Anda di halaman 1dari 23

PBL 2

Info 1 :

Seorang laki-laki 23 tahun dibawa ambulans Puskesmas ke IGD RS karena


mengalami luka bakar sekitar 20 menit yang lalu. Pasien adalah siswa praktik lapangan
di lingkungan PLN, terkena ledakan gardu listrik bertekanan tinggi. Ketika meledak
korban berdiri dengan jarak 2 meter dari gardu dan terpental sejauh 2 meter. Luka
bakar hampir seluruh tubuh, termasuk di kepala (wajah) dan leher. Petugas lain yang
melihat langsung meminta bantuan Puskesmas setempat. Selama kejadian hingga tiba di
Rumah Sakit pasien mengerang, tidak pingsan dan tidak muntah. Tubuh pasien ditutupi
selimut.

Info 2

Info 3
Identifikasi Masalah

1. Sistem Triase
2. Penjelasan mengenai luka bakar (luas dan derajat)
3. Patofisiologi luka bakar
4. Intial assesment sesuai kasus
5. Secondary survei pada kasus
6. Monitoring dan evaluasi sesuai secondary survei
7. Masalah yang mungkin ditemui pada kasus dan cara mencegahnya
8. Mekanisme terjadinya komplikasi
9. Tata laksana faramako dan non farmako
10. Pencegahan infeksi luka bakar

Materi

Triage

A. Pengertian
Triage yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase
keadaan pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas
utama. Triage dalam keperawatan gawat darurat di gunakan untuk
mengklasifikasian keparahan penyakit atau cedera dan menetapkan prioritas
kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-
sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit
untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak. Triase di lakukan oleh
perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip triase,
pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:
1. Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
2. Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
3. Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
4. Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
5. Keterampilan pengkajian yang tepat, dll
B. Sistem Triage
1. Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan
mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit. Sistem ini
memungkinkan identifikasi segera.
2. Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA
(Emergenci Nurse Association) meliputi:
a. A (Airway)
b. B (Breathing)
c. C (Circulation)
d. D (Dissability of Neurity)
e. E ( Ekspose)
f. F (Full-set of Vital sign)
3. Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier
mencakup protokol penanganan:
a. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
b. Pemeriksaan diagnostic
c. Pemberian obat
d. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
4. Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di
tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.

C. Kategori/ Klasifikasi Triage


61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan
menggunakan warna hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah
(Emergen), kuning (Urgen), hijau (non Urgen), hitam (Expectant).
1. Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi
yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernapasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal massif
2. Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di
tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan
dan memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-tanda fital
klien ini masih stabil.
Contoh:
a. Fraktur multiple
b. Fraktur femur/pelvis
c. Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung,
trauma, obdomen berat)
d. Luka bakar luas
e. Gangguan kesadaran/trauma kepala
f. Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan
perawatan sesegera mungkin.
3. Hijau (Non urgent)
Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat di tunda, penyakit atau cidera minor
Contoh:
a. Fektur minor
b. Luka minor
c. Luka bakar minor
4. Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal dunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia.
Kurang dari 6%, memakai sistem empat kelas yaitu:
a. Kelas I : kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau
tindakan segera).
b. Kelas II: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera
mungkin).
c. Kelas III: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
d. Kelas IV: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di
tangani)
Kurang dari 10%, digunakan sistem 5 tingkat yaitu:
a. Kritis Segera Henti jantung
b. Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
c. Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
d. Stabil 1-2 jam Sinusitis
e. Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan

Luka Bakar
A. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
(Moenajat, 2001).
Menurut Aziz Alimul Hidayat, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah kondisi
atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabbkan oleh panas yang
tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan
terhadap sinar matahari.
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah,luka bakar ini bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain
yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetika. (Kapita Selekta
kedokteran edisi 3 jilid 2).

B. Etiologi
Terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal, kimia, listrik, dan radiasi.
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain)
(Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi
(Moenadjat, 2001).

C. Manifestasi Klinis
1. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “Role of nine“ yaitu dengan
tubuh dianggap 9 % yang terjadi antara:
a. Kepala dan leher : 9 %
b. Dada dan perut : 18 %
c. Punggung hingga pantat : 18 %
d. Anggota gerak atas masing-masing : 9 %
e. Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
f. Perineum : 9 %

2. Derajat Luka Bakar


Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Grade I
1) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
2) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
3) Tes jarum ada hiperalgesia.
4) Lama sembuh + 7 hari.
5) Hasil kulit menjadi normal.
b. Grade II
1) Grade II a
 Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan
kelenjar keringat utuh,
 Rasa nyeri warna merah pada lesi.
 Adanya cairan pada bula.
 Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
2) Grade II b
 Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringan yang utuh.
 Eritema, kadang ada sikatrik.
 Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
c. Grade III
1) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
2) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
3) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
4) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
d. Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.

D. Klasifikasi
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula,
pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal (Moenadjat, 2001).
a. Derajat II Dangkal (Superficial)
1) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
3) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24
jam.
4) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
5) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
6) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
b. Derajat II dalam (Deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
d) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera
karena variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan
masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2001)
e) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005).

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan
lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang
terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak
ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan
dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini
dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan
maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ-
organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan
neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
Initial Assesment (Primary Survey)
ABCDE

Dilakukan segera dalam 2-5 menit. untuk menghindari sekaligus mengenali cedera yang
mengancam jiwa, eg: obstruksi, perdarahan.

A. Airway
Mobilitas leher dijaga apabila curiga fraktur servikal, perhatikan potensi trauma
inhalasi atau edem jalan napas.
Apabila terjadi Obstruksi airway  lakukan head tilt, chin lift  jaw thrust 
suction pasang pharyng airwaypasang intubasi trrakea atau ET(lakukan
segera daripada terlambat). Tanda terjadi Trauma nihalasi :
1. Bau asap tajam pada pakaian penderita
2. Kejadian pd ruang tertutup
3. Luka bakar pd wajah
4. Terbakar mukosa mulut & rambut hidung
5. Jelaga pada mukosa mulut & faring
6. Serak & wheezing pd ekspirasi
7. Produksi mukus berlebih, sputum bercampur jelaga
8. Peningkatan kadar carboxyhemoglobin
9. Gejala keracunan CO
10. Penurunan PaO2
11. Bronkoskopi  edem saluran napas atas

B. Breathing
Berikan Oksigenasi  2 – 4 Liter per menit
Pastikan pernapasan adekuat/tidak  look listen feel  kemungkinan tanda
pneumothorax  monitoring pulse ocximetry, serial BGA, ventiltor, curiga
pengembangan rongga dada akibat eschar, periksa mediator inflamasi yang dapat
menurunkan kompliansi paru. Apabila ada Eschar  escharotomy
Tanda insufisiensi napas
1. Takikardi
2. Hypoksemia
3. PaO2 ratio <200
4. Takipneu
5. Hiperkapnia
6. Kapasitas total <4 ml/kgBB
7. PaO2 turun
Tanda keracunan CO: terutama luka bakar karena api di ruang tertutup atau
pada pasien tidak sadar

1. Nyeri kepala & mual


2. Bingung
3. Koma
4. Kematian
Yang perlu dilakukan  Cek baseline serum HbCO level  >40%  terapi O2
dengan High flow Oxygen dg non rebreathing mask.

C. Circulation

<50% TBSA  2 jalur IV kateter berukuran besar

>50% TBSA atau dg penyakit penyerta, lansia, trauma inhalasi  pasang Central
venous pressure (CVP)

Evaluasi tindakan di atas dg urin output  0,5 ml/kgBB/ jam (normal)

Pemberian cairan 2-4 ml RL/kgBB/BSA 24 jam pertama jika urin output belum
memenuhi bisa dinaikkan dosis pemberian cairannya.

Rumus Baxter (pemberian cairan) :

Jumlah cairan = %BSA x kBB x 4 cc

1. Hari pertama:

½ jumlah cairan diberi pd 8 jam pertama

½ jumlah cairan diberi pd 16 jam berikutnya

Elektrolit yang diberikan adalah RL karena defisit natrium

2. Hari kedua: diberi ½ dari jumlah cairan hari pertama


Pada Kasus :
Luas luka bakar % x BB x 4 cc
62.5 x 70 x 4
17.500  24 jam
8750  8 jam pertama

8750  16 jam selanjutnya

TPM = (8750 x 20) / (8 x 60) = 364,58 365 tpm  guyur

D. Disability
Lihat Ada kompartemen sindrom/ tidak. Sindrom kompartemen adalah kondisi
yang terjadi akibat meningkatnya tekanan di dalam kompartemen otot, sehingga
dapat mengakibatkan cedera di dalam kompartemen otot yang meliputi jaringan
otot sendiri, pembuluh darah, dan saraf.

E. Exposure
seberapa besar Persentase area luka bakar  rule of nine
Wajah + leher 4.5%
Dada & sebag perut  18 – tiga telapak (3%)  15 %
Kedua tangan depan belakang  18%
Kaki  (4,5 + 2.5) x 2 + (2.5 x 2)  19 %
Punggung  18 / 3  6%
TBSA  62.5%

Diagnosis: luka bakar dengan luas 62.5 % et causa ledakan gardu listrik

Combutio grade 2-3 sekitar 50-54%. Mengerang kesakitan  masih grade 2,


sebagian sudah grade 3
Secondary Survei

A. Pemeriksaan Fisik
1. Esetimasi luas & kedalaman luka
2. Ukur BB (pada kasus 70 kg)
B. Dokumentasi
Perlu dilakukan jika pasien mau ditransfer ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung jenis darah
2. Gol darah
3. Arterial Blood Gas
4. HbCO levels
5. Serum Glukosa
6. Elektrolit
7. Pregnancy chest
8. Chest x ray
D. Peripherial circulation
Untuk mengecek keberadaan Kompartemen sindrom
E. Jika ada mual muntah, distensi abdomen & TBSA >20%  pasang NGT
F. Berikan Analgesik jika hipovolemi teresusitasi
1. Tramadol 10-150ml Iv selama 2-4 jam
2. Ketamin 0.5 mg/ kg BB slow IV
Evaluasi setiap 15-20 menit
G. Perawatan luka
1. Lakukan debridement
2. Tutup
Derajat 1 : tidak perlu dibalut, hanya beri salep antibiotik. Bila perlu diberi
NSID
Derajat 2A: olesi salep antibiotik, balut perban katun, lalu dibalut lagi
dengan perban elastik. Ditutup dengan tutup luka sementara dari (alami)
alograf, sinograf (sintesis) integra, bioprin
Derajat 2B & 3 : eksisi awal, dan cangkok kulit (excision & grafting)
H. Antibitotik jika ada infeksi sekunder
Antibiotik topikal: hanya diberikan pada area rentan infeksi (eg: telapak kaka),
ada bukti kolonisasi bakteri (eg: pus). KI sulfodiazin, ESO: pseudoeschar spt
lapisan tipis yang lengket menyamarkan perkembangan luka
Pastikan pasien sudah pernah Suntik Tetanus atau belum
Pada Kasus :

Tanda vital belum stabil  Belum terehidrasi

Evaluasi kecukupan rehidrasi dengan menggunakan urin output per jam (Jika
urin output tidak sesuai dengan target, terapi rehidrasi ditambah)  urin ouput ½
jam < 0,5cc/KgBB, menurut algoritma ditunggu hingga satu jam (dilakukan
evaluasi setiap jam)  apabila <15cc lakukan penambahan cairan 200cc/jam. dst
sesuai algoritma dibawah.

Farmakoterapi

Obat anti nyeri / analgetik dengan efek sedatif

Antibiotik

Anti tetanus
Monitoring dan Evaluasi

1. Monitoring Tanda- tanda vital untuk menilai ABC ; Perbaikan HR < 140, 7 <RR
< 29, capillary revil time ≤ 2 detik , BP > 90/60 mmhg
2. Terapi Sirkulasi , diberi cairan maka adekuat atau tidaknya cairan tersebut di
evaluasi dari : Evaluasi urin output dalam ½ jam < 0,5 cc /kgbb) maka ditunggu 1
jam tidak dikoreksi lebih lanjut apabila urin output sudah ≥ 0,5 cc /kgbb misal bb
: 70 maka urin output perjamnya adalah : 35 cc / 35 ml. Jika urin output tidak
sesuai dengan target, terapi rehidrasi ditambah sesuai alogaritma.
3. Evaluasi pembeian analgetik setiap 15-20 menit  Karena kesakitan mernambah
kebutuhan Oksigen sehingga sangat diperlukan keadaan tenang dan relaks agar
terapi oksigen efektif.
4. Evaluasi Breathing, sudah dilakukan terrapin oksigenasi maka dimonitor Sa O2
stabil bila > 90 , apabila breathing belum stabil maka perlu dipikirkan sebab lain
yang menyebabkan compliance ( pengembangan) paru menjadi tidak maksimal
seperti Tension pneumothorax dan perlunya eschariotomy untuk tatalaksana scar
otot “ pernapasan .
5. Monitorig tanda – tanda infeksi pada balut luka bakar bila diteemukan adanya
pus.

Masalah yang Ditemui dan Cara Pencegahan

1. Syok hypovolemia  resusitasi cairan


2. Sepsis  menempatkan pasien luka bakar di ruang intensif dan tidak dibarengi
dengan pasien lain, irigasi luka bakar pasien, pemberian salep antibiotik
3. Obstruksi pada airway karena massive edem  pemasangan intubasi sejak awal
4. Sindroma kompartemen  karena tekanan yang tinggi pada komprtemen otot dan
mengakibatkan gangguan perfusi pada jaringan  talak : escharotomy
Mekanisme Terjadinya Komplikasi

1. Dehidrasi & Hipotermia


Luka bakar merusak kapiler Pembuluh darah  permeabilitas meningkat 
cairan merembes ke jaringan subkutan terjadi vesikel  vesikel pecah  luka
terbuka dan kulit mengelupas  penguapan berlebihan dan terdapat pertukuran
suhu  dehidrasi & hipotermia
2. Edema saluran napas
Luka bakar pada wajah  kerusakan mukosa  edema laring  obstruksi 
jalan napas  gagal napas
3. Infeksi
Infeksi  sistem integumen sebagai pelindung utama unttuk melawan infeksi.
Kulit yang rusak atau nekrosis  mengganggu sistem imun (trauma panas 
imunosupresan) sehingga rentan thd patogen  sepsis.
4. Sepsis
Bekerja pada beberapa organ :
a. kuman berkembang di vaskular  multiple organ disfunction  cerebal
(menyebab peningkatan permeabilitas kapiler  edem otak  peningkatan
TIK  Suplai darahh o2 turun  perfusi jaringan tidak efektif  gg
fuungsi di hipothalamus  akumulasi monosi t helper dan fibroblas 
melepaskan piirogen IL1 DAN IL6  SSP  PROSTAGLANDI -
peningkatan suhu  hipertermia.
b. cardiovaskular (respon inflamasi  rendahnya tekanan vaskular sistemik
 ad apenurunan CO  peningkatan permeabilitas kapiler  volume
intravaskular berkurang  gg perfusi jaringan  metabolisme anaerob 
akumulasi asam lakrtat  gg hemodinamik  penurunan tekanan darah
sistolik
c. hemotologi dan metabolik ( aktivasi sistem kompleme dan mediator
inflamasi  perlekatan netrofil di endotel vaskular  kerusakan endotel 
vasodilatasi vaskuler  permeablitias kapiler meningkat  kebocoran
kapiler sistemik  penurunan voulme darah intravaskular  resiko syok,
tidak efektifnya perfusi jaringan)
5. Acute tubular necrosis
Renal  menerima 25% dari cardiac output
pada kondisi hipovolemik  cardiac output menurun  perfusi ke renal menurun
 hipoperfusi jaringan renal  penurunan fungsi renal
Salah satu penyebabnya adalah acute tubular nekrosis (bisa karena iskemik atau
toksisitas), ada 3 fase terjadinya iskemik pada ACT :
a. Fase inisiasi
Hipoperfusi  inisiasi sel injury  bisa menyebabkan kematian sel 
penurunan GFR dan pembentukan debris (obstruksi lumen yang
menyebabkan kerusakan brush border membrane)  kemamppuan filtrasi
dan tight junction
Kematian sel  mengativasi renal imune sistem  sekresi lokal dari
sitokin proinflamasi  memicu nekrosis yang lanjut
Iskemik  menurunkan produksi vasodillator  vasokontriksi dan
memperparah hipoperfusi
b. Fase maintanance
Mempertahankan GFR pada level yang rendah. Dapat muncul komplikasi
lanjut.
c. Fase recovery
Regenerasi sel tubular epitelial
6. Anemia
Kerusakan PD pada luka bakar  proiten dan cairan  volume berkurangan 
anemia.
7. Hipoksia
Luka bakar  menyebabkan kerusakan kapiler  permeabilitas kapiler
meningkat  cairan dan protein keluar ke intersisil  hemokonsentrasi  aliran
darah berkurang  hipoferfusi  tubuh kekurangan O2  hipoksia
8. Syok hipovolemik
Luka bakar  menyebabkan kerusakan kapiler  permeabilitas kapiler
meningkat  cairan dan protein keluar ke intersisil  edema  penurunan
volume darah yang bersikulasi  penurunan Curah jantung (CO)  gangguan
perfusi jaringan  syok hipovolemik
Tatalaksana Farmakologi dan Nonfarmakologi

1. Non-farmakologi
(Penanganan luka awal)
a. Singkirkan baju, perhiasan dan beda-benda yang mampu memberikan efek
torniket, karena jaringan yang terkenaluka bakar akan mengalami edema.
b. Rendam/ siram luka dengan air suhu 20-250C (15 menit) untuk
menghentikan proses koagulasi protein akibat sumber panas. Tetapi untuk
luka bakar yang luas jangan lakukan langkah ini karena beresiko menjadi
hipotermi. Jangan memberikan es pada luka bakar apapun.
c. Evaluasi awal
d. ABC

(Perawatan luka bakar)


a. Debridement, menggunakan salvon 1:30.
b. Lalu ditutup untuk melindungi luka dari bakteri dan jamur, mencegah
evaporasi yang dapat menyebabkan hipotermi, lalu olesi dengan
silversulfadiazine (SSD).
1. Derajad 1
Tidak perlu dibalut, beri antibiotic. Dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen).
2. Derajad 2 (superfisial)
oles dengan antibiotic, balut dengan kasa lembab dan tulle.pilihan lain
dapat ditutup sementara dengan bahan alami (Xenograft, Allograft)
atau bahan sintesis (posit, biobrane, transcyte, integra).
3. Derajad 2 (dalam) dan 3
perlu eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting).
Dengan metode E&G ini eschar diangkat secara operatif kemudian
luka ditutup dengan cangkok kulit, (autograft atau allograft) setelah
terjadi penyembuhan maka graft akan terkelupas sendiri.
Luka derajad 3 dapat dilakukan escharatomy yaitu insisi memanjang
yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
c. Nutrisi dengan menghitung kebutuhan menggunakan rumus Harris Benedict
Pria : 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) AF x FS
Wanita : 65,6 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) AF x FS

2. Farmakologi
a. Antibiotic
Salep :
Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone iodine,
bacitracin, neomycin, polymixib B, nystatin, mupirocin, MEBO.

Moist Exposed Burn Ointment (MEBO)


BROAD SPECTRUM OINTMENT
Preparat herbal, mengungakan zat alami tanpa kimiawi
Toxisitas dan efek samping belum pernah ditemukan
Terdiri dari :
1) Komponen Pengobatan :
beta sitosterol, bacailin, berberine Yang mempunyai efek : Analgesik,
anti-inflamasi, anti-infeksi pada luka bakar dan mampu mengurangi
pembentukan jaringan parut.
2) Komponen Nutrisi :
Amino acid, fatty acid dan amylose, yg memberikan nutrisi untuk
regenerasi dan perbaikan kulit yg terbakar.
Fungsi :
a) Menghilangkan nyeri luka bakar dan mencegah perluasan
nekrosis pada jaringan yang terluka.
b) Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan mencairkkannya
c) Membuat lingkungan lembab pada luka , yg dibutuhkan selama
perbaikan jaringan kulit tersisa.
d) Kontrol infeksi dengan membuat suasana yg jelek untuk
pertumbuhan kuman. bukan dengan membunuh kuman.
e) Merangsang pertumbuhan PRCs ( potential regenerative cell )
dan stem cell untuk penyembuhan luka dan mengurangi
terbentuknya jaringan parut
f) Mengurangi kebutuhan untuk skin graft Prinsip penanganan luka
bakar dgn MEBO
g) Makin cepat diberi MEBO , hasilnya lebih baik ( dalam 4-12 jam
setelah kejadian)
h) Biarkan luka terbuka
i) Kelembaban yg optimal pada luka dengan MEBO
j) Pemberian salep harus teratur & terus menerus tiap 6-12 jam
dibersihkan dengan kain kasa steril jangan dibiarkan kulit terbuka
tanpa salep > 2-3 menit untuk mencegah penguapan cairan di
kulit dan microvascular menyebabkan thrombosit merusak
jaringan dibawahnya yang masih vital.
k) Pada pemberian jangan sampai kesakitan / berdarah,
menimbulkan perlukaan pada jaringan hidup tersisa
l) Luka jangan sampai maserasi maupun kering
m) Tidak boleh menggunakan : desinfektan (apapun) , saline atau air
untuk Wound debridement

b. Analgesik
Pada early stage dapat digunakan opioid, jika tidak dapat digunakan
morphine/diamorphine dosis 0.03-0.1 mg/kg, atau tramadol dosis 1
,g/kg dan ketamine 0.2-0.5 mg/kg untuk operasi.

Pencegahan infeksi luka bakar

1. Bersihkan dan balut luka setiap hari


Jika kulit masih utuh bersihkan dengan antiseptic
Jika melepuh  kempiskan dan buang kulit mati beri antiseptic (povidone)
2. Jika luka bakar kecil (daerah sulit dibalut) dapat dibiarkan terbuka  jaga tetap
kering dan bersih.
3. Jika terjadi infeksi lokal (terdapat nanah, bau busuk, selulitis)  kompres
jaringan dengan kasa yang lembab  nekrotmi
 beri Amoxicilin oral 15 mg/kgBB 3x1 atau
Kloksasilin 25 mg/kgBB 4x1.
Jika dicurigai septisemia
 gentamisin 7,5 mg/kgBB IV/IM 1x sehari + Kloksasilin 25 mg/kgBB IV/IM
4x1.
4. Periksa juga status imunisasi tetanus
Bila belum  beri ATS
Bila sudah  ulangan imunisasi TT (tetanus toksoid)

Anda mungkin juga menyukai