Gangguan Bicara Dan Bahasa
Gangguan Bicara Dan Bahasa
OLEH :
PETRUS SALOM FOEH JACOB
1707020023
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar
(learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation),
celah bibir, atau celah langit-langit mulut.
Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau
bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang
anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan
bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini
tidak selamanya terjadi.
Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika
pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga
menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau
suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan
diskusi interaktif.
Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat
mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.
Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara
atau dengan gangguan dalam kualitas suara. Ada yang disebut dysfluency atau stuttering atau
gagap, yaitu terjadi gangguan pada kelancaran berbicara, dan biasanya muncul di usia 3 atau 4
tahun. Gagap dapat hilang sendiri di usia remaja, namun tidak selalu demikian sehingga terapi
wicara harus selalu dipertimbangkan.
Gangguan bicara dapat juga berupa gangguan dalam artikulasi, hal ini disebut gangguan
fonologi. Gangguan artikulasi adalah penggantian satu suara dengan suara lain, atau
penghilangan satu suara, atau suara menjadi berubah sama sekali. Contoh gangguan artikulasi:
„mobil“ jadi „obin“ atau „mobi“ atau „obil“.
Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam „pitch“, volume ataupun kualitas suara. Gangguan
suara tipikal misalnya suara kasar, suara terputus-putus atau terengah-engah, suara yang terpecah
jika dalam intonasi atau pitch yang tinggi. Gangguan suara seperti ini biasanya terjadi bersamaan
dengan gangguan berbahasa lain sehingga disebut gangguan komunikasi kompleks. Bahkan
gangguan yang terjadi dapat merupakan gabungan dari beberapa gangguan yang telah disebutkan
di atas.
Sedangkan gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog
interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam
konteks yang „nyambung“ baik verbal maupun non verbal,menyelesaikan masalah, membaca
dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara
atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa
meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat,
ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal jumlahnya, dan
ketidak mampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam
mengatur syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu
kalimat.
Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.
2. Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah gangguan gerakan, otot, atau postur yang disebabkan oleh cedera
atau perkembangan abnormal di otak, paling sering terjadi sebelum kelahiran. Tanda dan gejala
muncul selama masa bayi atau prasekolah. Secara umum, cerebral palsy menyebabkan gangguan
gerakan yang terkait dengan refleks berlebihan atau kekakuan, postur tubuh yang abnormal,
gerakan tak terkendali, kegoyangan saat berjalan, atau beberapa kombinasi dari gangguan
tersebut. Efek cerebral palsy pada kemampuan fungsional sangat bervariasi.
Orang dengan cerebral palsy sering memiliki kondisi lain yang berkaitan dengan kelainan
perkembangan otak, seperti cacat intelektual, masalah penglihatan dan pendengaran, atau kejang.
Sebuah spektrum yang luas dari perawatan dapat membantu mengurangi efek cerebral palsy dan
meningkatkan kemampuan fungsional seseorang.
Fisioterapi.
Terapi bicara.
Terapi okupasi.
Terapi perilaku.
Down syndrome memang tidak bisa diobati. Namun dengan dukungan yang baik dari keluarga,
serta rutin menjalani terapi dan pemeriksaan ke dokter, penderita Down syndrome dapat hidup
mandiri dan terhindar dari komplikasi.
4. Perawakan Pendek
Perawakan pendek adalah istilah umum untuk orang yang tingginya jauh di bawah rata-rata
dibandingkan dengan tinggi normal. Meskipun dapat diterapkan untuk orang dewasa, istilah ini
lebih umum digunakan untuk anak-anak. Seorang anak bisa jauh lebih pendek dari teman-
temannya dan tetap sehat. Ini terutama benar jika kedua orang tua juga lebih pendek dari rata-
rata. Kondisi genetik adalah pemicu utama abnormalitas tinggi badan. Namun, perawakan
pendek dapat menunjukkan masalah medis yang mendasarinya. Dalam kasus ini, banyak anak
dapat tumbuh hingga ketinggian normal dengan perawatan yang tepat. Dalam kondisi lain,
perawakan pendek mungkin permanen. Dokter Anda akan mengukur tinggi anak Anda dan
kemudian merujuk pada bagan pertumbuhan. Bagan ini menunjukkan ketinggian rata-rata anak-
anak lain pada usia dan jenis kelamin yang sama. Dokter menganggap seorang anak bertubuh
pendek jika tinggi badan mereka berada dalam dua persen terendah dari kelompok sebaya
mereka.Tiga alasan utama untuk perawakan pendek adalah keterlambatan
pertumbuhan konstitusional, genetika dan penyakit.
5. Autisme
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek
dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi
dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya
dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya. Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik,
tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang
ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya
relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu
gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi
sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000
anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang
autisme pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu misteri, oeh karena
itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme. Salah satu hipotesis yang
kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori “ibu yang dingin”. Menurut teori ini
dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu
yang dingin. Teori ini banyak yang menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran
secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan
tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu
autisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang kedokteran akhir-akhir
ini telah menginformasikan individu dengan gangguan autisme mengalami kelainan
neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel otak yang tidak
sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama
kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel otak sedang dibentuk. Pemeriksaan dengan
alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya
kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat
emosi). Pada umumnya individu autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif
terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah- olah tidak mempunyai emosi.
Selain itu muncul pula perilaku yang berulang-ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua
peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak yang
menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur Candida yang
berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi enzim ke dalam usus
berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak dapat dicerna dengan sempurna.
Beberapa protein jika tidak dicerna secara sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein
biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut
seluruhnya dapat diputus dan ke-20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila
pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya belum terputus.
Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut peptida. Oleh karena adanya
kebocoran usus , maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus, masuk ke dalam aliran
darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptida tersebut ditangkap oleh reseptor oploid,
dan ia berfungsi seperti opium atau morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini
ke dalam otak menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya
seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan
gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-dugaan lain yang
menimbulkan keruskan pada otak seperti adanya timbal , mercury atau zat beracun lainnya yang
termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu hamil, yang selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan
pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi
kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi
erat kaitannya dengan gangguan pada otak.
6. Retardasi Mental
Retardasi mental atau disabilitas intelektual adalah gangguan intelektual yang ditandai
dengan kemampuan mental atau intelegensi di bawah rata-rata. Orang dengan retardasi mental
mempelajari kemampuan baru, namun lebih lambat.
Terdapat berbagai derajat retardasi mental, mulai dari ringan hingga sangat berat.
Kemampuan intelegensi biasanya diukur dengan menggunakan skor IQ. Seseorang dikatakan
retardasi mental apabila didapati skor IQ < 70.
Selain itu adapula faktor sosial seperti konflik keluarga, sosial ekonomi keluarga yang tidak
memadai., jumlah keluarga yang terlalu besar, orang tua terkena kasus kriminal, orang tua
dengan gangguan jiwa (psikopat), anak yang diasuh di penitipan anak, riwayat kehamilan
dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir
rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.
Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari yang ringan hingga yang berat, gejala ADHD
sudah dapat dilihat sejak usia bayi, gejala yang harus dicermai sensitif terhadap suara dan cahaya,
menangis, suka menjerit dan sulit tidur. Waktu tidur yang kurang sehingga bayi seringkali
terbangun. Sulit makan dan minum ASI. Tidak senang digendong, suka membenturkan kepala,
dan sering marah berlebihan. Keluhan yang terlihat pada anak yang lebih besar adalah, tampak
canggung, sering mengalami kecelakaan, perilaku berubah-ubah, gerakan konstan atau monoton,
lebih ribut dibandingkan anak-anak lainnya, kurang konsentrasi, tidak bisa diam, mudah marah,
nafsu makan buruk, koordinasi mata dan tangan tidak baik, suka menyakiti diri sendiri, dan
gangguan tidur.
Untuk mempermudah diagnosis pada ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang tampak pada
perilaku seorang anak yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.
Inatensi
Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian misalnya jarang menyelesaikan perintah
sampai tuntas, mainan sering tertinggal, sering membuat kesalahan, mudah beralih perhatian
(terutama oleh rangsang suara).
Hiperaktif
Perilaku yang tidak bisa diam, seperti banyak bicara, tidak dapat tenang/diam (mempunyai
kebutuhan untuk selalu bergerak), sering membuat gaduh suasana, selalu memegang apa yang
dilihat, sulit untuk duduk diam, lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang
seusia, suka teriak-teriak.
Impulsif
Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
sabar) seperti sering mengambil mainan teman dengan paksa, tidak sabaran, reaktif, sering
bertindak tanpa dipikir dahulu.
Gejala-gejala lainnya yaitu sikap menentang, cemas, dan memiliki masalah sosial. (i) Sikap
menentang seperti sering melanggar peraturan, bermasalah dengan orang-orang yang
memiliki otoritas, lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka
yang seusia). (ii) Rasa cemas seperti banyak mengalami rasa khawatir dan takut,
cenderung emosional, sangat sensitif terhadap kritikan, mengalami kecemasan pada situasi yang
baru atau yang tidak familiar, terlihat sangat pemalu dan menarik diri. (iii) Masalah sosial seperti
hanya memiliki sedikit teman, sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.