Bab 1 2 3
Bab 1 2 3
PENDAHULUAN
1
dibawahstandar. Sebagian besar infeksi HAV yang didapat pada awal
kehidupan,kebanyakan asimptomatik atau sekurangnya anikterik.Pada Tahun
2011-2012, dilaporkan terjadi kejadian luar biasa hepatitis A dibeberapa daerah
seperti Bandung, Bogor, Lampung Timur, Depok, danTasikmalaya. Kejadian ini
sering mengenai anak sekolah dan mahasiswa.
Pada tahun 2013, menurut RISKESDAS 2013 prevalensi hepatitis 2013
adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dbanding tahun 2007. Terdapat 13 provinsi
yang memiliki angka prevelansi di atas rata-rata nasional yaitu Nusa Tenggara
Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengan, Maluku, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengan,
Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan.Dengan sebaran umur terbanyak pada
usia 25 tahun keatas.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis Neonatorum
2.1.1 Definisi Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif yang
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan
sumsum tulang, atau air kemih (IDAI, 2012).
Sejak adanya consensus dari American College of Chest Physician / Society
of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan
definisi dibidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan
penyakit anak.
Istilah definisi tersebut antara lain :
Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic
Inflammatory Respons Syndrome – SIRS) ang terjad sebagai akibat
infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua
organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital dan
hepatologi).
Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi
walaupun telah mendapatkan cairan adekuat.
Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu
lagi mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan
fungsi dua atau lebih organ tubuh.
3
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau
kelahiran.
- Sepsis neonatal awitan lambat: terjadi disebabkan kuman yang berasal
dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir, proses infeksi
semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan
termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial (IDAI, 2012).
4
kondisi ini mengalami peningkatan dimana pada tahun 2009 kasus hepatitis A
menyerang pada satu desa. Sementara di Kota Semarang selama tahun 2011 tidak
di temukan KLB hepatitis A. Pada tahun 2013, kasus hepatitis di Kota Semarang
meningkat tajam. Menurut Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang, ada 47 kasus
hepatitis yang diketahui hingga bulan Agustus tahun 2013.
5
2.1.5 Manifestasi Klinis Hepatitis A Virus
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant
yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis
akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase
ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan)
Fase Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi.
Setelah tibul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
6
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan
klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminant.
7
kurang bulan yang mengalami rawat lama, nutrisi parenteral yang berlarut-larut,
infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi
silang dari bayi lain atau dari tenaga medic yang merawat bayi.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat
seperti letargi, reflex hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high
pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologic, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,
intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnoe,
apnoe, merintih dan retraksi.
A. Pemeriksaan Klinis
Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan seperti demam, kelelahan,
malaise, anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada perut. Beberapa individu
dapat mengalami diare. Ikterus (kulit dan sclera menguning), urin berwarna gelap,
dan feses berwarna dempul dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat
beratnya penyakit beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi pada anak-
anak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan hendaya yang bertahan
selama seminggu sampai sebulan.
B. Pemeriksaan Serologik
Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard
untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A. Virus dan antibody dapat dideteksi
dengan metode komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan
untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-
HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG
anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang
terdeteksi IgG anti-HAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan
adanyainfeksi di masa yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak
dipengaruhi oleh pemberian passive dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis
profilaksis terletak dibawah level dosis deteksi.
8
B.1 Rapid Test
Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test menggunakan
metode immunochromatographic assay, dengan alat diagnosis komersial yang
tersedia. Alat diagnosis ini memiliki 3 garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu
“G” (HAV IgG Test Line), “M” (HAV IgM Test Line), dan “C” (Control Line)
yang terletak pada permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu akan
timbul pada jendela hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup pada
sampel. Dengan menggunakan rapid test dengan metode immunochromatographic
assay didapatkan spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat
keakuratan 98,0% dengan tingkat sensitivitas hingga 97,6%.
C. Pemeriksaan Penunjang Lain
Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia dari
fungsi liver (pemeriksaan laboratorium dari: bilirubin urin dan urobilinogen, total
dan direct bilirubin serum, alanine transaminase (ALT) dan aspartate
transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP), prothrombin time (PT), total
protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM, dan hitung sel darah lengkap). Apabila tes
lab tidak memungkinkan, epidemiologic evidence dapat membantu untuk
menegakan diagnosis.
2.1.8. DefinisiKasus Hepatitis A Virus
Deskripsi Klinis: Onset yang mendadak dari demam, kelelahan, malaise,
anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada perut; beberapa individu dapat
mengalami diare. Ikterus (kulit dan sclera menguning), urin berwarna gelap, dan
feses berwarna dempul dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat
beratnya penyakit beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi pada anak-
anak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan hendaya yang bertahan
selama seminggu sampai sebulan.
Secara umum, tingkat beratnya gejala meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Anak berusia kurang dari 3 tahun jarang terlihat gejala,
namun 80-90% orang dewasa timbul gejala apabila terinfeksi. Hepatitis yang
berulang dan berkepanjangan (relaps) sampai dengan 1 tahun terjadi pada 15%
9
kasus. Hepatitis A fulminan jarang terjadi, orang tua dengan penyakit hati kronis
berada pada resiko yang lebih besar terkena hepatitis A fulminan.
Secara klinis hepatitis A tidak dapat dibedakan dengan jenis hepatitis
lainnya, maka dari itu diperlukan definis kasus hepatitis A, berikut ini merupakan
definisi kasus hepatitis A:
Kasus suspect
Individu dengan gejala penyakit hepatitis A ATAU peningkatan enzim
hepar dengan etiologi yang tidak diketahui DAN tanpa hubungan
epidemiologis yang berhubungan dengan kasus Confirmed hepatitis A akut.
Individu dengan titer antibodi IgM anti-HAV positif tanpa gejala penyakit
hepatitis A ATAU tanpa peningkatan kadar ALT dan AST dalam serum.
Probable
Confirmed
10
seksual, atau mendapat paparan yang sama dengan yang diduga menjadi
sumber infeksi hepatitis A)
Suplai air bersih yang adekuat dengan pembuangan kotoran yang baik dan
benar didalam komunitas, dikombinasikan dengan praktik higiene personal yang
baik, seperti teratur mencuci tangan, dapat mengurangi penyebaran dari HAV.
Imunisasi aktif dengan vaksin mati memberikan imunitas yang sangat baik.
Imunisasi ini diindikasikan untuk turis yang berkunjung ke daerah endemik, untuk
memusnahkan wabah, dan untuk melindungi pekerja kesehatan setelah pajanan
atau sebelum pajanan bila terdapat risiko akibat pekerjaan.4 Vaksinasi HAV
memberikan kemanjuran proteksi terhadap HAV sebesar 94-100% setelah 2-3
dosis suntikan yang diberikan 6-12 bulan secara terpisah, dengan efek samping
yang minimal.
11
penghentian dari pengobatan yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari
konsumsi alkohol.
Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap.
Rawat inap direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut, malnutrisi,
kehamilan, terapi imunosupresif, pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic,
pasien muntah berlebih tanpa diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat,
penyakit hati kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan apabila pada
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan gejala-gejala dari
hepatitis fulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset
dari encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala. Pasien dengan
gagal hati fulminant harus dirujuk untuk pertimbangan melakukan transplantasi
hati.
2.2. Kolesistitis
2.2.1. Definisi
12
Sembilan puluh persen kasus kolesistitis melibatkan batu di saluran
sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis
kalkulus. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Kolesistitiskalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga
menyebabkan distensi kandung empedu.
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah
jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat
kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya, di
kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi puasa
berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima stimulus dari
kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu
terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati.Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi.Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk
presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif
bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkinberada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya.Kalsium bilirubinat
mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu
pigmen hitam
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
13
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.
2.2.3. Manifestasi Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif dan nyerinya
bersifat konstan. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan
gejala dan tanda deplesi volume vaskular dan ekstraselular. Pada pemeriksaan
fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan
membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkostae kuadran kanan
atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti yaitu Murphy
sign positif menandakan adanya peradangan kandung empedu.
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin<4,0
mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu ekstra hepatik misalnya duktus koledokus.Gejalanya juga
bertambah buruk setelah makan makanan yang berlemak. Pada pasien-pasien
yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak
terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan
dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya
tidak terdapat tanda-tanda kolik kandung empedu.
a. Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akanmenderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik
14
bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah
dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar.Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.Serangan kolik
bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran olehbatu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga
dada.
b. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit
dan membran mukosa berwarna kuning.
c. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,Kyang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala
defisiensivitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama.Defisiensi
vitamin Kdapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
d. Kolesistitis Akut
Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan tiga faktor
yaitu: a) inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra
lumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung
empedu, b) inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri
yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut.
15
Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka memiliki kriteria
berikut.
1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric durasi > 8-
12 jam.
2. Nyeri tekan/ teraba massa di kuadran kanan atas.
3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 / L).
4. Bukti kolesistitis akut pada ultrasonografi.
2.2.4. Penatalaksanaan
16
menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik
selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien benar-
benar stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi akan
lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai
menyembuh.Terapioperatiflanjutinimerupakanpilihan yang
terbaikkarenaoperasidiniakanmenyebabkanpenyebaraninfeksikerongga
peritoneum danteknikoperasiakanmenjadilebihsulitkarena proses inflamasiakut di
sekitarduktusakanmengaburkangambarananatomi. Namun,
jikaberlakunyakasusemergensiatauadakomplikasisepertiempiemaataudicurigaiada
nyaperforasi, sebaiknyalansungdilakukankolesistektomi.
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi
laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi dengan
jarigan parut minimal dan dapat berkativitas lebih cepat. Sekitar 10%
kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi operasi terbuka (kolesistektomi
konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi yang luas, perlekatan,
atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu yang memerlukan
perbaikan.
Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun dalam
keadaan sakit keras atau sangat berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus
diterapi secara medis dengan pemberian cairan, antibiotika dan analgesik, bila
terapi ini gagal, perlu dipertimbangkan suatu kolesistotomi perkutan. Di sini, isi
kandung empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan kateter yang
ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah sembuh dari
keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi
medisnya cukup baik.
Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh
kolesisteksomi. Konversi ke tindakan bedah kolesisteksomi konvensional sebesar
1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang
disebabkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu.
Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran
empedu(7%), perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
17
tindakan kolesisteksomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan
seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara
kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
mempercepat aktifitas pasien.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Aryana, I Gede Ketut, et al. 2013. Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa Hepatitis A
Di Sekolah Dasar Negeri Selulung dan Blantih, Kintami. FK
Universitas Udayana. Denpasar.
Yong, H.T and Son, R. 2009. Review Article Hepatitis A Virus – General
Overview. International Food Researh Journal.
20