Anda di halaman 1dari 29

Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR


LINDI PADA TPA KALIORI MODEL SANITARY LANDFILL DI
KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh:

NADIA SAMIYAH

21080117120040

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.4 Rumusan Tujuan....................................................................................... 3
1.5 Pembatasan Masalah ................................................................................ 3
1.6 Rumusan Manfaat ..................................................................................... 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA................................................................................... 1
2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 1
2.2 Penelitian Relevan .................................................................................... 6
2.3 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................................... 7
BAB 3 METODOLOGI PERENCANAAN ........................................................... 1
3.1 Tujuan Perencanaan Secara Operasional ...................................................... 1
3.2 Waktu dan Tempat Perencanaan ................................................................... 3
3.3 Metode Penelitian.......................................................................................... 3
3.4 Teknik Pengambilan Sampel......................................................................... 3
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 4
3.5.1 Data-data yang Dibutuhkan.................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iv

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema TPA Sanitary Landfill ............................................................ 4


Gambar 2. 2 Skema Instalasi Pengolahan Air Lindi ............................................... 6
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Lindi
Kabupaten Banyumas.............................................................................................. 8
Gambar 3. 1 Diagram Alir Perencanaan IPAL Peningkatan TPA Kaliori, Kabupaten
Banyumas ................................................................................................................ 2
Gambar 3. 2 Layout Eksisting TPA Kaliori, Kabupaten Banyumas....................... 3
Gambar 3. 3 Hirarki dalam Pemilihan Alternatif Unit Pengolahan ...................... 10

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data-data yang dibutuhkan ........................................................................ 5


Tabel 3. 2 Bobot Tingkat Kepentingan ................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
daya tarik wisatawan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kehadiran
beberapa obyek wisata yang berbeda dari daerah lainnya seperti pemandian air
panas dan wahana petualangan. Selain itu suasana pegunungan yang
menimbulkan hawa dingin membuat para wisatawan betah untuk berlama-lama
menginap di Kabupaten Banyumas. Beberapa keuntungan diatas tentu menarik
para investor untuk membuka usaha sejenis penginapan, toko souvenir bahkan
wisata baru di Kabupaten Banyumas, sehingga menimbulkan dampak berupa
semakin banyak lahan yang beralih fungsi.

Dampak lain yang dihasilkan dari terus meningkatnya wisatawan atau


penduduk di Kabupaten Banyumas adalah meningkatnya timbulan sampah dari
masing-masing sektor. Contoh sederhana seperti lahan yang mulanya
digunakan sebagai perkebunan dan menghasilkan sampah homogen yakni
sampah organik berupa dedaunan, kini beralih fungsi menjadi penginapan yang
menghasilkan sampah heterogen seperti plastik pembungkus hingga limbah
makanan dengan jumlah yang jauh lebih banyak.

Sedangkan tempat pemrosesan akhir sampah di Kabupaten Banyumas


belum bisa diandalkan karena masih menggunakan tempat pemrosesan akhir
model open dumping dimana sistem pembuangan sampah yang dilakukan
secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah jika sampah yang dihasilkan
adalah sampah organik yang membusuk karena menimbulkan gangguan
pembauan dan estetika serta menjadi sumber penularan penyakit (Wahid Iqbal
dan Nurul, 2009). Sedangkan sampah anorganiknya seperti plastik dan kaleng-
kalengan akan menumpuk seiring dibuangnya sampah. Sehingga kondisi terkini

1
TPA Kabupaten Banyumas yang berlokasi di Kaliori sudah sangat melebihi
kapasitas timbunannya dan menimbulkan bau tidak sedap yang berlebihan.

Selain kondisi TPA yang sudah melebihi kapasitas penampungan,


Kabupaten Banyumas juga beresiko menerima dampak lain berupa tercemarnya
air baik permukaan maupun air tanah khususnya di daerah Kaliori karena TPA
belum dilengkapi dengan fasilitas pelapis air lindi. Lindi sendiri merupakan air
yang terbentuk dalam timbunan sampah dan melarutkan banyak senyawa yang
memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi Untuk itu
diperlukan tempat pemrosesan akhir sampah yang baru dengan model sanitary
landfill. Dimana model TPA sanitary landfill (lahan urug saniter) merupakan
TPA yang pemusnahan sampahnya dilakukan dengan membuat lubang di tanah
kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah sebagai lapisan
penutup lalu dipadatkan (Wahid Iqbal dan Nurul, 2009).

TPA model sanitary landfill harus dilengkapi dengan beberapa unit


salah satu unit terpenting adalah unit instalasi pengolahan air lindi. Karena misi
utama model TPA sanitary landfill adalah untuk mengurangi kemungkinan
masuknya air lindi ke badan air dan memanfaatkan gas metan yang dihasilkan.
Unit pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya
dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya maka
dapat diidentifikasi permasalahan yang akan dijadikan dasar penelitian ini.
Permasalahan tersebut diantaranya:

1. Kondisi TPA di Kabupaten Banyumas yang sudah melebihi daya


tampungnya.
2. Model TPA di Kabupaten Banyumas yang sekarang adalah open dumping
sehingga memungkinkan tercemarnya badan air akibat air lindi.
3. Perencanaan TPA yang belum matang sehingga TPA belum dapat
beroperasi secara optimal.

2
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya maka
dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini,
yakni:

1. Apakah model TPA yang optimal menampung sampah di Kabupaten


Banyumas?
2. Bagaimana cara mencegah masuknya air lindi ke badan air terutama
kawasan disekitar TPA?
3. Bagaimana rencana instalasi pengolahan air lindi pada TPA model sanitary
landfill yang akan diterapkan di Kabupaten Banyumas?

1.4 Rumusan Tujuan


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya maka
dapat dirumuskan beberapa tujuan dari pembahasan yang ada dalam penelitian
ini, yakni:
1. Mengkaji model TPA yang tepat diterapkan oleh Kabupaten Banyumas
untuk mengatasi peningkatan penduduk yang semakin pesat.
2. Mengkaji rencana cara mencegah dan menangani air lindi yang dihasilkan
dari operasi pengolahan sampah di TPA.
3. Mengkaji rencana pengembangan instalasi pengolahan air lindi pada TPA
model sanitary landfill di Kabupaten Banyumas.

1.5 Pembatasan Masalah


Agar lebih spesifik dan optimal maka pembatasan permasalahan sangat
perlu dilakukan dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Perencanaan wilayah yang akan dilayani oleh TPA model sanitary landfill
hanya meliputi Kabupaten Banyumas.
2. Perencanaan umur TPA sanitary landfill hanya untuk 10 tahun setelah TPA
beroperasi.

3
1.6 Rumusan Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah mampu menerapkan ilmu-ilmu
yang selama ini diperoleh selama kegiatan perkuliahan. Selain itu peneliti
memiliki gambaran nyata terkait tata cara merencanakan suatu fasilitas
umum yakni tempat pemrosesan akhir yang baik dan optimal.
2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Manfaat penelitian ini bagi pengembangan ilmu pengetahuan adalah
menambah informasi terkait hal-hal yang perlu diperhatikan dan harus
dilakukan untuk merencanakan tempat pemrosesan akhir bagi suatu
wilayah.
3. Bagi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas
Manfaat penelitian ini bagi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas
mampu menjadi salah satu acuan untuk mengelola persampahan di
Kabupaten Banyumas khususnya perencanaan tempat pemrosesan akhir
sampah.

4
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Sampah
Sampah merupakan benda yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
biasanya sudah tidak memiliki nilai ekonomis terhadap bentuknya.
Menurut Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan
sampah ialah bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan
binatang, yang merupakan bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga
dibuang sebagai barang yang sudah tidak berguna lagi. Sedangkan
menurut Murtadho (1988), sampah organik meliputi sampah semi basah
berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian
dan makanan misalnya sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan
kulit buah yang kesemuanya mudah membusuk.
Di Indonesia umumnya sampah dibiarkan saja menumpuk tanpa
diperlakukan pengolahan sehingga mengurangi nilai estetika dari suatu
wilayah. Selain itu keberadaan sampah biasanya menimbulkan wabah
penyakit baik menular maupun tidak menular. Padahal sampah
sebenarnya memiliki sisi tersendiri sehingga dapat memiliki nilai
ekonomis. Menurut Reksosoebroto (1990), bahwa penanganan sampah
yang baik akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia
dan lingkungan. Manfaat lain penanganan sampah yang baik adalah
menurunkan 90% angka kehidupan lalat menurunkan 90% angka
kehidupan tikus menurunkan 30% angka kehidupan nyamuk, menurunkan
70% angka kerusakan jembatan dan menurunkan 90% angka kerusakan
pipa bangunan.
Keuntungan pembuangan sampah yang dapat diperoleh dari
pengelolaan sampah yang baik dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: (1)

1
Dari segi sanitasi, menjamin tempat kerja yang bersih, mencegah tempat
berkembang biaknya vektor hama penyakit dan mencegah pencemaran
lingkungan termasuk timbulnya pengotoran sumber air; (2) Dari segi
ekonomi mengurangi biaya perawatan dan pengobatan sebagai akibat
yang ditimbulkan sampah. Tempat kerja yang bersih akan meningkatkan
gairah kerja dan akan menambah produktivitas serta efisiensi pekerja,
menarik banyak tamu atau pengunjung, mengurangi kerusakan sehingga
mengurangi biaya perbaikan (3) Dari segi estetika, menghilangkan
pemandangan tidak sedap dipandang mata menghilangkan timbulnya
bau–bauan yang tidak enak, mencegah keadaan lingkungan yang kotor
dan tercemar. Penanganan sampah yang baik akan memberikan manfaat
yang besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Dengan irgensi sedemikian maka lahirlah beberapa metode
pengelolaan sampah, bergantung pada kondisi suatu wilayah. Menurut
Wasito (1970) mengemukakan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah
meliputi beberapa phase penyelenggaraan, dan pada phase pembuangan
akhir terdiri dari beberapa macam metode, yaitu: (1) Phase penyediaan
atau phase penampungan (2) Phase pengumpulan dan pengangkutan; (3)
Phase pembuangan. Macam-macam metode pembuangan akhir adalah:
(1) Pembuangan sampah 15 terbuka; (2) Pembuangan sampah dalam
badan air; (3) Pembuangan sampah dirumah-rumah bersama air kotor
masuk ke instalasi pembuangan air kotor dengan didahului pemotongan
sampah; (4) Pembuangan sampah dengan cara diolah menjadi kompos;
dan (5) Pembuangan sampah melalui instalasi pembakaran.
2.1.2 Pengertian Air Lindi
Air lindi merupakan air yang dihasilkan dari sampah yang dibiarkan
menumpuk dalam ruangan terbuka sehingga bisa menghasilkan air baik
akrena terkena air hujan maupun karena adanya proses penguraian
sampah oleh bakteri. Menurut Arief (2016) air lindi merupakan air dengan
konsentrasi kandungan organik yang tinggidan terbentuk dalam landfill
akibat adanya air hujan yang masuk ke dalamlandfill. Air lindi merupakan

2
cairan yang sangat berbahaya, karena selainkandungan organiknya tinggi,
juga mengandung unsur logam (Seperti Zn dan Hg).Jika tidak ditangani
dengan baik, air lindi dapat terserap ke dalam tanah sekitarlandfill
kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill.
Keberadaan air lindi di lingkungan sangat berbahaya, karena selain
dapat meresap ke tanah dan mencemari air tanah, air lindi juga dapat
menjadi media penyebar penyakit karena teksturnya yang sensitif, hal ini
bersesuaian dengan pendapat Rusdianasari (2016) bahwa air lindi dapat
mengandung kontaminan organik dalam jumlah yang besardan dapat
diukur sebagai Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD) dan ammonia. Selain itu, juga terdapat kadar logam yang
tinggiyang dapat memberikan efek buruk bagi lingkungan. Oleh karena
itu, Ada banyakmetode yang digunakan untuk pengolahan air lindi hingga
saat ini antara lain penggunaan membran, teknik oksidasi, metode
koagulasi-flokulasi, lagoon, danwetland. Pengolahan tersebut cenderung
lebih mahal dan rumit jika dibandingkan dengan metode elektrokoagulasi.
Metode elektrokoagulasi ini merupakan metodeyang menjanjikan dalam
pengolahan lindi dilihat dari efektifitasnya yang tinggi,biaya perawatan
yang rendah, kurang diperlukannya uji laboratorium dan hasil pengolahan
yang cepat.
2.1.3 Kondisi Eksisting TPA Kaliori
TPA Kaliori merupakan salah satu TPA yang digunakan oleh
Pemerintah Kabupaten Banyumas sebagai tempat pembuangan akhir
sampah. Diantara empat TPA yang ada di Kabupaten Banyumas, TPA
Kaliori merupakan TPA tertua kedua setelah TPA Gunung Tugel. TPA
Kaliori digunakan karena TPA Gunung Tugel yang sebelumnya
menampung sampah dari seluruh Kabupaten Banyumas dengan metode
open dumping sudah tidak mampu lagi menampung sampah. Selain itu
TPA model open dumping sudah tidak boleh dioperasikan pada tahun
2008, hal ini bersesuaian dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang

3
Pengelolaan Sampah yang melarang perngoperasian TPA model open
dumping.
TPA Kaliori dibangun dengan sedikit lebih modern karena mulai
menerapkan model TPA sanitary landfill, dimana TPA model sanitary
landfill merupakan TPA yang mulai melakukan pengurugan terhadap
sampah yang dibuang sehingga tidak menimbulkan bau yang berlebihan
di sekitar TPA. Menurut Wahid Iqbal dan Nurul C. (2009: 279-280) TPA
model sanitary landfill (lahan urug saniter) merupakan TPA yang
melakukan pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah
kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah sebagai lapisan
penutup lalu dipadatkan. Cara ini memerlukan persyaratan harus tersedia
tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, dan tersedia alat-
alat besar.
Karena sudah menggunakan model TPA yang sedikit lebih modern
maka bupati Banyumas periode 2013-2018 berinisiatif untuk
memanfaatkan TPA Kaliori sebagai wisata edukasi yang dimaksudkan
dapat menjelaskan pengolahan sampah yang baik pada masyarakat umum.
Namun TPA Kaliori belum memiliki instalasi pengolahan air lindi yang
baik dan dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada edukasi yang
disebarkan pada masyarkat. Sehingga direncanakanlah sebuah instalasi
pengolahan air lindi yang lebih modern di TPA Kaliori.

Gambar 2. 1 Skema TPA Sanitary Landfill


Sumber : Samang, 2012

4
Selain Kolam pengumpul lindi terdapat juga kolam stabilisasi
yang berperan untuk menurunkan kadar BOD dan COD juga dapat
menurunkan jumlah fecal coli yang ada dalam leachate. Namun untuk
pengolahan lindi sebaiknya menggunakan kolam anaerobik/ fakultatif
karena sangat tingginya kadar BOD. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen,
kolam aerasi dilengkapi dengan aerator yang mempunyai fungsi
mensuplai oksigen yang diperlukan untuk menurunkan kadar BOD/COD.
Dengan demikian sinar matahari sangat berperan di kolam maturasi ini
dikarnakan sinar matahari dapat membasmi bakteri yang terdapat pada
kolam maturasi. Di kolam ini pun terjadi simbiosis antara bakteri dan
algae. Hanya saja, diharapkan bakterinya dapat dibasmi sebelum dibuang
ke sungai. Algaenya juga jangan sampai banyak yang masuk ke sungai
agar tidak menurunkan kulaitas air sungai. Efisiensi konversi BOD5 dan
COD : 50%.

2.1.4 Instalasi Pengolahan Air Lindi


Instalasi pengolahan air lindi merupakan bangunan yang dibangun
untuk menampung dan mengalirkan air lindi hasil pembusukan dari
sampah ke tempat yang digunakan untuk menampung biasanya berbentuk
kolam. Menurut EPA (2000) pengolahan lindi dibagi menjadi 4 proses
dalam penyisihan kandungan ammonia dan kandungan organik lainnya.
Metode daoat dibagi menjadi 4 kategori antara lain:
a. Pengolahan fisik dan kimiawi,
b. Pengolahan biologis,
c. Kombinasi 1 dan 2 dalam satu sistem, dan
d. Pengolahan lanjutan.

IPAL sendiri terdiri dari beberapa bangunan yang fungsinya


berbeda-beda bergantung pada peletakkanya. Keberadaan unit pada IPAL
juga tidak sama bergantung pada kebutuhan dari lindi yang ditampung dan
dikelola. Unit terpenting dalam IPAL adalah kolam pengumpul lindi yang
dirancang untuk menampung air lindi dari saluran pengumpul sebelum

5
diolah pada instalasi pengolahan lindi. Menurut Tchobanoglaus (1993)
kapasitas kolam pengumpul lindi bergantung pada jenis pengolahan pada
fasilitas pengolahan yang tersedia. Umumnya kolam pengumpul lindi
dirancang untuk menampung lindi selama 1-3 hari. Berikut salah satu
contoh susunan skema IPAL.

Gambar 2. 2 Skema Instalasi Pengolahan Air Lindi

Sumber : Saleh, 2012

2.2 Penelitian Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Chairil Saleh pada tahun 2012 dengan judul
Studi Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Lindi Sebagai Kontrol
Pemenuhan Baku Mutu Sesuai Kepmen 03/91 (Studi Kasus Pada Tpa Supit
Urang Malang) menunjukkan bahwa sebuah instalasi pengolahan air lindi
sangat memerlukan perencanaan yang matang sebelum dibangun karena hal
ini sangat berdampak pada nilai investasi suatu bangunan. Selain itu dalam
penelitian ini dijelaskan mengenai cara perencanaan instalasi pengolahan air
lindi yang benar dengan mendahulukan perhitungan debit lindi yang
dihasilkan oleh suatu TPA.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurandani Hardyanti dan Haryono Setiyo
Huboyo yang berjudul Evaluasi Instalasi Pengolahan Lindi Tempat
Pembuangan Akhir Putri Cempo Kota Surakarta membahas tentang
kondisi IPAL di TPA Putri Cempo yang sudah tidak berfungsi dengan
semestinya karena kapasitas timbulan sampah yang dikelola sudah melebihi
kemampuan dari pengolahan yang dilakukan pada TPA tersebut. Hal ini

6
ditandai dengan retaknya dinding-dinding bangunan IPAL. Oleh karena itu
diperlukan adanya analisis dan evaluasi instalasi pengolahan air lindi di
TPA Putri Cempo untuk mengembalikan fungsi dari IPAL.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Joko Prayitno Susanto, et al dengan judul
Pengolahan Lindi dari TPA dengan Sistem Koagulasi –Biofilter Anaerobic
yang membahas tentang kelebihan metode koagulasi-biofilter anaerobic
dalam mengolah lindi sehingga dapat menyisihkan bakteri dan senyawa
kimia yang khas dari air lindi.

2.3 Kerangka Pikir Penelitian


Kerangka Pikir dalam Perencanaan instalasi Pengolahan Air Lindi di
TPA Kaliori Kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut :

Pengelolaan sampah di TPA


Analisis Kaliori, Kabupaten
Banyumas

Studi Literatur
Survey kondisi eksisting
TPA Kaliori

Melakukan pengambilan
sampel ke beberapa tempat
Tindakan
yang diindikasi tercemar air
lindi TPA Kaliori

Analisis dan Pengolahan


Data

Perencanaan Instalasi
Pengolahan Air Lindi di
TPA Kaliori

Hasil

Evaluasi

7
Gambar 3 Kerangka Berpikir Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Lindi
Kabupaten Banyumas

8
1
BAB 3

METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 Tujuan Perencanaan Secara Operasional


Tujuan dilakukannya penelitian ini secara operasional adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis da indentifikasi terhadpa kondisi eksisting yang terdapat


pada Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL) pada zona aktif TPA Kaliori
yang meliputi:
a. Gambaran umum wilayah perencanaan,
b.Topografi/kontur wilayah perencanaan,
c. Penerapan pengolahan lindi di wilaya perencanaan,
d.Kualitas linbkungan di wilayah perencanaan.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber, kuantitas dan kualitas air lindi
yang akan diolah di Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL) TPA Kaliori.
3. Merencanakan pengembangan sistem Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL)
pada zona baru.
4. Membuat alternatif, memilih alternatif terpilih dan melakukan perencanaan
Detail Engineering Desain (DED) yang dapat diterapkan sebagai pengolah
lindi pada zona baru sesuai dengan tinjauan aspek-aspek penilaian tertentu.
5. Menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang meliputi:
a. Menghitung biaya pekerjaan persiapan,
b.Menghitung biaya pembangunan Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL),
c. Menghitug biaya pekerjaan jaringan perpipaan lindi.

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dpaat diperjelas
pada diagram berikut:

1
Gambar 3. 4 Diagram Alir Perencanaan IPAL Peningkatan TPA Kaliori,
Kabupaten Banyumas

2
3.2 Waktu dan Tempat Perencanaan
Waktu perencanan dilaksanakan selama 8 bulan, yaitu bulan Oktober
hingga bulan Mei tahun 2019. Pelaksanaan perencanaan ini akan dilakukan di
kawasan TPA Kaliori Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten
Banyumas. Berikut layout eksisting TPA Kaliori

Gambar 3. 5 Layout Eksisting TPA Kaliori, Kabupaten Banyumas

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian pada perencanaan Instalasi Pengolahan Air Lindi TPA
Kaliori adalah kuisioner dan pengambilan sampel yang dilakukan selama tiga
bulan sebelum perencanaan dilakukan. Tujuan dari pengambilan sampel dan
kuisioner ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran nyata terkait kondisi TPA
dan dampak yang diterima oleh kegiatan dan lingkungan sekitar. Pengambilan
sampel dan kuisioner dilakukan di empat titik sampel.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan pengisian kuisioner dan
wawancara secara langsung degan pihak-pihak yang melakukan kegiatan
disekitar TPA Kaliori dengan jarak berkisar antara 100 m dari lokasi TPA.
Alasan jarak sedemikian adalah untuk mendapatkan pendapat dari orang-orang

3
yang paling terdampak oleh kegiatan TPA. Sampel tersebut diambil pada 25
orang pada masing-masing desa terdekat TPA yakni Desa Kaliori, Desa
Kalibagor, Desa Sokaraja Kidul dan Desa Sokaraja Lor.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan untuk analisis didapatkan dengan cara
pengumpulan data primer dan data sekunder sesuai dengan kebutuhan analisis
studi. Untuk dapat mendukung kelengkapan data, maka diperlukan suatu
instrument observasi,survei instansional dan wawancara. Adapun sumber-
sumber data tersebut adalah instansi teknis yang terkait dengan pengelolaan
sampah di Kabupaten Banyumas serta khususnya di lokasi TPA Kaliori.
Pelaksanaan survei pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh pemahaman terhadap tiga hal yaitu kebijaksanaan
pengembangan daerah di lapangan, kondisi realita di lapangan dan
perkembangan ide, gagasan dan aspirasi dari seluruh pihak yang
berkepentingan dengan pelaksanaan di lapangan.

3.5.1 Data-data yang Dibutuhkan


Data primer dalam perencanaan ini yaitu data eksisting wilayah studi
yang meliputi kualitas dan kuantitas lindi di TPA eksisting. Data tersebut
diperoleh dari survei lapangan dengan melakukan pengukuran langsung
dan pengambilan sampel yang kemudian dianalisis di laboratorium yang
terkait.
Adapun data sekunder yang dibutuhkan dalam perencanaan ini adalah:
1. Data Klimatologi
Diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Jawa Tengah yang meliputi data hari dan curah hujan, temperatur dan
kelembapan, serta arah dan kecepatan angin.
2. Data Geohidrologi
Diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten yang
meliputi data karakteristik hidrogeologi kawasan peningkatan TPA
Kaliori, Kabupaten Banyumas.

4
Tabel 1 Data-data yang dibutuhkan

Jenis Data
No. Data
Primer Sekunder
1. Data Eksisting Wilayah Studi √
2. Data Kualitas Lindi √
3. Data Kuantitas Lindi √
4. Data Kondisi Wilayah Studi:
- Administrasi daerah
- Aspek Sarana dan Prasarana

- Demografi
- TPA Kaliori
5. Data Topografi Lahan √
6. Data Klimatologi √
7. Data Geohidrologi √

3.6 Teknik Pengelolaan dan Analisis Data


3.6.1 Analisis Hidrologi
1. Pengukuran Dispersi
Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan curah hujan
maksimum harian setiap tahun. Kemudian analisis curah hujan
maksimum harian rata-rata daerah setelah itu ditinjau distribusi
perhitungan curah hujan rencana yang sesuai dengan analisis frekuensi
dengan meninjau beberapa para meter statistik (standar deviasi,
koefisien, skewness, koefisien kurtosis, dan koefisien variasi).
2. Analisis Frekuensi Curah Hujan
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi
suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur
tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam
berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai, yaitu
antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara
empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas
hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit lindi menggunakan
metode rasional.

5
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada
kualitas dan panjang data. Semakin pendek data yang tersedia, maka
akan semakin besar penyimpangan yang terjadi. Menurut Suripin
(2004), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam.
3. Pengujian Kecocokan Sebaran
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan
distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat mewakili dstribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji Chi-Kuadrat dan
uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisa.
Uji Smirnov-Kolmogorov sering disebut uji kecocokan non-
parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu dengan membandngkan selisih maksimum (Dmaks) nilai
peluang pengamatan P(x˂) dan peluang teoritis P’(x˂) dengan nilai
kritiis dari tabel nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov.
3.6.2 Perhitungan Debit Lindi
1. Intensitas Curah Hujan
Dalam menghitung debit lindi dengan metode rasional
memerlukan data intensitas hujan.
2. Metode Rasional
Penggunaan persamaan rasional yang aslinya digunakan
dalam penentuan drainase ternyata cukup mendekati untuk
digunakan dalam menghitung volume lindi disuatu TPA.
Koefisien lindi (C) sangata dipengaruhi olhe kondisi
permukaan TPA. Sangat berbeda apakah TPA sedang dalam tahap
pengoperasian, atau telah ditutup dengana lapisan tanaha akhir
sehingga limpasan air hujan dapat dibuang keluar dari area TPA.

6
3.6.3 Pemilihan Alternatif Unit Pengelolaan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Metode AHP merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan
dengan memperhatikan faktor-faktor persepsi, preferensi, pengalamana
dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian-penilaian dan nilai-nilai
pribadi ke dalam satu cara yang logis. Dalam menyelesaikan AHP ada
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya adalah
(Mulyono,2002):
1. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan
decomposition yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi
unsur-unsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan
dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan
pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatandari
persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan
tersebut dapat dikategorikan sebagai hirarki lengkap dan hirarki
tidak lengkap. Suatu hirarki keputusan disebut lengkap jika semua
elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua
elemen yang ada pada tngkat berikutnya, sementara hirarki tidak
lengkap kebalikannya dari hirarki lengkap. Bentuk struktur
decomposition yaitu:
a. Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal)
b. Tingkat kedua : Kriteria-kriteria
c. Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif
2. Comparative Judgement
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam
kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti
dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari
elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan

7
dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks
perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa
alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yanng digunakana
yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal
importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkat
paling tinggi (extreme importance).
3. Synthesis of Priority
Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen
vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur
pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency
Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP.
Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang
diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh
suatu vector compsite tertimbang yang menghasilkan urutan
pengambilan keputusan.
Pemilihan alternatif instalasi penegellaan lindi peningkatan
TPA Kaliori dilakukan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy
Process). Metode ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam
berbagai alternatif dengan menggunakan skala pembobotan pada
setiap kepentingannya. Pada kasus ini kepentingan tersebut meliput:
1. Efisiensi Pengolahan
Efisiensi pengolahan dartikan sebagai besarnya kemampuan
unit pengolahan untuk menyisihkan tiap parameter pencemar.
2. Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan diartikan sebagai lahan yang dbutuhkan
untuk membangun sebuah instalasi pengolahan lindi.
3. Biaya Investasi
Biaya Investasi adalah besarnya anggaran yang harus
dikeluarkan untuk membangun instalasi pengolahan lindi.

8
4. Operasional dan Pemeliharaan
Operasional dan Pemeliharaan diartikan sebagai sejauh
mana kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan instalas
tersebut.
Dalam penyusunan skala kepentingan sebagai pembobotan
tiap alternatif digunakan skala dasar sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Bobot Tingkat Kepentingan

Tingkat Definisi
Kepentingan
1 Sama pentingnya dibanding yang lain
3 Moderat pentingnya dibanding yang lain
5 Kuat pentingnya dibanding yang lain
7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9 Mutlak lebih penting dibanding yang lain
2,4,6,8 Nilai antara angka ganjil diatas
Sumber: Mulyono, 2002
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma repriprocal
artinya jika elemen I dinilai 3 kali lebih penting dibanding elemen J, maka elemen
J harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding dengan elemen I, perbandingan
tersebut kemudian dinilai konsistensinya. Hal ini penting dilakukan karena jika
penilaian kepentingan dapat juga bersifat subjektif. Prinsip penilaian dengan
menggunakan metode ini adalah dengan penilaian terhadap masing-masing
aspekpenting dengan pembobotan tertentu. Berikut hirarki lengkap dari masalah
pemilihan instalasi pengolahan lindi peningkatan TPA Kaliori.

9
Tingkat 1
Fokus Pemilihan Alternatif Pengolahan Lindi

Tingkat 2
Parameter Efisiensi Investasi (I) Kebutuhan Operasional &
Penentu Pengolahan Lahan (KL) Maintenance
(EP)

Tingkat 3 Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3


Alternatif

Gambar 3. 6 Hirarki dalam Pemilihan Alternatif Unit Pengolahan


Sumber: Mulyono, 2002
3.6.4 Tahap Perencanaan Pembangunan Instalasi Pengolahan Lindi
1. Menentukan Jalur Perencanaan Sistem Penyaluran Lindi
Analisis yang dilakukan meliput studi jalur yang akan
dilewati oleh pipa-pipa penyaluran. Jalur yang akan direncanakan
disesuaikan dengan kontur zona TPA. Sebisa mungkin jalur yang
digunakan dari elevasi tanah yang ada dilapangan selalu
mengalami penurunan agar meminimalisir penggunaan pompa.
Perencanaan jaringan perpipaan dilakukan dengan standar
perhitungan aliran lidi sesuai dengan Permen PU No. 3 tahun 2013
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan delengkapi
dengan analisis hidrolika air dalam pipa serta gambar profil
hidrolis.
2. Perencanaan Instalasi Pengolahan Lindi yang sesuai Kajian
Kelayakan
Data yang telah dianalisis digunakan sebagai adasar
perancangan detail engineering design insstalasi pengolahan lindi.

10
Perancangan ini meliputi penggunaan unit yang akan digunakan,
spesifikasi unit IPL seperti dimensi unit dan efisiensi pengolahan
tiap unit dilengkapi dengan gambar-gambar detail. Perancangan
dilakukan sesuai dengan kelayakan teknis dan lingkungan serta
secara lebih spesifik ketersediaan lahan dan cakupan pelayanan
instalasi pengolahan lindi.
3. Perancangan Operasional dan Pemeliharaan
Standar operasional dan prosedur (SOP) disusun sebagai
panduan untuk para operator sistem dan pelanggan dalam
mengoperasikan dan memelihara sistem instalasi pengolahan
lindi.
4. Perhitungan Rancangan Anggaran Biaya
Dalam perencanaan pembangunan sistem instalasi
pengolahan lindi terdapat anggaran baya yang harus diperkirakan
yaitu: biaya pekerjaan persiapan, biaya pekerjaan pembangunan
IPL, biaya pekerjaan jaringan perpipaan, dan biaya pekerjaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, 2018


Damanhuri, Enri. 1996. Teknik Pembuangan Akhir. Bandung: Jurusan Teknik
Lingkungan ITB.
Darmasetiawan, Martin. 2004. Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Jakarta: Ekamitra Engineering.
Davis, Mackenzie L. 2010. Water and Wastewater Engineering: Design Principles
and Partice. Michigan. Mc Graw Hill.
En-Found Enterpirse. Surface Acrators. http;//en-found.com/sur.htm (diakses
tanggal 17 Januari 2017)
Environmental Protect Agency. 2000. Wastewater Technology Fact Sheet:
Anaerobic Lagoons. Washington, USEPA.
Hoffman, Heike, Martina Winker, Chariistoph Platzer, and Elisabeth Von Mucnch,
Technology review of constructed wetlands Subserface flow
constructed wetlands for greywater and domestic wasterwater
treatment, Escborn, Deutsche Gesellschaft fur.
Lin, Shun dar. 2007. Waterwater Calculation Manual, 2nd edition. Mc Graw Hill
Book Co. New York..
Li, X.Z. and Q.L. Zhao, 2001. Efficiency of biological treatment affected by high
strength of ammonium nitrogen in leachate and chemical precipitation
of ammonium-nitrogen as pretreatment. Chemospere, 44: 37-43. DOI:
10.1016/S0045-6535(00)00382-9.
Loizidou,M., N. Vithoulkas and E. Kapetanios, 1992. Physical chemical treatment
of landfill leachate from landfill. J. Environ. Sci. Health, 27: 1059-
1073.
Metcalf and Eddy. 1991. Watewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuscthird
Edition. New york Mc Graw Hill Book Companies.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

iv
Mulyono, Sri. 2002. Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai