Diabetic Foot
Diabetic Foot
PENDAHULUAN
1
Meskipun insidensi diabetes di dunia tinggi, banyak kasus diabetes yang
berlum terdiagnosis. Di Amerika Serikat, menurut “2011 National Diabetes Fact
Sheet” sebanyak 18,8 juta orang didiagnosis diabetes dan 7 juta orang tidak
terdiagnosis, sedangkan di Indonesia diperkirakan separuh kasus diabetes belum
terdiagnosis (ADA, 2011).
Diabetes diikuti oleh komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut antara lain
ketoasidosis diabetik, status hiperglikemia hiperosmolar, dan hipoglikemia.
Komplikasi kronis yang menahun dapat dibagi menjadi makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi makroangiopati meliputi kelainan
kardiovaskuler, kelainan serebrovaskuler, dan kelainan pembuluh darah tepi.
Komplikasi mikroangiopati meliputi retinopati dan nefropati (PERKENI, 2011).
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
kakinya tersebut seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan secara terus-
menerus tidak mengenal waktu. Kemudian pasien tidak bisa berjalan
dan lama-kelamaan kaki menjadi luka dan berwarna hitam dengan
sendirinya. Luka dan kehitaman pada kulit tersebut semakin lama
semakin bertambah luas ke atas.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk kadang-kadang tetapi
tidak berdahak, pusing seperti berputar-putar, mual tetapi tidak muntah,
lemas seluruh badan, pandangan kabur, nyeri perut sekitar pusar kadang-
kadang, banyak makan, banyak minum dan banyak kencing terutama
malam hari sejak pertama keluhan. Nyeri kepala, sesak napas dan nyeri
dada disangkal oleh pasien. BAB lancar warna kuning biasa dan BAK
lancar warna putih biasa.
Tidak ada kerabat atau anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti pasien. Tidak ada riwayat perjalanan tertentu kemanapun.
Sebelumnya pasien pernah berobat di IGD RSUD Dr. R. Soedjono
Selong karena nyeri yang sering dirasakan dikaki kanannya. Pasien
dirawat selama 1 hari, namun dipulangkan karena nyeri yang dirasakan
telah berkurang. Setelah beberapa hari dirumah, pasien tidak bisa
berjalan dan lama-kelamaan kaki menjadi luka dan berwarna hitam.
4
- Pasien menyangkal pernah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
tertentu.
5
- Ikterus :(-)
- Merah :(-)
- Nyeri :(-)
- Ketajaman penglihatan : penglihatan kabur ( ↓ )
- Diplopia : kadang-kadang ( + )
- Fotofobia : kadang-kadang ( + )
e. Telinga :
- Pendengaran : tidak ada keluhan (normal)
- Tinnitus :(-)
- Sekret :(-)
- Nyeri :(-)
- Infeksi :(-)
- Vertigo : kadang-kadang ( + )
f. Hidung :
- Sekret :(-)
- Kering :(-)
- Pilek :(-)
- Nyeri :(-)
- Obstruksi :(-)
- Epistaksis :(-)
- Bersin :(-)
g. Mulut dan tenggorokan:
- Gigi : tidak ada keluhan (normal)
- Gusi : tidak ada keluhan (normal)
- Kering :(-)
- Nyeri menelan :(-)
- Susah menelan :(-)
- Infeksi :(-)
6
- Suara serak :(-)
h. Jantung :
- Nyeri dada :(-)
- Sesak napas :(-)
- Ortopnu :(-)
- Palpitasi : kadang-kadang ( + )
- Hipertensi : riwayat disangkal
i. Paru :
- Batuk : kadang-kadang ( + )
- Riak :(-)
- Mengi :(-)
- Sesak napas :(-)
- Hemoptisis :(-)
- Asma : riwayat disangkal
- Nyeri pleuritik :(-)
- Tuberkulosis : riwayat disangkal
j. Vaskuler :
- Klaudikasio : nyeri dan kesemutan di kaki kanan ± 1
bulan sebelum masuk RS ( + )
- Flebitis :(-)
- Arteritis :(-)
- Vena varikosa :(-)
k. Gastrointestinal :
- Nafsu makan : bertambah ( ↑ )
- Buang air besar : lancar, warna kuning biasa
- Mual : (+) kadang-kadang
- Muntah :(-)
- Diare :(-)
7
- Konstipasi :(-)
- Hematemesis :(-)
- Melena :(-)
- Hematoskezia :(-)
- Hemoroid :(-)
- Nyeri :(-)
- Hernia :(-)
l. Saluran Kemih :
- Nokturia : sering terutama ± 1 bulan yang lalu ( + )
- Frekuensi : ± 5 kali per hari
- Disuria :(-)
- Hematuria :(-)
- Inkontinensia :(-)
- Batu :(-)
- Infeksi :(-)
- Buang air kecil : lancar, warna putih biasa
m. Alat Kelamin :
- Fungsi seks : Normal
- Nyeri :(-)
- Gatal :(-)
- Sekret :(-)
- Penyakit kelamin :(-)
- Ulkus :(-)
n. Neurologik :
- Pingsan :(-)
- Kejang :(-)
- Parestesi : kaki kanan terasa nyeri seperti ditusuk
tusuk ( + )
8
- Tremor :(-)
- Tenaga : terasa berkurang ( ↓ )
o. Psikologik :
- Orientasi : Normal
- Anxietas :(-)
- Depresi :(-)
- Tidur : pasien mengeluh susah tidur
- Halusinaasi :(-)
p. Endokrin :
- Struma :(-)
- Tremor :(-)
- Diabetes : riwayat disangkal
- Kelemahan umum : lemah diseluruh badan ( + )
q. Muskuluskeletal :
- Nyeri sendi : terutama sendi lutut ( + )
- Bengkak sendi :(-)
- Nyeri otot : diseluruh tubuh ( + )
- Kejang otot :(-)
- Kelemahan otot : diseluruh tubuh ( + )
- Nyeri tulang :(-)
- Gout : riwayat disangkal
9
6. Riwayat Pribadi :
- Masalah :
- Keuangan :(-)
- Pekerjaan :(-)
- Keluarga :(-)
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat imunisasi : disangkal
- Riwayat merokok : pasien merupakan perokok. Lama
merokok ± 20 tahun, rata-rata merokok ±
5 batang perhari.
- Riwayat minum alkohol :(-)
- Penyalahgunaan narkoba :(-)
- Riwayat perjalanan tertentu : ( - )
C. Pemeriksaan Fisik :
1. Kesan sakit : sedang
2. Keadaan umum : lemah
3. Habitus : habitus astenikus
4. Keadaan gizi : kurang
- BB : ± 45
- TB : ± 160
- IMT : ± 17,57 (berat badan kurang)
5. Kesadaran : Compos Mentis
6. Tanda vital :
- Suhu : 36,6 oC
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
10
- Nadi :
Frekuensi nadi : 90 kali/ menit
Irama denyut nadi : reguler
Isi nadi : kecil (pulsus parvus)
Kualitas nadi : pengisian dan pengosongan mendadak
(pulsus celer)
Kualitas dinding arteri : normal (tidak mengeras)
- Pernpasan
Frekuensi : 18 kali/ menit
Paroxysmal nocturnal dyspnea : ( - )
Ortopneu :(-)
Jenis pernapasan : abdomino-torakal
Pola pernapasan : normal, kusmaul ( - ), biot ( - ),
cheyne-stokes ( - )
7. Kulit
- Inspeksi :
Pigmentasi :
o Warna umum kulit : coklat
o Kaki kanan dibawah lutut : hitam
Tekstur : kering dipaha sampai kulit terkelupas
Turgor : menurun dipaha
Rash : eksfoliasi dipaha kanan bagian depan
Ulkus : dipaha kanan bagian belakang
Gangren : kaki kanan bagian bawah lutut
Jaringan parut : dibawah paha
Edema : disekitar ulkus pada kaki kanan
Infeksi : dipaha kanan
11
Tumor : di paha kanan
Petekie : tidak ditemukan
Hematom : disekitar luka di paha kanan
Ekskoriasi : tidak ditemukan
Ikterus : tidak ditemukan
Rambut :
o Alopesia : tidak ada
o Kelebatan rambut : normal
o Kanitis : jarang
- Palpasi :
Suhu Raba : hangat
Keringat : kulit teraba lembab
Lapisan lemak : sedikit
Pembuluh darah : tidak berpulsasi dikaki kanan
Nodul, atrofi, sclerosis : tidak ada
8. Kepala dan leher
- Inspeksi :
Bentuk : panjang
Sikatrik : tidak ditemukan
Pembengkakan : tidak ditemukan
Wajah
o Pucat : tidak ditemukan
o Ikterus : tidak ditemukan
o Sianosis : tidak ditemukan
o Ruam : tidak ditemukan
o Simetris : simetris
o Ekspresi : normal, wajar
12
- Palpasi :
Kelenjar limfe :
o Pembesaran : tidak ditemukan
o Nyeri tekan : tidak ditemukan
Pembengkakan : tidak ditemukan
Nyeri tekan : tidak ditemukan
Tiroid :
o Gerakan : sesuai gerakan menelan
o Pembesaran (struma) : tidak ditemukan
o Nyeri tekan : tidak ditemukan
Trakea : berada ditengah
Pulsasi vena : normal
- Auskultasi :
Bruit : tidak ditemukan
- Pemeriksaan :
JVP : 5-2 cmH2O
Kaku kuduk : positif
9. Telinga
- Inspeksi :
Serumen : tidak ditemukan
Infeksi : tidak ditemukan
Sikatriks : tidak ditemukan
Tofus : tidak ditemukan
Membran timpani : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes berbisik : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes penala : tidak dilakukan pemeriksaan
13
- Palpasi :
Mastoid : tidak ditemukan tanda infeksi
Massa : tidak ditemukan
10. Hidung
- Inspeksi :
Septum : normal
Mukosa : normal
Sekret : tidak ditemukan
Perdarahan : tidak ditemukan
Polip : tidak ditemukan
Pembengkakan hidung : tidak ditemukan
Kemerahan : tidak ditemukan
Ukuran : normal
Bentuk : normal
Rinoskopi anterior : tidak dilakukan pemeriksaan
Rinoskopi posterior : tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus paranasal : tidak ada tanda-tanda inflamasi
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
11. Mulut dan tenggorokan
- Inspeksi :
Pigmentasi : normal
Ulkus : tidak ditemukan
Infeksi : tidak ditemukan
Tumor : tidak ditemukan
14
Gigi dan gusi:
o Jumlah gigi : tidak diperiksa
o Susunan gigi : normal
o Gigi berlubang (karies) : tidak ada
o Hiperplasi gusi : tidak ada
o Epulis : tidak ada
Lidah
o Ukuran lidah : normal
o Warna : normal
o Ulkus : tidak ditemukan
o Leukoplakia : tidak ditemukan
o Fungsi pengecapan : tidak dilakukan pemeriksaan
Faring dan laring :
o Hiperemi : tidak ditemukan
o Pseudomembran : tidak ditemukan
o Tumor : tidak ditemukan
o Infeksi : tidak ditemukan
o Ulkus : tidak ditemukan
- Palpasi :
Nyeri : tidak ditemukan
Tumor : tidak ditemukan
12. Mata
- Inspeksi :
Ptosis : tidak ditemukan
Sklera : tidak ada kelainan, anikterik
Konjungtiva : normal, tidak anemis
Kornea : tidak ada kelainan
15
Pupil : tidak ada kelainan
Lensa : jernih
Tumor : tidak ditemukan
Perdarahan : tidak ditemukan
- Palpasi :
Tonometri : normal. kanan = kiri
- Pemeriksaan :
Tajam penglihatan : tidak dilakukan pemeriksaan
Penglihatan warna : tidak dilakukan pemeriksaan
Lapang pandang : tidak dilakukan pemeriksaan
16
Kelainan bentuk dada
o Barrel-shape : tidak ditemukan
o Kifosis : tidak ditemukan
o Lordosis : tidak ditemukan
o Skoliosis : tidak ditemukan
o Pectus excavatum : tidak ada
o Pectus carinatum : tidak ada
- Palpasi :
Pemeriksaan ekspansi paru : pengembangan simetris
Pemeriksaan vokal fremitus : simetris, kiri = kanan
- Perkusi :
Resonansi : sonor
Batas paru-hati : ICS 7 dekstra
Batas paru-lambung : ICS 8 sinistra
- Auskultasi :
+ + − −
Suara napas : vesikuler normal +⁄+, ronki −⁄−,
+ + − −
− −
wheezing −⁄−
− −
17
- Perkusi :
Batas jantung kanan : garis midsternalis ICS 5
Batas jantung kiri : 2 cm ke medial garis midklavikula
sinistra ICS 6
Batas jantung atas : garis sternalis sinistra ICS 2
Pinggang jantung : garis parasternalis sinistra ICS 3
- Auskultasi :
Bunyi jantung : S1,S2 tunggal, regular, murmur ( - ),
gallop ( - )
15. Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk : simetris
Kontur : normal
Sikatrik : tidak ditemukan
Pergerakan dinding perut : simetris kanan = kiri
Tumor : tidak ditemukan
Kaput medusa : tidak ditemukan
Distensi : tidak ditemukan
Hernia : tidak ditemukan
Cekung/ membuncit : tidak ditemukan
- Palpasi :
Nyeri tekan
o Berat ringanya : ringan
o Lokasi nyeri : epigastrium dan periumbilikus
o Tahanan : tidak ditemukan
Tumor : tidak ditemukan
Defance/ rigiditas : tidak ditemukan
18
Hati
o Ukuran : tidak teraba
o Nyeri tekan : tidak ditemukan
Limpa
o Ukuran : tidak teraba
o Nyeri tekan : tidak ditemukan
Ginjal :
o Ukuran : tidak teraba
o Nyeri tekan : tidak ditemukan
o Ballotemen : negatif
- Perkusi :
Resonansi : timpani
Shifting dullness : negatif
Undulasi : negatif
- Auskultasi :
Suara atau bunyi usus : normal
Bruit : tidak ditemukan
16. Punggung
- Inspeksi :
Postur : normal
Mobilitas : normal
Skoliosis : tidak ditemukan
Kifosis : tidak ditemukan
Lordosis : tidak ditemukan
- Palpasi :
Nyeri : tidak ditemukan
Tumor : tidak ditemukan
19
17. Ekstremitas
- Inspeksi :
Asimetris
5𝐼5
Gerak sendi : 2𝐼5
−𝐼−
Pembengkakan : +𝐼+
−𝐼−
Edema :
+𝐼+
−𝐼−
Ulkus : +𝐼−
D. Pemeriksaan Laboratorium
4 september 2013 (Pre-Amputasi)
- Hb : 11,3 ( N : 14-18 gr/dl )
- Leukosit : 20.700 ( N : 4500 – 10.700/ul )
20
- HJ Leukosit : 90/3/7
- Eritrosit : 4,10 ( N: 4,5-6,0 juta/ul )
- Trombosit : 167.000 ( N: 150.000-400.000 /ul )
- Hematokrit : 37,1 ( N: 42-54% )
- Albumin : 1,86 ( N: 3,70-4,90 g/dl )
- GDS : 265
- Cholesterol total : 78 ( N: 50-200 mg/dl )
- LDL- Cholesterol : 41 ( N: 0-99 mg/dl )
- HDL-Cholesterol :7 ( N: 35-65 mg/dl)
- Trygliserida : 149 ( N: 50-200 mg/dl )
- Ureum : 35,4 ( N : 20,0-42,0 mg/dl )
- Creatinin : 1,54 ( N: 0,50-1,10 mg/dl )
- Asam urat : 1,8 ( N: 3,5-7,2 mg/dl )
- Kalium : 2,9
- Natrium : 123
- Chlorida : 93
- SGOT : 50,3 ( N : 0,0-41,0 U/L)
- SGPT : 26,6 ( N : 0,0-40,0 U/L)
21
2.2. Resume Data Dasar
A. Anamnesa : Autoanamnesis dan Heteroanamnesis
1. Keluhan Utama :
Luka pada kaki kanan seperti ditusuk-tusuk sejak ± 1 bulan sebelum
masuk RS.
22
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien menyangkal pernah menderita Diabetes Melitus dan Hipertensi
sebelumnya
23
- Batuk : kadang-kadang ( + )
h.Vaskuler :
- Klaudikasio : nyeri dan kesemutan di kaki kanan ± 1
bulan sebelum masuk RS ( + )
i. Gastrointestinal :
- Nafsu makan : bertambah ( ↑ )
- Buang air besar : lancar, warna kuning biasa
- Mual : (+)
j. Saluran Kemih :
- Nokturia : sering terutama ± 1 bulan yang lalu ( + )
- Frekuensi : ± 5 kali per hari
- Buang air kecil : lancar, warna putih biasa
k.Neurologik :
- Parestesi : kaki kanan terasa nyeri seperti ditusuk
tusuk ( + )
- Tenaga : terasa berkurang ( ↓ )
l. Psikologik :
- Tidur : pasien mengeluh susah tidur
m. Endokrin :
- Diabetes : riwayat disangkal
- Kelemahan umum : lemah diseluruh badan ( + )
n.Muskuluskeletal :
- Nyeri sendi : terutama sendi lutut ( + )
- Nyeri otot : diseluruh tubuh ( + )
- Kelemahan otot : diseluruh tubuh ( + )
24
5. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada kerabat atau keluarga yang
menderita penyakit seperti yang diderita
pasien.
6. Riwayat Pribadi :
- Riwayat merokok : pasien merupakan perokok. Lama
merokok ± 20 tahun, rata-rata merokok ±
5 batang perhari.
E. Pemeriksaan Fisik :
1. Kesan sakit : sedang
2. Keadaan umum : lemah
3. Habitus : habitus astenikus
4. Keadaan gizi : kurang
- BB : ± 45
- TB : ± 160
- IMT : ± 17,57 (berat badan kurang)
5. Kesadaran : Compos Mentis
6. Tanda vital :
- Suhu : 36,6 oC
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nadi :
Frekuensi nadi : 90 kali/ menit
Irama denyut nadi : reguler
Isi nadi : kecil (pulsus parvus)
Kualitas nadi : pengisian dan pengosongan mendadak
(pulsus celer)
Kualitas dinding arteri : normal (tidak mengeras)
25
- Pernpasan
Frekuensi : 18 kali/ menit
Jenis pernapasan : abdomino-torakal
Pola pernapasan : normal
7. Kulit
- Inspeksi :
Pigmentasi :
o Warna umum kulit : coklat
o Kaki kanan dibawah lutut : hitam
Tekstur : kering dipaha sampai kulit terkelupas
Turgor : menurun dipaha
Rash : eksfoliasi dipaha kanan bagian depan
Ulkus : dipaha kanan bagian belakang
Gangren : kaki kanan bagian bawah lutut
Jaringan parut : dibawah paha
Edema : disekitar ulkus pada kaki kanan
Infeksi : dipaha kanan
Tumor : dipaha kanan
Hematom : disekitar luka di paha kanan
- Palpasi :
Suhu Raba : hangat
Keringat : kulit teraba lembab
Lapisan lemak : sedikit
Pembuluh darah : tidak berpulsasi dikaki kanan
26
19. Abdomen
- Palpasi :
Nyeri tekan
o Berat ringanya : ringan
o Lokasi nyeri : epigastrium dan periumbilikus
20. Ekstremitas
- Inspeksi :
Asimetris
5𝐼5
Gerak sendi :
2𝐼5
−𝐼−
Pembengkakan :
+𝐼+
−𝐼−
Edema :
+𝐼+
−𝐼−
Ulkus :
+𝐼−
Ulkus di paha kanan bagian belakang,
panjang ±15cm, lebar ±5cm dan
dalam ±1cm, berbatas tegas dan tidak
beraturan, ada pus dibagian pinggir
luka, dasar luka berwarna merah.
−𝐼−
Gangren :
+𝐼−
di kaki kanan sampai setinggi lutut
- Palpasi :
+I+
Panas :
−I+
−I−
Nyeri :
+I+
+I+
Denyut nadi perifer :
−I+
27
8. Pemeriksaan Laboratorium
4 september 2013 (Pre-Amputasi)
- Hb : 11,3 ( N : 14-18 gr/dl )
- Leukosit : 20.700 ( N : 4500 – 10.700/ul )
- HJ Leukosit : 90/3/7
- Hematokrit : 37,1 ( N: 42-54% )
- Albumin : 1,86 ( N: 3,70-4,90 g/dl )
- GDS : 265
- HDL-Cholesterol :7 ( N: 35-65 mg/dl)
- Ureum : 35,4 ( N : 20,0-42,0 mg/dl )
- Creatinin : 1,54 ( N: 0,50-1,10 mg/dl )
- Asam urat : 1,8 ( N: 3,5-7,2 mg/dl )
- Kalium : 2,9
- Natrium : 123
- Chlorida : 93
- SGOT : 50,3 ( N : 0,0-41,0 U/L)
9. Diagnosis kerja :
Gangren Pedis E.C. DM Type 2
Dasar diagnosis :
- Keluhan klasik DM ditemukan : poliuri, polifagi, polidipsi
28
- Keluhan lain : penurunan berat badan, kesemutan di kaki kanan,
pandangan kabur.
- GDS > 200 mg/dl (265 mg/dl)
10. Rencana pengelolaan :
- IVFD NS 16 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- KCl Tab 2x1
- Lantus : 0-0-10 IU
29
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.Definisi
Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung pembuluh darah. Gejala hiperglikemia ditandai oleh poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, kadang-kadang dengan polifagia dan penglihatan kabur
(ADA, 2013).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat (Frykberb Robert G, 2002).
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob (Misnadiarly, 2006; Djokomoeljanto, 1997; Frykberb Robert G,
2002)
30
3.2.Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :
Derajat Kriteria
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh
1 Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit
2 Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan
3 Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses
4 Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit
5 Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
(Waspadji, 2006)
3.3.Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 15-20% dan
angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan merupakan sebab utama
perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah sakit. Penelitian kasus kontrol di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa 16% perawatan DM dan 23% total hari
perawatan adalah akibat Ulkus diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus
diabetika sebesar 50% dari total amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM
akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam kehidupannya (Djokomoeljanto,
1997; Frykberb Robert G, 2002).
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan
ulkus diabetika. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-
masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska amputasi masih
31
sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan
sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi (Waspadji S, 2006).
Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh Yudha dkk. menunjukkan
bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% terdapat dislipidemia, pada penderita
ulkus diabetika dengan dislipidemia kadar kolesterol lebih tinggi secara
bermakna (p=0,045) dan kadar trigliserida lebih tinggi secara bermakna (p=0,002)
dibandingkan dengan penderita DM tanpa dyslipidemia (Yudha & Suhartono T,
2005). Penelitian pada tahun 2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar
trigliserida merupakan faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer yang
dapat mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika (Waspadji S, 2006).
32
3.5.Diagnosis
Diagnosis ulkus diabetika meliputi (Waspadji S, 2006; Misnadiarly, 2006;
Djokomoeljanto, 1997):
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah
ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.
33
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Waspadji S, 2006;
Djokomoeljanto, 1997; William C, 2003).
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan
yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika (Misnadiarly, 2006; Prasetyo A,
2007).
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama
kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang
kemudian timbul ulkus diabetika (Djoko W, 1999).
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar
dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan
yang mengakibatkan ulkus diabetika (Misnadiarly, 2006; William C, 2003).
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu
sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan
yang selanjutnya timbul ulkus diabetika (Misnadiarly, 2006; Djokomoeljanto,
1997; Prasetyo A, 2007).
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
34
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah (Misnadiarly, 2006).
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang
akan merangsang terjadinya aterosklerosis (Kusuma AW, 2000).
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-density-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain
yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis
(Tjokroprawiro A, 1999). Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi
jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Misnadiarly, 2006;
Djokomoeljanto,1997).
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang
terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga
bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem
phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan
mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan
media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman
anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium
septikum (Riyanto B, 2007).
Patogenesis ulkus diabetika pada penderita Diabtes mellitus pada bagan 2
berikut (Boulton AJ, 2002) :
35
3.7.Faktor Risiko Ulkus diabetika
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas (Riyanto
B, 2007; Djokomoeljanto, 1997; Subekti I, 2006):
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya
hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
36
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
- Kolesterol Total tidak terkontrol.
- Kolesterol HDL tidak terkontrol.
- Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat
37
Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada lansia
umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM
yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal,
hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis,
makroangiopati, yang faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau
sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika (Rochmah
W, 2006).
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus
dengan hasil bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor
risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI :
1,2 – 6,9) (Boyko, 1999).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus
yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki.
Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Perjalanan Ulkus
diabetika pada penderita DM dapat dilihat pada bagan berikut
(Djokomoeljanto, 1997; Boulton AJ, 2002)
38
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi
gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut
syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak
dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek (Subekti I, 2006; Waspadji S,
1997).
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi
terjadi ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian
ulkus diabetika, Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota,
Amerika Serikat dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66% penderita
Diabetes mengalami neuropati dengan gangguan sensasi rasa/sensasi
vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus diabetika (Levin ME, 2001).
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Boyko pada
penderita Diabetes mellitus bahwa neuropati berhubungan dengan
39
kejadian ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 4 (95 % CI : 2,6 – 7,4)
dan apabila sudah terjadi deformitas pada kaki berhubungan dengan
ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 12,1 (95 % CI : 4,2 – 17,6)
(Boyko, 1999).
Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono, neuropati
yang dinyatakan dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan
monofilamen Semmes-Weinstein 10 g mempunyai risiko 11 kali terjadi
ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM tanpa neuropati
(Suryatono T, 1997).
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25
kg/m2 (pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi
resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini
menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis
yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika (Soegondo S, 2006).
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di USA oleh Boyko,
obesitas berhubungan dengan komplikasi kronik ulkus diabetika dengan
RR-nya sebesar 3 (95% CI : 2,3 – 4,6) (Boyko, 1999).
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi
yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat
40
terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya
ulkus (Misnadiarly, 2006). Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di
Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X
terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM (Frykberb
Robert G, 2002).
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak
terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk
dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk
hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin
(HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen
oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel
(Misnadiarly, 2006). Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100
mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi
kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah
satunya yaitu ulkus diabetika (Waspadji S, 2006). Penelitiaan Case
Control di USA oleh Pract, ulkus diabetika terjadi lebih banyak pada
kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan OR sebesar 7 (95 %
CI : 3,6 – 9,4) (Pract, 2000).
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan
konsentrasi HDL (high-density-lipoprotein) sebagai pembersih plak
biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl ,
kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan
hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan
41
terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah
penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan
sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun
ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Misnadiarly,
2006; Djokomoeljanto, 1997; Reynold FJ, 2007).
Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan
kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus
diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida
normal (Pract, 2000). Penelitian cross sectional di RS Dr. Kariadi oleh
Yudha dkk. menunjukkan bahwa penderita ulkus diabetika 84,62% pada
penderita DM terdapat dislipidemia, kejadian ulkus diabetika pada
penderita DM tipe 2 dengan dislipidemia lebih tinggi dibandingkan
tanpa dislipidemia, dan kadar kolesterol (p=0,045) dan trigliserida
(p=0,002) lebih tinggi secara bermakna pada penderita ulkus diabetika
dengan dyslipidemia (Yudha, Suhartono T, 2005). Penelitian pada tahun
2002 oleh Waspadji menghasilkan bahwa kadar trigliserida merupakan
faktor risiko terjadi penyakit pembuluh darah perifer yang dapat
mengakibatkan terjadinya ulkus diabetika (Waspadji S, 2006).
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh
WHO pada penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per
hari mempunyai risiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan
dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat
dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan
kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit
42
yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga
aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan
menurun (WHO, 2000).
i. Ketidakpatuhan Diet DM.
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus
diabetika (PERKENI, 2006).
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki
profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki
sistem koagulasi darah. Penelitian kasus kontrol di Texas oleh David
dihasilkan ada hubungan antara ketidakpatuhan diet dengan ulkus
diabetika dengan odds ratio sebesar 16 (95 % CI : 8,3 – 21,6) (David G,
1998).
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah.
Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah
komplikasi kronik Diabetes mellitus (Yunir EM, 2006).
Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit)
akan memperbaiki metabolism karbohidrat, berpengaruh positif terhadap
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM
43
menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.
Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita
DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur akan
terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah
raga yang teratur (Wibisono T, 2004).
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut
hasil penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan
bahwa pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat
timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika (Misnadiarly,
2006).
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau
mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki (PERKENI, 2006).
Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada 318 diabetisi
dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti
selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden)
melaksanakan perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden)
tidak melaksanakan perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus
sejumlah 7 responden dan kelompok II terjadi ulkus sejumlah 30
responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1
responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian
pada diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan
perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan
kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur (Calle, 2001).
44
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa
menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang
mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang (William C, 2003).
Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki
karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus
diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat
menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi
ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang
tepat (Gayle ER, 2002).
45
3.9.Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut adalah (Waspadji S, 2006; Misnadiarly, 2006; Djokomoeljanto,
1997):
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam
kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan
sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang
retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara
jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih
mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
46
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya
diobati hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula,
luka dan lecet. Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
i. Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :
1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai.
3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada
batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka
terhadap kulit.
4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari
kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
5) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan
sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
j. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
k. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya
adrenalin, nikotin.
l. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap
kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh
47
3.10. Manajemen Ulkus kaki diabetik
MANAJEMEN DIABETES
Evaluasi medis lengkap harus dilakukan untuk mengklasifikasikan diabetes,
mendeteksi adanya komplikasi diabetes, meninjau pengobatan sebelumnya dan
pengendalian faktor risiko pada pasien dengan diabetes, membantu dalam
merumuskan rencana pengelolaan, dan memberikan dasar untuk perawatan yang
berkelanjutan. Tes laboratorium sesuai dengan evaluasi kondisi medis setiap
pasien harus dilakukan. Fokus pada komponen layanan kesehatan secara
menyeluruh akan membantu tim kesehatan untuk memastikan pengelolaan yang
optimal pada pasien dengan diabetes (ADA, 2013).
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
1. Obat Hipoglikemik Oral
Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid.
Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan
golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama.
48
b.Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
c. Penghambat glukoneogenesis: metformin
Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis) di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk.
d.Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan.
e. DPP-IV inhibitor
DPP-IV inhibitor mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga
GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan
mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.
2. Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada
DM tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita
DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk
pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk
(HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat
pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa
49
darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari
5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.
50
Beberapa jenis debridemen yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang palingcepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk
(1) mengevakuasi bakteri kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotik
sehingga dapat mempercepat penyembuhan, (3) menghilangkan jaringan kalus,
(4) mengurangi risiko infeksi local (Ansari, 2005).
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada
penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting
namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik
adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off
loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat
berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker,
total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory. Total contact cast merupakan
metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain.
Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka
secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%.
51
TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar
tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki
sisi depan dan belakang (tumit) (Caputo dkk, 1994; Amstrong dkk, 2005).
Perawatan luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium
alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya, seperti dapat dilihat pada
tabel berikut (Frykberg RG, dkk 2006).
52
Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressingyang tepat dalam
menjaga keseimbangan kelembaban luka (Science of wound management):
- Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
- Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untukluka luka tertentu
yang akan diobati
- Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
- Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka
- Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
- Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
- Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
53
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum
hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan
secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada tabel dibawah dapat
dilihat antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus
diabetika ringan/ sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen
gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection)
kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk
coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus
bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat
limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada
infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam,
piperacillin/ tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole +
ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole (Lipsky BA, 2005).
54
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau
lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan
sering kambuh. Maka pengobatan osteomyelitis di samping pemberian antibiotika
juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu
(Lipsky BA, 2005).
Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan
menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan
revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak
akan memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak
dihilangkan. Tindakan endovaskular (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP)
dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah dan
panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis
55
satu sisi dengan panjangatherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea,
maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan
mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan
adalah bedah vaskular (by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif
pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam
periode 3 tahun sebesar 98% (Caputo GM dkk, 1994; White C, 2007).
Tindakan bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya
ulkus DM. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen,
amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi
bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif),
kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergensi) (Frykberg RG
dkk, 2006).
Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas,
seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah
profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang
pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan
adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah
kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif.
Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti
dengan menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu
dilakukan bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif.
Pada keadaan ini jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus
diangkat, sinus dan rongga mati harus dihilangkan (Ansari MA dkk, 2005).
Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan penekanan kronis yang
mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy,
artroplasti digital, sesamodectomy atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah
emergensi paling sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau
56
menghentikan proses infeksi. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi
atau debridemen jaringan nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah,
tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak
mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade
3 dan 4) (Frykberg RG dkk, 2006; Baal JG, 2004)
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridemen dilakukan dengan
tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan
jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk
mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada
keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi.
Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu
fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat
mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi
amputasi pada kaki diabetika: (ADA, 2003)
1. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas,
2. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan,
3. Ulkus resisten,
4. Osteomielitis,
5. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
6. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil,
7. Trauma pada kaki,
8. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati.
57
BAB IV
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan
medis berkelanjutan dan pendidikan pengelolaan diri pasien secara terus-
menerus serta dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk
mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Untuk mendiagnosis ulkus diabetes dapat
dilakukan dengan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang tertentu
yang mendukung.
Evaluasi medis lengkap harus dilakukan untuk mengklasifikasikan
diabetes, mendeteksi adanya komplikasi diabetes, meninjau pengobatan
sebelumnya dan pengendalian faktor risiko pada pasien dengan diabetes,
membantu dalam merumuskan rencana pengelolaan, dan memberikan dasar
untuk perawatan yang berkelanjutan.
Manajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensifmelalui upaya;
mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/ mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalulembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi. Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan
mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,
hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung
koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.
58