Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami


oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan
mengeluh menoragia, sementara 21% mengeluh siklus yang lebih singkat, 17%
mengeluh perdarahan dan 6% mengeluh perdarahan paska koitus.1 Sekitar 30%
wanita datang ke pusat pelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan uterus
abnormal selama masa reproduktif mereka.1,2

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana


salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine
bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar
siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-
ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur
antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai
sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-
wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas
40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai
pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini
biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting
dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau
anovulatoar.1

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain


perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat
sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak
teratur. Penyebab perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui dengan pasti tapi
biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas, imaturitas dari poros

1
hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa menarche, serta ganguan stres
bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.2 Selain kelainan pada endometrium,
kelainan pada otot polos miometrium yaitu mioma uteri juga dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan uteri abnormal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya
adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Mioma uteri
menyebabkan permukaan endometrium menjadi lebih luas dari biasanya dan
miometrium tidak dapat berkontraksi optimal.1,2

Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis


yang cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya
perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya.
Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang emosionalnya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda – tanda yang menunjukkan ke
arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan
lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan
– kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal ( polip, ulkus, tumor,
kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum menikah biasanya
tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan
kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya
didapatkan endometrium yang hiperplasia. 2

Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat


komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan
organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah
menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi
yang dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah menikah,
tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi secara
hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi.
Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan

2
keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi
bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi


abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik,
atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi
sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir
sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui,
komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan
sangat mungkin terjadi secara bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).3

Pola dari perdarahan uterus abnormal


Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-
faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi
kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan
perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan
terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau
serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat
menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.
Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada
waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau

4
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen
eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya
berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan
perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-
tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau
komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea
didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan
biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari
faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik
(penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan
estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang
lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari
kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari
perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi
serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif
tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat
dianjurkan untuk dilakukan.3,5

Perdarahan Bukan Haid

Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini
menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua menometroragia.
Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat
genital atau oleh kelainan fungsional.1

5
2.2 Etiologi

Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:2

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio
uteri, karsinoma servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio
uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari
wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur
diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena
keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah
sakit.1

2.3 Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan gejala ginekologik yang
paling sering pada wanita usia reproduksi pada pasien rawat jalan dengan prevalensi
11 dari 13 wanita. Data ini meningkat dengan berjalannya usia, mencapai 25% pada
wanita usia reproduksi.6 Berdasarkan data dari klinik Ginekologi Rumah Sakit Pusat

6
TNI Gatot Soebroto Jakarta, pasien dengan keluhan PUA sebanyak 87 dari total 490
pasien.7

2.4 Patofisiologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium
pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang
dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah
sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah
hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus–
menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus
perdarahan disfungsional.1,4
Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat
ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium
atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis
nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium
jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan
dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional
ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang
berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal
dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang
mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar
biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.1,5

7
Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia1

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro GH,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228
2. Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman
Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68 - 71
3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.
Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-
Hill; 2003 : pp 623-630
4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive
Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp
587-599
5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42
6. Siregar MFG. Management of abnormal uterine bleeding in perimenache: diagnostic
challenges. Int J Med Sci Pub Health. 2016;5:597.
7. Kurniawan RH, Abidin St.FA. Diagnostic approach of abnormal uterine bleeding.
Jurnal Indonesia Obestetri Ginekologi. 2014;2:106.

Anda mungkin juga menyukai