Anda di halaman 1dari 21

PERCOBAAN 1

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU


PARACETAMOL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-
SINAR TAMPAK

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode spektofotometri
UV-Sinar tampak
2. Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode spektrofotometri
UV-Sinar tampak
3. Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data spekrum UV-Sinar tampak
dan hasil penetapan kadar.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan
mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-
berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel
yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat
cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh
sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara
kuantitatif.
III. TEORI DASAR
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Sedangkan
peralatan yang digunakan dalam spektrofometri disebut spektrofotometer. Cahaya
yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi
dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron yang
ada pada atom ataupun molekul yang bersangkutan. Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai suatu perluasan pemeriksaan visual yang dengan studi lebih
mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh macam-macam zat kimia
memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-ciri serta kuantitatifnya dengan
ketelitian lebih besar (Day dan Underwood, 1993).

Gambar.1 Spektrofotometer

Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara


relative jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer
sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada
fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh
dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak
mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis,
melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada
spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh
dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer
tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel
pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur
perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar
SM,1990).

Komponen-komponen pada spektrofotometer (Harjadi. 1990):

1. Sumber cahaya
Yang pertama adalah sumber cahaya, Sebagai sumber cahaya pada
spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan
intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak,
ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan
kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola
lampu pijar biasa, daerah panjanggelombang (λ) adalah 350 – 2200 nm sumber
cahaya ini digunakan untuk radiasi kontinyu:

Tabel.1 Spektrum Tampak dan Warna-warna Komplementer.

Warna Interval (λ) Interval (ν)

Red 625 to 740 nm 480 to 405 THz


Orange 590 to 625 nm 510 to 480 THz
Yellow 565 to 590 nm 530 to 510 THz
Green 520 to 565 nm 580 to 530 THz
Cyan 500 to 520 nm 600 to 580 THz
Blue 430 to 500 nm 700 to 600 THz
Violet 380 to 430 nm 790 to 700 THz
Tabel 2. Spektrum cahaya tampak (visible)

Panjang gelombang Warna


Warna
(nm) Komplementer

400 – 435 Lembayung (violet) Kuning-hijau


435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Hijau-biru Jingga
490 – 500 Biru-hijau Merah
500 – 560 Hijau Ungu (purple)
560 – 580 Kuning-hijau Lembayung (violet)
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Hijau-biru
610 – 750 Merah Biru-hijau

2. Pembaur cahaya

Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya


disebut monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari
sana lah kemudian kita bisa memilih panjang gelombang yang
diinginka/diperlukan. Pada video yang diperlihatkan sinar tampak atau untuk
spektro visible, tapi untuk UV pun kerjanya sama, hanya saja tidak akan terlihat
oleh mata kita.

3. Kuvet

Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat
meletakan kuvet ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah
kita menyimpan sample dan yang satu lagi untuk blanko. Pada pengukuran di
daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan kuvet
kuarsa serta kristal garam untuk daerah IR.

4. Detektor

Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan oleh


sampel, disini terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan
ditampilkan pada reader (komputer). Komponen lain yang nampak penting
adalah cermin-cermin dan tentunya slit (celah kecil) untuk membuat sinar
terfokus dan tidak membaur tentunya, jadi satu hal penting dalam pekerjaan
dengan spektrofotometer UV-Vis adalah harus dihindari adanya cahaya yang
masuk ke dalam alat, biasanya pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada
cahaya lain otomatis jumlah cahaya yang diukur menjadi bertambah.

Spektrofotometer UV-Vis bekerja dengan cara mengukur jumlah relatif


cahaya dari panjang gelombang yang berbeda yang diabsorbsi dan ditransmisikan
oleh suatu senyawa. Gambar 2 menjelaskan mekanisme kerja spektrofotometer
yang mana cahaya putih dibiaskan oleh prisma menjadi sejumlah cahaya dengan
panjang gelombang yang berbeda. Cahaya tersebut akan melewati sampel dan
kemudian melewati tabung/kuvet yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik yang digunakan untuk mengukur densitas sampel tersebut.

Gambar 2. Prinsip kerja spektrofotometer

Teknik spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisi baik secara


kuantitatif maupun secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan
adanya pola spektrum yang mengenali suatu senyawa dan secara kuantitatif
berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer mengatakan bahwa
intensitas suatu cahaya yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa.
Semakin besar suatu konsentrasi, maka semakin besar nilai absorbasinya. Adapun
prinsip kerja spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya
monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut
diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan
(It). Transmitan adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika
melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel
(Io). Dimana rumus hukum Lambert Beer yaitu:

Gambar 3. rumus hukum Lambert Beer

Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain (Tahir, I, 2009):

 Radiasi yang digunakan harus monokromatik.


 Energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia.
 Sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus homogen.
 Tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak
berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer).

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-


beam dan double-beam.
a. Single-beam instrument

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan


mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam
instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah,
dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa
instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra
violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai
210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1998).

b. Double-beam instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190


sampai 750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang
dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar.
Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak
melewati sampel, mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan
perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat
pembaca (Skoog, DA, 1998).

Jenis Spektrofotometer

a. Spektrofotometer UV-Vis

Gambar 4. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu alat analisis kimia yang sering
digunakan di laboratorium untuk analisis kimia Bahan Bakar Nuklir.
Spektrofotometer ini merupakan gabungan antara spektrofotometer UV
dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV
dan sumber cahaya visible. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak
tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat
digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. Dan dapat
diunaka untuk penetapan analisis kualitatif dan kuantitatif, contohnya analisis
kuantitatif yang digunakan yaitu kurva kalibrasi dan metode one point (Mulja, M
S. 1995).

b. Spektrofotometer Infra merah

Gambar 5. Spektrofotometer Infra merah


Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000
– 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark
Maxwell.

Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang sinar infra merah dibagi


atas tiga daerah, yaitu (Mulja, M S. 1995).:

 Daerah Infra Merah dekat.


 Daerah Infra Merah pertengahan.
 Daerah infra Merah jauh

c. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 6. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan


pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam. SSA pertama kali
diperkenalkan oleh Welsh (Australia) pada tahun 1955. Alat ini relatif sederhana,
selektif, dan sangat sensitif. Teknik analisis SSA berdasarkan pada penguraian
molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus
listrik. Penentuan kadar logam berat dengan Spektrofotometrik Serapan Atom
(SSA) didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus
dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala
(Mulja, M S. 1995).
d. Spektrofotometer Resonansi Magnetik (NMR)

Gambar.7 Spektrofotometer Resonansi Magnetik (NMR)

Spektrofotometri NMR sangat penting artinya dalam analisis kualitatif,


khususnya dalam penentuan struktur molekul zat organik. Hal itu dikarenakan
spektrum NMR mampu menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan inti
atom yang spesifik (Mulja, M S. 1995).

e. Spektrofotometer Pendar Molecular (pendar fluor/pendar fosfor)

Metode fluoresensi dan fosforesensi melibatkan penyerapan radiasi dan


pengemisian radiasi yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih rendah
energinya. Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi kemudian
diubah menjadi energi termal. Fluorosensi maupun fosforesensi berkaitan dengan
perubahan energi vibrasi (Mulja, M S. 1995).

f. Spektrofotometer dengan metode hamburan cahaya (nefelometer,


turbidimeter dan spektrofotometer Raman)

Menurut temuan Raman tampak gejala pada molekul dengan struktur tertentu
apabila dikenakan radiasi infra merah dekat atau radiasi sinar tampak, akan
memberikan sebagian kecil hamburan yang tidak sama dengan radiasi semula.
Hamburan yang berbeda dengan radiasi semula (sumber radiasi) tersebut berbeda
dalam hal panjang gelombang, frekuensi serta intensitasnya dikenal sebagai
hamburan Raman. Hamburan Raman tersebut memberikan garis Raman dengan
intensitas tidak lebih dari 0,001% dari garis spektra sumber radiasinya (Mulja, M
S. 1995).
Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menurunkan produksi zat
dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Prostaglandin adalah unsur yang
dilepaskan tubuh sebagai reaksi terhadap kerusakan jaringan atau infeksi, yang
memicu terjadinya peradangan, demam, dan rasa nyeri. Paracetamol menghalangi
produksi prostaglandin, sehingga rasa sakit dan demam berkurang. parasetamol tak
memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis obat
anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Dalam dosis normal, parasetamol tidak
menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal,
atau duktus arteriosus pada janin. Mekanisme aksi utama dari parasetamol adalah
hambatan terhadap enzim siklooksigenase (COX, cyclooxygenase), dan penelitian
terbaru menunjukkan bahwa obat ini lebih selektif menghambat COX-2. Meskipun
mempunyai aktivitas antipiretik dan analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya
sangat lemah karena dibatasi beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya
kadar peroksida dapat lokasi inflamasi. Hal lain, karena selektivitas hambatannya
pada COX-2, sehingga obat ini tidak menghambat aktivitas tromboksan yang
merupakan zat pembekuan darah (Bagian Farmakologi FK UI, 1995).

IV. DATA FISIKA DAN KIMIA


4.1 Parasetamol / acetaminophenum (DepKes RI, 1995: 649)
Dapat menyebabkan iritasi jika kontak dengan kulit, muka dan pernafasan.
Pemerian: hablur/serbuk, hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan: larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N,
mudah larut dalam etanol
Suhu lebur: 169-172°C
BM: 151,57 g/mol
λ: 249 nm
4.2 Methanol / CH3OH (DepKes RI, 1995: 1176)
Mudah terbakar, menyebabkan iritasi
Pemerian: cairan berbau seperti alkohol, tidak berwarna
BM: 32,04
Td dan Tl :64,5
Kelarutan: dapat bercampur dengan air membentuk cairan jernih tidak
berwarna.
4.3 Asam klorida / HCL (DepKes RI, 1995: 49)
Dapat menyebabkan iritasi, berbahaya bila ditelan, korosif
Pemerian: cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan
dengan 2 bagian air asap hilang
BM: 36,46
BJ: <1,18
4.4 Aquadest
Pemerian: cairan jernih, tidak berwana, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan: tidak larut dalam minyak
BM: 18,02 g/mol
TD dan TL : 100°C dan 0°

V. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan

1. Filler 1. Aquadest
2. Gelas ukur 2. Baku pembanding paracetamol
3. Gelas kimia 3. Bahan baku paracetamol
4. Kuvet 4. HCL 0,1 N dalam methanol
5. Kertas perkamen 5. Methanol
6. Labu takar
7. Pipet tetes
8. Pipet volume
9. spatel
10. Spektofotometri UV
11. Timbangan analitik
VI. PROSEDUR
6.1 Analisis kualitatif
a. Larutan Standar

Sebanyak 50 mg baku pembanding paracetamol ditimbang menggunakan


timbangan analitik kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 mL dan dilarutkan
dalam HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100), larutan dikocok hingga homogen
selanjutnya sebanyak 1.0 mL larutan tersebut dipipet dan dimasukan kedalam labu
takar 10 mL kemudian diencerkan dengan HCL 0.1 N dalam metanol (1 dalam 100)
selanjutnya sebanyak 1.0 mL larutan tersebut di pipet dan diencerkan kembali
hingga 10 mL dalam labu takar 10 mL.

b. Larutan Uji

Sebanyak 50 mg bahan baku paracetamol ditimbang menggunakan


timbangan analitik kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 mL dan dilarutkan
dalam HCL 0,1 N dalam metanol (1 dalam 100), larutan dikocok hingga homogen
selanjutnya sebanyak 1.0 mL larutan tersebut dipipet dan dimasukan kedalam labu
takar 10 mL kemudian diencerkan dengan HCL 0.1 N dalam methanol (1 dalam
100) selanjutnya sebanyak 1.0 mL larutan tersebut di pipet dan diencerkan kembali
hingga 10 mL dalam labu takar 10 mL. spektrum UV larutan standar dan larutan uji
dibandingkan dan harus menunjukan panjang gelombang yang memberikan
absorbansi maksimum dengan nilai yang sama.

6.2 Analisis kuantitatif


a. Larutan standar

Sebanyak 30 mg baku pembanding paracetamol ditimbang menggunakan


timbangan analitik kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan methanol sebanyak 10 mL kemudian diencerkan dengan air destilasi
hingga tanda batas selanjutnya larutan dikocok hingga homogen (larutan stok baku
pembanding 300 ppm). Dipipet masing-masing larutan sebanyak 1, 1.5, 2, 2.5, 3,
3.5, dan 4 mL larutan stok baku pembanding kedalam labu takar 50 mL kemudian
diencekan dnegan air destilasi hingga tanda batas dan diperoleh satu seri larutan
standar dnegan konsentrasi masing-masing 3; 4.5; 6; 7.5; 9; 10.5; 12 ppm.

b. Larutan uji

Sebanyak 75 mg bahan baku paracetamol yang akan ditentukan kadarnya


ditimbang menggunakan timbangan analitik kemudian dimasukan kedalam labu
takar 100 mL dan ditambahkan methanol 10 mL kemudian diencerkan dengan air
destilasi hingga tanda batas selanjutnya dikocok hingga larutan homogen
selanjutnya dipipet 1.0 mL larutan kemudian diencerkan hingga 100 mL.

Cara kurva kalibrasi

Pada panjang gelombang maksimumnya, absorbansi setiap larutan


pembanding dan juga larutan sampel diukur dengan menggunakan kurva kalibrasi
atau persamaan garis kemudian kadar larutan sampel dihitung (jangan lupa faktor
pengencerannya).

Cara one point

Absorban salah satu larutan pembandin diambil kemudian digunakan untuk


menghitung kadar larutan sampel mengguanakan metode “One Point” (jangan lupa
faktor pengencerannya). Kedua hasil penetapan kadar tersebut dibandingkan dan di
diskusikan hasil yang diperoleh.

𝐴𝑢
𝐶𝑢 = 𝑥 𝐶𝑠
𝐴𝑠

Cu: konsentrasi larutan uji

Au: absorbansi larutan uji

As: absorbansi larutan standar

Cs: konsentrasi lautan standar


VII. DATA PENGAMATAN
7.1 Analisis kualitatif
50,2 𝑚𝑔 10
50,2 mg dalam 100 ml = 𝑥 10 = 502 𝑚𝑔/𝑙
100 𝑚𝑙

Konsentrasi larutan standar = 502 ppm


51,2 𝑚𝑔 10
51,2 mg dalam 100 ml = 𝑥 10 = 512 𝑚𝑔/𝑙
100 𝑚𝑙

Konsentrasi larutan uji = 512 ppm

 Pengenceran larutan standar


V1×M1 = V2×M2 V1×M1 = V2×M2

1ml × 502 ppm = 10 ml × N2 1ml × 50,2 ppm = 10 ml × M2


502 50,2
M2 = = 50,2 𝑝𝑝𝑚 M2 = = 5,02 𝑝𝑝𝑚
10 10

 Pengenceran larutan uji


V1×M1 = V2×M2 λStd = 248,6 nm

1ml × 5,02 ppm = 10 ml × M2 λUji = 248,3 nm

N2 =
5,02
= 0,502 𝑝𝑝𝑚 λTeoritis = 249 nm
10

VIII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan
baku parasetamol dengan metode spektrofotometri UV-sinar tampak. Uji kualitatif
dan kuantitatif dilakukan dengan membandingkan baku pembanding parasetamol
dengan bahan baku parasetamol. Pada setiap analisis, baik kualitatif maupun
kuantitatif, masing-masing dibuat larutan standar dan larutan uji. Larutan standar
ini digunakan untuk memastikan penetapan yang dilakukan pada praktikum sesuai
ataupun tidak. Pada analisis kuantitatif kadar parasetamol ditentukan kadarnya
menggunakan kurva kalibrasi.
Kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Kimia analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya (keberadaan)
suatu unsur atau senyawa kimia baik organik maupun anorganik. Dan kimia analisis
kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam
suatu cuplikan.

Pertama, pada praktikum ini dilakukan analisis kualitatif bahan baku


parasetamol dengan dibuat larutan standar dan larutan uji, baku pembanding dan
bahan baku parasetamol dicampurkan dengan HCl 0,1 N dalam metanol.
Penggunaan HCl untuk pembuatan larutan dalam analisis kualitatif ini sebagai
pereaksi geser karena diharapkan dapat meningkatkan pengukuran panjang
gelombang maksimumnya. Selain itu untuk memperjelas gugus kromofor yang ada
pada parasetamol sehingga dapat terukur abbsorbansinya untuk analisis kualitatif
menggunakan spektrofotometri UV-sinar tampak (Tulandi, 2015).

Pada analisis kuantitatif, sampel dilarutkan dengan menggunakan metanol


dan air. Karena parasetamol terdiri dari gugus polar dan gugus non polar dimana
apabila dilarutkan dengan air maka hanya bagian polar yang dapat larut. Oleh
karenanya digunakan pelarut metanol karena metanol memiliki gugus polar dan non
polar sama halnya seperti sampel. Sehingga bagian yang polar akan melarutkan
bagian polar pada sampel dan bagian non polar akan melarutkan bagian non polar
pada sampel (Tulandi, 2015).

Dalam pembuatan larutan standar dan larutan uji, parasetamol yang


dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya, dikocok hingga homogen. Tujuan
larutan dikocok yaitu agar homogen sehingga dapat larut sempurna. Pengocokan
ini juga dapat memperkecil ukuran partikel sehingga dapat memperbesar luas
permukaan kontak sampel dengan pelarut.

Spektrofotometri UV-vis digunakan untuk penentuan konsentrasi senyawa-


senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400 nm) atau
daerah sinar tampak (400-800 nm). Spektrofotometer UV-Vis mempunyai prinsip
dimana penyerapan sinar tampak untuk ultraviolet dengan suatu molekul dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state)
ke tingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra
violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
elektron bonding, akibatnya panjang absorbs maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul (Rohman, 2012).

Secara garis besar prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Vis adalah sinar
polikromatis yang berasal dari sumber sinar akan disejajarkan oleh lensa kemudian
masuk menuju prisma yang telah diatur sesuai dengan panjang gelombang yang
sesuai dengan sampel yang kita uji, sehingga dihasilkan sinar monokromatis. Sinar
dengan panjang gelombang yang sesuai dengan sampel akan melewati celah keluar
sedangkan sinar dengan panjang gelombang yang tidak sesuai akan tertahan. Oleh
celah keluar sinar dengan panjang gelombang yang sesuai akan melewati larutan
berwarna yang berada dalam kuvet, maka sinar tersebut akan diserap sebagian dan
sebagian lagi akan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan ditangkap oleh detektor
dan diubah menjadi signal listrik yang diperkuat oleh amplifier kemudian
diteruskan ke alat baca. Pada alat baca akan tertera data dalam %T atau absorban
(A) (Surawidjaja, 1994).

Parasetamol dianalisis kadarnya menggunakan spektrofotometer karena


secara struktur diketahui bahwa parasetamol mempunyai gugus kromofor dan
gugus auksokrom yang menyebabkan senyawa ini dapat menyerap radiasi pada
daerah ultraviolet. Parasetamol mempunyai spektrum ultraviolet dalam suasana
asam pada panjang gelombang 245 nm. Sedangkan pada larutan basa absorbansi
maksimumnya pada panjang gelombang 257 nm. (Roth dan Blaschke, 1985).

Gugus kromofor yang terdapat pada parasetamol:

Ikatan ganda antara dua atom


yang memiliki pasangan
elektron bebas
Sedangkan gugus auksokrom pada parasetamol:

Gugus auksokrom mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan


oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini
adalah substituen seperti -OH, -NH2, -NHR dan –NR2. Gugus ini akan memperlebar
sistem kromofor dan menggeser maksimum absorpsi kearah panjang gelombang
yang lebih panjang. Gugus auksokrom tidak menyerap pada panjang gelombang
200-800 nm, namun memengaruhi spektrum kromofor dimana auksokrom tersebut
terikat (Watson, 2005).

Pada pengujian kualitatif dan kuantitatif parasetamol menggunakan


spektrofotometri UV-sinar tampak, terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang
maksimumnya agar pengukuran absorbansi lebih optimal. Panjang gelombang
maksimum ini memang sudah terdapat dalam literatur, namun kembali dilakukan
karena disetiap pengujian yang berbeda akan memiliki panjang gelombang
maksimal yang berbeda pula. Namun biasanya tidak jauh berbeda dengan literatur.
Penentuan panjang gelombang dilakukan menggunakan larutan baku pembanding
pada konsentrasi 7.5 ppm dan dibandingkan dengan larutan bahan baku
parasetamol. Pada larutan baku pembanding didapat absorbansi maksimum 0.380
Abs pada panjang gelombang maksimum 248,6 nm. Untuk larutan bahan baku
parasetamol didapat absorbansi maksimum 0.444 Abs pada panjang gelombang
maksimum 248,3 nm. Lalu dilakukan pengukuran absorbansi untuk semua
konsentrasi larutan baku pembanding dan larutan bahan baku parasetamol. Satu per
satu larutan baku pembanding dengan konsentrasi 3; 4.5; 6; 7.5; 9; 10.5; 12 ppm
dan larutan bahan baku dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur absorbansinya.
Dilakukan seri pengenceran pada percobaan ini yaitu untuk mengurangi kepekatan
dari larutan sampel.
Hasil pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-sinar
tampak untuk baku pembanding dari konsentrasi terkecil hingga terbesar adalah
0.206; 0.304; 0.395; 0.576; 0.613; 0.743; 0.818 Abs dan untuk bahan baku
parasetamol adalah 0.720 Abs. Hasil absorbansi keduanya kemudian digunakan
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku parasetamol yang digunakan.

Pada pengukuran daerah sinar UV digunakan kuvet kaca kuarsa karena


kuvet gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Sebelum digunakan, kuvet harus
dibilas terlebih dahulu dengan larutan yang akan digunakan. Tujuannya agar
pengukurannya akurat. Sebelum dimasukkan kedalam alat spektofotometer, kuvet
harus dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue. Karena jika tidak dikeringkan,
khawatir ada air dari luar dinding kuvet yang bisa menyebabkan alat cepat rusak.
Alat pengeringnya juga harus tissue karena tissue memiliki permukaan yang
lembut, dan tidak akan merusak kuvet. Cara meletakkan kuvet dalam alat
spektofotometer adalah dengan menghadapkan kuvet bagian bening ke alat detektor
dan monokromator. Hal ini karena bagian bening kuvet itu ialah tempat dimana
cahaya diserap. Pengukuran pertama dilakukan terhadap blanko. Blanko adalah
larutan yang mendapat perlakuan sama dengan sampel tetapi tidak mengandung
komponen sampel. Blanko dibuat untuk mengetahui besarnya serapan yang
disebabkan oleh zat yang bukan sampel, baik hanya pelarut untuk melarutkan atau
mengencerkan larutan. Hal ini diharapkan agar saat pengukuran absorbansi larutan
baku pembanding dan larutan bahan baku parasetamol yang terukur hanya bahan
uji saja, dan pelarut yang digunakan tidak terukur absorbansinya (Watson, 2005).

Nilai absorbansi yang baik berkisar antara 0,2 – 0,8. Hubungan antara
absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan
antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum
Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan
absorbansi tidak linear lagi. Bila resapan terletak di luar daerah tersebut, maka dapat
diatasi dengan (Rohman, 2012) :
- Larutan yang diukur diencerkan / dipekatkan
- Gunakan sel dengan ketebalan yang sesuai
- Pilih panjang gelombang pengukuran yang sesuai

Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi konsentrasi tidak linear


(Rohman, 2012) :

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).

Pada analisis kuantitatif, kadar parasetamol ditentukan dengan kurva


kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dari satu seri larutan pembanding / baku / standar.
Seri kadar larutan baku hendaknya memiliki resapan antara 0,2 – 0,8. Kurva
kalibrasi atau kurva baku ini merupakan hubungan antara konsentrasi dengan
resapan / aborbance. Bila hukum Lambert-Beer dipenuhi maka kurva kalibrasi
berbentuk garis lurus atau linier. Dengan memasukkan harga masing-masing
konsentrasi dan resapan yang dihasilkan oleh tiap seri konsentrasi tersebut ke
program regresi linier (LR), maka dapat diperoleh harga A, B, dan r sehingga dapat
disususn persamaan regresi linier kurva baku sebagai berikut: y = bx + a.

Untuk analisa kuantitatif, hasil absorbansi baku pembanding untuk seluruh


konsentrasi dibuat dalam bentuk kurva kalibrasi dan didapat persamaan regresi
linier. Dari persamaan regresi linier yang didapat kemudian dilakukan perhitungan
kadar bahan baku parasetamol dengan memanfaatkan nilai absorbansi bahan baku
parasetamol tersebut. Hasil perhitungan kadar dari persamaan regresi linier,
konsentrasi bahan baku parasetamol adalah 7.54 ppm. Kadar bahan baku
parasetamol yang diperoleh adalah 137%. Dari kadar bahan baku parasetamol yang
diperoleh, menunjukkan mutu bahan yang digunakan pada percobaan ini. Pada
Farmakope Indonesia edisi IV menyebutkan bahwa parasetamol mengandung tidak
kurang dari 98.0% dan tidak lebih dari 101.0% C8H9NO2. Jika dibandingkan
dengan hasil pengujian menggunakan metode spektrofotometri UV-sinar tampak
yang hasilnya melebihi 101%, maka dapat disebut bahwa mutu bahan baku
parasetamol yang digunakan sebagai sampel pada pengujian ini tidak baik. Bahan
baku parasetamol ini tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan obat
untuk dibuat menjadi sedian parasetamol karena kadarnya dibawah kadar
parasetamol yang telah tertera sebagai syarat dalam Farmakope Indonesia edisi IV.
Hal ini dapat disebabkan karena penimbangan bahan-bahan yang melebihi jumlah
yang telah ditentukan.

IX. KESIMPULAN
1. Analisis kualitatif bahan baku parasetamol dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
2. Hasil analisis kualitatif bahan baku parasetamol dilakukan dengan
membandingkan nilai absorbansi dengan baku pembanding yaitu 0.380 Abs
(⋋=248,6 nm) dan 0.444 Abs (⋋=248,3 nm).
3. Analisis kuantitatif bahan baku parasetamol dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
4. Hasil analisis kuantitatif bahan baku parasetamol menggunakan persamaan
regresi linier didapat persen kadarnya 137%.
5. Mutu bahan baku parasetamol yang digunakan pada percobaan ini adalah
tidak baik untuk digunakan sebagai bahan obat karena melebihi rentang
kadar teoritis.
X. DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi FK UI. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: UI
press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Dirjen POM.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S M. 2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Mulja, M S. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press
Rohman, A. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roth J., Hermann dan Blaschke, Goffried. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed
ke- 5. Orlando: Hourcourt Brace.
Surawidjaja. 1994. Matriks Kalibrasi untuk Penentuan Konsentrasi Komponen
dalam Larutan Campuran. Yogyakarta: FMIPA yogyakarta.
Tahir, I. 2009. Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi
Pada Penggunaan Phmeter Dan Spektrofotometer Uv-Vis. Paper seri
Manajemen Laboratorium.
Tulandi, G. P., Sudewi, S., Lolo, W., S. 2015. Validasi Metode Analisis untuk
Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara
Spektrofotometri Ultraviolet, PHARMACON, Vol. 4.
Watson, David G. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai