Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Defisit pengetahuan Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang

berkaitan dengan topik tertentu (SDKI, 2016). Kurangnya pengetahuan terhadap

proses penyakit TBC yang merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak

(dorplet) dari penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan. Sebagian besar

kuman Mycobacteriumtuberculosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang

organ lain seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus,

sistem urogenital, dan lain-lain. Pada masyarakat ini juga jarang mengetahui

tentang penyakit TBC dan masyarakat juga sering beranggapan kalau penyakit ini

tidak menular dan dianggap penyakit biasa. Hal ini dikarnakan oleh kurangnya

informasi tentang TBC di masyarakat, Sehingga mycobacterium tuberculosis

mudah berkembang biak. Oleh karena itu bagi masyarakat yang mempunyai

sistem pertahanan tubuh yang lemah akan mudah terpapar mycobacterium

tuberculosis melalui inhalan. (Kemenkes RI, 2013). Banyaknya masyarakat yang

masih belum sadar akan pentingnya hidup sehat sehingga kurang memperhatikan

masalah kebersihan lingkungan serta pola hidup sehat yang akan mengakibatkan

rentang terserang oleh suatu penyakit baik yang sifatnya tidak menular sampai

yang menular seperti TBC (Jazilah I, 2016).

1
2

Laporan dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2015

menyebutkan terdapat 9,6 juta kasus TB paru di dunia dan 58% kasus terjadi di

daerah Asia Tenggara dan Afrika. Indonesia sekarang berada pada ranking kedua

negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Di Indonesia pada tahun 2014

ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 176.677 kasus, menurun bila

dibandingkan kasus baru BTA positif yang ditemukan tahun 2013 yang sebesar

196.310 kasus. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 272 per

100.000 penduduk dan estimasi insidensi berjumlah 183 per 100.000 penduduk.

Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 25 per 100.000 kematian (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Kasus tuberculosis di Propinsi Jawa Timur

mengalami peningkatan jumlah penderita tuberculosis (TB) tergolong tinggi. Data

Dinas Kesehatan (Dinkes) Propinsi Jawa Timur menunjukkan, jumlah pasien TB

pada tahun 2015 mencapai 20.199 orang. Berdasarkan jenis kelamin,

penderitapenyakit TB Paru ternyata lebih banyak menyerang laki-laki (60%)

dibandingkan perempuan (43%). Dan bila dilihat berdasarkan usia, maka yang

mendominasi penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu usia 35-54

tahun dan usia 15-34 tahun (DepkesRI,2014). Kabupaten Banyuwangi pada tahun

2015 cakupan suspek tuberculosis mencapai 10.298 suspek diperiksa (55%) dari

target 18.912 suspeksedangkan cakupan penemuan penderita BTA Positif 100

penderita (56,2%) dari target 1.869 penderita (Dinkes Kabupaten Banyuwangi,

2015). Berdasarkan hasil dari rekamedik RSUD Blambangan pada tahun 2017 dari

01 Januari sampai 31 Juli di ruang penyakit dalam terdapat pasien tuberculosis


3

sebanyak 115 orang, sedangkan dari hasil survey di Ruang Penyakit Dalam, pada

tahun 2017 terdapat 51 pasien Tuberkulosis Paru yang terdiagnosa dengan masalah

keperawatan defisit pengetahuan. Prosentase terbanyak yaitu pada umur 45 sampai

65 tahun.

Faktor yang menyebabkan terjadinya TBC yaitu post de’ entri kuman

mikrobakrium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka

terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara yaitu

inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari

orang yang terineksi (Wahid A, 2013). Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh

melalui daerah pernapasan bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan

nafas alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak

diri. Selain bakteri juga dapat dipindahkan memlalui system limfe dan cairan darah

kebagian tubuh lainnya. System imun tubuh berespon memlaui reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesiik tuberculosis menghancurkan

bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan

eksudat dalam alveoli yang dapat menyebabkan broncopnemonie. Inpeksi awal

terjadi 2 – 10 minggu setelah pemajaman (Manurung S, 2013)

Defisit pengetahuan Perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang samar

disertai respon autonom, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya. Biasanya pada pasien yang mengalami TBC masalah ini sering terjadi.

Karna pasien TBC ini jarang mengetahui penyebab dari penyakitnya dan pasien

TBC biasanya terjadi pada orang awam.


4

Dari data di atas, solusi pada pasien TBC adalah memberikan informasi tentang

penyakitnya agar pasien tidak cemas dan memikirkan penyakitnya. Mengajak

pasien berbicara di tempat yang nyaman agar pasien merasa tidak takut dan

melupakan kecemasan yang di alaminya.

Mengingat hal tersebut,maka penulis memandang bahwa deisit pengetahuan

pada pasien TBC sangat penting sehingga penulis tertarik untuk memberikan “

Asuhan Keperwatan Pada Klien Yang Mengalami TBC dengan Deisit

Pengetahuan Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun

2017 “

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi khasus ini Asuhan Keperawatan Klien dengan TBC yang

mengalami Defisit Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2017

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Klien dengan TBC yang mengalami Defisit

Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2017?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Klien dengan TBC yang mengalami Defisit

Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2017


5

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan TBC yang mengalami

Defisit Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan

Banyuwangi Tahun 2017.

2. Menetapkan diagnose keperawatan pada klien dengan TBC yang mengalami

Defisit Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan

Banyuwangi Tahun 2017.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan TBC yang mengalami

Defisit Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan

Banyuwangi Tahun 2017.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan TBC yang mengalami

Defisit Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan

Banyuwangi Tahun 2017.

5. Melakukan evaluasi pada klien dengan TBC yang mengalami Defisit

Pengetahuan di Ruang Penyakit Dalam RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun

2017.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Studi kasus diharapkan dapat memberikan informasi tentang Asuhan

Keperawatan Klien dengan TBC yang mengalami Defisit Pengetahuan sehingga

bisa dikembangkan dan dijadikan dasar dalam ilmu keperawatan.


6

1.5.2 Manfaat Praktis

a) Bagi Peneliti

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman,

serta yang paling utama peneliti mampu menerapkan atau mengaplikasikan

ilmunya dibidang asuhan keperawatan klien dengan TBC yang mengalami

defisit pengetahuan.

b) Bagi instansi pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang

asuhan keperawatan pada kasus TBC.

c) Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan

praktek pelayanan keperawatan pada khasus TBC.

d) Bagi profesi keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan informasi dibidang keperawatan tentang asuhan keperawatan pada

pasien TBC.

e) Bagi klien dan keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi klien dan

pemahaman tentang bahaya TBC.


7

Anda mungkin juga menyukai