Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Filsafat islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafaat Muslim
merupakan suatu kajian sistematis terhadapkehidupan, alam semesta,
etika, moralitas, Pengetahuan, Pemikiran, dan gagasan politik yang
dilakukan di dalam dunia islam atau peradaban umat muslim dan
berhubungan dengan ajaran ajaran islam.
1
BAB II
A. Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Barat
Perjumpaan Islam dengan Yunani mendorong para filosof Muslim
untuk mempelajari karya-karya filosof Yunani, menerjemahkannya, dan
kemudian mengembangkannya sehingga turut memberikan sumbangan
pada kemajuan peradaban Islam. Namun, Islam memiliki jasa yang besar
karena Islamlah yang menyelamatkan peradaban Yunani yang pada awal
Islam hampir tenggelam, dan menginternasionalisasikannya sehingga
dikenal di seantero dunia.
2
bimbingan kepada murid-murid yang belum mengerti, memberikan
petunjuk bagi mereka yang tersesat, memberikan pelatihan bagi mereka
yang belum terampil, memberikan pemahaman bagi mereka yang belum
paham, memberikan penjelasan bagi mereka yang belum jelas, dan
memberi pengetahuan mengenai orientasi yang dituju.
Lebih lanjut Muzamil Qomar Sebagai guru yang baik, para filosof
dan ilmuan justru bersikap sangat terbuka kepada siapapun, bersikap adil
kepada siapapun termasuk kepada orang-orang Barat yang berbeda agama
sekalipun, menyelamatkan mereka yang terancam dari bahaya kehancuran.
Semua tindakan ini dilakukan untuk kemajuan muridnya, yakni dunia
Barat yang pada waktu itu masih tertinggal bahkan terbelakang, di
samping tentu juga untuk mempertahankan integritas kepribadian guru,
yakni para filosof dan ilmuan Muslim tersebut agar tetap berkembang dan
terus berkreasi. Dari sini tampak betapa besarnya pengaruh peradaban
Islam pada dunia Barat melalui perjumpaan dan pergumulan yang intent
sekali dengan literatur-literatur hasil karya sarjana.
3
dalam berbagai bidang yang besar dan penting di dalam kebudayaan Barat.
Mulai dari angka-angka Arab yang kita pakai hingga pemahaman kita
terhadap cakrawala langit (Aflak). Sesungguhnya sangat banyak lagi dari
dasar-dasar hadharah kami kembali kepada jasa dan karunianya kepada
ilmu Islam”.
C. Transmisi Pemikiran dan Sains Islam ke Barat
Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat pada awal abad
pertengahan melewati tahap-tahap sebagai berikut:
1. Sekolompok sarjana Barat mengunjungi wilayah-wilayah muslim
untuk melakukan kajian-kajian pribadi. Constantinus Africanus dan
Adelhard adalah perintis-perintisnya. Kemudian disusul oleh para
pelopor dari Itali, Spanyol dan Perancis. Mereka menghadiri seminari-
seminari muslim untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran,
kosmografi, dan lain-lain. Dalam waktu singkat mereka menjadi calon-
calon Profesor di Universitas-Universitas pertama di Barat, yang
dibangun dengan menyontoh dari seminari-seminari muslim tersebut.
2. Bermula dengan pendirian Universitas-Universitas pertama Barat.
Gaya arsitektur, kurikulum, dan metode pengajarannya persis sama
dengan yang ada di seminari-seminari muslim. Pertama seminari
Salermo didirikan di kerajaan Napoli (Naples). Oleh Raja Frederick II,
kemudian Universitas-Universitas penting berdiri di Padua, Toulause,
baru di Leon.
3. Pada tahab ini sains Islam berhasil ditransmisikan ke Perancis dan
wilayah-wilayah Barat lewat Itali. Seminari-seminari di Bologna dan
Mont Rellier didirikan pada awal abad ke-13, kemudian Universitas
Paris di buka (1213 M). sementara itu, sains Islam sampai ke Inggris
dan Jerman lewat Universitas-Universitas Oxford dan Kala, yang
didirikan dengan pola yang sama.
Berkenaan dengan pendirian Universitas-Universitas ini, Herbert A.
Davies mengatakan: “Mereka (orang-orang Muslim) mendirikan
Universitas-Universitas besar selama berabad-abad melebihi yang
dipunyai oleh Eropa Kristen. Universitas Bagdad, Kairo, Kordoba,
khususnya yang termasyhur Universitas Kairo (kini sudah berumur lebih
dari sepuluh abad) memiliki mahasiswa sebanyak 12 ribu orang.
Perpustakaan-perpustakaan besar dibangun, beberapa diantaranya berisi
beratus-ratus ribu jilid buku yang semuanya terdaftar dan tersusun rapi.
Banyak orang Kristen yang belajar di Universitas Kordoba, (kemudian)
membawa ilmu dan kebudayaan ke negeri-negeri mereka, pengaruh
universitas Spanyol (Islam) atas Universitas Paris, Oxford dan
4
Universitas-Universitas yang mereka bangun di Itali tentunya sangat
besar”.
D. Tokoh-Tokoh Filsuf Muslim
1. Ibnu Sina
a. Ibnu Sina dan Pemikiran Filsafatnya
Abu Ali Husein ibnu Abdullah Ibnu Sina lahir pada tahyn
980H/1037 M di Afsyna, dekat Bukhara. Ia adalah filsuf muslim
ternama dengaan penguasaan filsafat Aristoteles dan Neo-Platonis
yang sangat mumpuni. Di bidang filsafat ia menulis al-Najat dan
al-Syifa.461
b. Kosmologi
Konsep kosmologi Ibnu Sina tidak berbeda jauh dengan
konsep Akal sepuluh al-Farabi. Istilah pemancaran atau emanasi
sejalan dengan para pendahulunuya. Ibnu Sina juga terpengaruh
oleh para filsuf Yunani, terutama Plotinus dalam menjelaskan
bagaimana muncul keberagaman dari Tuhan memancar Akal
pertama, dan dari Akal pertama memancar Akal kedua dan langit
pertama, demikian seterusnya hingga mencapai Akal sepuluh dan
bumi. Dari Akal sepuluh memacar segala sesuatu dibumi yang
berada dibawah bulan. Akal Pertama adalah malaikat tertinggi dan
Akal Sepuluh adalah Jibril.47
2. Ibnu Rusyd
a. Riwayat hidup
Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad ibn
Ahmad ibn Rusyd. Ia dilahirkan di Cordoba pada 520 H/1126 M
dari keluarga ulama cenedekiawan dan hakim-hakim. Pada waktu
kecilnya Ibn Rusyd mempelajari teologi Islam menurut konsep
Asy’ariyah, mendalami ilmu Fiqh menurut madzhab Maliki, dan
memperluas pengetahuannya tentang sya’ir-sya’ir Arab dan
1
Amroeni Drajat,
5
kesusasteraannya. Disamping itu, ia juga mencurahkan
perhatiannya pada ilmu kedokteran, matematika, dan filsafat.
b. Antara Agama dan Filsafat menurut Ibn Rusyd
Seperti halnya al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Rusyd berangkat
dari asumsi dasar bahwa kebenaran agama dan kebenaran filsafat
adalah satu, meskipun dinyatakan dalam lambing yang berbeda-
beda. Hal ini dapat ditangkap dari kata-kata Ibn Rusyd, “Karena
syari’at kea rah yang benar dan ia menyeru untuk mempelajari
sesuatu kea rah yang benar, maka kita kaum muslimin, dengan
pasti mengetahui bahwa pembahasan demonstrative tidak aan
membawa pertentangan dengan apa yang diajarkan oleh syara’.
Sebab kebenaran tidak akan berlawanan dengan kebenaran yang
lain, melainkan mencocoki dan menjadi saksi atasnya.”
Demikianlah, Ibn Rusyd mendasarkan bahwa pembahasan
demonstrative dituntut oleh syara’ dan yang dimaksud dengan
pembahasan demonstrative tidak lain dari filsafat. Ibn Rusyd
berpendapat bahwa di dalam kata syara’ terdapat makna lahir dan
makna batin. Ada yang telah jelas memberikan pengertian tanpa
memerlukan interprestasi (ta’wil), da nada pula yang memerlukan
interprestasi. Kata yang makna lahirnya sejalan dengan kebenaran
filsafat tidak memerlukan interprestasi, dan kata yang lahirnya
bertentangan dengan kebenaran filsafat harus di ta’wil. Yang
berhak memberi interprestasi (menta’wil) hanyalah mereka yang
memang memiliki emampuan untuk itu, khususnya para filosof.
Ibn Rusyd menyebutkan adanya tiga wujud yang disepakati
mutakalimin dan para filosof. Dua wujud berada di dua ujung dan
sebuah lagi berada di tengah. Wujud pada ujung pertama ialah
wujud yang adanya dari sesuatu yang lain dan dari sebab aktif,
serta dari materi yang didahului oleh zaman. Wujud macam ini
ialah keadaan semua benda yang terjadinya dapat disaksikan
dengan indera, seperti terjadinya air, udara, bumi, bintang, tumbuh-
6
tumbuhan dan lain-lain. Wujud seperti ini disepakati oleh semua
pihak untuk dinyatakan sebagai wujud yang baru.
Ujung yang berlawanan adalah wujud yang tidak terjadi
dari sesuatu yang lain, tidak dari sebab aktif (tanpa sebab) dan
tidakdidahului oleh zaman. Wujud macam ini disepakati untuk
disebut wujud yang qadim (tanpa awal). Wujud ini data diketahui
dengan bukti rasional, yaitu wujud Allah SWT yang membuat
segala sesuatu, yang mewujudkan segala sesuatu dan memelihara
segala sesuatu.
Wujud macam ketiga yang terletak antara kedua ujung
wujud tersebut, yaitu wujud yang tidak berasal dari sesuatu yang
lain, tidak didahului oleh zaman, tetapi terjadi dari sebab aktif,
ialah wujud alam semuanya.
c. Pembelaan terhadap filsafat
Ibn Rusyd mengadakan pembelaan terhadap para filosof,
dengan membuat kritik terhadap Al-Ghazali. Jawaban Ibn Rusyd
terhadap kritik al-Ghazali memuat tiga hal, yaitu:
- Masalah alam qadim
- Masalah Tuhan tidak mengetahui yang juz’iyat
- Masalah tuduhan bahwa para Filosof mengingkari adanya hari
kebangkitan jasmani
3. Ibnu Tufail
a. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Abd al-Malik
ibn Muhammad Ibn Tufail. Ibnu Tufail merufakan seorang filosof
besar dimassanya. Ia merupakan seorang ahli pikir kefilsafatan dari
Dinasti al-muwahhid di Spanyol. Ia lahir pada awal abad ke-12 M
di Wadi Ash. Ia merupakan murid Ibn Bajjah. Selama studi, Ibn
Tufail giat mempelajari ilmu kedokteran dan filsafat di Seville dan
Cordova dan berkenalan dengan Abu Ya’kub Yusuf, seorang
khalifah dari Dinasti al-Muwahhid yang sangat besar minat dan
7
perhatiannya terhadap ilmu dan filsafat sekaligus bertindak sebagai
pelindung terhadap pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan. Usaha
gigihnya dalam menuntut ilmu membuahkan hasil. Ia kemudian
berkarir sebagai dokter di Granada. Karena kemasyhurannya, ia
kemudian diangkat menjadi sekretaris Governor. Pada tahun 1154,
Ibn Tufail diangkat sebagai Sekretaris Pribadi Governor Ceuta dan
Tangir. Akhirnya, diangkat dalam kedudukan yang tinggi sebagai
dokter dan qadi di masa khalifah Abu Ya’kub Yusuf. Karena Ibnu
Tufail mempunyai pengaruh terhadp khalifah Abu Ya’kub yusuf,
maka ia dapat memperkenalkan Ibn Rusyd ( w 1198) kepada
khalifah dengan maksud bersama Ibn Rusyd dan Ibn Bajjah untuk
membahas buku-buku Aristoteles.
b. Pemikiran Filsafat Ibnu Tufail
1) Tentang Ketuhanan
Setelah berfikir tentang alam semesta dengan seisinya yang
beraneka ragam, maka diyakini bahwa alam ini ada
penciptanya, yang tiada lain adalah Tuhan. Dia yang
mengeluarkan dari “ketiadaan” ke maujud dan tidak mungkin
keluar (tercipta) dengan sendirinya. Dari itu pasti ada pelaku
penciptaan tersebut. Pelaku ini dengan tidak diketahui dengan
indera, sebab bila diketahui dengan indera berarti ia berupa
materi. Kalau berupa materi berupa masih merupakan elemen
dari alam dan itu tentunya diciptakan.
Dengan jalan pemikiran itu berarti harus ada yang maha
mencipta alam ini yang tidak berupa materi. Dan jika ia berupa
immateri, berarti ia tidak mungkin dapat diketahui dengan
indera, karena panca indera hanya mampu menangkap yang
bersifat materi. Karena ia bersifat
Immateri, maka ia tidak dapat diimajikan secara tepat.
Selanjutnya Ibn Tufail mengemukakan teorinya bahwa Tuhan
dan alam adalah kekal. Hanya saja dalam menafsirkan
8
kekekalan tersebut, ia membuat formulasi yang berbeda antara
kekekalan dalam esensi denga kekekalan dengan waktu.
Gambaran sifat-sifat Tuhan adalah Tuhan itu jauh dari sifat
kekurangan, karena kekurangan itu sendiri tidak lain kecuali
“ketiadaan murni” atau yang berkaitan dengan ketiadaan
dengan bagaimana mungkin dengan “ketiadaan” tergantung
pada wujud murni yang wajib wujudnya dengan zatnya, yang
memberikan pada setiap yang wujud.
2) Tentang Kosmologi
Ibn Tufail mengajukkan pertanyaan apakah dunia ini
diciptakan? Apakah alam ini ada sebelum tiada? Ataukan telah
ada sebelumnya? Sekalipun didahului oleh ketiadaan dalam
bentuk apapun?. Dari jawaban yang diberikan dapat dipahami
bahwa terlihat kebimbangannyadari dua formulasi yang
diajukan. Pertama, apabila alam ini diyakini kekal, maka akan
menimbulkan kontradiksi yang banyak, dengan alasan bahwa
tidak mungkin wujud sesuatu yang tidak ada akhirnya. kedua,
apabila diyakini bahwa alam ini baru, maka akan timbul
masalah lain, karena pengertian baru setelah tiada tidak
mungkin dipahami kecuali bahwa didahului oleh waktu, sedang
waktu itu sendiri adalah bagian dari alam dan tidak terpisah.
Oleh karena itu tidak dapat dipahami bahwa alam ini datang
sesudah adanya waktu. Namun ibn Tuafil dalam pernyataannya
menegaskan bahwa apabila alam ini baru atau diciptakan,
berarti ada yang menciptakan. Cuma mengapa baru sekarang
diciptakan tidak dari dulu. Pemikirannya mengenai wujud
malam ini sama dengan al-Ghazali. Dia mengemukakan bahwa
gagasan mengenai wujud sebelum ketidakmaujudan tidak dapat
dipahami, tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum
dunia ada, karena itu kemaujudannya mendahului kemajuan
dunia dikesampingan.
9
3) Tentang Akal dan Wahyu
Pandangan Ibn Tufail mengenai kedudukan akal dan wahyu
ia tampilkan dalam risalah hay ibn Yaqzan yang hanya
menggunakan rasio dalam memahami realitas kehidupannya,
mengambil konsep-konsep yang tidak bertentangan, bahkan
sejalan dengan informasi wahyu yang dibawa oleh Asal sang
“teolog”. Apa yang diperintahkan oleh syari’at Islam dan apa
yang diketahui oleh akal sehat dan sendirinya, berupa
kebenaran, kebaikan dan keindahan dapat bertemu dalam satu
titik, tanpa diperselisihkan lagi. Dengan kata lain, hakikat
kebenaran yang dilakukan oleh filsafat sejalan dengan apa yang
ada dalam wahyu.
4. Al-Kindi
a. Konsep Tuhan
Pemikiran Al-kindi menyatakan konsep tuhan adalah wujud
yang Haq (Sebenarnya) yang tidak pernah ada sebelumnya dan
tidak akan pernah ada selama-lamanya, yang ada sejak awal dan
tetap akan ada selama-lamanya. Tuhan adalah wujud yang
sempurna yang tidak akan pernah didahului wujud yang lain dan
wujudnya tidak akan pernah berakhir sertatidak ada wujud
melainkan dengan perantaranya.
b. Konsep Alam
Al-kindi dalam menyatakan konsep alam mengatakan bahwa tidak
mungkin alam itu berdiri sendiri melainkan ada penciptanya.
Karena alam itu berubah-ubah adalah baru. Maka alam adalah
ciptaan yang harus ada penciptanya.
c. Konsep Akal
Pemikiran yang dikeuarkan oleh Al-Kindi tentang konsep akal
dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Inderawi
2) Rasional
10
3) Isyraqi (ilumminatif)
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah dijelaskan diatas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Para filsuf Muslim memang tidak lepas dari para filsuf Yunani,
mereka mengutipnya yang sesuai dengan pendapat mereka, akan tetapi
tidak lepas dari Al-Qur’an dan As-Sunah sehingga tidak bertentangan
dengan agama.
Para filsuf Muslim banyak berguru kepada filsuf-filsuf Yunani,
akan tetapi para filsuf Muslim telah menghasilkan pemikiran-pemikiran
yang berbeda dengan filsuf-filsuf Yunani, baik tentang masalah ketuhanan,
jiwa ataupun dalam masalah-masalah yang lain.Bahwasannya para filsuf
Muslim telah memberikan kontribusi-kontribusi yang banyak terhadap
kemajuan barat.
12
13