1
shidramnion, serta defisiensi zat besi. Tanda gejala yang ditimbulkan seperti
terjadinya perdarahan dengan nyeri yang menetap, hilangnya denyut jantung janin
(gawat janin), uterus terus menegang dan kanin naik, perdarahan yang keluar tidak
sesuai dengan beratnya syok.
3. Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinsing uterus pada saat kehamilan/ persalinan, pada saat
umur kehamilan lebihdari 28 minggu. Klasifikasi ruptur uteri yaitu:
(a) Menurut keadaan robekan
Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal). Yaitu keadaan ruptur yang hanya
terjadi pada dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa (pritoneum)
tetap utuh,
Ruptur uteri komplit (transperiyoneal). Yaitu keadaan ruptur selain pada
dinding uterus yang robek, lapisan serosa (pritoneum) juga robek sedingga
dapat berada di rongga perut.
Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum) yang terjadi karena
dinding uterus lemah yang disebabkan oleh adanya bekas sectio caesaria, bekas
mioma uteri, bekas kuratase/ plasenta manual. Sepsis post partum, atau terjadi
hipoplasia uteri/ uterus abnormal (Dewi, 2015: 111).
2
II.Eklamsia
A.Pengertian eklampsia
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil dan dalam
masa nifas disertai dengan hypertensi oedema dan proteinuria. (obstetric patologi,unpad,1984).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelianan neurologik) dan atau koma
dimana sebeblumnya sudah menunjukkan gejala – gejala pre eklampsia (asuhan patologi
kebidanan, 2009).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. (ilmu kebidanan, 2010).
Eklampsia lebih sering terjadi pada primagravidae dari pada multiparae. Eklampsia juga
sering terjadi pada : kehamilan kembar, hydramnion, mola hidatidosa. Eklampsia post partum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
3
B. Jenis-jenis eklampsia
Menurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah :
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan
3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setalah persalinan
C. Gejala eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh gejala – gejala preeklampsia yang berat seperti:
1. Sakit kepala yang keras
2. Penglihatan kabur
3. Nyeri diulu hati
4. Kegelisahan dan hyperrefleksi sering mendahuli serangan kejang
Serangan dapat dibagi dalam 4 tingkat :
a. Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan kesatu pihak, kejang –kejang hals terlihat pada muka.
Tingkat ini berlangsung beberapa detik.
b. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang- kadang terjadi ephistholonus, lamanya 15 sampai 20
detik.
c. Tingkat konvulsi (tingkat kejang clonis)
Terjadilah kejang yang timbul hilang, rahang membuka dan menutup begitu pla mata, otot
–otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat hingga
pasien dapat terlempar dari temapt tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur
darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, berangsur kejang berkurang dan akhirnya
berhenti. Lamanya ± 1 menit.
d. Tingkat coma
Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya coma ini dari beberapa menit
sampai berjam –jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah
terjadi.
Gejala klinis :
1. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2. Tanda – tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
3. Kejang dan atau koma
4
4. Kadang – kadang disertai gangguan fungsi organ.
Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan diatas
berulang lagi kadang –kadang 10 – 20 kali.
Sebab kematian eklampsia adalah odema paru –paru, apoplexy dan acidosis. Atau pasien
mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.
Kadang–kadang terjadi eklampsia tanpa kejang ;gejala yang menonjol ialah coma. Eklampsia
se,acam ini disebut eklampsia sine eklampsia dan terjadi pada kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsia maka eklampsia sine eklampsia
sering dimasukkan preeklampsia yang berat. Pada eklampsia tekanan darah biasanya tinggi
sekitar 180/110 mmHg.
Nadi kat dan berisi tetapi kalau keadaan sudah memburuk menjadi kecil dan cepat.
Demam yang tinggi memburuk prognosa. Demam ini rupa–rupanya cerebral. Pernafasan
biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang berat ada cyanosis.
Proteinuria hamper selalu ada malahan kadang – kadang sangat banyak juga odema
biasanya ada. Pada eklampsia antepartum biasanya persalianan mulai setelah beberapa waktu.
Tapi kadang –kadang pasien berangsr baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan
ters berlangsung.
Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklampsia intercurrent.
Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan
ialah dari eklampsia ke dalam keadaan preeklampsia. Jadi kemngkinan eklampsia tetap
mengancam pasien semacam ini sebelum persalianan terjadi.
Setelah persalianan keadaan pasien berangsr baik, kira – kira dalam 12 – 24 jam. Juga
kalau anak mati didalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang.
Proteinria hilang dalam 4 – 5 hari sedangkan tekanan darah normal kembali dalam kira –kira 2
minggu. Ada kalanya pasien yang telah menderita eklampsia menjadi psychotis, biasanya pada
hari ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2 – 3 mingg. Prognosa pada munya baik,
penyulit laiannya ialah hemiplegic dan ganguuan penglihatan karena odema retina.
D. Patologi Eklampsia
Pada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak, dan paru
– paru dan jantung. Pada umumnya dapat ditemukan necrose, haemorrhagia, odema,
hyperaemia atau ischaemia dan thrombosis. Pada placenta terdapat infakt – infarct karena
degenarasi syncytium. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium,
5
haemokonsentrasi dan kadang – kadang acidosis.
E. Etiologi eklampsia
Sebab eklampsia belum diketahui benar, salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa
eklampsia disebabakan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplacenta). Selama
kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahydatidosa, hidramnion,
kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit
pembuluh darah ibu, diabetes, perdarahan darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah
zat- zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
F. Diagnose Eklampsia
Untuk diagnose eklampsia harus dikesampingkan keadaan –keadaan lain dengan kejang
dan coma seperti ureami, keracunan, epilepsy, hysteri, ebcephalitis, meningitis, tumor otak,dan
atrofi kuning akut dari hati. Diagnose eklampsia lebih 24 jam postpartum harus dicurigai.
G. Prognosis Eklampsia
Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya maka prognosa kurang baik untuk
ibu maupun anak. Prognosa juga dipengaruhi oleh paritas artinya prognosa bagi multiparae
lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh
keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit. Juga diurese dapat dipegang untuk prognosa
jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik.
Sebaiknya oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala –gejala lain memberikan prognosa dikemukakan oleh Eden ialah :
1. Coma yang lama
2. Nadi di atas 120
3. Suhu di atas 390 C
4. Tensi di atas 200 mmHg
5. Lebih dari 10 serangan
6. Proteinuria 10 gram sehari sehari atau lebih
7. Tidak adanya odema.
Odema paru –paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.
H. Perawatan eklampsia
6
Perawatan dasar eklampsia ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus
selalu diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi
hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan
tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat
dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia merupakan peraatan yang
sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hiprtensi krisis, mencapai
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara
yang tepat.
1. Pengoatan medikamentosa
a. Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan utama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental. Diazepam
dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi,
pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian
diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotinika
ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas
indikasi.
b. Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeclampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-
organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan
pentilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sanga penting, misalnya
meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur
infuse penderita, dan monitoring produksi urin.
c. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertologan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera
dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus
dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita
7
dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi.
Kepala direndahkan dan daerah orofarim diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas
penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya. Fiksasi
badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai
kejang-kejang, segera beri oksigen45.
d. Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat beraksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya reflex muntah. Ahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya
jalan napas atas. Setiap penderita EKLAMPSIA yang jatuh dalm koma harus dianggap bahwa
jalan napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh, (tidak sadar), ialah
menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk menghindari
terbuntunya jalan napas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai
berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan napas atas,
ialah dengan maneuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi
ekstensi ke belakang atau head tilt- chain lift, dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke
atas, atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri-kanan di ekstensikan ke atas sambil mengangkat
kepala ke belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan orophary
haringeal airway46 . hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita, akan
kehilangan reflex muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat
besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu,
semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa
makanan, hars segera diiasap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya, memakai Glasgow, coma escale.pada perawatan
koma perlu diperhatikan pencehgahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama,
bila nutrisi tidak mungkin; dapat diberikan melalui nasograstrik tube (NGT).
e. Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita di rawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.
2. Pengobata obstetric
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan EKLAMPSIA harus diakhiri,
8
tanpa memandang kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan). Hemodinamika dan metabolism ibu.
Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-
tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
Penanganan kejang
1. Selalu ingat ABC (airway, breathing, circulation)
2. Beri obat anti kejang
3. Beri oksigen 4-6 liter per menit
4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
6. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
Daftar pustaka :
Prawihardjo, sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bna Pustaka
Bagian Obstetric Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
1984.Obstetric Patologi. Bandung :Elstar Offset.
Sujiantini, M.Keb. dkk. 2009. Asuahan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nugroho, dr. Taufan.2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
9
III.Partus Lama/Macet
10
11
12
13
14
IV.Perdarahan Post Partum Primer
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008) :
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri.
Penyebab Perdarahan Postpartum Primer
a. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan
tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri
15
ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas
sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008). Miometrium terdiri dari tiga
lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi
untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah
tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing
serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut
kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot
seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
1. Partus lama
2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil
kembar, hidramnion atau janin besar
3. Multiparitas
4. Anestesi yang dalam
5. Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah
dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari
dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
b. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
16
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
disebabkan :
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). Plasenta sudah lepas dari
dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
c. Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potonganpotongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi
harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus
dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
d. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu
dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks
dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. Robekan jalan lahir
selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.
Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan
jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat
berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri).
17
Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan
perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat
menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti,
perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).
e. Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).Pada
inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III,
yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang
belum
terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam
beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :
1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar
vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila
kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang
keras dan bisa menyebabkan syok.
VII.Asphyksia Neonatorum
Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
26
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
ensefalopati)
(Prambudi, 2013).
otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital
otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada
dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
2.1.2 Patofisiologi
a. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut
apnea primer.
otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat,
yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak akan terjadi.
c. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun
terminal.
2.1.3 Etiologi
a. Faktor ibu
31
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
c. Faktor bayi
32
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a)
uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotensi mendadak pada ibu
VIII.Syok Obstetrik
IX.Distocia Bahu
33
34
35
36
37
X.Prolapse Tali Pusat
38
XI.Cepalo Pelvik Dipropotion (CPD)S
XII.Persalinan Macet
XIII.Ruptura Uterus
39
40
MASA NIFAS
41
Waktu Tinggi Berat Diamete Palpasi
No
Involusi Fundus Uteri Uterus r Uterus Serviks
Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 12,5 cm Lunak
1
gram
Plasenta 2 jari bawah 750 12,5 cm Lunak
2
lahir pusat gram
Pertengahan 500
3 1 minggu pusat sampai gram 7,5 cm 2 cm
simfisis
2 Minggu Tidak teraba 300 5 cm 1 cm
4
diatas simfisis gram
6 Minggu Bertambah 60 gram 2,5 cm Menye
5
kecil mpit
Table 2.1
Perubahan Uterus Masa Nifas
Gambar 2.12
Involusi42
Uterus Pascapersalinan
(Sumber: Kumalasari, Intan, 2015: 157).
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut
dengan subinvolusi. Subinvolusi disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa
plasenta/perdarahan lanjut (postpartum haemorrhage). Selain itu, beberapa
faktor lain yang menyebabkan kelambatan uetrus berinvolusi diantaranya:
1) Kandung kemih penuh,
2) Rektum berisi,
3) Infeksi uterus,
4) Retensi hasil konsepsi,
5) Fibroid,
6) Hematoma ligamentum latum uteri (Holmes, 2011: 282).
a) Lokia (Lochea)
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Pencampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia (Heryani, 2010:
30). Menurut Kemenkes RI (2014), definisi lochea adalah ekskresi cairan rahim
selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Pemeriksaan lochea meliputi perubahan warna dan bau
kerana lochea memiliki ciri khas berbau amis atau khas darah dan adanya bau busuk
menandakan adanya infeksi. Jumlah total pengeluaran seluruh periode lochea rata-
rata 240 – 270 ml. Lochea dibagi menjadi 4 tahapan yaitu:
1) Lochea Rubra/ Merah (Cruenta).
Lochea ini muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-3 masa postpartum. Cairan yang
keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo, dan mekonium.
2) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari
hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
3) Lochea Serosa
Lochea ini bewarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan
robekan/ laserasi plasenta. Muncul pada hari ke-8 sampai hari ke-14 postpartum.
4) Lochea Alba/ Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik, dan serabut
jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu
postpartum.
43
Biasanya wanita mengeluarkan sedikit lochea saat berbaring dan mengeluarkan
darah lebih banyak saat berdiri/ bangkit dari tempat tidur. Hal ini terjadi akibat
penggumpalan daran forniks vagina atau saat wanita mengalami posisi rekumben.
Variasi dalam durasi aliran lochea sangat umum terjadi, namun warna aliran
lochea cenderung semakin terang, yaitu berubah dari merah segar menjadi merah
tua kemudian cokelat, dan merah muda. Aliran lochea yang tiba-tiba kembali
berwarna merah segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan
evaluasi. Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan,bagian plasenta atau
selaput janin yang tertinggal dan atonia ueterus.
Tabel 2.2 Perbedaan Lokia Pada Masa Nifas
LOKIA WAKTU WARNA CIRI-CIRI
Terdiri dari sel
desidua, verniks
Rubra 1-3 Hari Merah caseosa, rambut
kehitaman lanugo, sisa
mekonium, dan
sisa darah
Putih Sisa darah
Sanguilenta 3-7 Hari bercampur bercampur lendir
merah
Lebih sedikit darah
dan lebih banyak
Serosa 7-14 Hari Kekuningan/ serum, juga terdiri
kecoklatan dari leukosit dan
robekan laserasi
plasenta
Mengandung
leukosit, selaput
Alba >14 Hari Putih lendir serviks dan
serabut jaringan
yang mati
44
b) Perubahan Sistem Endokrin
Hormon-hormon yang berperan terkait perubahan sistem endokrin diantaranya:
1) Hormon Plasenta
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) mengalami penurunan sejak plasenta
lepas dari dinding uterus dan lahir, dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke-7 postpartum. Hormon ini akan kembali normal setelah hari ke7.
2) Hormon Pituitary
Hormon pituitary diantaranya: Prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada
wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi. FSH dan LH
meningkat pada minggu ke-3 (fase konsentrasi folikuler) dan LH akan turun dan
tetap rendah hingga menjelang ovulasi.
3) Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar otak belakang (Glandula Pituitary
Posterior ) yang bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Hormon ini
berperan dalam pelepasan plasenta, dan mempertahankan kontraksi untuk
mencegah perdarahan saat persalinan berlangsung. Selain itu, isapan bayi saat
menyusu pada ibunya juga dapat merangsang produksi ASI lebih banyak dan
sekresi oksitosin yang tinggi, sehingga mempercepat proses involusi uteri.
4) Hipotalamik Pituitary Ovarium
Hormon ini mempengaruhi proses menstruasi pada wanita yang menyusui
ataupun tidak menyusui. Wanita yang menyusui mendapatkan menstruasi pada
6 minggu pascamelahirkan kisaran 16% dan 45% setelah 12 minggu
pascamelahirkan. Sedangkan wanita yang tidak menyusui, mendapatkan
menstruasi kisaran 40% setelah 6 minggu pascamelahirkan dan 90% setelah 24
minggu (Heryani, 2010: 41).
5) Hormon Estrogen dan Progesteron
Estrogen yang tinggi akan memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan progesteron akan mempengaruhi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, vulva dan vagina
(Heryani, 2010: 42).
45
Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Tahapan adaptasi psokologis masa nifas menurut Reva Rubin yaitu:
1. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
a. Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain,
b. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya,
c. Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan,
d. Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk
mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi normal,
e. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan
nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
2. Periode Taking On/ Taking Hold (hari ke 2-4 setelah melahirkan)
a. Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung
jawab akan bayinya,
b. Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB, dan
daya tahan tubuhnya,
c. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok,
d. Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan krikan pribadi,
e. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu
membesarkan bayinya.
3. Periode Letting Go (berlangsung 10 hari setelah melahirkan).
a. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta
perhatian keluarga,
b. Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami
kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan
hubungan sosial,
c. Deprsei postpartum sering terjadi pada masa ini (Pitriani, Risa. 2014: 7-8)
46
Kebutuhan Dasar pada Masa Nifas
A. Nutrisi dan Cairan
Selama masa nifas, diet sehat sangat dianjurkan pada ibu setelah melahirkan untuk
mempercepat proses penyembuhan dan peningkatan kualitas produksi ASI. Diet yang
dilakukan tentunya harus bermutu dengan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama
kebutuhan protein dan karbohidrat serta banyak mengandung cairan dan serat untk
mencegah konstipasi.
Beberapa asupan yang dibutuhkan ibu pada masa nifas diantaranya:
1. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari (3-4 porsi setiap hari)
2. Ibu dianjurkan minum sedikitnya 3 liter per hari, untuk mencukupi kebutuhan
cairan supaya tidak cepat dehidrasi.
3. Rutin mengkonsumsi pil zat besi setidaknya selama 40 hari pascapersalinan.
4. Serta tidak dianjurkan mengkonsumsi makanan
yang mengandung kafein/ nikotin.
5. Minum kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali yaitu satu kali setelah
melahirkan dan yang kedua diberikan setelah 24 jam selang pemberian kapsul
vitamin A pertama. Pemberian kapsul vitamin A 2 kali dapat menambah
kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan, dibandingkan
pemberian 1 kapsul hanya cukup meningkatkan kandungan sampai 60 hari.
47
NO Zat Gizi Satuan Wanita Wanita Tidak Hamil
Hamil
1 Energi Kkal 2485 2200
2 Protein G 60 48
3 Vitamin A Mcg 700 500
4 Vitamin D Mcg 15 5
5 Vitamin E Mg 18 8
6 Vitamin K Mcg 130 65
7 Vitamin C Mg 110 75
8 Vitamin B1 Mg 1,5 1,2
9 Vitamin B6 Mg 1,7 1,3
10 Vitamin B12 Mcg 2,6 2,4
11 Thiamin Mg 1,2 1,0
12 Riboflavin Mg 1,4 1,2
13 Niacin Mg 9,1 9
14 Asam Folat Mcg 300 150
15 Piridoksin Mg 3,8 1,6
16 Kalsium Mg 900 500
17 Fosfor Mg 650 450
18 Zat Besi Mg 46 26
19 Seng Mg 20 15
20 Yodium Mcg 175 150
21 Selenium Mcg 70 55
48
KOMPLIKASI MASA NIFAS DAN PENATALAKSANAANYA
II.INFEKSI PUERPURALIS
49
50
51
52
53
54
55
56
57