Anda di halaman 1dari 8

OPTIKA FISIS

A. Interferensi Cahaya :
Perpaduan antara dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan pola tertentu.
Untuk pengamatan Interferensi gelombang cahaya, agar hasilnya dapat diamati diperlukan
syarat, bahwa Cahaya harus bersifat “Koheren”, artinya cahaya memiliki frekuensi dan
amplitudo sama serta beda fase tetap.
Cara mendapatkan Cahaya Koheren :
a. Dengan Cermin Fresnell :
Susunan dua cermin yang membentuk sudut hamper 180 0, sehingga menghasilkan dua
sumber cahaya Maya.
Perhatikan gambar !
Cermin Fresnell Celah Ganda Young
Layar Putih Layar Putih

S1
S1
d S2
S2

S1 dan S2 = Sumber Cahaya Maya

b. Dengan Celah Ganda Young :


Dua celah sejajar yang berjarak tertentu, sehingga jika diberikan sinar dari satu sumber
cahaya akan menghasilkan dua sumber cahaya (S1 dan S2 ). Perhatikan gambar diatas.

Hasil Interferensi Cahaya Koheren adalah :


1. Interferensi Maximum :
Dihasilkan jika kedua sumber cahaya koheren memiliki fase searah ( arah getar searah).
Hasil interferensi berupa garis terang pada layar.

2. Interferensi Minimum :
Dihasilkan jika kedua sumber cahaya koheren memiliki fase berlawanan ( arah getar
berlawanan). Hasil interferensi berupa garis gelap pada layar.

Terbentuknya Garis Terang dari hasil Interferensi Maximum :


L Layar Putih

A S
B’

d  Terang Pusat

p
B

Secara Matematis berlaku :

S = d. sin 
Secara Fisis, agar terjadi interferensi maximum di layar, berlaku :
S = n.  atau S = 2.n. ½.

1
Substitusi dari dua persamaan diatas, menghasilkan persamaan untuk Interferensi Maximum
Cahaya :
d. sin  = n.  atau d. sin  = 2.n. ½.

Untuk sudut  yang kecil, berlaku Sin  = Tg , sehingga berlaku :


p
Sin  
L
Maka diperoleh persamaan Interferensi Maximum Cahaya pada Layar :
d.p d.p 1
 n. atau  2.n. 
L L 2

Keterangan :
n = Orde terang, dimana n = 0, 1, 2, 3, …. d = Jarak antara dua celah (m)
n = 0 , Terang pusat p = Jarak terang pusat ke terang ke n (m)
n = 1 , Terang ke 1 L = Jarak celah ke layer (m)
n = 2 , Terang ke 2, dst  = Panjang gelombang cahaya (m)

L
Layar Putih

A S
B’

d  Terang Pusat

p
B

Secara Matematis berlaku :

S = d. sin 
Secara Fisis, agar terjadi interferensi Minimum di layar, berlaku :
S = (n – ½). atau S = (2.n – 1). ½.

Substitusi dari dua persamaan diatas, menghasilkan persamaan untuk Interferensi Minimum
Cahaya :
d. sin  = (n – ½). atau d. sin  = (2.n – 1). ½.

Untuk sudut  yang kecil, berlaku Sin  = Tg , sehingga berlaku :


p
Sin  
L
Maka diperoleh persamaan Interferensi Minimum Cahaya pada Layar :
d.p  1
 2.n  1. 
d.p 1
  n  . atau
L  2 L 2

Keterangan :
n = Orde gelap, dimana n = 1, 2, 3, …. d = Jarak antara dua celah (m)
n = 1 , gelap ke 1 p = Jarak terang pusat ke gelap ke n (m)
n = 2 , gelap ke 2, dst L = Jarak celah ke layar (m)
 = Panjang gelombang cahaya (m)

2
Secara umum hasil interferensi celah ganda berupa garis terang gelap yang berada di sebelah
kiri dan kanan terang pusat yang dapat dilukiskan :
T2
g2

T1
g1

Terang Pusat
g1

T1
g2

T2

B. Difraksi Pada Kisi :


Kisi adalah kumpulan sederetan celah yang mana lebar celah dan penutupnya sama besar.
Perhatikan Gambar di bawah !
Hubungan antara d dan N :
1
d d
N
N
d = lebar celah dan penutupnya (m)
N = Jumlah celah tiap satuan panjang ( garis/m)

Hasil Difraksi pada Kisi sama dengan hasil Interferensi pada celah ganda, hanya intensitas
cahaya hasil interferensi akan menjadi lebih terang karena berasal dari banyak sinar yang
berasal dari kisi. Perhatikan Ilustrasi di bawah ini !
Layar

Terang Pusat

Interferensi maximum (garis terang) terjadi jika memenuhi persamaan :

d. sin  = n.  atau d. sin  = 2.n. ½.


atau :

d.p d.p 1
 n. atau  2.n. 
L L 2

Keterangan :
n = Orde terang, dimana n = 0, 1, 2, 3, …. d = konstanta kisi / lebar celah (m)
n = 0 , Terang pusat p = Jarak terang pusat ke terang ke n (m)
n = 1 , Terang ke 1 L = Jarak celah ke layar (m)
n = 2 , Terang ke 2, dst  = Panjang gelombang cahaya (m)

3
Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika memenuhi persamaan :

d. sin  = (n – ½). atau d. sin  = (2.n – 1). ½.

atau
d.p  1
 2.n  1. 
d.p 1
  n  . atau
L  2 L 2
Keterangan :
n = Orde gelap, dimana n = 1, 2, 3, …. d = konstanta kisi / lebar celah (m)
n = 1 , Terang ke 1 p = Jarak terang pusat ke gelap ke n (m)
n = 2 , Terang ke 2, dst L = Jarak celah ke layar (m)
 = Panjang gelombang cahaya (m)

C. Difraksi Celah Tunggal :


Jika cahaya melewati celah sempit, maka cahaya akan mengalami pelenturan atau difraksi.
Cahaya yang datang pada kisi menurut Huygens dalam teori gelombangnya dapat dianggap
sebagai sumber-sumber cahaya baru yang bersifat Koheren, sehingga sinar dari sumber-
sumber cahaya tersebut akan mengalami difraksi dan bertemu di suatu titik dilayar
(interferensi).
Perhatikan gambar di bawah ini !

S
A

½.d
d B Terang pusat


C p

Keterangan :
Sinar dari A akan berpasangan dengan sinar dari B dan sinar di bawah A akan berpasangan
dengan sinar di bawah B dan seterusnya sehingga menghasilkan pola interferensi tertentu di
layar.
Jika secara matematis : S = d.sin  dan secara fisika : S = n. , maka sinar dari A dan B
akan memiliki beda lintasan sebesar ½., sehingga akan terjadi garis gelap di layar.
Secara umum, Garis gelap di layar terjadi jika memenuhi syarat :
d = lebar celah dari celah tunggal (m)
 = Panjang gelombang cahaya (m)
d.sin  = n.   = Sudut difraksi
Jika sin  = tg  = p/L, maka persamaannya menjadi :
p = jarak garis gelap ke n terhadap terang pusat (m)
d.p L = Jarak celah tunggal ke layar (m)
 n. n = Orde gelap ( 1, 2, 3, ……)
L
Dengan asumsi sama Garis terang akan terjadi jika :
d = lebar celah dari celah tunggal (m)
 = Panjang gelombang cahaya (m)
d.sin  = (2n -1). ½.  = Sudut difraksi
Jika sin  = tg  = p/L, maka persamaannya menjadi :
p = jarak garis terang ke n terhadap terang pusat (m)
d.p 1 L = Jarak celah tunggal ke layar (m)
 (2n  1).  n = Orde terang ( 1, 2, 3, ……)
L 2

4
5
D. Daya Urai Lensa :

Jika kita perhatikan dua lampu mobil yang lagi menyala dari tempat yang sangat jauh di jalan
yang lurus, akan terlihat cahaya lampu tersebut hanya sebagai sebuah nyala lampu, namun
lama kelamaan semakin dekat akan terlihat menjadi dua nyala lampu pada jarak tertentu dan
semakin dekat semakin jelas dan semakin lebar jarak antara ke dua lampu, sehingga pada
jarak yang dekat jarak yag terlihat seperti jarak yang sebenarnya. Mengapa demikian ?
Hal ini disebabkan adanya keterbatasan mata kita untuk membedakan dua benda sebagai du
benda yang berjarak tertentu. Dikatakan Lensa mata memiliki Daya Urai yang terbatas.
Keterbatasan kemampuan Lensa mata untuk membedakan dua benda sebagai dua benda
disebabkan oleh factor :
1. Jarak benda terhadap mata
2. Jarak kedua benda itu sendiri
3. Panjang gelombang cahaya
4. Lebar diafragma / bukaan lensa

Daya Urai Lensa adalah kemampuan lensa / alat optik untuk membedakan dua benda terlihat
pada jarak terdekatnya dilihat dari jarak paling jauh.
Menurut Airy, dinyatakan :
Juga berlaku pada sudut yang kecil,
L d
S1 sin  = Tg  , maka :
L
1,22..L
d  D d
n.D
S2
Berlaku : d = jarak antara dua benda ( m )
1,22.
Sin   D = lebar diafragma lensa ( m )
n.D L = jarak benda ke lensa ( m )
Untuk sudut yang kecil sin  = (rad), sehingga : n = Indeks bias medium
1,22.  = sudut pandang benda ( rad )
 rad 
n.D  = panjang gelombang cahaya (m)

6
E. Polarisasi :
Jika kita menggunakan kacamata hitam saat mengendarai kendaraan jarak jauh di saat terik
matahari kita akan merasa lebih nyaman, dan mata kita tidak terlihat dari luar. Ini adalah
contoh adanya peristiwa Polarisasi cahaya.
Polarisasi adalah Perisitwa terserapnya sebagian arah getar cahaya oleh suatu medium atau
zap optik.
Cahaya dibedakan menjadi :
1. Cahaya alami :
Cahaya yang memiliki semua arah getar
Dilambangkan : atau :
Arah rambat

2. Cahaya Terpolarisasi :
Cahaya yang kehilangan sebagian arah getarnya
Dilambangkan : atau

Cahaya terpolarisasi akan melewati sebuah bidang khayal yang disebut dengan Bidang
Polarisasi.


Cara mendapatkan Cahaya Terpolarisasi :
1. Pemantulan :
Cahaya yang datang dengan sudut tertentu akan mengalami polarisasi. Sudut datang yang
menyebabkan cahaya terpolarisasi disebut Sudut Datang Polarisasi ( i p)
N

ip ip

2. Pemantulan dan Pembiasan :


N Pada peristiwa pembiasan dan pemantulan
berlaku Sinar pantul dan sinar bias saling
Sinar pantul tegak lurus ( membentuk sudut 900 ),
ip ip sehingga berlaku :
ip + r = 900 sehingga r = 900 - ip
Menurut Hukum Snellius :

r Sin .i p
Sinar bias n 12 
Sin .r

Dengan Sin r = Sin (900-ip) = Cos ip, maka, diperoleh :

n 12 
Sin .i p
sehingga menjadi : n 12  Tg.i p
Cos.i p

Persamaan terakhri ini dikenal dengan Hukum Brawster yang menyatakan :


Besarnya indeks bias medium sama dengan harta Tangen dari sudut datang
polarisasi.
Keterangan : n12 = indeks bias relative medium 2 terhadap medium 1
ip = sudut datang polarisasi

7
3. Pembiasan Kembar ( Bias Kembar ) :
Cahaya yang datang pada zat tertentu dapat mengalami pembiasan kembar dimana
sebagian cahaya diteruskan dan sebagian cahaya dibiaskan sesuai dengan hukum
Snellius.
N Cahaya yang dibiaskan disebut
disebut cahaya biasa ( ordinary)
dan cahaya yang diteruskan
disebut cahaya luar biasa (extra
ordinary).

Chy Extra ordinary


Chy ordinary

4. Absorbsi selektif :
Jika zat optic yang dapat menghasilkan bias kembar di buat sebuah prisma dan kemudian
dilekatkan kembali maka akan terbentuk sebuah Prisma Nicol. Dengan menggunakan
Prisma Nicol cahaya alami akan dibiaskan kembar dan cahaya biasa akan terserap dan
cahaya luar biasa akan diteruskan melewati bidang batas prisma sehingga akan keluar
menjadi Cahaya Terpolarisasi. Jadi Prisma Nicol dapat digunakan untuk menghasilkan
Cahaya Terpolarisasi. Secara umum zat yang dapat menghasilkan cahaya terpolarisasi
disebut dengan Polaroid.
Menurut fungsinya Polaroid
dibedakan :
Cahaya 1. Polarisator
Berfungsi untuk menghasilkan
Terpolarisasi cahaya terpolarisasi
2. Analisator
Berfungsi untuk menguji apakah
cahaya terpolarisasi atau tidak.


Io I = ½.Io I’ = …?

Polarisator Analisator
Kita tahu bahwa Intensitas gelombang sebanding dengan kuadrat Amplitudo sehingga :
I  A2, maka :
Sehingga :
I ' A '2
A  A’ 
I A2
Hasilnya :
I '  I.Cos 2  atau I '  I 0 .Cos 2 
Dari gambar diatas, berlaku :
I0 = Intensitas cahaya sebelum melewati polarisator
A’ = A.Cos  I = Intensitas cahaya setelah melewati polarisator
I’ = Intensitas cahaya setelah melewati analisator
 = Sudut antara polarisator dan analisator
5. Hamburan
Cahaya matahari yang datang dari angkasa memasuki udara akan mengalami penyerapan
oleh materi materi di udara sehingga tidak semua intensitas cahaya tersebut sampai ke
bumi. Berkurangnya intensitas ini menyebabkan terjadinya polarisasi cahaya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai