Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AKAD-AKAD LAIN
Dosen:
Disusun oleh:
FAKULTAS EKONOMI
2018
1. Akad Sharf
1. Pengertian Akad Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran atau
transaksi jual beli. Secara istilah sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan
valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik
dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang
tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). Pendapat lain mengatakan
bahwa Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran
valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau
dengan mata uang asing lainnya.
2. Sumber Hukum
1) Al- Qur’an
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
Artinya: “ Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba” (QS. Al Baqarah:275)
2) Al Hadist
Artinya: “juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma , dan garam dengan
garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika
jenisnya berbeda ,jualah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”(HR.
Muslim).
Menurut ajaran Islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar menukar dan
bukan merupakan komoditas. Tanpa didayagunakan atau diinvestasikan dengan sumber
daya lainnya, uang tidak dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan dengan
dirinya sendiri. Apabila uang dapat bertambah tanpa didayagunakan , maka tambahan
itu adalah riba.
Dengan demikian secara syariah transaksi valuta asing dibolehkan sepanjang
dilakukan secara tunai dan tidak digunakan dengan tujuan spekulasi. Bila penjualannya
tunai tapi jika tujuannya untuk berspekulasi, tetap tidak dibolehkan karena seperti sudah
dijelaskan bahwa uang bukanlah komoditas.
Jika tujuannya untuk tabungan atau keperluan transaksi misalnya ingin pergi
haji atau mempunyai anak yang kuliah di luar negri, boleh saja menyimpan dalam
bentuk valas. Sedangkan transaksi pertukaran valas tidak tunai tidak diperbolehkan
dengan alasan apa pun.
3. Rukun dan ketentuan syariah
1. Rukun transaksi sharf terdiri atas:
a) Pelaku, terdiri atas pembeli dan penjual
b) Objek akad berupa mata uang
c) Ijab kabul/ serah terima.
2. Syarat- syarat akad Sharf adalah sebagai berikut:
a) Pelaku, harus cakap hukum dan baligh
b) Objek akad
1. Nilai tukar atau kurs mata uang telah diketahui oleh kedua belah
pihak
2. Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli
maupun oleh penjual, sebelum keduanya terpisah. Penguasaan
bisa berbentuk material maupun hukum.
3. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari
jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan
dengan kuantitas yang sama, sekalipun model dari mata uang itu
berbeda.
4. Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi
pembeli. Hak yang dimaksud khiyar syarat adalah hak pilih bagi
pembeli untuk dapat melanjutkan atau tidak melanjutkan jual
beli mata uang tersebut setelah akadnya selesai dan syarat
tersebut di perjanjikan ketika transaksi jual beli berlangsung.
Alasan tidak di perbolehkannya khiyar syarat adalah untuk
menghindari adanya ketidakpastian/ gharar.
5. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara
penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena sharf
dikatakan sah apabila penguasaan objek akad dilakukan secara
tunai atau dalam kurun waktu 2 x 24 jam (harus dilakukan
seketika itu juga dan tidak boleh di utang) dan perbuatan saling
menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah
pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah.
6. Ijab kabul: pernyataan dan ekspresi saling ridha di antar pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi
modern.
3. Akad Wakalah
1. Pengertian Akad Wakalah
Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan,
pendelegasian atau pemberian mandat. Wakalah adalah pemberian kuasa dari
pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan
suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dalam praktik perbankan terjadi
apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu. Akad wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
(muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh di wakilkan.
Dalam fiqih berdasarkan ruang lingkupnya wakalah dibedakan menjadi tiga
macam yaitu:
1) Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan
untuk segala urusan.
2) Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya
dalam urusan-urusan tertentu.
3) Wakalah al ammah yaitu perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah tetapi
lebih sederhana dari al mutlaqah.
3. Sumber hukum
Dasar hukum hiwalah adalah hadis Nabi Muhammad SAW sebagai
berikut:
“menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika
salah seorang kamu dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang
mampu, maka turutlah (menerima pengalihan tersebut)”. (HR.Bukhari
Muslim)
4. Rukun dan ketentuan syariah
Rukun hiwalah ada tiga, yaitu:
1) Pelaku yang terdiri atas :
a. Pihak yang berutang atau berpiutang atau muhil
b. Pihak yang berpiutang atau berutang atau muhal
c. Pihak pengambil alih utang atau piutang atau muhal’alaih
2) Objek akad
a. Adanya utang, atau
b. Adanya piutang
3) Ijab Kabul / serah terima
Skema Rahn
Pemberi utang
Keterangan:
1. pemberi pinjaman menyepakati akad rahn/rahntajlisi dengan peminjam
2. pemberi pinjaman menerima barang/surat berharga atas barang (jika fidusia)
3. penerima barang-barang mengembalikan barang yang dijaminkan ketika akad selesai
Rahn tajlisi
Selain akad rahn tahun 2008 MUI juga mengeluarkan fatwa tentang rahn tajlisi
(fidusia). Fatwa ini dikeluarkan dalam rangka mengurangi kendala yang timbul sehubungan
masalah jaminan khususnya dalam masalah pemeliharaan dan pemanfaatan jaminan.
Fidusia sendiri didefinisikan sebagai: [engalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. (UU. No.42/1999). Fidusia sendiri dapat
diterapkan untuk barang bergerak dan barang tidak bergera, bail berwujud maupun tidak
berwujud, sehingga menjadi lebih luas cakupannya. Jika perbankan syariah menggunakan akad
rahn yang ada, maka berarti yang melakukan penyimpangan jaminan adalah bank syariah,
tetapi dengan rahn tajlisi (fidusia) maka pihak yang menggadaikan dapat memanfaatkan barang
yang dijamin serta menanggung biaya pemeliharaan.
Agar sesuai dengan syariah, maka akad rahn tajlisi harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut (1) biaya pemeliharaan harus ditanggung oleh pihak yang menggadaikan, namun
jumlah biaya pemeliharaan tidak boleh dihubungkan dengan besarnya pembiayaan, (2) pihak
penerima gadai dapat menyimpan bukti kepemilikan sedangkan barang yang digadaikan dapat
digunakan pihak yang menggadaikan dengan izin dari penerima gadai, (3) jika terjadi eksekusi
jaminan, maka dapat dijual oleh pihak penerima gadai tetapi harus denganizin dari pihak yang
menggadaikan jaminan, maka dapat dijual.
Berdasarkan persyaratan tersebut maka rahn tajlisi ini sama dengan rahn biasa, yang
membedakan hanya masalah pemanfaatan dan pemeliharaan saja. Oleh sebab itu dasar hukum
dan ketentuan syariah akan sama dengan akad rahn.
2. Dasar hukum
1. Al-Quran
“jika kamu dalam perjalanan (dalam bermuamalah (dan bermuamalah tidak
secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang”. (QS
2:283)
2. As-sunah
“dari aisyah r.a bahwa rasullulah pernah membeli makanan dengan berutang
dari seorang yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya
“.(HR.Bukhari Nasa@i dan ibnu Majah)
“tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat menanggungrisikonya”. (HR.Al
syafi’I, aldaraquthni dan ibnu Majah dari Abu Hurairah)
“tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dianaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan”.
(HR.Jamaah kecuali Muslim dan Al Nasa’i).
3. Rukun dan ketentuan syariah
Rukun al-rahn ada empat:
1. Pelaku, terdiri atas: pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang
menerima gadai (martahin).
2. Objek akad berrupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun
bih. Syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditor,
utang itu dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas
(harus spesifik).
3. Ijab Kabul/serah terima.
Ketentuan syariah, yaitu:
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Obje yang digadaikan (marhun)
a. Barang gadai marhun(marhun)
1). Dapat dijual dan nilainya seimbang
2). Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
3). Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
4). Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
b. utang (mahrun bih), nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh
temponya.
3. ijab Kabul adalah pernyataan dan ekspresisaling ridha/rela diantara pihak
pihak pelaku akad yang dilakukan secara variable, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. perlakuan akuntansi Rahn
Bagi pihak yang menerima gadai (murtahin)
Pada saat menyerahkan gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima
atas barang.
1. Pada saat menyerahkan uang pinjaman
Jurnal:
Dr.piutang xxx
Kr.kas xxx
2. Pada saat menerina uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan.
Jurnal:
Dr.kas xxx
Kr.pendapatan xxx
3. Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan
penyimpangan.
Jurnal:
Dr.beban xxx
Kr.kas xxx
4. Pada saat pengeluaran uang pinjaman, barang gadai dikembalikan
dengan membuat tanda serah terima.
Jurnal:
Dr.kas xxx
Kr.piutang xxx
5. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian
barang gadai dijual oleh pihak yang menggadaikan.
Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan piutang.
Jurnal:
Dr.kas xxx
Kr.piutang xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara
nilai penjualan dengan saldo piutang.
5.Bagi pihak yang menggadaikan
Pada saat menyerahkan asset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima
atas penyerahan asset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas
barang yang digadaikan
1. Pada saat menerima uang pinjaman
Jurnal:
Dr.kas xxx
Kr.piutang xxx
2. Bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Jurnal:
Dr.beban xxx
Kr.kas xxx
3. Ketika dilakukan pelunasan atas utang
Jurnal:
Dr.utang xxx
Kr.kas xxx
4. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang
gadai dijual pada saat penjualan barang gadai
Jurnal:
Dr.kas xxx
Dr.akumulasi penyusutan (apabila asset tetap) xxx
Dr.kerugian (apabila rugi) xxx
Kr.keuntungan(apabila untung) xxx
Kr.aset xxx
Pelunasan atas barang yang dijual pihak yang menggadai
Jurnal:
Dr.utang xxx
Kr.aset xxx
Jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan
barang gadi tersebut, maka berarti pihak yag menggadaikan masih
memiliki sald utang kepada pihak yang menerima gadai.