Gambar 3.2 fenomens twin lock pada janin14

Persalinan pervaginam janin kedua harus dilakukan secara tepat dan cepat.
Setelah janin pertama dilahirkan, presentasi, ukuran, dan hubungannya dengan
jalan lahir harus setelah ditentukan dengan mengkombinasikan pemeriksaan
abdominal, vaginal dan terkadang intrauterin. Jika kepala atau bokong sudah
terfiksasi jalan lahir, dilakukan penekanan fundus moderat dan membrannya akan
ruptur. Segera setelah itu, pemeriksaan digital serviks diulang terus untuk
mencegah prolaps tali pusat. Persalinan akan segera dimulai dan denyut jantung
janin harus dimonitor. Induksi persalinan tidak perlu dilakukan kecuali jika terjadi
penurunan denyut jantung janin atau perdarahan. Perdarahan menandakan
pelepasan plasenta mulai terjadi, hal ini dapat membahayakan ibu dan bayinya.
Bila tidak ada kontraksi dalam 10 menit harus dilakukan stimulasi dengan
oxytocin yang diencerkan.14
Bila presentasi occipital atau bokong sudah masuk ke pintu atas panggul
tetapi belum terfiksasi, bagian terendahnya dapat diarahkan dengan satu tangan
dari dalam vagina dan tangan yang lain menekan fundus uteri dari luar. Pada janin
kedua dengan letak non-cephalic dapat dilakukan versi luar intrauterin.14

26
Prinsip penanganan kehamilan ganda: 5
Bayi I
• Cek persentasi
 Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan
lakukan monitoring dengan partograf
 Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
 Bila letak lintang lakukan seksio sesaria
• Monitoring janin dengan auskurtasi berkala DJJ
• Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/
10 tts / mt.
Bayi II
• Segera setelah kelahiran bayi I
- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
- Bila letak lintang lakukan versi luar
- Periksa DJJ
- Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban
pecah atau intak, presentasi bayi.
• Bila presentasi verteks
- Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual
- Ketuban dipecah
- Periksa DJJ
- Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat
sampai his adekuat
- Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang
ada (vakum, forceps, seksio)
• Bila presentasi bokong
- Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut
tidak lebih besar dari bayi I
- Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat
sampai his adekuat
- Pecahkan ketuban

27
- Periksa DJJ
- Bila gawat, janin lakukan ekstraksi
- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio
secarea.
• Bila letak lintang
- Bila ketuban intak, lakukan versi luar
- Bila gagal lakukan seksio secarea
• Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit
atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir
dan lakukan manajemen aktif kala II. Untuk mengurangi perdarahan pasca
persalinan.
Versi podalik internal
Manuver ini dilakukan dengan cara memutar janin menjadi presentasi
bokong dengan tangan operator yang diletakkan didalam uterus. Operator
memegang kaki janin yang kemudian dilakukan persalinan dengan ekstraksi
bokong. Penelitian oleh Chauhan tahun 1995 yang membandingkan hasil
persalinan kehamilan kembar dengan versi podalic dan ekstraksi bokong
dibandingkan dengan versi external cephalic, menunjukkan persalinan dengan
ekstraksi bokong lebih superior, karena kejadian fetal distress yang lebih rendah.1

Gambar 2.9 Versi podalik internal1

28
Seksio sesarea
Janin multipel dapat menimbulkan masalah intraoperatif yang tidak biasa.
Hipotensi umumnya muncul pada wanita dengan kehamilan multipel bila
ditempatkan pada posisi supine, maka penempatan pasien dalam posisi left lateral
sangat penting untuk mengurangi penekanan berat uterus pada aorta. Incisi pada
uterus harus cukup besar untuk mencegah persalinan traumatik pada kedua fetus.
Pada beberapa kasus, incisi vertikal pada segmen bawah rahim dapat lebih
menguntungkan. 1

Kehamilan multipel lebih dari dua


Saat persalinan dimulai, monitoring denyut jantung janin penting
dilakukan. Pada persalinan pervaginam janin pertama biasanya dapat lahir spontan
atau dengan sedikit manipulasi, sedangkan janin selanjutnya dilahirkan sesuai
presentasinya umumnya membutuhkan manuver yang kompleks seperti ekstraksi
bokong murni dengan atau tanpa versi podalic internal bahkan seksio sesarea.
Pada kehamilan kembar tiga atau lebih, cara persalinan dengan seksio sesarea
dianggap lebih baik. Persalinan pervaginam dilakukan bila harapan hidup bayi
rendah misalnya jika janin imatur atau adanya komplikasi seksio sesarea terhadap
ibu.9

Reduksi kehamilan
Pada beberapa kasus kehamilan multipel, reduksi jumlah janin menjadi
dua atau tiga dapat meningkatkan kemungkinan hidup janin yang tersisa. Reduksi
kehamilan dapat dilakukan melalui transservical, transvaginal, atau
transabdominal, transabdominal merupakan cara yang paling mudah. Umumnya
reduksi transabdominal dilakukan pada usia kehamilan 10-13 minggu. Usia ini
dipilih karena abortus spontan biasanya sudah terjadi, sehingga janin yang tersisa
cukup besar untuk dapat terdeteksi dengan USG. Janin yang dipilih untuk
direduksi adalah janin terkecil dan yang mempunyai anomali. Caranya dengan
menginjeksikan kalium klorida ke dalam jantung dan thoraks janin yang dipilih
dengan panduan USG.1,12

29
Terminasi selektif
Jika pada kehamilan multipel yang sudah teridentifikasi memiliki kelainan
struktural atau genetik terdapat tiga pilihan: abortus, terminasi selektif janin
abormal, ataupun kehamilan dipertahankan. Umumnya kelainan anomali tidak
diketahui sampai trimester kedua, terminasi selektif dilakukan pada usia
kehamilan lebih lanjut daripada reduksi dan memiliki risiko lebih tinggi. Prosedur
ini tidak dilakukan jika anomali yang terjadi berat tetapi tidak letal atau risiko
mempertahankan kehamilan lebih dari risiko prosedurnya.12

3.1.8 Komplikasi
1. Anomali kongenital
Malformasi kongenital dua kali lebih sering terjadi pada kehamilan
kembar dibandingkan dengan hamil tunggal dan 4 kali lebih sering pada kembar
tiga. Kembar monozigotik memiliki dua kali kejadian kelainan bawaan
dibandingkan dengan kembar dizigotik. Dalam kelompok kembar dengan kronis
yang diketahui, prevalensi kelainan bawaan pada kembar monokorionik
diperkirakan sekitar 6% dibandingkan dengan 3% untuk kembar dikorionik.15,16
2. Hipertensi yang diinduksi kehamilan
Kehamilan multipel berisiko lebih tinggi untuk mengalami hipertensi
gestasional dan preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Insiden
preeklampsia adalah 2,6 kali lebih tinggi pada kehamilan kembar daripada pada
kehamilan tunggal. Kehamilan multipel juga berisiko lebih tinggi untuk
komplikasi yang terkait dengan preeklampsia termasuk kelahiran prematur,
solusio plasenta, dan sindrom HELLP. Rekomendasi saat ini untuk manajemen
preeklampsia pada kehamilan multipel tidak berbeda dengan manajemen pada
kehamilan tunggal.17
3. Diabetes gestasional
Insiden diabetes gestasional meningkat dengan setiap janin tambahan pada
kehamilan multipel. Antara 22-39% kehamilan kembar tiga dan 3-6% kehamilan
kembar dipersulit oleh diabetes gestasional. Setiap janin tambahan meningkatkan
risiko diabetes gestasional dengan faktor diperkirakan 1,8.18

30
4. Persalinan prematur
Seperti disebutkan di atas, sebagian besar kehamilan multipel lahir
sebelum kehamilan 37 minggu. Bayi prematur berisiko lebih tinggi untuk
mengalami komplikasi yang berkaitan dengan sistem organ yang belum matang
seperti sindrom gangguan pernapasan, necrotizing enterocolitis, perdarahan
intraventrikular, kapasitas makan yang buruk, retinopati prematuritas, dan
hipotermia. Risiko ini berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan saat
melahirkan. Kortikosteroid untuk kematangan paru janin belum diteliti dengan
baik pada kehamilan multipel; Namun, masih direkomendasikan oleh National
Institutes of Health untuk semua wanita dengan persalinan prematur yang
terancam sebelum 34 minggu, terlepas dari jumlah janin.19
5. IUGR
Intrauterine growth restriction (IUGR) didefinisikan sebagai perkiraan
berat janin di bawah persentil kesepuluh untuk kehamilan tunggal. Pertumbuhan
janin terhambat diidentifikasi ketika janin yang lebih kecil memiliki berat kurang
dari 80% dari janin yang lebih besar. Penghambatan pertumbuhan pada kehamilan
multipel kemungkinan sekunder akibat insufisiensi uteroplasenta tetapi juga bisa
sekunder akibat anomali struktural, kelainan tali pusat, kesalahan ultrasound,
infeksi, atau kelainan genetik. Sekitar 14-25% kehamilan kembar dan 50-60%
kehamilan kembar tiga atau lebih tinggi dipengaruhi oleh pembatasan
pertumbuhan.20
6. Twin to twin transfusion syndrome
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) merupakan penyulit pada sekitar
15% kehamilan monokorionik, khususnya, monokorionik, plasentasi diamniotik.
Diperkirakan terjadi sekunder dari anastomosis vaskular plasenta. Hal ini
menyebabkan peningkatan aliran darah ke satu janin (janin penerima) dan
berkurangnya aliran darah ke janin lain (donor janin). Biasanya didiagnosis
dengan USG pada trimester kedua dengan munculnya oligohidramnion dan
polihidramnion pada janin penerima. Perkembangan TTTS dikaitkan dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi untuk kedua janin. Beberapa terapi
telah digunakan termasuk amnioreduksi serial dan koagulasi laser pada pembuluh
yang berkomunikasi.21

31
3.1.9 Prognosis
Meskipun frekuensi kehamilan multipel lebih rendah daripada
kehamilan tunggal, kehamilan multipel memiliki proporsi morbiditas dan
mortalitas neonatal yang lebih tinggi. Banyak dari ini dapat dikaitkan
dengan tingkat kelahiran prematur yang lebih tinggi untuk kehamilan
multipel. Usia kehamilan rata-rata saat melahirkan adalah 35 minggu
untuk kembar dua, 32 minggu untuk kembar tiga dan 29 minggu untuk
kembar empat.9
Akibatnya, 25% anak kembar dan 75% kembar tiga memerlukan
akses ke unit perawatan intensif neonatal (NICU). Hasil neurologis juga
tampak lebih buruk pada kelahiran kembar. Ketika dicocokkan dengan
usia kehamilan saat persalinan, bayi yang lahir dari kehamilan multietnis
mengalami peningkatan sekitar 3 kali lipat pada cerebral palsy. Ada
sekitar lima kali lipat peningkatan risiko lahir mati dan tujuh kali lipat
peningkatan risiko kematian neonatal.9,10
Kehamilan monokorionik berisiko untuk sindrom kembar transfusi
kembar (TTTS) yang dapat terjadi sekitar 15% dari kehamilan
monokorionik. TTTS diduga disebabkan oleh anastomosis vaskular di
dalam plasenta yang menyebabkan satu kembar menjadi kurang
dimanfaatkan (kembar "donor") dan kembar lainnya menunjukkan tanda-
tanda overperfusi (kembar "penerima"). Kehamilan yang dipersulit oleh
TTTS secara signifikan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas
neonatal.9
Morbiditas ibu juga meningkat pada kehamilan multifetal. Wanita
dengan kehamilan multipel lebih cenderung dirawat di rumah sakit dengan
komplikasi termasuk persalinan prematur, ketuban pecah dini,
preeklampsia, solusio plasenta, emboli paru, dan perdarahan postpartum.
Akibatnya, biaya rumah sakit lebih tinggi pada kehamilan ini.22

32
3.2 IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
3.2.1 Definisi IUFD
Menurut WHO dan The American Collage of Obstretricians and
Gynecolgist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.Kematian janin di dalam kandungan (KJDR),
dalam dunia kedokteran dikenal dengan Intra Uterin Fetal Death (IUFD). Yang
dimaksud dengan IUFD adalah janin dalam rahim yang beratnya 1000 gram atau
lebih, usia kehamilan telah mencapai 28 minggu atau lebih. Dalam Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegatan janin, atau akibat infeksi
yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.23,24,25

3.2.2 Etiologi IUFD


Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal, yang umumnya dapat
dikelompokkan menjadi kausa janin, plasenta atau Ibu. 23,24,25
1.1.Janin (25-40%)
- Kelainan Kromosom
- Cacat lahir nonkromosom
- Hidrops non imun
- Infeksi virus, bakteri, protozoa
- Hamil kembar
- Hamil tumbuh terhambat
1.2.Plasenta (25-35%)
- Solusio plasenta
Merupakan kausa tunggal penyebab kematian janin. Fretts dan
Usher (1997) memastikan solusio plasenta sebagai penyebab
kematian pada 14 persen dari 278 kasus lahir mati.
- Perdarahan janin-ke-Ibu
Samadi dkk. (1996) menganalisis 319 kematian janin di Los
Angeles County Women’s Hospital yang menggunakan
pewarnaan Kleihauer-Betke terhadap darah Ibu. Perdarahan

33
massif janin-ke-Ibu dijumpai pada 4,7 persen. Pada trauma Ibu
yang parah mungkin dapat menyebabkan perdarahan janin-ke-
Ibu yang mengancam nyawa.
- Cedera tali pusat
- Insufisensi plasenta
- Asfiksia intrapartum
- Plasenta previa
- Transfusi antarkembar
- Korioamnionitis
Infeksi plasenta dan selaput ketuban yang secara klinis jarang
terjadi tanpa infeksi janin yang signifikan. Korioamnionitis
ditandai oleh sebukan leukosit mononuclear dan
polimorfonuklear pada korion. Benirscke dan Kaufmann
(2000) beranggapan bahwa korioamnionitis mikroskopik selalu
disebabkan oleh infeksi.
1.3.Ibu (5-10%)
- Antibodi antifosfolipid
- Diabetes
- Penyakit Hipertensi
- Trauma
- Persalinan abnormal
- Sepsis
- Asidosis
- Hipoksia
- Ruptur uteri
- Kehamilan posterm
- Obat
1.4.Tidak dapat dijelaskan (25-35%)

3.2.3 Penegakan Diagnosis IUFD


Diagnosis dapat ditegakkan melalui hasil anamnesa dan dari pemeriksaan.
1. Anamnesis

34
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan
janin berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya bertambah kecil.
c. Ibu belakangan ini merasa perutnya menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
2. Pemeriksaan
a. Inspeksi
1) Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama pada ibu yang kurus.
2) Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
3) Terhentinya perubahan payudara.
4) Kalau keluar air ketuban akan berwarna coklat kemerahan kental.
b. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri menurun tidak sesuai dengan umur kehamilan
dan tidak teraba gerakan-gerakan janin.
2) Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
c. Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral, dopler maupun USG tidak akan
terdengar denyut jantung janin.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hormon HcG dalam urine menjadi negatif setelah
beberapa hari kematian janin.
e. Rontgen foto abdomen
Pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak perlu.
Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran
sebagai berikut.
1. Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain.
2. Tulang belakang mengalami hiperfleksi.
3. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
4. Edema di sekitar tulang kepala. 16,18

35
3.2.4 Evaluasi Pada Bayi Lahir Mati
1. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap bayi, plasenta dan selaput
ketuban harus dilakukan saat pelahiran.
a. Gambaran umum bayi
- Malformasi
- Noda kulit
- Derajat meserasi
- Warna-pucat, pletorik
b. Tali pusat
- Prolaps
- Lilitan-leher, lengan, tungkai
- Hematom atau striktur
- Jumlah pembuluh
- Panjang
c. Cairan amnion
- Warna-mekonium, darah
- Konsistensi
- Volume
d. Plasenta
- Berat
- Bekuan lekat
- Kelainan struktur-lobus sirkumvalata atau aksesorius
- Insersi vilamentosa
- Edema-kelainan hidropik
e. Selaput ketuban
- Ternoda
- Menebal
Untuk diagnosis pasti kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan
pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komperhensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,
kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan berikutnya.23,26

36
3.2.5 Penatalaksanaan IUFD
1. Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya
diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
2. Periksa tanda vital.
3. Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan,
golongan darah ABO dan rhesus.
4. Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum
ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak
tepat.
5. Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi persalinan
yang spontan.
6. Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu
setelah diagnosis partus belum mulai maka ibu harus dirawat dan perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan suatu
kesepatan agar dapat dilakukan induksi persalinan.
7. Sambil melakukan simpati, empati, dan konseling, persiapan memperbaiki
keadaan umum ibu misalnya pemberian cairan infus, antibiotika, dan
persipan donor jika perlu. Selain itu, pendampinga oleh orang terdekat
sangat membantu ibu.
8. Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi dapat dimulai dengan
pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung
dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi. Serta
seksio sesarea merupakan pilihan pada kelainan letak seperti letak lintang.
9. Prinsip melahirkan bayi dengan sedikit trauma pada bayi.
10. Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh.
11. Kalau IUFD dalam kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan melahirkan
spontan seperti biasa. Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi.
12. Setelah kelahiran anak berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya
untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang
meninggal tersebut. Selain itu, dicari penyebab kematiannya dan dilakukan

37
evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya. Pemeriksaan patologi
plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.

Selain penanganan terhadap kejadian IUFD, dapat pula dilakukan suatu


pencegahan. Berikut penatalaksanaan untuk mengurangi kematian perinatal.
1. Perbaikan sosial ekonomi dan pendidikan.
2. Meningkatkan antenatal care.
3. Meningkatkan penerimaan KB.
4. Perbaikan tekhnik resusitasi.
5. Melakukan evaluasi setelah kematian setelah bedah mayat.
6. Meningkatkan pemeriksaan kesehatan janin intrauterin.
7. Meningkatkan pengelolaan penyakit dan komplikasi kehamilan.
8. Mengatasi bentuk infeksi antenatal dan intranatal serta postnatal ibu dan
bayinya.26,27

3.2.6 Komplikasi IUFD


1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan
persalinan cukup lama.
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3. Dapat terjadi kuagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2
minggu. 26,27

38
BAB IV
ANALISA KASUS

GEMELLI DAN IUFD


Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien telah memenuhi kriteria
penegakan diagnosa Gemelli dan IUFD, yaitu :
1. Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien sudah tidak merasakan gerakan
janin sejak 1 mingguu yang lalu. riwayat kehamilan kembar (-) pada
anggota keluarga.
2. Pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi dan palpasi abdomen teraba
ballotement lebih dari satu fetus dan pada auskultasi dengan
menggunakan dopler didapatkan adanya denyut jantung pada satu janin
dan sulit untuk mengidentifikasi denyut jantuung janin yang lain.
3. Pada kasus ini didapatkan faktor resiko IUFD yaitu ibu mengalami
kehamilan kembar. Gemelli merupakan salah satu faktor risiko penyakit
ibu yang dapat menyebabkan komplikasi pada bayi berupa kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan IUFD.

Penatalaksanaan pada kasus ini:


Apabila sudah dipastikan ada kematian janin, maka kehamilan harus
diterminasi atau diakhiri. Pada kasus ini, pasien belum inpartu, his (-) dan belum
ada pembukaan, sehingga dilakukan persalinan secara seksio sesarea . Tindakan
SC pada pasien ini sudah tepat. Hal ini karena pasien mengandung anak kembar
dengan letak saling melintang. Letak tersebut tidak memungkinkan untuk bayi
kembar dilahirkan secara pervaginam.

39
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin atau lebih.


Kehamilan kembar merupakan kehamilan dengan risiko yang tinggi, baik risiko
untuk ibunya seperti hipertensi, abrupsi, anemia, abortus, perdarahan postpartum,
maupun risiko untuk janinnya seperti terjadinya kelainan kongenital, pertumbuhan
janin terhambat, sindroma transfusi janin, stuck twin phenomenon, asfiksia,
kelainan neurologis.
Walaupun kehamilan kembar memiliki banyak risiko, namun bukan
berarti setiap kehamilan kembar akan berakhir buruk. Hal ini dapat tercapai
dengan adanya cara diagnosis yang tepat dan sedini mungkin, yaitu dengan
penggunaan ultrasonografi yang dapat mendeteksi adanya kehamilan kembar pada
usia 6-8 minggu dan juga dengan mempersiapkan segala sesuatunya seperti
perawatan dalam masa kehamilan sampai pemilihan cara persalinan yang tepat.
Persiapan yang dapat dilakukan untuk kehamilan kembar yang sehat diantaranya
nutrisi yang mencukupi, pemeriksaan antenatal care yang teratur, istirahat yang
cukup.
Komplikasi pada kehamilan kembar biasanya lebih tinggi daripada
kehamilan tunggal. Oleh karenanya melakukan antenatal care yang teratur sangat
membantu dalam memonitor perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin,
seperti pemeriksaan tekanan darah, sonografi serial.
Kematian janin di dalam kandungan (KJDR), dalam dunia kedokteran
dikenal dengan Intra Uterin Fetal Death (IUFD). Yang dimaksud dengan IUFD
adalah janin dalam rahim yang beratnya 500 gram atau lebih, usia kehamilan telah
mencapai 20 minggu atau lebih. Dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, kegatan janin, atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J, editors. William


obstertics. 24th ed. Philadelphia: mcgraw-Hill; 2014
2. Dera A, Brebowowicz GH, Keith L. Twin pregnancy-physiology,
complications and the mode of delivery.perinatal medicine 13(3):2007.p7-
16
3. Benirschke K:, Kim CK: Multiple Pregnancy . N engl J Med 288:1276
4. Mose, C, Johanes. Alamsyah, Muhammad. 2010. Kematian janin. Dalam. Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. Hal 732-735
5. Nylander pp : bioaspect of multiple births. J Biosoc sci. 3:29,1971
6. Nylander pp : serum levels of gonadotropins in relation to multiple
pregnancy in Nigeria. Br J obstet Gynaecol 80:651, 1973
7. Wright VC, Chang J, Jeng G, et al: Assistes reproductive technology
surveillance – United states, 2005. MMWR Surveill Summ 57:1,2008
8. Harris DW : Superfecundation: Letter . J Reprod Md. 27: 39,1985
9. Malone FD, D'Alton ME. Multiple gestation: clinical characteristics and
management. Creasy RK, Resnik R. Maternal Fetal Medicine, Principles
and Practices. Sixth edition. Philadelphia, PA: Saunders; 2009. 454-476.
10. Shetty A, Smith AP. The sonographic diagnosis of chorionicity. Prenat
Diagn. 2005 Sep. 25(9):735-9.
11. Confirmed twin pregnancy. Diunduh dari URL :
www.nice.org.uk/nice/medialive. Diunduh tanggal 17 Agustus 2019
12. Asha J H, Multiple Pregnancy. Medscape. Diunduh dari URL :
https://emedicine.medscape.com/article/1618038-overview.Diunduh
tanggal 17 Agustus 2019
13. Goodnight W, Newman R,. Optimal nutrition for improved twin
pregnancy outcome. Obstet Gynecol. 2009 Nov. 114(5):1121-34.

14. DeCheney AH, Nathaan L. Current obstetric and gynecologic diagnosis and
treatment. 10th Ed. New York: Mc. Graw – Hill, 2007 hal: 336-338.
15. Glinianaia SV, Rankin J, Wright C. Congenital anomalies in twins: a
register-based study. Hum Reprod. 2008 Jun. 23(6):1306-11.

41
16. Cameron AH, Edwards JH, Derom R, Thiery M, Boelaert R. The value of
twin surveys in the study of malformations. Eur J Obstet Gynecol Reprod
Biol. 1983 Feb. 14(5):347-56.
17. Mauldin JG, Newman RB. Neurologic morbidity associated with multiple
gestation. Female Pat. 1998. 23(4):27-8, 30, 35-6, passim.
18. Roach VJ, Lau TK, Wilson D, Rogers MS. The incidence of gestational diabetes
in multiple pregnancy. Aust N Z J Obstet Gynaecol. 1998 Feb. 38(1):56-7.
19. Effect of corticosteroids for fetal maturation on perinatal outcomes. NIH Consens
Statement. 1994 Feb 28-Mar 2. 12(2):1-24.
20. Mauldin JG, Newman RB. Neurologic morbidity associated with multiple
gestation. Female Pat. 1998. 23(4):27-8, 30, 35-6, passim.
21. Roberts D, Neilson JP, Kilby M, Gates S. Interventions for the treatment of twin-
twin transfusion syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2008 Jan 23.
CD002073.
22. American College of Obstetricians and Gynecologists, Society for Maternal-Fetal
Medicine. ACOG Practice Bulletin No. 144: Multifetal gestations: twin, triplet,
and higher-order multifetal pregnancies. Obstet Gynecol. 2014 May. 123
(5):1118-32.
23. Leveno KJ, Gant NF, Cunningham FG. Et al. Obstetri Williams. 21rd ed.
Jakarta: EGC. 2005. 1200-4.
24. Soewarto S. Kematian Janin. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru
Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kesatu. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. 732-4
25. Silver RM. Causes Of Death Among Stillbirths.2011. Vol 306. No.22.
2459-67.
26. Manuaba, Ida Ayu, Bagus. 2010. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita. Jakarta:EGC
27. Manuaba, Ida Ayu, Bagus. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai