CKH Dengan Anuria + HD (RSSA)
CKH Dengan Anuria + HD (RSSA)
B. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR) dengan melihat kadar kretatinin.
Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring
dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.
D. Manifestasi
E. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. pada akhirnya akan terjadi
kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular Filtration Rate)
dan menyebabkan CKD (cronic kidney disease), yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448)
dari proses sindrom uremia terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom
uremia juga bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+ ) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal
tidak mampu menyekresi ammonia (NH3 - ) dan megapsorbsi natrium bikarbonat
(HCO3 - ). Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan
muntah tidak dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan sehingga
hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi
penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan terganggu.
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan
terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence
kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan
edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar
serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap dan kimia klinik
Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
Protein albumin : menurun
Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
Kalium, magnesium : meningkat
Kalsium : menurun
Pemeriksaan urin
Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang
tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau
urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
Klirens kreatinin : mungkin menurun.
Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan radiologi
USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
Renal anterogram:
Mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravas kularisasi serta adanya
masa.
Rotgenthorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhanutama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
H. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(Smeltzer & Bare, 2005)
2. CKD Dengan Anuria
A. Definisi
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada
produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan
dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini
menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi
secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.
B. Etiologi
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk obat-
obatan atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau
tumor dalam saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan
untuk aliran urin. Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat
berkontribusi terhadap risiko pembentukan batu. Pada laki-laki, kelenjar prostat
membesar adalah penyebab umum dari anuria obstruktif.
C. Indikasi
Price dan Wilson (2005) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas
berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus
dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan
penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan
biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan
biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit.
Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit
berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Penyakit dalam (medikal): Arf- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan
konvensional gagal mempertahankan rft normal. Crf, ketika pengobatan konvensional
tidak cukup, Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa:
Peningkatan bun > 20-30 mg%/hari,
Serum kreatinin > 2 mg%/hari,
Hiperkalemia,
Overload cairan yang parah,
Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada crf: Bun > 200 mg%, Creatinin > 8 mg%,
Hiperkalemia,
Asidosis metabolik yang parah.
D. Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).
E. Proses
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen, yaitu:
1. Kompartemen darah
2. Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3. Ginjal buatan (dialiser)
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu.
Kemudian, masuk kedalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses
dialisis, darah yang telah bersih ini masuk kepembuluh balik. Selanjutnya, darah akan
beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser
(Daurgirdaset al., 2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah
1) Komposisi solute (bahanterlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan
berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen
dialisat) melalui membran semi permeable (dialiser).
2) Perpindahan solute melewati membrane disebut sebagai osmosis. Perpindahan
ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solute
terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, sedangkan utrafiltrasi adalah
perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil
yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati
porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat
perbedaan tekanan air (trans membrane pressure) atau mekanisme osmotic
akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdaset al.,2007). Padamekanisme
UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan disebabkan
oleh gradient tekanan trans membran (Daurgirdaset al., 2007)
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah
zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien didialiser dan rendaman dialisat
memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang
dapat terjadi (misal emboli udara, ultrafiltrasi tidak cukup kuat atau berlebihan,
perembesan darah, kontaminasi dan fistula)
Darah dalam pipa arteri dipompa dalam dialiser yang didalamnya mengalir
darah melalui tabung-tabung selodan yang bekera sebagai membran permeabel.
Larutan dialisat yang memiliki kinoisusu kimiawi yang lama seperti darah kecuali
ureum dan produk limbah mengalir di sekeliling tubulus. Produk limbah dalam darah
berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam larutan dialisat.
I. Komplikasi
Komplikasi HD dapatdibedakanmenjadi 2, yaitu:
1. KomplikasiAkut
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi,infark jantung,tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
ReaksiAlergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi,
lateksmenyebabkanhiperthermi (akibatinflamasi)
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalucepat,
obat antiaritmia yang terdialisis
KramOtot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit*
*Aktivitasotottidakadekuat yang
akanmempengaruhikekuatanotot. Selainitu, Kelemahan
otot tersebutdisebabkan adanya pengurangan aktivitas,
atrofi otot, miopati otot,neuropati atau kombinasi
diantaranya
MualdanMuntah - Akibatadanyasituasiyang menyebabkan kecemasan
- Akibat hidrasi dan restriksi
proteinsertahipoglikemi(Smeltzer and Bare, 2010)
Rasa Haus Kadarsodium yang tinggi, penurunan kadar posatium,
angiotensin II,peningkatan urea plasma, urea plasma yang
mengalamipeningkatan, hipovolemia post dialisis dan
faktor psikologis
SesakNapas - Penumpukan cairan yang diakibatkan oleh rusaknya
ginjal, sehinggacairan tersebut akan memutus saluran paru
– paru dan membuat sesaknafas.
- Akibatadanya anemia yang mengakibatkan
tubuhkekurangan oksigen
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis - Perpindahan osmosis antara intrasel dan
disequilibirium ekstraselmenyebabkan sel menjadi bengkak, edema
serebral.
- Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
2. KomplikasiKronik
Komplikasi
PenyakitJantung: fungsi Renin danAgiotensinpadaginjal yang tidakadekuat
Malnutrisi: hipoglikemi yang menyebabkanmualdanmuntahtidakterkontrol
Hipertensi
Kelebihan cairan pradialisis akan meningkatkan resistensi vaskulerdan pompa
jantung. Pasien yang mengalami hipertensi intradialisis terjadipeningkatan nilai
tahanan vaskuler perifer yang bermakna pada jam akhirdialisis. Jika terjadi
kenaikan tekanan darah postdialysis mencerminkan kelebihan volume subklinis
(Wuchang & Yao-ping 2012)
Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
Amiloidosis :penumpukan protein padajaringandan organ tubuh, yang
dapatmenyebabkankegagalan organ.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Hemodialisa
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema paru, asites, lung uremia,
asidosis metabolik
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
c. Resiko ketidak efektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit
ginjal (CKD)
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alrveolar kapiler (edema paru)
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
(peningkatan usaha nafas)
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2
dan kebutuhan
g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium.
h. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
i. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia)
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang/lebih dari kebutuhan tubuh
behubungan dengan prognosis penyakit dan gangguan metabolik serta
kadar asam basa dalam tubuh.
2. Intra Hemodialisa
a. Nyeri akut behubungan dengan aktivasi receptor nyeri di area insersi
saat dan setelah pemasangan AV shunt
b. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan proses hemodialisa
yang mengerluarkan cairan dari dalam tubuh
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemasangan AV shunt
d. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap
penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
3. Post Hemodialisa
a. Resiko infeksi berhubungan dengan area insersi AV Shunt
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemberian heparin
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
sindrom ketidak seimbangan dialisa
C. Diagnosa prioritas
1. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
munculakibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan ( International Association For The Study Of Pain ) ;awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi.
BATASAN KARAKTERISTIK
Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapnya (mis.,neonatal infant pain scale, pain
assesment cek checklist for senior with limeted ability to comununicate ).
Diaforesis
Dilatasi pupil
Ekspresi wajah nyeri ( mis.,mata kurang bercahaya,tampak kacau,gerekan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus,meringis)
Fokus menyempit ( mis.,persepsi waktu, proses berfikir,interaksi dengan orang
dan lingkungan)
Fokus pada diri sendiri
Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri (mis., skala
wong –baker FACES,skala analg fisual,skala penilaian nomerik)
Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakn standart instrumen
nyeri
Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
(mis.,gelisah,merengek,menangis,waspada)
Perilaku distraksi
Perubahan pada parameter fisiologis (mis.,tekanan darah,frekuensi
jantung,frekuensi pernafasan, saturasi oksigen,karbondioksida)
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindungi area nyeri
Sikap tubuh melindungi
3. ansietas
Definisi : perasaan tidak nyaman atau ke kwatiran yang samar di sertai respons
otonom , perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya , hal ini
merupakan isyarat ke waspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya
dan memampukan individu untuk menghadapi ancaman ‘
Batasan karakteristik
Agitasi
Gelisah
Gerakan ekstra
Insomnia
Kontak mata yang huruk
Melihat eepintas
Punurunan produktivitas
Perilaku mengintai
Gugup
Ketakutan
Putus asa
Menyesal
Ragu
Sangan kwatir
Gemetar
Suara bergetar
Wajah tegang
Anoreksia
Diare
Dilatasi pupil
Ganguan pernafasan
Gangguan pola tidur
Faktor yang berhubungan
Ancaman kematian
Konflik nilai
Stresor
Krisis situasi
Krisis maturasi
Terpajanan pada toksin
Penyalahgunaan zat
Penularan interpersonal
Riwayat keluraga tentang ansietas
Streesor
D. intervensi keperawatan
1. nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah nyeri akut
dapat teratasi/ teratasi sebagian
Kriteria Hasil :
1. Nyeri yang dilaporkan (5)
2. Ekspresi wajah (5)
3. Mengenali kapan nyeri terjadi (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang nyeri termasuk 1. Klien dapat mengetahui
penyebab nyeri. penyebab nyeri terjadi
2. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri
termasuk lokasi, 3. Mengurangi nyeri yang
karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,inten dirasakan
sitas nyeri dan faktor presipitasi 4. Mengurangi nyeri yang
3. Ajarkan prinsiup manajemen nyeri dirasakan
4. Ajarkan teknik non farmakologi 5. Membantu penyembuhan
dan pengurangan nyeri
5. Kolabolasi dengan dokter terhadap
membantu dalam
pemberian obat analgesik.
menyembuhkan keluhan
pasien
3. Ansietas
A. Ansietas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah
ansietas dapat teratasi/ teratasi sebagian
Kriteria Hasil :
1. Tidak dapat beristirahat (5)
2. Perasaan gelisah (5)
3. Wajah tegang (5)
4. Rasa cemas yang yang disampaikan secara lisan (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan prosedur dan sensasi yang 1. Pemahaman keluarga dan pasien
akan dirasakan. akan sangat membantu dalam
2. Gunakan pendekatan yang teang proses pengobatan
dan meyakinkan. 2. Informasi yang diterima keluarga
3. Dorong keluarga mendampingi dan pasien akan sangat membantu
klien dengan tepat untuk mengurangi rasa cemas
4. Berikan obyek yang menunjjukkan 3. Pemantauan pemeriksaan berkala
rasa aman. dapat mengetahui kondisi pasien
Mengetahui apakah ada edema
4. Obat sesuai advis dokter akan
membantu dalam menyembuhkan
keluhan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6. Jakarta : EGC
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al,
2003. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report.
JAMA;289:2560-72.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC.
David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of Physicians
[internet]. 2009 [6 Agustus 2017]. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/res ources/course%20reading/ITC%20nephrol
ithiasis.full.pdf
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 . Nursing Care Plans : Guidelines For
Planning And Documenting Patients Care. Alih bahasa:Kariasa,I.M. Jakarta: EGC
Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.
Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal. FindArticles.com.
Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the United
States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012[diakses tanggal 6
Agustus 2017]; 62(1):160-5.Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem as
Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing Third Edition.
Philadelphia: FA Davis Company
HughesAD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M.
Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 1994;
50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK). (http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung Seto
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Renal Services & Urology Directorate. 2005. Nephrotic Syndrome. a patients’ guide.
(http://www.kidney.org.uk).
Rindiastuti, Yuyun. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: EGC.
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EG
Smeltzer C.S. dan Bare Brenda. 2003. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing 10th edition. Philadelphia: Lippincott.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer,S.C,. Bare,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2008 ). Textbook Of Medical –
Surgical Nursing. Ed 12. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.Zhou, Y.L.,
Liu, H.L., Duan, X.F., Yao, Y., Sun, Y., & Liu, Q. (2006). Impact Of Sodium And
Ultrafiltration Profiling On Haemodialysis Related Hypotension. Nephrol Dial
Transplant. 21(11).3231-7.
Soeparman & Waspadji . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jld.I. Jakarta: BP FKU
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 581-584.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit
Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wijaya I S & Putrie Y M, 2013 Keperwatan Medikal Bedah Yogyakarta ; EGC
Nurarif A H & Kusuma H Aplikasi Nanda NIC NOC Jogjakarta ; Meduaction
https://id.scribd.com/document/373666492/1-Laporan-Pendahuluan-Ckd-Dengan-Anuria
12 : 58 WIB