Meotode Aermod
Meotode Aermod
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan spasial. Analisis kuantitatif
yaitu melakukan perhitungan konsentrasi polutan CO dan NO2 di Terminal Terpadu
Amplas menggunakan model SCREEN3. Sementara itu, analisis spasial yaitu
memetakan konsentrasi CO dan NO2 dengan program Surfer 11. Tahapan awal yang
dilakukan adalah menghitung jumlah dan jenis kendaraan untuk mendapatkan laju
emisi. Selanjutnya laju emisi dan data sekunder berupa data dimensi (panjang dan lebar)
Terminal Terpadu Amplas dan data meteorologi dimasukkan ke model SCREEN3
untuk mendapatkan konsentrasi maksimum.
Pada saat yang bersamaan dengan perhitungan jumlah dan jenis kendaraan, akan
dilakukan pengukuran konsentrasi CO dan NO2 dan kecepatan angin di lapangan. Data
konsentrasi CO dan NO2 hasil pemodelan akan divalidasi dengan data hasil pengukuran
di lapangan menggunakan persamaan Index of Agreement. Kemudian dilakukan
visualisasi distribusi konsentrasi CO dan NO2 dengan menggunakan program Surfer 11.
Tahapan penelitian dimulai dari penyusunan latar belakang penelitian, studi literatur,
penyusunan metode penelitian, pengumpulan data sekunder, pengambilan data primer,
penerapan model SCREEN3 untuk mendapatkan konsentrasi maksimum, uji validitas,
dan visualisasi konsentrasi pencemar udara. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 yaitu diagram alir penelitian.
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Program WR-PLOTview
Windrose
Konsentrasi CO
dan NO2 prediksi
Selesai
Penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Terpadu Amplas Kota Medan yang berada
di Jalan Panglima Denai, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas,
Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dan penempatan peralatan pengambil
contoh uji mengacu pada SNI 19-7119.6-2005. Titik sampling penelitian berjumlah 6
(enam) titik, yaitu:
Lokasi Terminal Terpadu Amplas dapat dilihat pada Gambar 3.2 sedangkan tampak atas
Kawasan Terminal Terpadu Amplas yang dilihat dari Google Earth dapat dilihat pada
Gambar 3.3. Gambar ini menunjukkan penggunaan lahan di sekitar kawasan Terminal
Terpadu Amplas. Peletakan titik sampling dapat dilihat pada Gambar 3.4.
III-4
III-5
III-6
Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis
tanggal 7-9 Februari 2017 dengan pembagian 1 (satu) hari untuk 2 (dua) titik sampling.
Data primer yang diambil adalah konsentrasi CO dan NO2, kecepatan angin, koordinat
titik sampling, serta jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Udara di Daerah pada Lampiran VI menjelaskan bahwa untuk
mendapatkan data/nilai 1 (satu) jam pada pengambilan sampel manual diperlukan
pengukuran konsentrasi CO dan NO2 pada salah satu interval waktu di bawah ini.
Durasi pengukuran di setiap interval adalah 1 (satu) jam.
Berdasarkan Permen LH No.12 Tahun 2010 tersebut, dipilih waktu sampling yaitu
waktu pagi dan waktu siang. Waktu dan parameter yang diukur saat sampling dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Titik dan Parameter yang Diukur saat Sampling
Hari Titik Titik Koordinat Waktu Parameter
3o 32’ 23,40” LU 07.00-08.00 WIB 1. Jumlah dan jenis
Titik 1
98o 43’ 3,42” BT 12.00-13.00 WIB kendaraan bermotor
Ke-1
3o 32’ 23,92” LU 08.05-09.05 WIB 2. Konsentrasi CO
Titik 2
98o 43’ 6,15” BT 13.05-14.05 WIB 3. Konsentrasi NO2
3o 32’ 23,20” LU 07.00-08.00 WIB
Titik 3 4. Kecepatan angin
98o 43’ 8,80” BT 12.00-13.00 WIB
Ke-2 5. Suhu Udara
3o 32’ 22,12” LU 08.05-09.05 WIB
Titik 4 6. Kelembaban Udara
98o 43’ 7,21” BT 13.05-14.05 WIB
3o 32’ 18,63” LU 07.00-08.00 WIB 7. Koordinat titik sampling
Titik 5
98o 43’ 6,64” BT 12.00-13.00 WIB
Ke-3
3o 32’ 19,16” LU 08.05-09.05 WIB
Titik 6
98o 43’ 4,39” BT 13.05-14.05 WIB
Pengukuran di lapangan hanya mengambil waktu pagi dan waktu siang disebabkan
keterbatasan jam kerja pihak ketiga. Peneliti bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota
Medan dalam pengambilan data konsentrasi CO dan NO2 observasi. Jam kerja
III-7
Pengumpulan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
sampling langsung di lapangan. Metode sampling yang digunakan adalah grab sampling
(pengukuran sesaat). Data primer yang dikumpulkan yaitu:
Koordinat titik sampling pemantauan kualitas udara ambien yaitu konsentrasi CO dan
NO2 diketahui dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Alat GPS
dapat dilihat pada Gambar 3.5. Data ini akan dimasukkan ke program Surfer 11 untuk
memvisualisasikan konsentrasi polutan dari Terminal Terpadu Amplas dalam bentuk
peta isopleth konsentrasi CO dan NO2.
III-8
3. Kecepatan angin
III-9
Prosedur pengukuran karbon monoksida (CO) di udara ambien sesuai dengan SNI
(Standar Nasional Indonesia) 7119.10:2011 tentang Cara Uji Kadar Karbon Monoksida
(CO) Menggunakan Metode Non Dispersive Infra Red (NDIR). Prinsip kerja CO
analyzer dapat dilihat pada Tabel 3.2, sementara CO analyzer ditunjukkan oleh Gambar
3.7.
III-10
Data konsentrasi CO dengan menggunakan alat CO analyzer adalah dalam satuan ppm,
sehingga untuk perhitungan validasi data tersebut harus diubah terlebih dahulu ke dalam
satuan µg/m3. Konversi ppm ke dalam µg/m3 dilakukan dengan menggunakan
Persamaan (3.1) (BSN, 2011).
Keterangan:
C(ppm) = Konsentrasi CO dalam ppm
Prosedur pengukuran nitrogen dioksida (NO2) di udara ambien suai dengan SNI
(Standar Nasional Indonesia) 19-7119.2:2005 tentang Cara Uji Kadar Nitrogen
Dioksida (NO2) Dengan Metode Griess Saltzman Menggunakan Spektrofotometer.
Prinsip kerja impinger dapat dilihat pada Tabel 3.3, sementara impinger ditunjukkan
oleh Gambar 3.8.
III-11
Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data yang telah tersedia di instansi-
instansi terkait. Jenis data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini ditampilkan
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Jenis Data Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian
Jenis Data Instansi
Layout peta dan luas Terminal Terpadu Amplas Dinas Perhubungan Kota Medan
Data meteorologi
1. Intensitas radiasi matahari BMKG Sampali Medan
2. Arah dan kecepatan angin di Kota Medan Tahun 2011- BMKG Kota Medan
2015
III-12
Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan
metode analisis kuantitatif dan spasial.
Data arah dan kecepatan angin di Kota Medan selama 5 tahun terakhir (2011-2015)
diperlukan untuk pembuatan windrose menggunakan program WRPLOTVIEW. Windrose
ini mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di Kota Medan sehingga dapat
digunakan untuk penentuan lokasi penelitian. Data arah dan kecepatan angin Tahun
2011-2015 dapat dilihat pada Lampiran I dan gambar windrose dapat dilihat pada
Lampiran II.
Laju emisi per unit area adalah besarnya massa polutan yang dikeluarkan oleh suatu
sumber emisi dalam satuan waktu per unit area (EPA, 1995). Laju emisi CO dan NO2
per unit area didapat dari perhitungan beban emisi dibagi dengan luasan lokasi
penelitian dalam hal ini luas Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, beban emisi
adalah besarnya massa polutan yang diemisikan ke udara oleh kegiatan lalu lintas per
satuan waktu tertentu (Sengkey, dkk., 2011). Beban emisi bergantung pada jumlah dan
jenis kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Faktor emisi dapat digunakan
untuk menentukan dan mengetahui beban emisi CO dan NO2 dari berbagai tipe
kendaraan yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Perhitungan beban emisi menggunakan faktor emisi pada Tabel 2.3 merupakan fungsi
jarak yang artinya emisi yang dikeluarkan tergantung dari jarak yang ditempuh
kendaraan. Untuk lokasi penelitian beban emisi di jalan raya, emisi tergantung pada
panjang jalan yang dilewati oleh kendaraan. Sementara untuk penelitian ini, lokasi
penelitian berada di terminal, sehingga jarak tempuh kendaraan diibaratkan keliling
terminal dengan asumsi kendaraan mengelilingi kawasan terminal saat menunggu
penumpang. Perhitungan konsentrasi polutan dengan menggunakan SCREEN3 sumber
area mengibaratkan area studi berbentuk persegi panjang. Oleh sebab itu, bentuk
III-13
175,5 m
262,6 m
Keterangan:
Titik Sampling
Jalan
Skala 1 : 2100
Gambar 3.9 Layout Terminal Terpadu Amplas yang Diibaratkan Persegi Panjang
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2012)
Perhitungan keliling Terminal Terpadu Amplas menggunakan persamaan:
2 (3.2)
Keterangan:
p = keliling terminal (m) L = lebar terminal (m)
P = panjang terminal (m)
III-14
beban emisi
Q= (3.3)
A
Keterangan:
Q = laju emisi polutan per unit area (g/jam.m2)
A = luas terminal (m2)
A=P×L (3.4)
Untuk membuat sebaran polutan CO dan NO2, input data yang harus dimasukkan ke
program SCREEN3 yaitu:
III-15
Untuk lebih jelasnya mengenai input data SCREEN3 sumber area dapat dilihat pada
Gambar 3.10.
Main Menu
Toolbar Buttons
Input Window
Keterangan Gambar:
III-16
Run: menampilkan dialog project status, dimana kita dapat melihat apakah
data yang dimasukkan sudah terisi penuh.
SCREEN3 sumber area juga memerlukan input data berupa data meteorologi (kelas
stabilitas atmosfer dan kecepatan angin), karakteristik daerah studi (simple terrain),
pilihan penentuan jarak sebaran (automated atau descrete distances), dan tinggi
anemometer saat pengukuran. Untuk lebih jelasnya mengenai input data lanjutan
SCREEN3 sumber area dapat dilihat pada 3.11, Gambar 3.12, dan Gambar 3.13.
III-17
Gambar 3.12 Tampilan Input Data Automated Distances SCREEN3 Sumber Area
III-18
Metode yang digunakan untuk menentukan kondisi stabilitas atmosfer adalah metode
Pasquill-Gifford. Kategori stabilitas atmosfer ditentukan berdasarkan kecepatan angin
dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin yang diukur adalah pada ketinggian 10
meter di atas permukaan tanah (Noll dan Miller,1997). Kriteria stabilitas atmosfer
Pasquill-Gifford dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Output dari model SCREEN3 adalah konsentrasi polutan CO dan NO2 (konsentrasi
prediksi). Nilai konsentrasi polutan ini selanjutnya akan divalidasi dengan data
konsentrasi CO dan NO2 observasi. Validasi kedua data tersebut menggunakan
persamaan Index of Agreement yang dapat dilihat pada Persamaan 2.4. Hasil uji validasi
dengan nilai d antara 0,8-1 menyatakan bahwa data konsentrasi CO dan NO2 prediksi
akurat dengan data konsentrasi CO dan NO2 observasi, sehingga model SCREEN3 tepat
untuk diterapkan di Terminal Terpadu Amplas. Sementara itu, jika nilai d < 0,8
menyatakan bahwa data konsentrasi CO dan NO2 prediksi tidak akurat dengan data
konsentrasi CO dan NO2 observasi, sehingga model SCREEN3 tidak tepat untuk
diterapkan di Terminal Terpadu Amplas.
III-19
Pemetaan pola sebaran polutan CO dan NO2 divisualisasikan dengan program Surfer 11.
Output yang didapat adalah peta sebaran konsentrasi polutan dalam bentuk peta isopleth
konsentrasi. Koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesius tiga arah (XYZ).
Tahapannya adalah dengan memasukan data koordinat titik sampling berupa garis bujur
(longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X dan Y, sedangkan konsentrasi
CO dan NO2 di sumbu Z pada program Surfer 11. Program akan mengkalkulasikan data
dan merubahnya ke dalam pola spasial dalam bentuk isopleth konsentrasi CO dan NO2.
Peta isopleth konsentrasi CO dan NO2 selanjutnya akan ditumpangtindihkan (overlay)
dengan layout peta Terminal Terpadu Amplas sehingga dapat terlihat titik yang
memiliki konsentrasi tertinggi dan terendah. Langkah-langkah pembuatan peta isopleth
konsentrasi polutan dengan menggunakan Surfer 11 yaitu:
a. Klik File | New | Worksheet atau klik tombol , lalu masukkan data XYZ,
dimana data X dan Y adalah data koordinat titik sampling sedangkan Z adalah
konsentrasi polutan.
b. Simpan data dengan mengklik File | Save atau klik tombol . Pada kotak
dialog Save As, pilih format penyimpanan dalam bentuk DAT Data (*.dat). Lalu
ketik nama file yang akan disimpan, klik OK.
III-20
a. Klik Map | New | Countour Map atau klik tombol pada toolbar.
b. Kotak dialog Open Grid akan terbuka. Pilih file grid yang telah dibuat pada
langkah sebelumnya. Klik Open.
4. Meng-overlay peta isopleth konsentrasi dengan peta layout Terminal Terpadu
Amplas.
a. Siapkan peta layout Terminal Terpadu Amplas.
b. Pilih kedua peta yang akan di-overlay dengan menggunakan tombol Shift+klik
pada kedua peta.
c. Klik Map | Overlay Maps. Peta akan ter-overlay.
III-21
Pengambilan data jumlah kendaraan bermotor dilakukan selama 3 (tiga) hari yaitu hari
Selasa, Rabu, dan Kamis. Waktu pengambilan data dilakukan pada waktu pagi yaitu
pukul 07.00 WIB – 09.05 WIB dan waktu siang yaitu pukul 12.00 WIB – 14.05 WIB.
Terminal Terpadu Amplas merupakan terminal angkutan umum terbesar yang ada di
Kota Medan dengan luas wilayah ± 42.134,625 m2 (Dishub Kota Medan, 2012).
Terminal ini melayani rute perjalanan angkutan umum antar kota hingga antar provinsi,
sehingga terdapat banyak angkutan umum yang menaikkan penumpang/barang. Selain
didominasi oleh angkutan umum, Terminal Terpadu Amplas juga banyak disinggahi
oleh kendaraan lain seperti sepeda motor dan mobil yang hendak mengantarkan
penumpang/barang ke terminal.
IV-2
Lokasi Pengamatan
Berdasarkan Gambar 4.1, terlihat bahwa Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas
merupakan titik sampling yang paling banyak dilewati oleh kendaraan bermotor. Jumlah
kendaraan bermotor pada waktu pagi di titik sampling ini sebesar 23,89%. Selanjutnya
diikuti oleh Area Parkir Angkutan Kota sebesar 20,84%,
20,84%, Gerbang Keluar Terminal
Terpadu Amplas sebesar 17,02%. Kemudian Area Parkir Kendaraan sebesar 15,57%,
Area Parkir Bus AKAP sebesar 15,50%, dan titik sampling yang paling sedikit dilewati
kendaraan bermotor adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 7,18%.
Jumlah kendaraan bemotor di Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas pada waktu
siang terlihat mengalami penurunan sebesar 2,63% menjadi 21,26%. Begitu pula
dengan titik sampling di Area Parkir Kendaraan mengalami penurunan sebesar 1,24%
menjadi 14,33%. Berikutnya penurunan jumlah kendaraan bermotor pada waktu siang
juga terjadi di Area Parkir Bus AKAP sebesar 2,62% menjadi 12,88%, dan jumlah
kendaraan bermotor semakin menurun di Pelataran Bus AKDP sebesar 0,85% menjadi
6,33%. Titik sampling di Area Parkir Angkutan Kota mengalami peningkatan kendaraan
bermotor sebesar 0,73 menjadi 21,57% dan Gerbang Keluar Terminal Terpadu Amplas
mengalami peningkatan sebesar 6,61% menjadi 23,63%.
IV-3
Sementara itu, Pelataran Bus AKDP merupakan titik sampling dengan lalu lintas
kendaraan paling sedikit. Jumlah kendaraan yang melintas pada waktu pagi hanya
sebesar 7,18% dan 6,33% pada waktu siang. Hal ini dapat dijelaskan karena mayoritas
kendaraan yang melewati titik sampling ini adalah kendaraan umum berjenis angkot,
minibus, dan bus.
Bila dilihat dari Gambar 4.1, pengamatan waktu pagi cenderung memiliki jumlah
kendaraan yang relatif lebih banyak daripada pengamatan waktu siang. Hal ini
disebabkan pada waktu pagi hari aktivitas masyarakat baru dimulai, sehingga kebutuhan
akan kendaraan umum di pagi hari menjadi lebih tinggi daripada di siang hari.
Rata-rata jumlah kendaraan yang masuk ke Terminal Terpadu Amplas pada tahun 2015
tercatat sebanyak 288 unit per jam. Data ini merupakan data perhitungan jumlah
kendaraan pada jam-jam sibuk (Dishub UPT Terminal Terpadu Amplas, 2016).
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan yang masuk ke
Terminal Terpadu Amplas pada waktu pagi (jam sibuk) sebesar 313 unit per jam. Hal
ini menunjukkan data hasil perhitungan jumlah kendaraan pada saat sampling tidak jauh
berbeda dengan data sekunder dari Dinas Perhubungan UPT Terminal Terpadu Amplas.
IV-4
873
Jumlah kendaraan (unit/jam) 1000 856
800
600
400 241
238
200 51 50 38 39 54 50 50 45 20 17
0
Sepeda Angkot Mobil Pick-Up Minibus Bus Truk
Motor
Jenis Kendaraan
Berdasarkan Gambar 4.2, terlihat bahwa angkot merupakan jenis kendaraan yang paling
mendominasi di Terminal Terpadu Amplas baik pada waktu pagi maupun pada waktu
siang. Jumlah angkot pada waktu pagi sebesar 65,34% dan pada waktu siang sebesar
66,54%, kemudian jumlah sepeda motor pada waktu pagi dan waktu siang sebesar
18,40% dan 18,14%, kemudian jumlah minibus sebesar 4,12% pada waktu pagi dan
pada waktu siang sebesar 3,81%. Sementara itu, jumlah mobil pada waktu pagi dan
waktu siang berturut-turut sebesar 3,89% dan 3,81%, selanjutnya jumlah pick-up
sebesar 2,90% pada waktu pagi dan 2,97 pada waktu siang. Truk merupakan jenis
kendaraan yang paling sedikit melintasi Terminal Terpadu Amplas dibandingkan
dengan kendaraan lain yaitu sebesar 1,53% pada waktu pagi dan 1,29% pada waktu
siang.
Dominasi angkot yang terdapat di Terminal Terpadu Amplas sesuai dengan fungsi
terminal itu sendiri sebagai tempat angkutan umum untuk menaikkan atau menurunkan
penumpang/barang. Angkot sendiri merupakan jenis angkutan umum yang paling sering
ditemui di Terminal Terpadu Amplas dibandingkan dengan angkutan umum lainnya
seperti minibus dan bus. Berdasarkan data Dinas Perhubungan UPT Terminal Terpadu
IV-5
4.2 Laju Emisi CO dan NO2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas
Laju emisi CO dan NO2 per unit area dihitung berdasarkan perhitungan beban emisi
dibagi dengan luas Terminal Terpadu Amplas. Perhitungan beban emisi menggunakan
Persamaan (3.3) dimana perhitungan ini bergantung pada jumlah dan jenis kendaraan
bermotor, faktor emisi kendaraan, dan keliling terminal. Faktor emisi yang digunakan
adalah faktor emisi dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2010 yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Keliling Terminal Terpadu Amplas dihitung
dengan Persamaan (3.2). Berdasarkan Gambar 3.9 diketahui panjang dan lebar kawasan
Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah 262,6 m dan 175,5 m, sehingga didapat:
Keliling terminal = 2 (262,6 m + 175,5 m)
= 876,2 m = 0,8762 km ≈ 0,88 km
Sebelum menghitung laju emisi CO dan NO2, perlu dihitung beban emisi CO dan NO2
tiap kendaraan terlebih dahulu. Langkah-langkah perhitungan laju emisi CO dan NO2 di
Terminal Terpadu Amplas adalah:
Berikut diberikan contoh perhitungan beban emisi CO dan NO2 dari jenis kendaraan
sepeda motor di titik sampling 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas
pada waktu pagi:
IV-6
Setelah diketahui semua beban emisi CO dan NO2 dari masing-masing jenis kendaraan,
maka beban tersebut dijumlahkan berdasarkan titik pengambilan sampel. Beban emisi
yang didapat diklasifikasikan berdasarkan waktu sampling pagi dan waktu sampling
siang. Berikut contoh perhitungan beban emisi CO pada waktu pagi di titik sampling 1
(satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas.
Diketahui BEsepeda motor = 1.022,56 g/jam; BEangkot = 6.789,11 g/jam; BEmobil = 399,17
g/jam; BEpick-up = 223,87 g/jam; BEminibus = 359,04 g/jam; BEbus = 87,12 g/jam; BEtruk =
22,18 g/jam.
Diketahui BEsepeda motor = 21,18 g/jam; BEangkot = 330,79 g/jam; BEmobil = 28,34 g/jam;
BEpick-up = 14,08 g/jam; BEminibus = 23,19 g/jam; BEbus = 94,25 g/jam; BEtruk = 46,73
g/jam.
BE NO2 total = (21,18 + 330,79 + 28,34 + 14,08 + 23,19 + 94,25 + 46,73) g/jam
= 558,55 g/jam
Sehingga didapat total beban emisi CO dan NO2 pada waktu pagi di titik sampling 1
(satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal Terpadu Amplas berturut-turut adalah sebesar
8.903,05 g/jam dan 558,55 g/jam.
A = 262,6 m × 175,5 m
= 46.086,3 m2
IV-7
Laju emisi per unit area dapat dihitung dengan Persamaan (3.4). Contoh perhitungan
laju emisi per unit area untuk polutan CO dan NO2 pada waktu pagi di titik 1 (satu)
yaitu Gerbang Masuk Terminal adalah:
8.903,05 g / jam
QCO =
46.086,3 m 2
= 0,1931821 g/jam/m2 = 5,366171 × 10-5 g/s/m2 ≈ 5,37 × 10-5 g/s/m2
558,55 g / jam
QNO2 =
46.086,3 m 2
= 0,01211965 g/jam/m2 = 3,36659 × 10-6 g/s/m2 ≈ 3,37 × 10-6 g/s/m2
Selengkapnya perhitungan laju emisi CO dan NO2 per unit area tiap-tiap titik sampling
dapat dilihat pada Lampiran III. Laju emisi CO dan NO2 per unit area pada waktu pagi
dan waktu siang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Laju Emisi CO dan NO2 per Unit Area di Terminal Terpadu Amplas
Hari/ Laju Emisi CO Laju Emisi NO2
Hari/Tanggal Titik Pengamatan
Waktu (g/s/m2) (g/s/m2)
Gerbang Masuk Pagi 5,37 × 10-5 3,37 × 10-6
Selasa Terminal Siang 4,89 × 10-5 2,80 × 10-6
07/02/2017 Area Parkir Pagi 3,69 × 10-5 2,73 × 10-6
Kendaraan Siang 3,56 × 10-5 2,67 × 10-6
Area Parkir Bus Pagi 3,75 × 10-5 3,10 × 10-6
Rabu AKAP Siang 3,13 × 10-5 2,10 × 10-6
08/02/2017 Pagi 1,71 × 10-5 1,32 × 10-6
Pelataran Bus AKDP
Siang 1,32 × 10-5 1,16 × 10-6
Area Parkir Pagi 5,12 × 10-5 3,20 × 10-6
Kamis Angkutan Kota Siang 5,36 × 10-5 3,34 × 10-6
09/02/2017 Gerbang Keluar Pagi 4,31 × 10-5 2,68× 10-6
Terminal Siang 5,96 × 10-5 3,89 × 10-6
Berdasarkan Tabel 4.3, untuk waktu pagi diperoleh laju emisi CO dan NO2 yang paling
tinggi adalah di Gerbang Masuk Terminal yaitu sebesar 5,37 × 10-5 g/s/m2 dan 3,37 ×
10-6 g/s/m2. Hal ini diakibatkan tingginya jumlah kendaraan pada titik sampling ini
dibandingkan dengan titik sampling lain. Setiap kendaraan bermotor yang akan
memasuki kawasan Terminal Terpadu Amplas akan selalu melewati titik ini, sehingga
lalu lintas kendaraan di Gerbang Masuk Terminal cenderung lebih padat dari titik
IV-8
Laju emisi CO dan NO2 paling tinggi pada waktu siang adalah di Gerbang Keluar
Terminal yaitu sebesar 5,96 × 10-5 g/s/m2 dan 3,89 × 10-6 g/s/m2. Hal ini dapat
dijelaskan karena pada waktu siang hari, banyak kendaraan yang keluar dari Terminal
Terpadu Amplas terutama angkot. Umumnya di Terminal Terpadu Amplas, pengemudi
angkot mempunyai pergantian jam kerja (shift). Adanya pergantian shift pengemudi
angkot pada siang hari mengakibatkan angkot yang tadinya terparkir di terminal, keluar
untuk mencari penumpang. Sementara itu, laju emisi CO dan NO2 paling rendah adalah
di Pelataran Parkir Bus AKDP yaitu sebesar 1,32 × 10-5 g/s/m2 dan 1,16 × 10-6 g/s/m2.
Berdasarkan pembahasan tersebut, laju emisi CO dan NO2 berfluktusi sesuai dengan
jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Menurut Ruktiningsih (2014), semakin tinggi
jumlah kendaraan maka emisi CO dan NO2 yang dikeluarkan juga akan semakin
meningkat. Hal ini didukung pula oleh Suhadi (2008) dalam Hodijah (2014) yang
menerangkan bahwa jenis dan jumlah kendaraan akan mempengaruhi emisi yang
dihasilkan.
Faktor meteorologi yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Data-data meteorologi berupa
suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di
lapangan selama 3 (hari) di Terminal Terpadu Amplas. Sementara data intensitas radiasi
matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali.
Data suhu udara merupakan data primer yang diambil langsung di lapangan
menggunakan hygrotermometer. Tabel 4.4 menunjukkan data suhu udara pada 6 (enam)
titik sampling di kawasan Terminal Terpadu Amplas.
IV-9
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa suhu udara pada waktu pagi di Terminal
Terpadu Amplas lebih rendah daripada waktu siang. Suhu udara terendah adalah 30,3
o
C hasil pengukuran pagi hari di Area Parkir Bus AKAP dan tertinggi adalah 37,3 oC
hasil pengukuran siang hari di Gerbang Masuk Terminal. Sementara itu, suhu udara
rata-rata hasil pengukuran pagi hari sebesar 33,03 oC dan hasil pengukuran siang hari
sebesar 35,02 oC.
Tabel 4.5 menunjukkan kelembaban udara pada siang hari lebih rendah daripada
kelembaban udara pada pagi hari. Hal ini disebabkan suhu udara pada siang hari relatif
lebih tinggi daripada pagi hari. Kenaikan suhu udara akan menurunkan kelembaban di
udara. Kelembaban udara terendah adalah 45,7% hasil pengukuran siang hari di
Gerbang Masuk Terminal dan tertinggi adalah 60,9% hasil pengukuran pagi hari di
IV-10
Pengukuran kecepatan angin pada penelitian ini menggunakan anemometer. Tabel 4.6
menunjukkan kecepatan angin di 6 (enam) titik sampling yang ada di Terminal Terpadu
Amplas .
Berdasarkan Tabel 4.6, didapat kecepatan angin rata-rata di Terminal Terpadu Amplas
adalah 2,51 m/s pada pagi hari dan 1,90 m/s pada siang hari. Kecepatan angin terendah
adalah 1,4 m/s hasil pengukuran siang hari di Gerbang Keluar Terminal dan tertinggi
adalah 3,55 m/s hasil pengukuran pagi hari di Area Parkir Bus AKAP. Data kecepatan
angin ini akan digunakan bersama data intensitas radiasi matahari untuk menentukan
kelas stabilitas atmosfer dengan metode Pasquill-Gifford yang tunjukkan Tabel 2.4.
Data intensitas radiasi matahari didapat dari Stasiun Klimatologi Sampali yang dapat
dilihat pada Lampiran IV. Data yang diambil adalah data intensitas radiasi matahari
pada hari yang sama dengan hari sampling yaitu pada tanggal 7-9 Februari 2017. Tabel
4.7 menunjukkan data intensitas radiasi matahari dari Stasiun Klimatologi Sampali.
IV-11
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa data intensitas radiasi matahari yang
disediakan adalah dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Namun, data yang
digunakan hanyalah data pada saat waktu pengamatan langsung di lapangan saja. Data
waktu pagi yaitu data pada pukul 07.00-09.05 WIB, sedangkan data waktu siang yaitu
data pada pukul 12.00-14.05 WIB. Data yang diambil pada rentang waktu penelitian
tersebut adalah data dengan nilai maksimal. Hal ini disebabkan untuk memperkirakan
konsentrasi maksimum polutan di udara, sebaiknya menggunakan kondisi udara yang
maksimal (Turyanti, dkk., 2016). Tabel 4.8 menunjukkan data intensitas radiasi
matahari pada waktu sampling.
Tabel 4.8 menunjukkan intensitas radiasi matahari pada waktu siang lebih tinggi
daripada waktu pagi. Intensitas radiasi matahari tertinggi adalah 600 W/m2 yang diukur
pada waktu siang. Sementara intensitas radiasi matahari terendah adalah 40 W/m2 yang
diukur pada waktu pagi. Data intensitas radiasi matahari ini selanjutnya akan diolah
bersama data kecepatan angin untuk mendapatkan kelas stabilitas atmosfer.
IV-12
Hasil uji konsentrasi CO observasi di laboratorium BTKLPP Kota Medan didapat dalam
satuan ppm, sedangkan data konsentrasi CO prediksi adalah dalam satuan µg/m3, maka
data tersebut harus dikonversi terlebih dahulu dengan persamaan (3.1). Contoh
perhitungan konversi data konsentrasi CO observasi pada titik 1 (satu) waktu pagi
adalah:
12 × 28 × 1.000 × 1
C ( µg / m 3 ) = = 13.733,46 µg/m
3
0,0821 × 298
IV-13
Konsentrasi CO (µg/m3)
30,000
25,000 18.311,28 17.166,82
20,000 13.733,46 13.733,46 14.877,91 13.733,46
15,000
10,000 16.022,37 17.166,82
14.877,91
12.589,00 12.589,00 12.589,00
5,000
0
Gerbang Masuk Area Parkir Area Parkir Bus Pelataran Bus Area Parkir Gerbang Keluar
Terminal Kendaraan AKAP AKDP Angkutan Kota Terminal
Lokasi Pengamatan
Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat bahwa pola atau tren nilai konsentrasi CO observasi
pada waktu pagi dan siang hari mendekati sama.
450
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
400
350
300
250
200 110,56
150 69,69 59,60 70,15 69,90 68,70
100
50
0 78,07 68,03 79,38 65,67 66,13 71,99
Gerbang Masuk Area Parkir Area Parkir Bus Pelataran Bus Area Parkir Gerbang Keluar
Terminal Kendaraan AKAP AKDP Angkutan Kota Terminal
Lokasi Pengamatan
Konsentrasi NO₂ observasi pagi (µg/m³) Konsentrasi NO₂ observasi siang (µg/m³)
Baku mutu NO₂ 1 jam
IV-14
Gambar 4.4 menunjukkan konsentrasi NO2 observasi tertinggi hasil pengukuran waktu
pagi adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 79,38 µg/m3 dan konsentrasi NO2
observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 65,67 µg/m3.
Sementara untuk hasil pengukuran waktu siang, konsentrasi NO2 observasi tertinggi
adalah di Gerbang Masuk Terminal yaitu sebesar 110,56 µg/m3 dan konsentrasi NO2
observasi terendah adalah di Area Parkir Bus AKAP yaitu sebesar 59,60 µg/m3.
Tingginya konsentrasi NO2 observasi di Area Parkir Bus AKAP dan Gerbang Masuk
Terminal disebabkan adanya kendaraan bermotor lain selain kendaraan bermotor di
terminal yang menyumbang emisi NO2 ke udara. Lokasi Gerbang Masuk Terminal
sendiri berdekatan dengan Jalan Panglima Denai, sehingga kendaraan yang melintasi
IV-15
Selain berasal dari asap kendaraan bermotor, asap dapur dari tungku masak rumah-
rumah makan yang terdapat di kawasan Terminal Terpadu Amplas juga mempengaruhi
konsentrasi CO dan NO2 observasi. Hal tersebut dapat dilihat pada dokumentasi saat
sampling di Terminal Terpadu Amplas. Menurut Haryanto dan Triyono (2012), proses
pembakaran dari tungku masak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H2S, NOx, SOx,
dan partikel debu.
IV-16
Sementara itu, konsentrasi NO2 yang lebih rendah di pagi hari dibandingkan dengan
siang hari disebabkan sifat NO2 yang mudah terdeposisi basah jika kelembaban udara
tinggi (Cahyono, 2010). Suhu udara yang rendah di waktu pagi di Terminal Terpadu
Amplas mengakibatkan kelembaban udara lebih tinggi (53,83%) dibandingkan waktu
siang (29,83%).
Data meteorologi yang diperlukan berupa kecepatan angin dan kelas stabilitas atmosfer.
Penentuan kelas stabilitas atmosfer menggunakan kelas stabilitas atmosfer Pasquill-
Gifford yang ditunjukkan Tabel 2.4. Data-data yang dibutuhkan untuk menentukan
kelas stabilitas atmosfer dengan menggunakan metode tersebut adalah kecepatan angin
dan intensitas radiasi matahari. Kecepatan angin didapat dari pengukuran langsung di
lapangan pada saat sampling. Sementara intensitas radiasi matahari didapat dari data
sekunder yang berasal dari Stasiun Klimatologi Sampali – Medan yang ditunjukkan
Tabel 4.7.
IV-17
Dengan demikian, semua input data yang diperlukan untuk menjalankan model
SCREEN3 telah terpenuhi. Berikut ditampilkan aplikasi model SCREEN3 untuk
menentukan konsentrasi maksimum CO dan NO2 di Terminal Terpadu Amplas pada
Gambar 4.5.
IV-18
Berdasarkan penerapan model SCREEN3, maka didapat konsentrasi CO dan NO2 pada
permukaan tanah. Hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan 4.12.
Kecepatan Kelas
Konsentrasi Konsentrasi
Hari/Tanggal Lokasi Angin Stabilitas
CO (µg/m3) NO2 (µg/m3)
(m/s) Atmosfer
Gerbang Masuk
3,16 C 308,5 15,54
Selasa Terminal
07/02/2017 Area Parkir
2,53 C 264,8 15,72
Kendaraan
Area Parkir Bus
3,55 C 191,8 12,73
Rabu AKAP
08/02/2017 Pelataran Bus
1,71 B 148,3 9,43
AKDP
Area Parkir
2,52 C 368,8 18,51
Kamis Angkutan Kota
09/02/2017 Gerbang Keluar
1,61 B 397,0 20,34
Terminal
Rata-rata 279,9 15,91
IV-19
Kecepatan Kelas
Konsentrasi Konsentrasi
Hari/Tanggal Lokasi Angin Stabilitas
CO (µg/m3) NO2 (µg/m3)
(m/s) Atmosfer
Gerbang Masuk
1,52 A 477,1 22,51
Selasa Terminal
07/02/2017 Area Parkir
2,55 B 207,1 12,79
Kendaraan
Area Parkir Bus
1,92 B 241,8 13,36
Rabu AKAP
08/02/2017 Pelataran Bus
1,62 B 120,8 8,75
AKDP
Area Parkir
2,36 B 336,9 17,29
Kamis Angkutan Kota
09/02/2017 Gerbang Keluar
1,40 A 631,4 33,95
Terminal
Rata-rata 335,8 18,11
Konsentrasi NO2 tertinggi pada waktu pagi adalah di Gerbang keluar Terminal yaitu
sebesar 20,34 µg/m3, sedangkan yang terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu
sebesar 9,43 µg/m3. Sementara pada waktu siang, konsentrasi NO2 tertinggi yaitu berada
di Gerbang Keluar Terminal, dimana pada titik pengamatan ini konsentasi NO2 sebesar
33,95 µg/m3. Sedangkan konsentrasi NO2 terendah adalah di Pelataran Bus AKDP
yaitu sebesar 8,75 µg/m3.
Tingginya konsentrasi CO dan NO2 di Gerbang Keluar Terminal baik pada waktu pagi
dan waktu siang selain dipengaruhi oleh laju emisi yang tinggi, juga dipengaruhi oleh
IV-20
Konsentrasi CO dan NO2 rata-rata pada waktu pagi lebih rendah dibandingkan dengan
waktu siang. Konsentrasi CO rata-rata pada waktu pagi sebesar 279,9 µg/m3, sedangkan
pada waktu siang 335,8 sebesar µg/m3. Sementara itu, Konsentrasi NO2 rata-rata pada
waktu pagi sebesar 15,91 µg/m3, sedangkan pada waktu siang sebesar 18,11 µg/m3.
Penyebab konsentrasi CO dan NO2 rata-rata hasil pemodelan pada waktu pagi lebih
rendah dibandingkan dengan waktu siang adalah faktor meteorogi. Model SCREEN3
memperkirakan konsentrasi polutan di udara dengan mempertimbangkan beberapa
faktor meteorologi seperti kecepatan angin dan stabilitas atmosfer. Kecepatan angin
rata-rata pada waktu pagi sebesar 2,51 m/s lebih tinggi dibandingkan pada waktu siang
yang sebesar 1,90 m/s. Konsentrasi CO dan NO2 akan menurun seiring dengan
peningkatan kecepatan angin (Ocak dan Turalioglu, 2008; Novalia, 2014; Ramayana,
2014; Turyanti, 2016). Hal ini disebabkan gas CO yang terbawa angin akan lebih cepat
berada ke daerah yang lebih luas karena terjadi penambahan volume wadah dan tidak
diikuti pertambahan kadar gas, maka terjadi penurunan kadar gas CO (Tampubolon,
2011).
Kondisi stabilitas atmosfer ditentukan dari pengolahan data kecepatan angin dan
intensitas radiasi matahari dengan metode Pasquill-Gifford. Pada waktu pagi intensitas
radiasi matahari lebih rendah dibandingkan waktu siang. Intensitas radiasi matahari
pada waktu pagi sebesar 210 W/m2 dan waktu siang sebesar 405 W/m2. Sementara itu,
polutan di udara akan meningkat jika intensitas radiasi matahari tinggi (Cooper dan
Alley, 1994). Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi pada
waktu pagi rendah. Berdasarkan metode Pasquill-Gifford, intensitas radiasi matahari
IV-21
20,000
Konsentrasi CO (µg/m3)
15,000
10,000
5,000
0
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang
Gerbang Masuk Area Parkir Area Parkir Bus Pelataran Bus Area Parkir Gerbang Keluar
Terminal Kendaraan AKAP AKDP Angkutan Kota Terminal
Lokasi Pengamatan
Konsentrasi CO observasi (µg/m³) Konsentrasi CO prediksi (µg/m³)
Perbandingan konsentrasi NO2 observasi dengan konsentrasi NO2 prediksi dapat dilihat
pada Gambar 4.7.
120
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
100
80
60
40
20
0
pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang pagi siang
Gerbang Masuk Area Parkir Area Parkir Bus Pelataran Bus Area Parkir Gerbang Keluar
Terminal Kendaraan AKAP AKDP Angkutan Kota Terminal
Lokasi Pengamatan
Gambar 4.7 Perbandingan Konsentrasi NO2 Observasi dengan Konsentrasi NO2 Prediksi
IV-22
Kegiatan masak-memasak menimbulkan emisi polutan seperti CO, H2S, NOx, SOx, dan
partikel debu ke udara (Haryanto dan Triyono, 2012). Sementara gas buang dari
pembakaran sampah plastik menyumbang emisi CO, CO2, NOx, SOx, dan partikulat
(Prasetyo dkk, 2015).
Selain itu, di udara bebas gas CO dan NO2 dapat terbentuk dari reaksi dengan zat lain di
udara (transformasi kimia). Umumnya kendaraan bermotor di Terminal Terpadu
Amplas bergerak dengan kecepatan rendah atau menunggu penumpang dalam keadaan
memanaskan mesin kendaraan (idle). Pada keadaan seperti ini, nilai Air Fuel Ratio
(AFR) rendah sehingga bahan bakar yang digunakan lebih banyak dari udara. Hal ini
memungkinkan terjadinya reaksi CO dengan reaksi (Wardhana, 2004):
2C + O2 2CO
CO + 0,5O2 CO2
Reaksi pembentukan CO lebih cepat dari reaksi pembentukan CO2, sehingga pada akhir
proses pembakaran gas CO akan tetap dihasilkan. Apabila pencampuran bahan bakar
dan udara tidak rata dan terjadi pada suhu tinggi, maka gas CO akan dihasilkan dengan
reaksi:
CO2 + C 2CO
IV-23
Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi (hasil model SCREEN3) hanya
dipengaruhi oleh laju emisi, kecepatan angin, dan stabilitas atmosfer. Laju emisi hanya
dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang ada di Terminal Terpadu Amplas. Model
ini mengabaikan sumber emisi lain selain dari kendaraan bermotor yang ada di Terminal
Terpadu Amplas atau konsentrasi background lokasi penelitian dan transformasi
polutan secara kimia di udara. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan konsentrasi
yang cukup signifikan antara konsentrasi CO dan NO2 observasi dengan konsentrasi CO
dan NO2 prediksi.
IV-24
untuk parameter NO2. Menurut Wilmott dalam Rahayu (2012), bila didapat nilai d < 0,7
maka hasil tersebut dikategorikan “Kurang Baik”. Artinya keakuratan data konsentrasi
CO prediksi hanya 18 % dan data konsentrasi NO2 prediksi hanya 23 %. Hasil ini
menunjukkan data konsentrasi CO dan NO2 prediksi tidak akurat dengan data
konsentrasi CO dan NO2 observasi, sehingga dapat disimpulkan model SCREEN3 tidak
tepat untuk diterapkan dalam memprediksi konsentrasi CO dan NO2 di Terminal
Terpadu Amplas. Hal ini dapat disebabkan oleh:
1. Tingginya konsentrasi CO dan NO2 observasi berasal dari asap kendaraan bermotor
yang berada di kawasan Terminal Terpadu Amplas ditambah dengan aktivitas lain
yang turut meyumbang emisi CO dan NO2 ke udara seperti kegiatan masak-
memasak, pembakaran sampah, asap rokok, dan sebagainya. Sementara itu,
konsentrasi CO dan NO2 prediksi hanya berasal dari jumlah kendaraan bermotor
yang ada di kawasan terminal.
2. Faktor meteorologi yang digunakan pada model SCREEN3 hanya kecepatan angin
3. Adanya transformasi kimia polutan CO dan NO2 di udara bebas. Saat suhu udara
tinggi CO2 akan terurai menjadi CO dan NO akan berubah menjadi NO2. Sementara
4. Pada saat sampling ketinggian probe CO analyzer yaitu 0,3 m di atas permukaan
tanah dan probe impinger 0,9 m di atas permukaan tanah. Sementara itu, ketinggian
keluaran emisi 0,3 m di atas permukaan tanah, sehingga diasumsikan gas CO dan
NO2 yang dikeluarkan langsung terserap oleh kedua alat tersebut. Hal inilah yang
konsentrasi CO dan NO2 pada waktu pagi ditunjukkan Gambar 4.9, sedangkan pada
waktu siang dapat dilihat pada Gambar 4.10.
(a) (b)
IV-28
Gambar 4.9 (c) menunjukkan konsentrasi NO2 observasi tertinggi pada waktu pagi
berada di bagian utara Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 3 (tiga). Titik ini adalah
Area Parkir Bus AKAP. Konsentrasi NO2 observasi pada titik ini sebesar 79,38 µg/m3.
Sementara itu, konsentrasi NO2 observasi terendah adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu
sebesar 65,67 µg/m3. Tingginya konsentrasi NO2 observasi di titik 3 (tiga) disebabkan
lokasinya yang berdekatan dengan tempat pengujian kendaraan bermotor (KIR),
sehingga jumlah kendaraan bermotor yang menyumbang NO2 ke udara bertambah
(tidak hanya kendaraan di terminal). Wiyandari (2010) menyatakan bahwa konsentrasi
NO2 mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan.
Gambar 4.9 (b) dan (d) menunjukkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada
waktu pagi berada di bagian barat daya dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 6
(enam) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Gerbang Keluar
Terminal Terpadu Amplas. Konsentrasi CO prediksi tertinggi di titik 6 (enam) adalah
397 µg/m3 dan konsentrasi NO2 prediksi sebesar 20,34 µg/m3. Sementara itu,
konsentrasi CO dan NO2 prediksi terendah berturut-turut adalah di Pelataran Bus
AKDP yaitu sebesar 148,3 µg/m3 dan 9,43 µg/m3.
Konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada waktu pagi berada di bagian barat daya
yaitu di titik 6 (enam) disebabkan kecepatan angin pada titik ini lebih rendah dari titik
lainnya. Walaupun pergerakan angin dominan cenderung ke arah selatan, rendahnya
kecepatan angin di titik 6 (enam) menyebabkan polutan CO dan NO2 tidak terdispersi
dan tetap berada di sekitar titik ini.
IV-29
Gambar 4.10 (a) menunjukkan konsentrasi CO observasi tertinggi pada waktu siang
berada pada bagian timur terminal yaitu di titik 4 (empat) yang sebesar 17.166,82
µg/m3. Titik ini adalah Pelataran Bus AKDP. Pada titik ini sering dijumpai bus AKDP
yang dalam kondisi idle (diam) karena memanaskan mesin kendaraan sambil menunggu
penumpang. Kondisi seperti ini menurut Rao dan Rao (1994) dalam Azwarani (2012),
dapat meningkatkan konsentrasi CO sebesar 4-6%. Sementara itu, konsentrasi CO
observasi terendah adalah di Area Parkir Kendaraan, Area Parkir Bus AKAP, dan
Gerbang Keluar Terminal yaitu sebesar 12.589,00 µg/m3.
IV-30
Gambar 4.10 (b) dan (d) menunjukkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi pada
waktu siang berada pada bagian timur dari Terminal Terpadu Amplas yaitu di titik 6
(enam) yang ditandai dengan warna merah. Titik ini merupakan Gerbang Keluar
Terminal Terpadu Amplas. Konsentrasi CO prediksi pada titik ini adalah 631,4 µg/m3
dan konsentrasi NO2 prediksi sebesar 33,95 µg/m3. Sementara itu, konsentrasi CO dan
NO2 prediksi terendah berturut-turut adalah di Pelataran Bus AKDP yaitu sebesar 120,8
µg/m3 dan 8,75 µg/m3.
Konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi berada di titik 6 (enam) baik pada waktu
pagi dan waktu siang disebabkan kecepatan angin pada titik ini lebih rendah dari titik
lainnya. Kecepatan angin pada titik 6 (enam) sebesar 1,61 m/s pada waktu pagi dan 1,4
m/s pada waktu siang. Kecepatan angin yang rendah menyebabkan polutan tidak
terdispersi, sehingga konsentrasi polutan di sumber emisi tinggi (Ocak dan Turalioglu,
2008; Novalia, 2014; Ramayana, 2014; Turyanti, 2006). Kondisi stabilitas atmosfer
pada titik 6 (enam) yang tidak stabil (B) hingga sangat tidak stabil (A) juga turut
menyebabkan tingginya konsentrasi CO dan NO2. Menurut Ruhiyat (2009), kondisi
stabilitas atmosfer yang tidak stabil akan meningkatkan konsentrasi polutan di udara.
Sementara itu, konsentrasi CO dan NO2 prediksi terendah berada di titik 4 (empat) baik
pada waktu pagi dan waktu siang disebabkan laju emisi di titik ini jauh lebih kecil dari
titik sampling lain di Terminal Terpadu Amplas. Laju emisi yang kecil di titik 4 (empat)
disebabkan jumlah kendaraan yang melintas di titik ini sedikit. Titik 4 (empat)
merupakan Pelataran Bus AKDP dimana banyak bus yang memarkirkan kendaraannya
disini sehingga kendaraan bermotor lain yang melintas sedikit.
Perbedaan pola penyebaran konsentrasi CO observasi pada waktu pagi dan waktu siang
adalah pada waktu pagi konsentrasi CO observasi tertinggi berada di sekitar titik 4
(empat) dan titik 5 (lima), sedangkan pada waktu siang berada di sekitar titik 4 (empat)
IV-31
Sedangkan pada waktu siang, kecepatan angin di titik 1 (satu) sebesar 1,52 m/s lebih
rendah daripada titik 5 (lima) yang sebesar 2,36 m/s. Hal ini menyebabkan pada waktu
siang konsentrasi CO observasi cenderung berada di titik 1 (satu). Kondisi stabilitas
atmosfer yang sangat tidak stabil (A) pada waktu siang juga turut menyebabkan
konsentrasi CO dan NO2 prediksi di titik 1 (satu) tinggi.
Sementara itu, pola penyebaraan konsentrasi NO2 observasi pada waktu pagi berada di
titik 3 (tiga), 1 (satu), dan 2 (dua) sedangkan pada waktu siang hanya berada di titik 1
(satu). Tingginya konsentrasi NO2 observasi pada waktu pagi di titik 3 (tiga) disebabkan
titik ini berada di dekat tempat pengujian kendaraan bermotor (KIR). Kendaraan
bermotor di Terminal Terpadu Amplas yang biasa melakukan uji KIR adalah bus dan
truk. Bus dan truk merupakan kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar. Jumlah
bus dan truk yang melewati titik 3 (tiga) pada waktu pagi adalah yang terbesar dari titik
lainnya yaitu sebanyak 17 unit per jam. Menurut Bachtiar (2014), kendaraan berbahan
bakar solar menghasilkan konsentrasi gas NO2 yang relatif tinggi saat idle (diam) dan
bergerak dengan kecepatan rendah (< 20 km). Hal inilah yang menyebabkan konsentrasi
NO2 observasi di titik 3 (tiga) pada waktu pagi tinggi.
Jumlah bus dan truk yang terbanyak kedua pada waktu pagi yaitu 12 unit per jam adalah
di titik 1 (satu) dan 2 (dua). Pada titik 1 (satu), konsentrasi NO2 observasi tidak hanya
berasal dari kendaraan bermotor yang ada di kawasan Terminal Terpadu Amplas
melainkan juga berasal dari kendaraan bermotor yang melintas di Jalan Panglima Denai.
Hal ini disebabkan lokasi titik 1 (satu) yaitu Gerbang Masuk Terminal berdekatan
dengan Jalan Panglima Denai. Sementara pada titik 2 (dua), tingginya konsentrasi NO2
observasi pada waktu pagi selain diakibatkan oleh banyaknya jumlah bus dan truk yang
melintas, tetapi juga disebabkan kelembaban udara pada titik ini adalah yang terendah
dari titik lainnya yaitu sebesar 51,7%. Menurut Cahyono (2010), konsentrasi NO2
berbanding terbalik dengan kelembaban udara. Bila kelembaban udara rendah maka
konsentrasi NO2 akan tinggi.
IV-32
Perbedaan pola penyebaran konsentrasi CO dan NO2 prediksi pada waktu pagi dan
waktu siang adalah pada waktu pagi konsentrasi CO dan NO2 prediksi tertinggi berada
di sekitar titik 5 (lima) dan titik 6 (enam), sedangkan pada waktu siang berada di sekitar
titik 1 (satu) dan titik 6 (enam). Bila ditinjau dari aspek meteorologi, hal ini disebabkan
pada waktu pagi kecepatan angin di titik 5 (lima) sebesar 2,52 m/s lebih rendah
dibandingkan dengan titik 1 (satu) yang sebesar 3,16 m/s. Semakin rendah kecepatan
angin menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi semakin tinggi.
Sementara pada waktu siang, kecepatan angin di titik 1 (satu) sebesar 1,52 m/s lebih
rendah daripada titik 5 (lima) yang sebesar 2,36 m/s. Hal ini menyebabkan pada waktu
siang konsentrasi CO dan NO2 prediksi cenderung berada di titik 1 (satu). Kondisi
stabilitas atmosfer yang sangat tidak stabil (A) pada waktu siang juga turut
menyebabkan konsentrasi CO dan NO2 prediksi di titik 1 (satu) tinggi.
IV-33
5.1 Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Berdasarkan hasil simulasi dengan model SCREEN3 pada 6 (enam) titik sampling di
Terminal Terpadu Amplas, konsentrasi CO prediksi pada waktu pagi sebesar 148,3
µg/m3 hingga 397,0 µg/m3 dan pada waktu siang sebesar 120,8 µg/m3 hingga 631,4
µg/m3. Sementara itu, konsentrasi NO2 prediksi pada waktu pagi berkisar antara
9,43 µg/m3 hingga 20,34 µg/m3 dan pada waktu siang antara 8,75 µg/m3 hingga
33,95 µg/m3.
2. Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, konsentrasi CO observasi pada
waktu pagi sebesar 13.733,46 µg/m3 hingga 18.311,28 µg/m3 dan pada waktu siang
sebesar 12.589,00 µg/m3 hingga 17.166,82µg/m3. Sementara itu, konsentrasi NO2
observasi pada waktu pagi berkisar antara 59,60 µg/m3 hingga 110,56 µg/m3 dan
pada waktu siang antara 65,67 µg/m3 hingga 79,38 µg/m3.
3. Berdasarkan batu mutu kualitas udara ambien nasional, konsentrasi CO dan NO2
observasi dan prediksi masih berada dalam ambang batas baku mutu, dimana baku
mutu udara ambien untuk parameter CO sebesar 30.000 µg/m3 dan parameter NO2
sebesar 400 µg/m3.
4. Hasil validasi dengan persamaan Index of Agreement antara hasil simulasi model
SCREEN3 dan hasil pengukuran langsung di lapangan memiliki nilai d = 0,18 untuk
parameter CO dan d = 0,23 untuk parameter NO2. Artinya keakuratan data
konsentrasi CO prediksi hanya 18% dan data konsentrasi NO2 prediksi hanya 23%.
Hasil ini menunjukkan data konsentrasi CO dan NO2 prediksi tidak akurat dengan
data konsentrasi CO dan NO2 observasi, sehingga dapat disimpulkan model
SCREEN3 tidak tepat untuk diterapkan dalam memprediksi konsentrasi CO dan NO2
di Terminal Terpadu Amplas.
5. Hasil visualisasi penyebaran polutan dengan program Surfer 11 menunjukkan pada
pengukuran waktu pagi konsentrasi CO observasi tertinggi berada di sekitar
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian yang ada, adapun saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Aplikasi model SCREEN3 memiliki input data yang sangat sederhana untuk
memprediksi konsentrasi polutan di udara ambien di Terminal Terpadu Amplas,
maka untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan model yang dapat
memprediksi konsentrasi polutan dengan berbagai pertimbangan yang lebih
kompleks (karakteristik turbulensi udara, suhu udara, dan sebagainya), seperti
AERMOD (Atmospheric Dispersion Model).
2. Untuk mendapatkan kesesuaian yang tinggi antara konsentrasi polutan hasil
pemodelan (prediksi) dengan konsentrasi polutan di lapangan (observasi), maka
untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menerapkan SNI 19-7119.6-2005 semaksimal
mungkin saat sampling.
V-2