4902 - Referat Lakesla Tety Dan Tiffany
4902 - Referat Lakesla Tety Dan Tiffany
Pembimbing :
dr. Ni Komang Sri Dewi Untari, Sp.S
Oleh :
Tety Amalia 2017.04.2.0168
Tiffany Wongsodiharjo 2017.04.2.0169
1
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan topik “TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK”.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL Dr. Ramelan Surabaya,
dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat
bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penuisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Ni Komang Sri Dewi Untari, Sp.S selaku pembimbing referat
2. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL Dr. Ramelan Surabaya
3. Para perawat dan pegawai di bagian LAKESLA RSAL Dr.
Ramelan Surabaya
Kami menyadari bahwa Referat yang kami susun masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga
referat ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1 Telinga
Telinga tengah adalah satu-satunya rongga yang berisi gas udara
yang dipengaruhi oleh perubahan tekanan selama tidak ada sumbatan.
Bersama dengan sel mastoid, membentuk rongga yang berisi gas di
kepala yang tertutup ke rhino-faring.
Telinga bagian dalam termasuk koklea dan organ vestibular diisi
dengan cairan perilimfatik dan endolimfatik sehingga tidak secara
langsung dipengaruhi oleh perubahan tekanan.
1
1.1.1.1 EKUALISASI TEKANAN
Tuba Eustachius, menghubungkan telinga tengah dan rhino-faring,
normalnya tertutup. Saat mengunyah, menelan, atau menguap mm.
tensores veli palatini & levatores veli palatini aktif dan membuka lubang
dari tabung Eustachian, sehingga memungkinkan perbedaan tekanan gas
yang dalam rhino-faring dan telinga tengah untuk ekualisasi. Tanpa sadar,
tuba terbuka setiap satu hingga empat menit. Selama perubahan tekanan
yang cepat, tabung harus dibuka secara aktif.
Membuka tuba bisa dilakukan dengan mengunyah, menelan,
atau menguap di mana tekanan ekualisasi secara pasif. Selain itu juga
bisa dilakukan dengan Valsava manuver: mulut dan hidung tertutup dan
melakukan upaya pernafasan paksa cepat terhadap hidung tertutup
menyebabkan peningkatan tekanan gas rhino-faring, yang membuka
lubang tuba Eustachius.
Semua metode ini untuk ekualisasi tekanan tergantung pada
kondisi normal mukosa di rhino-faring dan tuba Eustachius. Ketika mukosa
membengkak karena infeksi saluran pernapasan atas, kemungkinan tidak
bisa ekualisasi telinga tengah.
1.1.1.2 VERTIGO ALTERNOBARIK
Vertigo disebabkan oleh ketidakcocokan informasi yang berasal
dari organ vestibular kanan dan kiri. Secara umum, vertigo dihubungkan
dengan nistagmus spontan, dan bisa disertai dengan gejala seperti mual,
muntah, berkeringat, dan reaksi kardiovaskular.
Berbeda dengan penyebab vertigo lain yang kurang umum dalam
terapi hiperbarik, vertigo alternobarik disebabkan oleh perbedaan tekanan
antara dua rongga telinga tengah. Jika vertigo selama kompresi, itu
disebut "vertigo vertobarik of descent", menurut teori kesehatan
penyelaman. Mekanisme vertigo alternobarik adalah perbedaan tekanan
di telinga tengah kiri dan kanan menyebabkan perbedaan tekanan
terhadap round window dan oval window di setiap sisi, menyebabkan
sensitivitas diferensial dari kedua organ vestibular.
2
Vertigo juga dapat terjadi ketika manuver Valsava yang
dipaksakan hanya efektif di satu sisi. Tidak jelas apakah ini merupakan
hasil dari perubahan mendadak unilateral pada cairan telinga bagian
dalam atau osilasi cairan telinga bagian dalam unilateral karena
pergerakan cepat round window dan oval window. Penyebab vertigo ini
digambarkan sebagai disebabkan oleh hypermobilitas stapes.
Sedangkan vertigo selama dekompresi, itu disebut
"vertobarik vertigo of ascent". Mekanismenya adalah penyumbatan
unilateral tuba Eustachius dengan pemberian tekanan yang tertunda saat
ekualisasi pada sisi itu. Percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan limfatik di telinga bagian dalam peningkatan aktivitas
listrik n. vestibulo-cochlearis.
1.1.2 Sinus
Selain telinga tengah, ada lebih banyak rongga berisi gas di kepala:
saluran nafas utama (hidung, rongga mulut, rhino-faring), dan sinus
paranasal. Selama hubungannya dengan rhino-faring masih intak dan
tidak tertutup, misalnya oleh pembengkakan mukosa karena infeksi
saluran pernapasan bagian atas, tekanan akan ekualisasi secara otomatis
pada sinus tanpa masalah.
3
1.1.3 PARU DAN SALURAN NAFAS
Volume pernafasan sangat bervariasi tergantung pada tinggi, usia,
dan jenis kelamin. Sebagai contoh seorang pria muda mungkin memiliki
volume tidal ~ 0,5L dengan volume cadangan inspirasi ~ 3,0L dan volume
cadangan ekspirasi ~ 1,0L, sehingga memiliki kapasitas pernapasan vital
~ 4,5L. Setelah ekspirasi terdalam masih ada volume residu ~ 1,5L di paru
dan saluran nafas yang tidak bisa dihembuskan.
4
hemoglobin dan bahwa CO ditransport sebagai ion HCO dalam darah. Di
lokasi pertukaran gas hanya gas yang terlarut secara fisik. Molekul akan
berperan dalam proses difusi. Saat menghirup udara, selain O2 dan CO2,
N2 dan uap air berperan: N2 berdifusi antara paru dan darah seperti gas
lainnya. Karena N2 adalah gas "inert", di mana ia tidak bereaksi secara
kimiawi dalam tubuh manusia, tidak ada perbedaan dalam tekanan parsial
antara paru dan darah selama tidak ada perubahan total tekanan
atmosfer.
Udara yang dihirup mengandung berbagai jumlah uap air
seperti gas lainnya dan juga menghasilkan tekanan parsial pH2O. Setelah
pelembapan di saluran nafas gas pernapasan di paru jenuh dengan H2O
pada 37°C (yaitu 100% kelembaban relatif) dan PH2O adalah 47 mmHg.
Pada titik ini kita mulai menggunakan mmHg dan
meninggalkan unit IS karena di negara Eropa masih umum menggunakan
mmHg untuk gas darah.
Konversi adalah sebagai berikut:
750mmHg = 1 bar = 100kPa and 760mmHg =1.013 bar = 101.3kPa
Total tekanan atmosfer harus sama untuk gas inspirasi, gas
alveolar, dan gas ekspirasi. Gas selain uap air harus berbagi tekanan
yang tersisa. Sebagai contoh:
Gas inspirasi: Ptot 760mm Hg – pH2O 6mm Hg = 754mmHg
Gas alveolar: Ptot 760mm Hg – PH2O 47mmHg = 713mm Hg
Jadi, masing-masing gas inspirasi selain H2O harus berbagi
masing-masing 754mm Hg dan 713mmHg sesuai dengan fraksi gas Fgas
mereka.
5
Gambar 0.4 Tekanan Gas parsial
6
Perbedaan antara barometrik (PtotB) dan tekanan total vena (Ptotv)
disebut “oxygen window” (PtotB 760mm Hg - Ptotv 706mmHg = Ptot
54mmHg). Perbedaan ini adalah alasan mengapa jumlah gas yang
terbatas tidak dapat bertahan dalam tubuh dalam kondisi normal. Ptot dari
jumlah gas apa pun akan sama dengan tekanan atmosfer (101.3kPa,
1atm, 760mmHg) sedangkan Ptot dari jaringan di sekitarnya - seperti
darah vena - adalah ~ 706mmHg. Gas akan berdifusi ke dalam jaringan
sebagai gas terlarut sampai diserap sepenuhnya.
7
Gambar 0.7 Tekanan Gas Pernafasan saat pemberian O2 100% dan tekanan 162 kPa
1.2.3 Perubahan Ventilasi
1.2.3.1 Gas Alveolar
Dengan persamaan gas alveolar kita dapat menghitung tekanan
parsial alveolar O2 (PaO2) dan CO2 (PaCO2). Formula sederhana yang
diperlihatkan di bawah ini menuntut gas inspirasi bebas CO2, yang secara
praktis hanya akan menyebabkan ketidaktelitian kecil. Persamaan
menunjukkan bahwa di bawah kondisi pernapasan udara hiperbarik,
hipoventilasi yang signifikan (yaitu dengan PaCO2 dari 80mmHg) tidak
akan menyebabkan hipoksia. Ini karena fraksi O2 inspirasi konstan akan
menyebabkan PO2 naik sebanding dengan tekanan. Masalah utama
ventilasi ventilasi pada kondisi hiperbarik adalah hiperkapnia.
8
cerebrospinal. Sekitar 78% respon terhadap peningkatan pCO2 diperoleh
dari kemoreseptor pusat. Gambar 1.3-8 menunjukkan reaksi dari sistem
pernapasan terhadap perubahan pCO2 inspirasi pada level pO2 yang
berbeda dibawah kondisi normobaric.
9
terlarut. Dalam situasi ini dibutuhkan oksigen yang terikat hemoglobin
normal. Karena hemoglobin dengan muatan oksigen tinggi tidak mampu
mengikat CO2 sebanyak biasanya (efek Haldane), CO2 harus diangkut ke
jumlah yang lebih tinggi seperti bikarbonat dan CO2 yang terlarut secara
fisik. Dengan ini darah vena pCO2in dan jaringan otak meningkat.
Sebagai hasilnya peningkatan pCO2 jaringan otak menstimulasi ventilasi
(VE) dan dengan demikian mengarah pada penurunan pCO2 vena
meskipun produksi CO2 tidak berubah.
Dalam kondisi hiperbarik, hiperoksia adalah faktor paling penting
untuk perkembangan hiperkapnia. Saat menghirup udara, nitrox atau
heliox dengan persentase oksigen tetap, pO2 meningkat sejajar dengan
peningkatan tekanan. Tabel 1.3-1 menunjukkan efek hiperbarik hiperoksia
pada respons ventilasi terhadap peningkatan pCO2 saat istirahat
10
ambient (PB). Ketika toraks dilebarkan, gas pernapasan mengalir ke paru-
paru, dan ketika toraks dikompresi, gas pernapasan mengalir ke arah
yang berlawanan. Aliran gas pernapasan bisa “turbulen” atau “laminar”.
Aliran laminar ditemukan terutama di saluran udara terminal kecil,
sedangkan aliran turbulen lazim di saluran udara bagian atas.
11
Untuk aliran turbulen, persamaan di bawah ini menunjukkan
hubungan antara perbedaan tekanan dan laju aliran. Harap dicatat bahwa
untuk aliran laminar, AP bergantung pada laju aliran V ke daya 1,
sedangkan untuk aliran turbulen, AP bergantung pada laju aliran V ke
daya 2. Selain itu, aliran turbulen bergantung pada kerapatan gas
12
Gambar 0.10 Aliran Turbulen dan Laminar saat Hiperbarik
13
yang lebih tinggi. Alasan yang diduga mengapa respons ventilasi menurun
adalah karena kerja ventilasi tambahan membutuhkan stimulus CO2 yang
lebih kuat. Selama pekerjaan fisik pada peningkatan kepadatan gas,
frekuensi pernapasan lebih rendah dan volume tidal lebih tinggi dari
normal. Dengan cara ini diperlukan kerja ventilasi tambahan dan ventilasi
dead space yang diminimalkan, sementara volume ventilasi per menit
dipertahankan.
14
1.3.2 Keracunan Karbon dioksida
1.3.2.1 Occurence
Ada dua jalur untuk pengembangan keracunan CO2: salah satunya
adalah pCO2 meningkat saat bernapas (inspirasi), atau saat
menghembuskan napas (ekspirasi) CO2 yang dihasilkan tidak cukup.
Peningkatan pCO2 dalam gas yang diinspirasikan dapat terjadi
ketika pertukaran gas dalam ruang hiperbarik tidak cukup untuk menjaga
pCO2 pada tingkat fisiologis. Untuk mencegah peningkatan kadar pCO2,
ruang hiperbarik harus terus diisi dengan breathing gas. Pengisiannya
harus disesuaikan dengan jumlah orang yang masuk chamber dan
tekanan total atmosfer chamber.
Kecemasan dapat menyebabkan ventilasi yang sering dan dangkal
sehingga dapat menyebabkan CO2 yang tidak cukup habis. Kelelahan
fisik karena kerja keras dan peningkatan produksi CO2 mungkin memiliki
efek yang serupa. Kepadatan gas yang meningkat dan peningkatan
resistensi pernafasan mendukung mekanisme ini.
1.3.2.2 Gejala
Gejala keracunan CO2 yang paling umum dan terutama terjadi
adalah sakit kepala. Selain itu, palpitasi, peningkatan tekanan darah, atau
agitasi dapat terjadi. Pada pCO2 lebih dari 6kPa (0,06bar) kelaparan
udara, takikardia, dan kehilangan kesadaran dapat terjadi ("narcosis
CO2")
15
BAB 2
JURNAL
Abstrak
Sitokin proinflamasi berupa nitric oxide (NO) dan apoptosis yang diinduksi
oleh hipoksia lokal serta degradasi proteoglikan (PG) dipikirkan
berhubungan dengan derajat cedera kartilago. Studi ini mengevaluasi
perubahan yang diinduksi oleh oksigen hiperbarik (hyperbaric oxygen/
HBO) pada tekanan oksigen di kavitas sendi, kandungan antigenickeratan
sulfat (KS), ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS), sintesis PG,
dan apoptosis sel pada defek dengan ketebalan penuh (full-thickness
defect) pada kartilago kelinci. Kelompok HBO dipaparkan dengan oksigen
100% pada 2,5 atm selama 2 jam per hari, 5 hari per minggu. Di sisi lain,
kelompok kontrol diletakkan dalam kandang rumah dengan udara normal.
Tekanan oksigen pada kavitas sendi ditentukan dengan sensor oksigen.
KS serum darah ditentukan dengan pemeriksaan enzyme-linked
immunosorbent (ELISA) kompetitif indirek. Hewan kemudian disembelih
dan bagian spesimen dikirim untuk pemeriksaan histologis dan histokimia
dengan sistem skoring terstandardisasi. Analisis in situ terkait ekspresi
iNOs dilakukan dengan immunostaining dan deteksi apoptosis dilakukan
dengan TUNEL staining dan diukur dengan sistem analisis bayangan
terkomputerisasi. Studi ini menunjukkan bahwa terapi HBO meningkatkan
tekanan oksigen pada kavitas sendi, namun menurunkan kandungan KS
darah. Skor histologi dan histokimia menunjukkan bahwa terapi HBO
secara signifikan meningkatkan perbaikan/ repair pada kartilago. Selain
itu, immunostaining dan TUNEL staining menunjukkan bahwa terapi HBO
menekan ekspresi iNOs dan apoptosis pada kondrosit. Dapat disimpulkan
16
bahwa HBO merupakan metode terapi yang berpotensi pada cedera
kartilago.
Latar belakang
Meskipun kartilago sendi normalnya memiliki aktivitas degradasi
dan generasi yang stabil, kartilago tersebut memiliki kapasitas terbatas
untuk mengalami perbaikan setelah cedera trauma tumpul. Defek dengan
ketebalan penuh pada kartilago sendi yang lebih besar tidak dapat
diperbaiki dan dapat menginisiasi perubahan degeneratif yang progresif
pada kartilago yang tersisa, seperti yang terjadi pada osteoartritis (OA).
Pembuangan kartilago yang rusak melalui proses pembedahan dan
penetrasi ke dalam tulang subkondral untuk memungkinkan populasi
defek terisi dengan sel progenitor dapat mengakibatkan defek dipenuhi
dengan jaringan perbaikan (repair tissue). Akan tetapi, hasil fibrokartilago
umumnya berdegenarasi seiring dengan bertambahnya waktu. Kondrosit
sendi memiliki kekhususan untuk bertahan pada lingkungan avaskular dan
bertahan pada jalur difusi untuk memperoleh O2. Sinovium normal
memiliki vaskularisasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan metabolik
pada kartilago avaskular, namun gradien oksigen kemungkinan terganggu
pada keadaan penyakit sendi. Oksigen tampaknya berperan penting
dalam meningkatkan produksi matriks dan regenerasi osteokondral
setelah cedera kartilago.
Sisa kartilago pada model defek dengan ketebalan penuh atau
kartilago OA secara spontan menghasilkan nitric oxide (NO), yang
dipercaya memediasi supresi sintesis proteoglikan (PG) kartilago yang
diinduksi oleh interleukin-1 (IL-1). Selain itu, NO ditunjukkan dapat
mengurangi sintesis antagonis reseptor IL-1 (IL-1 Ra) pada kondrosit,
17
sehingga meningkatkan efek supresi pada sel-sel ini. Apoptosis pada
kondrosit dapat diinduksi oleh NO dan hipoksia lokal. Supresi produksi NO
setelah trauma kondral atau pada tahap awal OA dapat menghambat
inisiasi atau progresivitas OA. Keratan sulfat (KS) merupakan komponen
utama PG kartilago. Karena degradasi PG kartilago pada sendi tunggal
mengakibatkan peningkatan dramatis KS serum, pengukuran kadar KS
serum darah dapat memberikan informasi yang berguna terkait degradasi
PG yang terjadi pada cedera sendi atau OA.
Terdapat hubungan yang dekat antara oksigen hiperbarik (HBO),
sitokin proinflamasi, PG, dan sintesis NO. Terapi HBO meningkatkan pO 2
jaringan/ mikrovaskular, menekan sekresi IL-1β, menurunkan produksi
NO, meningkatkan pertumbuhan epifisis pada hasil transplantasi kartilago,
mempercepat penyembuhan tulang, meningkatkan sintesis
glikosaminoglikan, dan menstimulasi profliferasi fibroblas. Studi ini
memeriksa efek terapi HBO pada proses perbaikan kartilago dengan
mengukur tekanan oksigen kavitas sendi, kandungan KS antigenik,
sintesis PG, ekspresi iNOs, dan apoptosis sel pada model defek dengan
ketebalan penuh pada kartilago kelinci.
18
Pajanan pada HBO intermiten
24 kelinci dilibatkan pada studi dan secara acak dibagi ke dalam 2
kelompok: (I) kelompok HBO yang terdiri dari 12 kelinci yang dipaparkan
dengan HBO dengan oksigen 100% pada 2,5 atm selama 2 jam per hari,
selama 5 hari seminggu setelah pembedahan. (II) kelompok kontrol, terdiri
dari 12 kelinci pada kandang dengan udara normal.
19
absorbansi ini dengan nilai yang dihasilkan menggunakan dilusi serial dari
standar internasional pada KS sapi murni (Sigma, St Louis, MO, USA).
Standar KS digunakan pada rentang konsentrasi 6,25-200 ng/ml.
20
selama 2 jam pada suhu ruang. Antibodi sekunder yang dikonjugasikan
dengan peroksidase (0,8 mg/ml, dilusi 1:1000, Jackson Immuno Res, PA,
USA) digunakan selama 20 menit pada suhu ruang. Imunoglobulin terikat
dideteksi dengan perangkat substrat peroksidase DAB (Vector Lab, CA,
USA) dan metil hijau 0,1% digunakan untuk counterstain (pewarnaan
dengan warna yang kontras dengan warna utama, yang bertujuan untuk
membuat struktur menjadi lebih terlihat pada mikroskop). Setiap gambar
diambil dengan kamera digital (DP 50; Olympus; Shibuya-ku, Tokyo) dan
sel dengan pewarnaan positif ditentukan dengan Image-Pro Plus 4 image
analysis software (Media Cybernetics, Silver Spring, MD).
Analisis statistik
Tekanan oksigen pre- dan post-HBO dibandingkan dengan
Student’s t test berpasangan. Kadar KS serum diantara kelompok kontrol
dan HBO dibandingkan dengan Student’s t-test. Hasil skor histologi dan
21
histokimia dianalisis dengan uji Mann-Whitney U, sebuah uji t
nonparametrik dan diperlukan untuk data kategorik. Hasil imunohistokimia
untuk pewarnaan iNOs dan TUNEL diantara kedua kelompok
dibandingkan dengan uji Mann-Whitney. Nilai diekspresikan dalam rata-
rata±SD untuk Student’s t-test dan sebagai median dan rentang untuk uji
Mann-Whitney U; p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
22
Sedikit 2
Sedang 1
Berat 0
Kumpulan kondrosit
Tidak ada 2
<25% sel 1
25-100% sel 0
Bebas dari perubahan degeneratif
pada kartilago yang berdekatan
Selularitas normal, tidak ada 3
kluster, pewarnaan normal
Selularitas normal, kluster 2
ringan, pewarnaan sedang
Hiposelularitas ringan atau 1
sedang, sedikit terwarnai
Hiposelularitas berat, tidak 0
terwarnai atau sangat sedikit
Skor sempurna 24
Hasil
Efek HBO pada tekanan oksigen kavitas sendi
Jejak pengukuran kontinu tekanan oksigen pada kavitas sendi
secara in vivo ditunjukkan pada Gambar 1. Rerata tekanan oksigen
kavitas sendi adalah 11,62±2,51 pre-HBO dan 25,02±4,34 post-HBO.
Tekanan oksigen secara signifikan meningkat pada kavitas sendi setelah
terapi HBO (Tabel 2, p< 0,01).
(sebelum
HBO)
(setelah
HBO)
Waktu
23
Tabel 2. Efek HBO pada tekanan oksigen di kavitas sendi (mmHg)
Hewan Pre-HBO Post-HBO
1 10,47 21,21
2 9,98 22,19
3 14,98 30,96
4 12,67 26,31
5 13,44 28,89
6 8,17 20,58
Rata-rata ± SD 11,6± 2,51 25,02 ± 4,34**
Uji t berpasangan, **p< 0,01
Minggu
setelah operasi
Gambar 2. Peningkatan kadar keratan sulfat serum pada model dengan
cedera kartilago pada kelinci. Kadar KS serum sedikit meningkat setelah
pembedahan pada kelompok HBO, tetapi masih secara signifikan lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Data diekspresikan dalam
rata-rata ± SD dari penemuan pada 6 kelinci pada setiap kelompok; p<
0,05 dianggap signifikan secara statistik.
24
Tabel 3. Efek HBO pada sekresi agKS (ng/ml)
Minggu setelah Kelompok Kelompok HBO Nilai p
OP kontrol
0 15,5 ±2,4 l5,4± 4,7 p > 0,05
1 154,5 ± 30,1 46,9± 10,7 p < 0,01
2 102,5 ± 20,2 30,4 ± 7,2 p < 0,01
3 50,4± 10,7 15,9 ± 3,2 p < 0,01
4 20.3 ±7.9 16.2± 5.2 p > 0.05
5 16.7 ± 6.5 15.8± 4.7 p > 0.05
25
Gambar 3. Gambaran kasar pada defek kartilago dan perbaikan kartilago
diperiksa. Pada 5 minggu setelah pembedahan: (A) defek hampir kosong
pada kelompok kontrol (pewarnaan Toluidin biru, x200); (B) ketebalan
perbaikan kartilago adalah sekitar 50% dari kartilago normal yang
berdekatan pada kelompok HBO (pewarnaan Toluidin biru, x200). Pada
10 minggu setelah operasi, (C) gambaran kasar defek menunjukkan
perbaikan sekitar 40% pada kelompok kontrol (pewarnaan Toluidin biru
x200); (D) defek sembuh secara komplit dan tidemark tersusun kembali
secara sebagian pada kelompok HBO (pewarnaan Toluidin biru, x200); (E)
Pewarnaan Safranin-O jelas di sepanjang perbaikan kartilago yang
menyerupai hialin dengan pembentukan kolumna vertikal kondrosit di
zona radial pada kelompok HBO (pewarnaan Safranin-O, x200).
26
Pada perbaikan kartilago di kelompok kontrol, pewarnaan kuat
pada iNOs diamati (Gambar 4A dan C) ketika dibandingkan dengan
kelompok HBO (Gambar 4B dan D). Hasil kuantitatif untuk ekspresi iNOs
pada kondrosit diringkas pada Tabel 5. Immunostaining menunjukkan
bahwa terapi HBO secara signifikan menekan ekspresi iNOs pada
kondrosit (p<0,01) pada setiap titik waktu.
27
secara signifikan menekan apoptosis kondrosit (p<0,01) pada setiap titik
waktu.
Diskusi
Meskipun kartilago sendi merupakan jaringan avaskular yang dapat
berfungsi pada lingkungan dengan tekanan oksigen rendah, penurunan
lebih lanjut pada tekanan oksigen cairan sinovial dan perubahan
lingkungan pada cedera traumatik atau penyakit degeneratif pada
kartilago sendi telah dilaporkan. Secara in vivo, hipoksia berperan penting
pada perkembangan kerusakan jaringan pada OA. Secara in vitro, tingkat
biosintesis glikosaminoglikan (GAG) pada eksplan kartilago yang dikultur
pada tekanan oksigen 78-180 mmHg dua kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan eksplan yang dikultur pada tekanan oksigen 45
28
mmHg. Selain itu, lebih banyak matriks kartilaginosa yang dibentuk pada
eksplan periosteal kelinci yang dikultur pada 8-38 mmHg. Studi lebih lanjut
menunjukkan terjadi hambatan yang signifikan pada proliferasi kondrosit
dan sintesis matriks ekstraselular pada kondisi hipoksik. Selain itu,
peningkatan yang signifikan dari depresi yang diinduksi NO pada
fosforilasi oksidatif mitokondria kondrosit juga terjadi pada kondisi
hipoksik. Penemuan ini mengindikasikan bahwa kondisi hipoksik
bersamaan dengan hal-hal yang terjadi secara in vivo tidak optimal untuk
regenerasi osteokondral setelah cedera kartilago atau kondrogenesis in
vitro.
Mekanisme perbaikan pada kartilago sendi kurang dipahami namun
terdapat beberapa implikasi yang penting pada penelitian-penelitian
sebelumya. Salter el al menggunakan defek dengan ketebalan penuh dan
model dengan cedera yang diinduksi chymopapain untuk meneliti efek
gerakan pasif kontinu/ continuous passive motion (CPM) pada perbaikan
kartilago. Mereka berhipotesis bahwa CPM pada sendi sinovial memiliki
beberapa efek menguntungkan sebagai berikut secara in vivo: (1)
meningkatkan nutrisi dan aktivitas metabolik pada kartilago sendi, (2)
melindungi dan menstimulasi perbaikan pada matriks sendi setelah cedera
yang diinduksi oleh chymopapain, dan (3) mempercepat penyembuhan
pada kartilago sendi dan jaringan periartikular, seperti tendon dan
ligamen. Thonar et al menggunakan model transeksi ligamen krusiatum
anterior/ anterior cruciate ligament transection (ACLT) untuk meneliti
perubahan-perubahan pada kadar KS serum dan mengindikasikan bahwa
cedera pada sendi sinovial tunggal mengakibatkan peningkatan KS yang
terjadi secara lokal pada awalnya, namun menjadi sistemik seiring dengan
bertambahnya waktu. Tanaka et al menggunakan model dengan defek
kartilago dan menunjukkan peningkatan pada produksi NO yang dapat
mempengaruhi homeostasis pada matriks ekstraselular kartilago.
Hashimoto et al dan Pelletier et al menggunakan model ACLT dan
mengindikasikan bahwa produksi NO dapat mengakibatkan apoptosis
kondrosit dan kedua kejadian tersebut berkontribusi pada degradasi
29
kartilago. Inhibisi selektif pada iNOs mengurangi progresivitas pada OA
eksperimental secara in vivo. Pada studi ini, model dengan defek statik
dibuat dengan membuat bor pada lubang melalui tulang subkondral dan
memiliki penemuan yang serupa secara in vivo: (1) Peningkatan kadar KS
serum postoperatif cukup besar dan bertahan selama beberapa minggu,
yang mengindikasikan bahwa trauma pada tulang dan kartilago memiliki
efek sistemik pada pergantian (turnover) agrekan (protein inti proteoglikan
spesifik rawan kartilago) di tubuh. Data kami menunjukkan sedikit
peningkatan kadar KS serum setelah pembedahan pada kelompok HBO,
namun masih lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (Gambar 2).
Mekanisme sistemik dari efek HBO pada semua kartilago masih belum
jelas. Setidaknya, HBO meningkatkan suplai oksigen pada area anoksik
pada kartilago dengan cedera lokal (Gambar 1), yang meningkatkan
proliferasi kondrosit dan sintesis matriks ekstraselular. Bukti histologi dan
histokimia juga dikonfirmasi degan sistem analisis skor (Gambar 3 dan
Tabel 4), (2) HBO mengurangi degradasi PG pada kartilago yang cedera
dan efek menguntungkan ini dapat berkaitan dengan supresi ekspresi
iNOs dan apoptosis kondrosit (Gambar 4 dan 5). Kemungkinan
mekanisme lain untuk destruksi kartilago adalah bahwa NO dapat
menstimulasi aktivitas matrix metalloprotease (MMP) pada kondrosit,
namun efek HBO pada aktivitas MMP masih belum jelas, (3) HBO
mempercepat penyembuhan pada kartilago sendi dan jaringan
periartikular, seperti ligamen, yang dapat memperbaiki instabilitas sendi
yang diakibatkan oleh transeksi ligamen pada model ACLT.
Evaluasi yang kritis pada metode yang bertujuan untuk
mengembalikan permukaan sendi kartilaginosa memerlukan pertimbangan
terkait keterbatasan-keterbatasan dari model eksperimental yang
digunakan dan hubunugannya dengan gangguan klinis. Pada studi ini,
defek eksperimental akut pada kondral dan osteokondral yang dibuat
dengan membuat bor lubang menstimulasi replikasi cedera kondral dan
osteokondral akut yang terjadi pada manusia sebagai akibat trauma sendi
dan dapat berperan sebagai model yang sesuai untuk beberapa
30
osteonchondritis dissicans (gangguan sendi dimana retakan terjadi pada
kartilago sendi dan tulang subkondral yang mendasari) dan lesi traumatik.
Jenis defek ini serupa dengan cedera osteokondral dengan ketebalan
penuh setelah trauma seperti comminuted tibial plateau fracture
menginduksi defek kartilago fokal. Namun defek ini dibuat dibawah kontrol
dan dibuat dengan bor, yang akan memberikan efek panas pada tulang
dan kartilago. Pada situasi nyata, tidak ada efek panas pada tulang dan
kartilago serta defek umumnya iregular dengan kedalaman yang tidak
merata. Defek-defek tersebut umumnya terjadi pada remaja dan dewasa
muda yang ingin mempertahankan tingkat aktivitas yang tinggi, dan pada
beberapa dari individu ini muncul nyeri, efusi, dan disfungsi mekanik. Saat
ini, inhalasi HBO merupakan metode terapi yang diketahui untuk berbagai
kondisi medis dan memiliki mekanisme yang jelas terkait inhibisi pada
reaksi inflamasi oleh HBO. Weisz et al melaporkan bahwa terapi HBO
pada penyakit Crohn (inflammatory bowel disease perianal) menurunkan
sekresi tumor necrosis factor-α (TNF-α), IL-1, dan IL-6 dengan monosit.
Yin et al melaporkan bahwa efek neuroprotektif dari HBO dapat
mengakibatkan inhibisi pada overekspresi siklooksigenase-2 (COX-2).
Toleransi pada HBO dapat diperluas dengan pajanan intermiten ketika
terapi HBO diperlukan pada manusia. Para penulis menggunakan protokol
terapi HBO klinis yang dijelaskan di US Navy Treatment pada studi ini.
Dari pengalaman kami, protokol terapi HBO ini tidak menimbulkan
toksisitas oksigen pada kelinci. Selain itu, tekanan oksigen pada kavitas
sendi memiliki rentang 20,58 hingga 30,96 mmHg setelah terapi HBO
(Tabel 1). Ini merupakan rentang tekanan oksigen yang aman bila
dibandingkan dengan tekanan pada kavitas sendi normal pada kelinci di
studi-studi sebelumnya. Studi ini menunjukkan bahwa terapi HBO dapat
menekan apoptosis dan meningkatkan pertumbuhan sel dan sintesis PG
pada defek kartilago, dan juga mengindikasikan bahwa efek
menguntungkan ini berkaitan dengan supresi produksi NO. Terapi HBO
dapat merupakan metode yang berpotensi untuk perbaikan kartilago
31
secara klinis, meskipun waktu yang optimal, durasi, dan frekuensi terapi
HBO masih harus ditentukan untuk memverifikasi hal ini.
32
DAFTAR PUSTAKA
Yuan LJ, Ueng SW, Lin SS, et al. Attenuation of apoptosis and
enhancement of proteoglycan synthesis in rabbit cartilage defects by
hyperbaric oxygen treatment are related to the suppression of nitric
oxide production. J Orthop Res 2004; 22: 1126-1134
Germonpre, P. & Mathieu, D., 2014. Research in Hyperbaric Medicine.
33