OLEH
Ni Kadek Novia Aristanti
16.321.2555
A10-C
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare. 2002 penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik dapat disebabkan oleh :
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan
misalnya jatuh dengan kaki berjulur sehingga menyebabkan fraktur
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur yang dapat terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium dan fosfat yang rendah.
Osteoporosis
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas di kemiliteran.
3. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan
otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan
pembuluh darah menyebabkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler
yang dapat menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang memungkinkan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luardan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi terbuka atau
tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetep pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 : 1183)
Jelas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh darah
sekitar yang dapat menyebabkan ternyadinya perdarahan. Respon ini terhadap
kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokonstriksi progresif
dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya
volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi
tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi
organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamine, bradikinin beta-endropin dan sejumlah
besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain.subtansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,
mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah dalm sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk
memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolism
aerobic normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan
berpindah ke metabolism anareobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP ( adenosine triphosphat) tidak
memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahakan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan
tanda ultra structural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan
diikuti cedar mitrokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan
sturktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga
terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bilaproses ini berjalan terus, terjalilah
cerdera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses
ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. (Purwandinata,2000)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin,2000)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatkan tekanan jaringan, okulasi darah total dapat berakibat
anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
4. Klasifikasi
Menurut Apley, A. Graham. 1995 klasifikasi dari fraktur yaitu :
1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar:
a. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit
b. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi.
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur:
a. Fraktur complete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya
menyeberangkan dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur incomplete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada
korteks yang utuh)
3. Berdasarkan garis patah tulang:
a. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang
b. Transverse yaitu patah melintang
c. Longitudinal yaitu patah memanjang
d. Obligue yaitu garis patah miring
e. Spiral yaitu patah melingkar
5. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin, A. 2008 manifestasi klinis dari fraktur :
1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur
dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot, paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan :
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi atau luasnya farktur atau trauma
b. Scan tulang, Tomograf, Scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
c. Anteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung Darah Lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple. Peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cidera hati
7. Komplikasi
Menurut Depkes RI (1995) komplikasi dari fraktur adalah :
a. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cidera
b. Emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
c. Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera
d. Infeksi
e. Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cidera
f. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)
8. Penatalaksanaan Medik
Menurut Depkes RI (1995) penatalaksanaan medic pada fraktur :
Penatalaksanaan awal, sebelum dilakukan pengobatan definitive pada fraktur, maka
diperlukan :
a. Pertolongan pertama : yang penting dilakukan adalah dengan memperhatikan
airway, breathing, circulation, disability pada pasien. Kemudian menutup luka
dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang
terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
b. Penilaian klinis : dinilai apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf atau trauma alat-alat dalam lain.
c. Resusitasi : kebanyakan penderita datang dengan fraktur multiple tiba di rumah
sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta
obat – obat anti nyeri.
Penatalaksanaan Terapi Konservatif
a. Proteksi
Misalnya dengan menggunakan mitella untuk fraktur collum chirurgicum
humeri dengan kedudukan baik.
b. Imobilisasi luar tanpa reposisi
Dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedeudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fikasasi dengan gips
Dapat dilakukan dengan anestesi umum atau anestesi local dengan
menyuntikkan obat anestesi dalam hematom fraktur.
d. Reposisi dengan traksi
Dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi secara manipulasi akan
terdislokasi kembali kedalam gips, misalnya pada patah tulang femur.
e. Reposisi dengan cast/splint
Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan disposisi, pemendekan atau
terpuntir.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada
jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis, laporan secara verbal
terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
2. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot ditandai dengan
pasien tidak mampu menggerakkan bagian yang mengalami fraktur, pasien
mengeluh nyeri saat menggeser bagian yang fraktur.
4. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan
kontraktur otot ditandai dengan pasien tidak mampu memegang alat mandi, pasien
tidak mampu menggunakan pakaian sendiri, pasien minta dibantu untuk makan dan
eliminasi.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
vaskularisasi ditandai dengan oedema ekstremitas, sianosis, perubahan temperatur
kulit.
6. PK: Perdarahan
7. PK: Anemia
8. Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan
pasien mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, pasien tampak gelisah.
POST OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (pemasangan ORIF/OREF)
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengatakan nyeri terasa tajam, nyeri
terasa pada kaki ditempat operasi, pasien mengatakan skala nyeri 1-10, pasien
mengatakan nyeri hilang timbul dan meningkat apabila kaki digerakkan, pasien
tampak gelisah, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak tidak nyaman
(posisi melindungi bagian yang nyeri).
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat tindakan ORIF/OREF
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan gerak ditandai
dengan pasien tidak mapu menggerakkan kakinya
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik dan faktor
mekanik yang menimbulkan penekanan
5. PK : perdarahan
6. Defisit perawatan diri mandi/kebersihan berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal dan terapi pembatasan gerak ditandai dengan pasien mengatakan
tidak mampu untuk melakukan perawatan dirinya sendiri, pasien tampak kotor dan
bau.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera
pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis, laporan secara
verbal terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan nyeri dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Pain Control
Pasien mengenali onset nyeri.
Pasien dapat mendeskripsikan faktor penyebab.
Pasien menerapkan teknik manajemen nyeri non farmakologis.
Pasien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.
NOC Label >> Pain Level
Pasien tidak melaporkan adanya nyeri
Ekspresi wajah terhadap nyeri
Diaphoresis
RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)
Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)
Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
Intervensi :
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor
pencetus, dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan
jenis tindakan selanjutnya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri,
dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila
nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan tidak
mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat
mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery,
terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan nyeri
sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan rasa
percaya terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
5. PK: Perdarahan
Setelah di berikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapakan komplikasi
perdarahan dapat dicegah dengan kriteria hasil:
NOC label >> Blood Loss Severity
Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata
Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik
Tidak terjadi penurunan tekanan darah diastolic
Tidak terjadi peningkatan nadi apical
Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
Tidak terjadi penurunan kognisi
Tidak terjadi penurunan hemoglobin
Tidak terjadi penurunan hematocrit
Intervensi
NIC Label >> Shock management
1. Monitor vital sign, tekanan darah orthostatic, mental status, dan haluaran urin.
2. Monitor pemeriksaan labolatorium yang terkain perfusi jaringan (peningkatan
asam laktat , penurnan PH arteri)
3. Administrasikan crystalloid IV sesuai indikasi
4. Administrasikan medikasi vasoaktif sesuai indikasi
5. Beri terapi oksigen dan mekanikal ventilasi jika diperlukan
6. Monitor parameter hemodinamic ( central venous pressure. Pulmonary
capilary)
NIC Label >> Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor pasien dengan teliti pada hemoragi
3. Monitor kehilangan darah
4. Catat hemoglobin dan hemotocrite setelah kehilangan darah sesuai indikasi
5. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai perdarahan yang terjadi dan
tindakan yang akan dilakukan.
6. Lakukan transfusi darah jika diperlukan.
6. PK: Anemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Vital Signs
Tekanan darah dalam batas normal (110/70-130/90 mmHg) atau terkontrol
Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)
RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)
Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C)
NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral
CRT < 3 detik
Akral hangat
Pasien tidak pucat
Konjungtiva berwarna merah muda
Intervensi:
1. Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.
Rasional: memantau gejala anemia pasien penting dilakukan agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih lanjut.
2. Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada kondisi
pasien.
3. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi
dan vit B12.
Rasional: Makanan yang mengandung vitamin B12 dan asam folat dapat
menstimulasi pembentukan Hemoglobin.
4. Minimalkan prosedur yang bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional: Dapat memperparah kondisi pasien yang mengalami anemia.
5. Pantau nilai PT dan PTT
Rasional: Untuk mengkaji apakah terjadi perpanjangan waktu pembekuan
darah
6. Pantau hasil lab Hb dan HCT
Rasional: Penurunan Hb dan perubahan nilai HCT menunjukkan terjadi
anemia pada pasien
NIC Label >> Blood Products Administration
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia pasien buruk untuk
menambah jumlah darah dalam tubuh.
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya
Medika
Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Doenges M.E. 2000. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2nd ed).
Philadelpia, F.A. Davis Company
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Jakarta : EGC
Oswari, E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Price, Evelyn .1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
PATWAY
Kecelakaan, trauma osteoporosis
Fraktur
Pre-op
(Fraktur tertutup)
(Fraktur terbuka) tidak terdapat luka
fraktur menembus pada permukaan kulit
permukaan kulit
Terputusnya
integritas kulit
Kontak Gangguan
dengan vaskularisasi
lingkungan Hematoma pada
luar daerah fraktur Perdarahan
dijaringan
Kerusakan
lunak
jaringan
Resiko
Aliran darah ke daerah
infeksi
distal berkurang atau Kerusakan
Destruksi terhambat jaringan
lapisan kulit
peradangan
Kerusakan Warna jaringan pucat,
integritas nadi lemah, sianosis,
kulit kesemutan
pembengkakan
Kerusakan
Nyeri operasi neuromuskuler
Nyeri
Gangguan
mobilitas
Smeltzer & Bare. 2002
fisik
Brunner & Suddarth, 2005
Muttaqin, A. 2008