Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN


ANURIA TINDAKAN HEMODIALISA

1. CKD (Chronic Kidney Disease)


A. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di
dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-
basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang
umum dari berbagai peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Brunner
& Suddarth, 2001).

B. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR) dengan melihat kadar kretatinin.
Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring
dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan dengan rumus:

Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :


a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang
mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal
tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100
persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya
dalam stadium.
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik.
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
Pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah
yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
• Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
• Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
• Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampurdengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
• Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal beradandapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
• Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah:
 Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pada urin, sakit pada ginjal, sulit tidur
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
• Kehilangan napsu makan
• Nausea.
• Sakit kepala.
• Merasa lelah.
• Tidak mampu berkonsentrasi.
• Gatal – gatal.
• Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
• Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
• Keram otot
• Perubahan warna kulit

C. Etiologi dan faktor resiko


Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :
 Penyakit dari ginjal
 Glomerulonefritis
 Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
 Batu ginjal: nefrolitiasis
 Kista di Ginjal: polcystis kidney
 Trauma langsung pada ginjal
 Keganasan pada ginjal
 Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.
 Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik, keracunan
logam berat seperti tembaga, dan kadmium.
 Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri ginjal,
hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.
 Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat striktur
uretra, dan tumor.
 Menurut David Rubenstein dkk. (2007), penyebab GGK diantaranya:
Penyakit ginjal herediter, Penyakit ginjal polikistik, dan Sindrom Alport
(terkait kromosom X ditandai dengan penipisan dan pemisahan membrane
basal glomerulus)

 Penyakit dari Luar Ginjal


 DM, hipertensi, kolesterol tinggi
 Dyslipidemia
 SLE
 TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
 Preeklamsi
 Obat-obatan
 Luka bakar

 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


 Diabetes : Diabetes tipe 2 merupakan penyebab nomor satu. Dengan
mengendalikan kadar gula darah risiko terjadinya kerusakan ginjal dapat
dicegah.
 Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Hipertensi yang berkelanjutan dapat
merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama
kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah.
Dengan menjaga berat badan tetap ideal, berolahraga teratur, dan
menggunakan obat yang sudah diresepkan dokter dapat membantu mencegah
atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal ginjal.
 Mengkonsumsi obat pereda rasa nyeri yang mengandung ibuprofen
berlebihan maupun dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan
timbulnya nefritis intersitialis, yaitu peradangan ginjal yang dapat mengarah
pada gagal ginjal. Jika Anda mengalami gangguan fungsi ginjal dan sedang
mengkonsumsi obat secara rutin, coba konsultasikan ke dokter. Untuk obat
baru, konsultasikan dengan dokter bila Anda mengalami gejala tertentu.
Penyalahgunaan obat / zat tertentu Pemakaian obat terlarang, seperti heroin
atau kokain, dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang dapat
mengarah pada gagal ginjal.
 Agent : NTA akibattoksikterjadiakibatmenelanzat-zatnefrotoksik. Ada
banyaksekalizatatauobat-obat yang
dapatmerusakepiteltubulusdanmenyebabkan GGA, yaituseperti :Antibiotik :
aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-
lainnya. Obat-obatdanzatkimialain :fenilbutazon, zat-zatanestetik, fungisida,
pestisida, dankalsiumnatriumadetat. Pelarutorganik :karbontetraklorida,
etilonglikol, fenol, dan metal alkohol. Logamberat : Hg, arsen, bismut,
kadmium, emas, timah, talium, dan uranium. Pigmenheme : Hemoglobin
danmioglobin
 Radang : Penyakit tertentu, seperti glomerulonefritis (radang pada
glomerulus/unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak
bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh. Untuk mengetahui lebih
lanjut, biasanya dokter akan meminta Anda melakukan serangkaian
pemeriksaan di laboratorium.
 Pekerjaan : Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-
bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia
yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan
penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri.
 Perilaku minum : Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam
tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam
jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai
simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam
jumlah yang cukup, tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan
simpanan air tubuh yang menurunan dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan. Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap
kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi
dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun,
ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan
jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak cukup
cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan sempurna maka
bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dengan baik
sehingga dapat menimbulkan keracunan darah dan menyebabkan penyakit
ginjal.
 Environment : Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ginjal.
Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran
atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat
yang diperlukan oleh ginjal dan pada ginjal yang rusak hal ini akan
membahayakan.

 Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, adalah:


 Riwayat Keluarga Penyakit Ginjal : Jika ada anggota keluarga menderita
GGK, atau yang sedang menjalani dialisis, atau transplantasi ginjal, Anda
memiliki risiko mengalami penyakit ini. Salah satu jenis penyakit yang
bersifat diturunkan adalah penyakit ginjal polikistik, yaitu penyakit ketika
jaringan normal ginjal secara perlahan digantikan oleh kista-kista berisi
cairan.
 Kelahiran Premature : Bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu
kehamilan) berisiko memiliki penumpukan endapan kalsium di bagian nefron
ginjal, yang dikenal dengan nefrokalsinosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh
menurunnya kemampuan menghambat proses penggumpalan kristal akibat
beban kalsium yang disaring meningkat dan ekskresi sitrat berkurang. Bila
tidak diatasi, bayi yang memiliki kondisi seperti ini memiliki risiko untuk
menderita gangguan fungsi ginjal di kemudian hari.
 Usia : Seiring dengan pertambahan usia, fungsi ginjal pun dapat menurun.
Usia penderita gagal ginjal berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua
usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit
gagal ginjal paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.
 Jenis kelamin : Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut
penelitian Orfeas Liangas dkk (2001), dari 558.032 penderita gagal ginjal
51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
 Ras/etnik : (African-American, Hispanic, American Indian,Asian)
 Trauma atau Kecelakaan : Kecelakaan, cedera, beberapa jenis operasi,
juga dapat mengganggu atau merusak ginjal.
 Jenis Penyakit Tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya GGK. Penyakit
ini antara lain penyakit lupus, anemia sel sabit (sickle cell anemia), kanker,
AIDS, hepatitis C dan gagal jantung berat. (Bahan dari Koesh-Bandung).

D. Manifestasi

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
g. Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
h. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
i. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

E. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. pada akhirnya akan terjadi
kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular Filtration Rate)
dan menyebabkan CKD (cronic kidney disease), yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448)
dari proses sindrom uremia terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom
uremia juga bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+ ) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal
tidak mampu menyekresi ammonia (NH3 - ) dan megapsorbsi natrium bikarbonat
(HCO3 - ). Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan
muntah tidak dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan sehingga
hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi
penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan jaringan terganggu.
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan
terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence
kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan
edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar
serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).

F. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan darah lengkap dan kimia klinik
 Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia
 Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
 Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
 Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
 Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
 Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
 BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
 GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
 Protein albumin : menurun
 Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
 Kalium, magnesium : meningkat
 Kalsium : menurun

 Pemeriksaan urin
 Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
 Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang
tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau
urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
 Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
 Klirens kreatinin : mungkin menurun.
 Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
 Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
 Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1

 Pemeriksaan radiologi
 USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
 IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
 Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
 Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
 EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
 Renal anterogram:
Mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravas kularisasi serta adanya
masa.
 Rotgenthorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.

 Pemeriksaan patologi anatomi


Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik atau
perlu diketahui etiologi dari penyakit ini

G. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
 Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
 Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
 Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
 Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

2. Terapi simtomatik
 Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
 Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
 Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhanutama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
 Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
 Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
 Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.

3. Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
 Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis,ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
 Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-
pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
 Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

H. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(Smeltzer & Bare, 2005)
2. CKD Dengan Anuria
A. Definisi
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada
produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan
dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini
menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi
secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.

B. Etiologi
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk obat-
obatan atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau
tumor dalam saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan
untuk aliran urin. Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat
berkontribusi terhadap risiko pembentukan batu. Pada laki-laki, kelenjar prostat
membesar adalah penyebab umum dari anuria obstruktif.

C. CKD Dengan Anuria


Kondisi gagal ginjal kronik yang biasanya disertai dengn anuria adalah gagal ginjal
kronik stage 5 yaitu ditandai dengan penurunan GFR secara signifikan <15 ml/menit.
Kondisi ini biasa disebut dengan End Stage Of Renal Disease (ESRD). Proses ini
terjadi ketika ginjal sudah banyak kehilangan fungsi termasuk nefron ginjal, maka
akan terjadi penurunan GFR dan tidak terjadi produksi renin dan aldosterone.
Selanjutnya retensi Kalium akan terjadi yang akan mengakibatkan cairan tertahan
sehingga produksi urin akan menurun secara drastis <100 ml/24 jam. Kondisi inilah
yang disebut dengan anuria pada CKD.
3. Hemodialisa
A. Definisi
Menurut Price dan Wilson (2005) dialisa adalah suatu proses dimana solute
dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari
kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal
merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua
teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai
respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat – zat sisa metabolisme , zat toksik
lainnya melalui membran sei permeabel sebagai pemisah antra darah dan cairan
diaksat yang sengaja di buat dalam dializer ( Nurarif 2013 )
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran
semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk
memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui
ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air
plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan
memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang
dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam
pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (NKF, 2006).
B. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

C. Indikasi
Price dan Wilson (2005) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas
berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus
dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan
penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan
biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan
biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit.
Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit
berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Penyakit dalam (medikal): Arf- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan
konvensional gagal mempertahankan rft normal. Crf, ketika pengobatan konvensional
tidak cukup, Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa:
 Peningkatan bun > 20-30 mg%/hari,
 Serum kreatinin > 2 mg%/hari,
 Hiperkalemia,
 Overload cairan yang parah,
 Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
 Pada crf: Bun > 200 mg%, Creatinin > 8 mg%,
 Hiperkalemia,
 Asidosis metabolik yang parah.

D. Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).

E. Proses
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen, yaitu:
1. Kompartemen darah
2. Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3. Ginjal buatan (dialiser)
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu.
Kemudian, masuk kedalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses
dialisis, darah yang telah bersih ini masuk kepembuluh balik. Selanjutnya, darah akan
beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser
(Daurgirdaset al., 2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah
1) Komposisi solute (bahanterlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan
berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen
dialisat) melalui membran semi permeable (dialiser).
2) Perpindahan solute melewati membrane disebut sebagai osmosis. Perpindahan
ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solute
terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, sedangkan utrafiltrasi adalah
perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil
yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati
porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat
perbedaan tekanan air (trans membrane pressure) atau mekanisme osmotic
akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdaset al.,2007). Padamekanisme
UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan disebabkan
oleh gradient tekanan trans membran (Daurgirdaset al., 2007)
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah
zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien didialiser dan rendaman dialisat
memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang
dapat terjadi (misal emboli udara, ultrafiltrasi tidak cukup kuat atau berlebihan,
perembesan darah, kontaminasi dan fistula)

Darah dalam pipa arteri dipompa dalam dialiser yang didalamnya mengalir
darah melalui tabung-tabung selodan yang bekera sebagai membran permeabel.
Larutan dialisat yang memiliki kinoisusu kimiawi yang lama seperti darah kecuali
ureum dan produk limbah mengalir di sekeliling tubulus. Produk limbah dalam darah
berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam larutan dialisat.

F. Prosedur Penatalaksanaan Hemodialisa


a. Persiapan
1) Persiapan pasien
2) Persiapan mesin
3) Persiapan alat dan obat-obatan
b. Pelaksanaan
1) Setting: mengeset alat HD
2) Priming: pengisian pertama kali AVBL, dialiser menggunakan Nacl
3) Soaking: (melembabkan) untuk meningkatkan permeabilitas membran
4) Menentukan dan melakukan penusukan
5) Memulai hemodialisis
6) Melakukan monitoring saat HD
7) Mengakhiri HD
c. Lama hemodialisa: 10-15 jam/minggu
1) Creatinin kliren 3-5 ml/m: 10 jam
2) Creatinin < 3 ml/m: 15 jam.
d. Tanda-tanda dialisis adekuat
1) Tercapai BB kering
2) Pasien tampak baik
3) Bebas simtom uremia
4) Nafsu makan baik
5) Aktif
6) TD terkendali
7) Hb > 10 gr/dl
G. Keunggulan Hemodialisa
a. Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
b. Waktu dialisis cepat
c. Resiko kesalahan tehnis kecil
d. Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat dibenarkan.
H. Kelemahan Hemodialisa
a. Tergantung mesin, Sering terjadi: hipotensi, kram otot,disequilibrium sindrom
b. Terjadi aktivasi: complement, sitokines mungkin timbul amiloidosis
c. Vaskuler access: infeksi – trombosis
d. Sisa fungsi ginjal cepat menurun dibanding peritoneal dialysis

I. Komplikasi
Komplikasi HD dapatdibedakanmenjadi 2, yaitu:
1. KomplikasiAkut
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi,infark jantung,tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
ReaksiAlergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi,
lateksmenyebabkanhiperthermi (akibatinflamasi)
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalucepat,
obat antiaritmia yang terdialisis
KramOtot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit*
*Aktivitasotottidakadekuat yang
akanmempengaruhikekuatanotot. Selainitu, Kelemahan
otot tersebutdisebabkan adanya pengurangan aktivitas,
atrofi otot, miopati otot,neuropati atau kombinasi
diantaranya
MualdanMuntah - Akibatadanyasituasiyang menyebabkan kecemasan
- Akibat hidrasi dan restriksi
proteinsertahipoglikemi(Smeltzer and Bare, 2010)
Rasa Haus Kadarsodium yang tinggi, penurunan kadar posatium,
angiotensin II,peningkatan urea plasma, urea plasma yang
mengalamipeningkatan, hipovolemia post dialisis dan
faktor psikologis
SesakNapas - Penumpukan cairan yang diakibatkan oleh rusaknya
ginjal, sehinggacairan tersebut akan memutus saluran paru
– paru dan membuat sesaknafas.
- Akibatadanya anemia yang mengakibatkan
tubuhkekurangan oksigen
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis - Perpindahan osmosis antara intrasel dan
disequilibirium ekstraselmenyebabkan sel menjadi bengkak, edema
serebral.
- Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

2. KomplikasiKronik
Komplikasi
PenyakitJantung: fungsi Renin danAgiotensinpadaginjal yang tidakadekuat
Malnutrisi: hipoglikemi yang menyebabkanmualdanmuntahtidakterkontrol
Hipertensi
Kelebihan cairan pradialisis akan meningkatkan resistensi vaskulerdan pompa
jantung. Pasien yang mengalami hipertensi intradialisis terjadipeningkatan nilai
tahanan vaskuler perifer yang bermakna pada jam akhirdialisis. Jika terjadi
kenaikan tekanan darah postdialysis mencerminkan kelebihan volume subklinis
(Wuchang & Yao-ping 2012)
Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
Amiloidosis :penumpukan protein padajaringandan organ tubuh, yang
dapatmenyebabkankegagalan organ.

J. Penatalaksaan Pasien dengan Hemodialisa Jangka Panjang


 Diet dan asupancairan.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak mampu
mengekresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin yang di
kenal dengan gejala uremik.
 Pertimbangan medikasi.
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien
yang memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat untuk memastikan
agar kadar obat-oabatan dalam darah dan jaringan dapat di pertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik.
4. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD DENGAN ANURIA
A. Pengkajian
1) Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2) Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada
kulit.
3) Riwayat penyakit
a) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
c) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
5) Pemeriksaan Fisik :
a) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
b) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda:
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
c) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
e) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
Diare
f) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.
6) Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum
yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 100 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine,
(pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

d) Pola tidur dan Istirahat


Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
g) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat
dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan
libido, amenorea, infertilitas.
j) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Hemodialisa
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema paru, asites, lung uremia,
asidosis metabolik
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
c. Resiko ketidak efektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit
ginjal (CKD)
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alrveolar kapiler (edema paru)
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
(peningkatan usaha nafas)
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2
dan kebutuhan
g. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium.
h. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
i. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia)
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang/lebih dari kebutuhan tubuh
behubungan dengan prognosis penyakit dan gangguan metabolik serta
kadar asam basa dalam tubuh.
2. Intra Hemodialisa
a. Nyeri akut behubungan dengan aktivasi receptor nyeri di area insersi
saat dan setelah pemasangan AV shunt
b. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan proses hemodialisa
yang mengerluarkan cairan dari dalam tubuh
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemasangan AV shunt
d. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap
penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
3. Post Hemodialisa
a. Resiko infeksi berhubungan dengan area insersi AV Shunt
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemberian heparin
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
sindrom ketidak seimbangan dialisa
C. Diagnosa prioritas
1. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
munculakibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan ( International Association For The Study Of Pain ) ;awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi.

BATASAN KARAKTERISTIK
 Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapnya (mis.,neonatal infant pain scale, pain
assesment cek checklist for senior with limeted ability to comununicate ).
 Diaforesis
 Dilatasi pupil
 Ekspresi wajah nyeri ( mis.,mata kurang bercahaya,tampak kacau,gerekan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus,meringis)
 Fokus menyempit ( mis.,persepsi waktu, proses berfikir,interaksi dengan orang
dan lingkungan)
 Fokus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri (mis., skala
wong –baker FACES,skala analg fisual,skala penilaian nomerik)
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakn standart instrumen
nyeri
 Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
(mis.,gelisah,merengek,menangis,waspada)
 Perilaku distraksi
 Perubahan pada parameter fisiologis (mis.,tekanan darah,frekuensi
jantung,frekuensi pernafasan, saturasi oksigen,karbondioksida)
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Perubahan selera makan
 Putus asa
 Sikap melindungi area nyeri
 Sikap tubuh melindungi

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

 Agens cedera biologis (mis.,infeksi,iskemia,neoplasma).


 Agens cedera fisik (mis.,abses,ampuitasi,luka bakar,terpotong,mengangkat
berat,prosedur bedah, trauma,olah raga berlebihan).
 Agens cedera kimiawi (mis.,luka bakar,kapsaisin,metilen klorida,agen
mustard.

2. kelebihan volume cairan


Definisi : peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik :
 Ada bunyi jantung S 3
 Anasarka
 Ansietas
 Asupan melebihi haluaran
 Azotemia
 Bunyi nafas tambahan
 Dispnea
 Edema
 Ganggua pola nafas
 Ortopnea
 Peningkatan vena sentral
 Gelisah
 Gangguan tekanan darah
 Distensi vena jugukaris
 Gangguan pola nafas
Faktor yang berhubungan
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium

3. ansietas
Definisi : perasaan tidak nyaman atau ke kwatiran yang samar di sertai respons
otonom , perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya , hal ini
merupakan isyarat ke waspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya
dan memampukan individu untuk menghadapi ancaman ‘
Batasan karakteristik
 Agitasi
 Gelisah
 Gerakan ekstra
 Insomnia
 Kontak mata yang huruk
 Melihat eepintas
 Punurunan produktivitas
 Perilaku mengintai
 Gugup
 Ketakutan
 Putus asa
 Menyesal
 Ragu
 Sangan kwatir
 Gemetar
 Suara bergetar
 Wajah tegang
 Anoreksia
 Diare
 Dilatasi pupil
 Ganguan pernafasan
 Gangguan pola tidur
Faktor yang berhubungan
 Ancaman kematian
 Konflik nilai
 Stresor
 Krisis situasi
 Krisis maturasi
 Terpajanan pada toksin
 Penyalahgunaan zat
 Penularan interpersonal
 Riwayat keluraga tentang ansietas
 Streesor
D. intervensi keperawatan
1. nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah nyeri akut
dapat teratasi/ teratasi sebagian
Kriteria Hasil :
1. Nyeri yang dilaporkan (5)
2. Ekspresi wajah (5)
3. Mengenali kapan nyeri terjadi (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang nyeri termasuk 1. Klien dapat mengetahui
penyebab nyeri. penyebab nyeri terjadi
2. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri
termasuk lokasi, 3. Mengurangi nyeri yang
karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,inten dirasakan
sitas nyeri dan faktor presipitasi 4. Mengurangi nyeri yang
3. Ajarkan prinsiup manajemen nyeri dirasakan
4. Ajarkan teknik non farmakologi 5. Membantu penyembuhan
dan pengurangan nyeri
5. Kolabolasi dengan dokter terhadap
membantu dalam
pemberian obat analgesik.
menyembuhkan keluhan
pasien

2. kelebihan volume cairan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah ke;ebihan
volume cairan dapat teratasi/ teratasi sebagian
Kriteria Hasil :
1. edema perifer ( 5 )
2. tekanan darah ( 5 )
3. keseimbangan intake dan outpun dalam 24 jam ( 5 )
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. arahkan pasien mengenai 1. pengurangan edema dengan
NPO pengurangan asupan cairan yang di
berikan ( puasa )
2. jaga intake / asupan yang
2. pengendalian edema / pengurangan
akurat dan catan outpu pasien
edema dengna managemen asuapan yang
tepat atau sesuai
3. monitor tanda – tanda vital
3. mengetauhi keadaan pasiendengan
4. berikan dueretik yang di pengukutan tanda – tanda vital
resepkan 4. diuretik dapat nebantu pegeluaran
cairan di dalam tubuh menjadi lebih cepat
dengan BAK se banyak mungkin

3. Ansietas
A. Ansietas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah
ansietas dapat teratasi/ teratasi sebagian
Kriteria Hasil :
1. Tidak dapat beristirahat (5)
2. Perasaan gelisah (5)
3. Wajah tegang (5)
4. Rasa cemas yang yang disampaikan secara lisan (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan prosedur dan sensasi yang 1. Pemahaman keluarga dan pasien
akan dirasakan. akan sangat membantu dalam
2. Gunakan pendekatan yang teang proses pengobatan
dan meyakinkan. 2. Informasi yang diterima keluarga
3. Dorong keluarga mendampingi dan pasien akan sangat membantu
klien dengan tepat untuk mengurangi rasa cemas
4. Berikan obyek yang menunjjukkan 3. Pemantauan pemeriksaan berkala
rasa aman. dapat mengetahui kondisi pasien
Mengetahui apakah ada edema
4. Obat sesuai advis dokter akan
membantu dalam menyembuhkan
keluhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6. Jakarta : EGC
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al,
2003. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report.
JAMA;289:2560-72.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC.
David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of Physicians
[internet]. 2009 [6 Agustus 2017]. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/res ources/course%20reading/ITC%20nephrol
ithiasis.full.pdf

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 . Nursing Care Plans : Guidelines For
Planning And Documenting Patients Care. Alih bahasa:Kariasa,I.M. Jakarta: EGC
Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.
Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal. FindArticles.com.
Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the United
States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012[diakses tanggal 6
Agustus 2017]; 62(1):160-5.Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem as
Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing Third Edition.
Philadelphia: FA Davis Company
HughesAD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M.
Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 1994;
50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK). (http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung Seto
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Renal Services & Urology Directorate. 2005. Nephrotic Syndrome. a patients’ guide.
(http://www.kidney.org.uk).
Rindiastuti, Yuyun. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: EGC.
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EG
Smeltzer C.S. dan Bare Brenda. 2003. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing 10th edition. Philadelphia: Lippincott.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer,S.C,. Bare,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2008 ). Textbook Of Medical –
Surgical Nursing. Ed 12. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.Zhou, Y.L.,
Liu, H.L., Duan, X.F., Yao, Y., Sun, Y., & Liu, Q. (2006). Impact Of Sodium And
Ultrafiltration Profiling On Haemodialysis Related Hypotension. Nephrol Dial
Transplant. 21(11).3231-7.
Soeparman & Waspadji . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jld.I. Jakarta: BP FKU
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 581-584.
Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit
Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wijaya I S & Putrie Y M, 2013 Keperwatan Medikal Bedah Yogyakarta ; EGC
Nurarif A H & Kusuma H Aplikasi Nanda NIC NOC Jogjakarta ; Meduaction
https://id.scribd.com/document/373666492/1-Laporan-Pendahuluan-Ckd-Dengan-Anuria
12 : 58 WIB

Anda mungkin juga menyukai