Anda di halaman 1dari 5

“ Asal Usul Danau Toba”

Disusun Oleh :
Iqbal sebagai Toba
Amin sebagai Samosir
Elen sebagai Putri
Lina sebagai Ibu Toba
Khansa sebagai Perempuan 1
Gilang sebagai Perempuan 2
Firman sebagai Masyarakat 1
Farhan sebagai Masyarakat 2
Septyo sebagai Suara Gaib
Harris sebagai Narator

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani bersama ibunya bernama
Toba dan Ibu Toba. Pada malam hari, Toba bermimpi buruk sekali, dalam mimpinya dia
diterkam oleh seekor harimau, dia pun langsung terbangun, ketika dia sedang memikirkan
apa arti dari mimpi itu, tiba-tiba ibunya batuk dan sesak napas. Toba pergi ke kamar ibunya.
Toba : “Ibu..Ibu.. Ibu kenapa?”
Ibu : “Anakku ibu tidak apa-apa, ibu hanya sesak napas dan batuk biasa saja, jangan
khawatir.”

Tapi batuk dan sesak napas yang dialami ibu semakin parah, tadinya batuk biasa menjadi
batuk darah.
Toba : “Tidak ibu, ibu sangat kesakitan.”
Ibu : “Anakku tolong ambilkanlah minum untuk ibu, napas ibu sangat sesak.”
Toba : “Baik ibu (sambil membawa air minum). Ini bu.”
Ibu : “Anakku ibu sudah tidak tahan lagi, mungkin ajal ibu sudah dekat.”
Toba : “Ibu jangan tinggalkan Toba sendiri disini.”
Ibu : “Anakku kau harus bisa hidup tanpa ibu, kau kan kuat? Kau anak ibu yang paling
berani. Hiduplah dengan baik.”( Ibu Toba pun meninggal dunia)

Kini dia hidup seorang diri dan rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Di
suatu pagi yang cerah, Toba pergi memancing di sungai.
Toba :”Ya Allah. Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar.”
Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kail tersebut bergoyang-goyang lalu ia segera
menarik kailnya.
Toba :”Terima kasih Tuhan, kau memberikanku ikan yang besar, dan ikan ini juga indah
sekali.
Sisiknya berwarna merah bersinar seperti emas. Pasti nikmat sekali bila ku makan
nanti.

Toba mencari kayu bakar untuk membakar ikan yang ditangkapnya hari ini. Ikannya pun
dia simpan di dapur. Ketika ia sedang mencari kayu bakar, tiba-tiba ikan yang ditangkap oleh
Toba berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Toba pun datang dengan membawa
kayu bakar. Toba terkejut ketika melihat ikan di ember tidak ada.
Toba : “Aduh dimanakah ikan besar cantik nan rupawan itu, apakah dia di makan kucing?”
Putri : Tunggu, kau jangan memakan ku. Aku bersedia menemanimu asal aku tidak kau
makan.
Toba :”Siapa yang bicara itu?.”
Putri : “Jangan takut pak, aku juga manusia sama seperti engkau. Aku sangat berutang budi
padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kutukan Sang Dewata. Aku
bersedia
menjadi istrimu.”
Toba : “Benarkah?”
Putri : “Tentu saja.”
Toba : “Namaku Toba. Mari kita lekas pulang. Aku sudah tak sabar ingin memberitahukan
bahwa kau akan menjadi istriku.”
Putri : “Tapi Toba, ada satu hal yang harus kau rahasiakan tentang diriku. Aku mohon kau
tidak menceritakan asal usulku yang berasal dari ikan, karena jika masyarakat itu
tahu
akan hal tersebut pasti akan terjadi bencana besar yang melanda desa ini.
Toba : “Baiklah, percayakan semua ini padaku. Ayo kita pulang.”

Saat mereka memasuki kampung Pa Toba, ada beberapa orang yang tidak suka akan
kehadiran Putri.
Perempuan 1 : “Hei inang, tahu tidak kau itu si Toba tadi ku tengok membawa pulang
seorang
cewe. Uh..bodinya mantap.”
Perempuan 2 : “Alaah, paling si cewe itu dia guna-guna biar tertarik padanya. Kau kan tau si
Toba itu BUPUK, alias Bujang Lapuk.”
Perempuan 1 : “Oh iyayah.. Pintar kali kau ini.”
Perempuan 2 : “Sudahlah, lekas kita pulang jijik aku melihatnya.”

Putri Mendengar hal tersebut, tetapi dia mengabaikannya. Mereka pun pulang ke rumah
dan menjalankan kehidupan mereka layaknya sepasang suami istri. Pa Toba merasa bahagia
dan tentram. Setahun kemudian, kebahagiaan Pa Toba dan Putri bertambah karena Putri
melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi
seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat, tetapi agak nakal. Ia mempunyai kebiasaan yang
aneh, yaitu selalu merasa lapar dan ia juga selalu membuat jengkel kedua orangtuanya karena
ia tidak pernah mau membantu pekerjaan orang tuanya.
Toba : “Ibu, mana makan siang untukku?”
Putri : “Tadi sudah kusiapkan di atas meja. Wah Samosir, ke mana makanan tadi?”
Samosir : “Sudah kuhabiskan bu. Kan saya ini masih dalam masa pertumbuhan. Sekarang
pun
sebenarnya aku masih lapar, tapi sudahlah, aku pergi bermain dulu ya bu.”
Toba : “Samosir. Ah ibu ini selalu saja memanjakan dia, saya ini lapar bu.
Putri : “Sabar ya pak, ingatlah dia kan buah hati kita satu-satunya. Jangan sampai hal sepele
seperti ini membuatmu emosi.”
Toba : “Ya sudahlah bu. Buatkan aku makanan sajalah, perutku sudah lapar sekali.”
Putri : “Tunggulah, aku akan membuatkannya.”

Toba masih bisa menahan kesabarannya. Namun kesabaran seseorang itu pasti ada
batasnya. Sampai suatu ketika Toba tidak dapat menahan amarahnya.
Putri : “Samosir, Bantu ibu nak.”
Samosir : “Apa bu. aku sedang asyik bermain nih.”
Putri : “Bawakan bekal ini untuk bapamu di sawah. Kasihan dia sudah menunggu.”
Samosir : “Ah, ibu sajalah yang pergi.”
Putri : “Ibu sedang masak Samosir. Cepatlah kau antarkan, nanti bapamu marah.”
Samosir : “Ah ibu ini, menggangguku saja. Sini!”

Dari awal Samosir memang sudah tidak berniat mengantarkan makanan tersebut.
Sesampainya di pertengahan jalan.
Samosir : “Jalan ke sawah saja sudah membuatku lelah, lebih baik kumakan saja bekal bapa
ini.”

Tanpa sadar bekal tadi telah habis dimakan oleh Samosir. Lalu dengan perasaan tak
bersalah, Samosir pun pulang dan melanjutkan permainannya. Bapanya yang sudah
kepanasan dan kelaparan menunggu memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah.
Toba : “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.”
Toba : (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi) “ Samosir! Kau kemanakan semua
makanan masakan Ibu kau?”
Samosir : “Sudah Samosir habiskan lah, bapa. Ketika sedang mengantarkan makanan bapa
aku
memakannya, karena perjalanan ke sawah sangat melelahkan ”
Toba : “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram)

Samosir menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.


Putri : “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)
Samosir : “Ibu, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”
Putri : “Siapa yang berkata padamu, Nak?” (terkejut)
Samosir : (diam sambil tersedu-sedu)
Putri : “Jawab ibu, Nak!”
Samosir : “Bapa yang berkata itu padaku, Ibu. Bapa bilang aku adalah seorang anak ikan,
makanya aku rakus. Benarkah itu Ibu? Bapa bohongkah Ibu?”
Putri : (diam dan mulai menitikkan air mata) “Iii…ya Samosir, Bapamu itu benar sekali.
Kau
adalah anak ikan. Ibumu ini adalah seekor ikan sebelum Ibu menikah dengan
Bapa.”
Putri : “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Bapamu.
Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita
dan kau harus memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit
itu.”

Samosir: “Baik, Bu!”

Tiba- tiba ada suara yang muncul dari langit.


Suara Gaib : “Huahahaha..Suamimu sudah melanggar janjinya. Sekarang kamu tidak bisa
hidup
dimuka bumi ini. Kau harus meninggalkan muka bumi ini. Kau harus kembali
ke
tempat asal kau yaitu ke sungai kembali menjadi ikan. Kau tidak berhak lagi
tinggal
disini. Cepat lah kau pergi ke sungai!”

Setelah mendengar suara gaib, seketika itu juga Samosir dan Putri lenyap tanpa jejak dan
bekas. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan turun hujan yang sangat deras disertai petir.
Masyarakat 1 : “ Ada apa ini?”
Masyarakat 2 : “ Aku tidak tahu, !”
Masyarakat 1 : “Tidak biasanya hujan deras seperti ini.”
masyarakat 2 :”Aku rasa akan terjadi bencana yang sangat dasyat menimpa desa kita”
Masyarakat 1 : “Ya benar, lama kelamaan desa kita akan tenggelam. Ayo kita pergi ke tempat
yang lebih tinggi.”
Masyarakat 2:” Ayo.”
Masyarakat 1: “Tapi semuanya telah sia-sia, kita sudah terlambat sungai di desa kita akan
meluap dikarenakan hujan deras ini. tak lama lagi, air sungai di desa kita
akan
menggenangi desa ini.”

Akhir cerita, setibanya Putri di tepi sungai, mendadak langit menggelap, kilat menyambar
disertai bunyi guruh yang menggelegar. Putri kemudian melompat ke dalam sungai. Ia
berubah menjadi seekor ikan besar lagi. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati
tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah
menjadi danau yang sangat besar. Di kemudian hari, orang-orang menyebutnya Danau Toba
dan pulau kecil yang berada di tengah-tengahnya dinamai Pulau Samosir.

Anda mungkin juga menyukai